10
kepentingan, tetapi itu saja tidak cukup. Suatu pihak juga harus memiliki persepsi bahwa aspirasi kedua belah pihak tidak kompatibel satu sama lain. Ini adalah
masalah persepsi mengenai alternatif --- yang dapat digunakan untuk mencapai sebuah keadaan yang dapat diterima semua pihak.
9
2. Hakikat Peradaban
Di Indonesia, sebagaimana juga di Arab dan Barat, masih banyak orang mensinonimkan dua kata kebudayaan Arab, al-Tsaqafah; Inggris, culture dan
peradaban Arab, al-Hadharah; Inggris, civilization. Dalam perkembangan ilmu antropologi sekarang, kedua istilah itu dibedakan. Kebudayaan adalah bentuk
ungkapan tentang semangat mendalam suatu masyarakat. Sedangkan, manifestasi- manifestasi kemajuan mekanis dan teknologis lebih berkaitan dengan peradaban.
Kalau kebudayaan lebih banyak direfleksikan dalam seni, sastra, religi agama, dan moral, maka peradaban terefleksi dalam politik, ekonomi, dan teknologi.
Menurut Koenjtaraningrat, kebudayaan paling tidak mempunyai tiga wujud, 1 wujud ideal, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks ide-ide,
gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya, 2 wujud kelakukan, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan
berpola dari manusia dalam masyarakat, dan 3 wujud benda, yaitu wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya. Sedangkan, istilah peradaban
biasanya dipakai untuk bagian-bagian dan unsur-unsur dari kebudayaan yang halus dan indah. Menurutnya, peradaban sering juga dipakai untuk menyebut
suatu kebudayaan yang mempunyai sistem teknologi, seni bangunan, seni rupa, sistem kenegaraan dan ilmu pengetahuan yang maju dan kompleks.
10
Penjelasan lebih luas mengenai konsep peradaban, penulis mengacu pada tulisan Samuel P. Huntington dalam bukunya “Benturan Antarperadaban dan
9
Ibid . Hlm. 21-39.
10
Badri Yatim. 2011.Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hlm. 1-2.
Universitas Sumatera Utara
11
Masa Depan Politik Dunia”, dia menjelaskan bahwa konsep peradaban dapat dipahami sebagai berikut.
Pertama , sebuah pembedaan dapat ditemukan di antara pelbagai
peradaban, baik singular tunggal, penulis maupun plural banyak, penulis. Ide tentang peradaban dikembangkan oleh pemikir Perancis abad XVIII, yang
memperlawankannya dengan konsep “barbarisme.” Masyarakat yang telah berperadaban dibedakan dari masyarakat primitif karena mereka adalah
masyarakat urban, hidup menetap, dan terpelajar. Berperadaban adalah baik, tidak berperadaban adalah buruk. Konsep peradaban menyajikan sebuah ‘tolok ukur’
yang dapat dijadikan acuan dalam memberikan penilaian terhadap pelbagai dinamika kehidupan masyarakat, yang selama abad XIX, orang-orang Eropa
banyak melakukannya melalui upaya-upaya intelektual, diplomatis, dan politis dalam mengelaborasi kriteria yang diterapkan pada masyarakat-masyarakat non-
Eropa yang dapat mereka anggap sebagai “masyarakat yang telah berperadaban” dan mereka terima sebagai bagian dari sistem yang mendunia dalam tatanan
masyarakat Eropa. Pada saat yang bersamaan, orang-orang mulai berbicara tentang peradaban dalam konteks plural. Hal ini berarti adanya “penolakan
terhadap suatu peradaban yang dirumuskan sebagai sebuah pandangan hidup, atau sesuatu yang lebih dari itu” dan sebuah asumsi yang menyatakan bahwa terdapat
tolok ukur tunggal bagi apa yang disebut sebagai ‘berperadaban,’ “tersaring,” dalam kata-kata Braudel, “untuk sebuah privilege hak istimewa, penulis dari
sekelompok orang atau ‘elite’ tertentu.” Sekalipun terdapat pelbagai bentuk peradaban singular, namun “ia telah kehilangan sebagai identitasnya,” dan sebuah
peradaban dalam pengertian plural dapat saja disebut sebagai “tidak cukup berperadaban´dalam konteks singular.
Kedua , sebuah peradaban, kecuali di Jerman, adalah sebuah entitas
kultural. Para pemikir Jerman abad XIX membedakan secara tajam antara masing- masing peradaban dikarenakan pelbagai faktor, seperti faktor-faktor mekanis,
teknologikal, material dan kebudayaan; termasuk di dalamnya nilai-nilai, pelbagai
Universitas Sumatera Utara
12
pandangan hidup, kualitas-kualitas intelektual dan moral yang lebih tinggi dari suatu masyarakat. Pembedaan ini hanya dapat dijumpai di Jerman, tetapi tidak di
luar Jerman. Beberapa antropolog bahkan telah menarik ke belakang hubungan antar-kebudayaan dan menyatakan bahwa kebudayaan-kebudayaan masyarakat-
masyarakat nonurban yang dicirikan sebagai primitf, tidak berubah, sedangkan masyarakat-masyarakat urban yang telah berperadaban, berkembang dinamis dan
lebih kompleks. Upaya-upaya ini dimaksudkan untuk membedakan antara kebudayaan dengan peradaban, yang bagaimanapun juga, tidak dapat ditemukan
baik di Jerman ataupun di luar Jerman. Dalam hal ini, sejalan dengan pendapat Braudel bahwa “tidak mungkin, dalam konteks Jerman, untuk meisahkan
kebudayaan dari bangunan dasarnya, peradaban.”
Seluruh faktor objektif yang merumuskan pelbagai corak peradaban, bagaimana-pun juga, yang terpenting, pada umunya, adalah faktor agama,
sebagaimana ditekankan oleh orang-orang Athena. Pada tataran yang luas, dalam sejarah manusia, peradaban-peradaban besar umumnya identik dengan agama-
gama besar dunia; dan orang-orang yang memiliki kesamaan etnis dan bahasa namun berbeda agama bisa saja saling membunuh satu sama lain, sebagaimana
yang terjadi di Lebanon, Yugoslavia, dan Anak Benua Subcontinent. Sebuah hubungan penting yang ada dalam kaitan dengan pembagian
masyarakat dan karakteristik budaya ke dalam pelbagai corak perdaban dan pembagian mereka melalui karakteristik fisikal ke dalam pelbagai suku bangsa.
Sekalipun demikian, peradaban dan suku bangsa ras tidak identik. Orang-orang yang memiliki kesamaan ras dapat benar-benar terpisahkan melalui peradaban;
orang-orang yang memiliki perbedaan ras dapat dipersatukan melalui peradaban. Utamanya, melalui dua agama besar, Kristen dan Islam yang mampu menaungi
kelompok-kelompok masyarakat yang berasal dari pelbagai suku bangsa. Pembedaan krusial antara pelbagai golongan manusia berkaitan dengan nilai-nilai,
keyakinan-keyakinan, institusi-institusi, dan struktur-struktur sosial mereka, bukan pada ciri-ciri fisikal mereka, seperti bentuk kepala dan wana kulit.
Universitas Sumatera Utara
13
Ketiga , setiap peradaban selalu bersifat komprehensif yang tidak satu pun
dari konstituen kesatuannya dapat sepenuhnya terpahami tanpa mengacu pada cakupan wilayah peradaban. Peradaban adalah entitas paling luas dari budaya.
Perkampungan-perkampungan, wilayah-wilayah, kelompok-kelompok etnis, nasionalitas-nasionalitas, pelbagai kelompok keagamaan, seluruhnya memiliki
perbedaan kultur pada tingkatan yang berbeda dari heterogenitas kultural. Kultur dari sebuah perkampunagn di selatan Italia barangkali berbeda dari kultur dari
sebuah perkampungan di utara Italia. Namun, secara umum, keduanya sama-sama memiliki kultur Italia yang membedakan mereka dari kultur perkampungan-
perkampungan Jerman. Komunitas-komunitas Eropa, sebaliknya, akan memiliki pelbagai budaya yang sama yang membedakan mereka dari komunitas-komunitas
Cina dan Hindu. Orang-orang Cina, Hindu, dan orang-orang Barat, bagaimanapun juga, bukanlah bagian dari pelbagai entitas kultural yang lebih luas. Mereka
menegakkan peradaban-peradaban. Sebuah peradaban adalah bentuk budaya paling tinggi dari suatu kelompok masyarakat dan tataran yang paling luas dari
identitas budaya kelompok masyarakat manusia yang dibedakan secara nyata dari makhluk-makhluk lainnya. Ia terdefinisikan baik dalam faktor-faktor objektif
pada umumnya, seperti bahasa, sejarah, agama, kebiasaan-kebiasaan, institusi- institusi, maupun identifikasi diri yang bersifat subjektif. Setiap masyarakat
memiliki pelbagai tingkatan identitas: seorang penduduk Roma barangkali akan mengidentifikasikan diri sebagai orang Roma, orang Italia, seorang Katolik,
seorang Kristen, sebagai orang Eropa, orang Barat. Peradaban memiliki tingkatan identifikasi yang sangat luas yang dengannya seseorang mengidentifikasikan diri
secara kuat. Peradaban-peradaban besar dimana “kita” berada di dalamnya, secara kultural menjadikan kita bagai di rumah sendiri dan dibedakan dari “mereka”
yang berada di “luar sana.” Peradaban-peradaban bisa jadi melibatkan pelbagai kelompok masyarakat dalam jumlah yang besar, seperti peradaban Cina, atau
dengan kelompok masyarakat yang sangat kecil, peradaban Anglofon Karibia.
Universitas Sumatera Utara
14
Keempat , peradaban-peradaban bersifat fana namun juga hidup sangat
lama; ia berkembang, beradaptasi dan sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia, “realitas-realitas yang benar-benar dapat bertahan dalam waktu lama.”
“Keunikan dan esensi utama”-nya adalah kontinuitas historisnya yang panjang. Peradaban adalah fakta kesejarahan yang membentang dalam kurun waktu yang
sangat panjang.” Kekuasan-kekuasaan berkembang dan jatuh, pemerintahan- pemerintahan datang dan pergi, peradaban-peradaban tetap ada dan”menopang
kehidupan politik, sosial, ekonomi, dan bahkan ideologi”. Kelima
, karena peradaban-peradaban merupakan entitas-entitas kultural, bukan entitas-entitas politis, sehingga tidak berpegang pada tatanan, penegakan
keadilan, kesejahteraan bersama, upaya-upaya perdamaian, mengadakan pelbagai negosiasi, atau menetapkan “kebijakan-kebijakan” yang biasa dilakukan oleh
sebuah pemerintahan. Komposisi politis peradaban yang begitu bervariasi menyajikan pembedan-pembedaan di dalam peradaban itu sendiri. Suatu
peradaban bisa saja mencakup satu atau beberapa kesatuan politis. Kesatuan- kesatuan tersebut dapat berupa negara-kota, kekaisaran-kekaisaran, federasi-
federasi, konfederasi-konfederasi, atau negara-bangsa. Semua itu merupakan bentuk pemerintahan.
11
3. Hubungan Renaissance dan Ide Demokrasi