BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jumlah penduduk yang mengalami peningkatan yang cukup pesat saat ini, sangat dipengaruhi oleh penerapan keluarga berencana KB. Pada kenyataannya program
keluarga berencana masih didominasi oleh wanita sedangkan kaum pria belum memberikan partisipasinya. Peranan kaum pria dalam program KB sangat penting
karena biasanya pria lebih dominan dalam menentukan kebijakan dalam keluarga. Keberhasilan penerapan kontrasepsi untuk wanita bukan berarti pria tidak ambil
bagian dalam program KB dengan salah satu alat kontrasepsi yang efektif untuk kaum pria Satriyasa Pangkahila, 2010.
Secara garis besar kerja obat kontrasepsiKB terhadap sistem reproduksi pada pria dapat digolongkan berdasarkan tiga lokasi yakni, pretestikuler, testikuler, dan
protestikuler. Cara protestikuler adalah cara yang dapat menghambat pematangan spermatozoa setelah berada dalam epididimis, diperkirakan ekstrak biji pepaya dapat
sebagai pengatur fertilitas atau kesuburan secara postestikuler yang potensial pada tikus jantan, karena ekstrak tersebut memiliki efek membunuh spermatozoa
matang di epididimis Chinoy, 1985 dalam Amir, 1992.
Ekstrak biji pepaya telah diketahui juga memiliki efek antifertilitas dan menyebabkan keguguran abortivum pada wanita yang hamil. Hal ini mungkin
disebabkan oleh zat yang terdapat pada biji pepaya mempengaruhi hormon reproduksi wanita. Penelitian kualitatif yang dilakukan oleh Usaman dkk 1980 menunjukan
bahwa biji Carica papaya L. memiliki senyawa glukosida yang bersifat toksik. Meskipun demikian, biji pepaya tersebut dapat digunakan sebagai bahan dasar obat
tradisional sebagai antifertilitas Ilyas, 2001.
Universitas Sumatera Utara
Secara fungsional epididimis sangat tergantung pada hormon testosteron se bagaimana diketahui, testosteron diperlukan untuk daya hidup spermatozoa dalam
epididimis Arsyad, 1986. Proses pematangan sperma sangat tergantung pada hormon androgen Tadjudin, 1988. Salah satu hormon androgen yakni testosteron.
Testosteron adalah hormon androgen yang dihasilkan oleh sel interstitial atau sel leydig. Hormon ini berperan dalam mengontrol proses spermatogenesis pada
pembelahan meiosis dan proses spermiogenesis. Kebutuhan epididimis akan androgen untuk pematangan spermatozoa, lebih tinggi daripada testis, hingga penurunan kadar
androgen sedikit saja dapat menggangu proses pematangan spermatozoa dalam epididimis, akan tetapi tidak menggangu spermatogenesis Amir, 1992.
Selain hormon androgen asam askorbat juga memberikan efek baik kepada integritas dari struktur tubular maupun terhadap fungsi sperma. Pada tubular dapat
diasumsikan bahwa asam askorbat dibutuhkan untuk sekresi dan pemeliharaan lapisan kolagen Siregar, 2009. Akmal et al., 2006 penelitian terhadap pasien infertil
dengan keadaan oligosperma, motilitas sperma rendah dan jumlah sperma bentuk normal yang rendah, setelah diberikan suplemen vitamin C 1000 mghari selama 2
bulan, memperlihatkan peningkatan jumlah sperma, motilitas sperma dan jumlah sperma yang morfologinya normal. Defisiensi asam askorbat telah lama dihubungkan
dengan jumlah sperma yang rendah, peningkatan jumlah sperma yang abnormal, mengurangi motilitas dan aglutinasi. Pada beberapa penelitian telah dibuktikan bahwa
asupan asam askorbat dapat memperbaiki kualitas sperma. Efek yang menguntungkan dari asam askorbat ini adalah hasil dari pemecahan radikal bebas yang sering timbul
akibat polusi lingkungan dan metabolisme selular yang dapat menyebabkan kerusakan oksidatif. Asam askorbat atau vitamin C digunakan sebagai komponen pemulihan
kualitas dan kuantitas sperma Siregar, 2009.
1.2 Permasalahan