Geografi: Jelajah Bumi dan Alam Semesta untuk Kelas X
102
b. Iklim B - Iklim KeringGurun
Ciri-cirinya terdapat di daerah gurun atau semiarid steppa, curah hujan terendah 25,5 mmtahun. Tingkat penguapan tinggi.
c. Iklim C - Iklim Sedang Warm Temperate Climate
Temperatur bulan terdingin berkisar 18° C sampai –3° C.
d. Iklim D - Iklim Salju atau Mikrothermal
Snow Climate Suhu rata-rata bulan terpanas lebih dari 10° C, sedangkan suhu rata-
rata bulan terdingin –3° C.
e. Iklim E - Iklim Kutub Ice Climate
Terdapat di derah Arctic dan Antartika. Suhu tidak pernah lebih dari 10° C. Tidak memiliki musim panas yang benar-benar panas.
Sumber: Irian Jaya, 1990
Fokus
t Tropical Climate t Dry Climate
t Warm Climate t Snow Climate
t Ice Climate
Puncak pegunungan Jaya Wijaya yang tertutup salju abadi termasuk
ke dalam tipe iklim E kutub.
Gambar 4.12
Teropong
Menurut klasifikasi Koppen wilayah Indonesia sebagian
besar beriklim A. Bagaimana pengaruhnya terhadap kondisi
masyarakat ditinjau dari berbagai aspek. Lakukan analisis berdasarkan
referensi yang mendukung. Kerjakan pada buku tugas.
Kumpulkan pada guru Anda.
Berdasarkan klasifikasi Koppen, sebagian besar wilayah Indonesia beriklim A, di daerah pegunungan beriklim C, dan di Puncak Jaya Wijaya
beriklim E. Tipe iklim A dibagi menjadi tiga subtipe yang ditandai dengan huruf kecil yaitu f, w, dan m sehingga terbentuk tipe iklim Af iklim tropik
basah, Aw iklim basah tropik, dan Am iklim basah tropik dengan musim kering yang singkat. Rincian pembagian iklim Koppen secara mendalam
adalah sebagai berikut. a. Af
= iklim hujan tropik b. Aw = iklim sabana tropik
c. Bs = iklim stepa
d. Bw = iklim gurun
e. Cf = iklim hujan sedang, panas tanpa musim kering f. Cw = iklim hujan sedang, panas dengan musim dingin kering
g. Cs = iklim hujan sedang, panas dengan musim panas yang kering h. Df = iklim hujan salju tanpa musim kering
i. Dw = iklim hujan salju dengan musim dingin yang kering j. Et = iklim
tundra k. Ef = iklim
salju
3. Iklim Schmidt – Fergusson
Cara perhitungan pembagian iklim menurut Schmidt-Ferguson
berdasarkan perhitungan jumlah bulan-bulan terkering dan bulan-bulan basah setiap tahun kemudian dirata-ratakan. Untuk menentukan bulan
basah dan bulan kering dengan menggunakan metode Mohr. Menurut
Mohr suatu bulan dikatakan:
103
Dinamika Perubahan Atmosfer
a. bulan kering, yaitu bulan-bulan yang curah hujannya kurang dari 60 mm;
b. bulan basah, yaitu bulan-bulan yang curah hujannya lebih dari 100 mm; c. bulan lembap, yaitu bulan-bulan yang curah hujannya antara
60–100 mm. Penentuan
iklim Schmidt-Fergusson
dapat ditentukan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
Makin besar nilai Q, berarti iklimnya semakin kering dan semakin kecil
nilai Q, iklim semakin basah. Schmidt dan Fergusson menggolongkan tipe-tipe iklim sebagai berikut. Perhatikan Tabel 4.3.
Teropong
Jelaskan perbedaan antara klasifikasi iklim Schmidt
Ferguson dengan iklim Oldeman dalam penentuan
bulan kering, bulan basah, dan bulan lembap. Kerjakan dalam
buku tugas Anda, setelah itu laporkan hasilnya kepada guru
untuk mendapatkan penilaian.
Tabel 4.3
Tipe Iklim Menurut Schmidt-Fergusson
Tipe Iklim
A 0Q14,3
Tipe Iklim
B 14,3Q83,33
Tipe Iklim
C 33,3Q60
Tipe Iklim
D 60Q100
Tipe Iklim
E 100Q167
Tipe Iklim
F 167Q300
Tipe Iklim
G 300Q700
Tipe Iklim
H 700Q
Tipe Iklim
Besarnya Nilai
Q = Rata-Rata Bulan Kering
Rata-Rata Bulan Basah × 100
Fokus
t .FUPEFmohr t Agro climatic classification
t Bulan kering t Bulan basah
4. Iklim Oldeman
Seperti halnya metode Schmidt-Ferguson, metode Oldeman 1975
hanya menggunakan unsur curah hujan sebagai dasar dari klasifikasi iklim. Bulan basah dan bulan kering secara berturut-turut dihubungkan dengan
pertanian untuk daerah-daerah tertentu. Oleh karenanya penggolongan iklimnya dikenal dengan sebutan zona agroklimat
agro-climatic classification. Misalnya, jumlah curah hujan sebesar 200 mm setiap bulan
dipandang cukup untuk membudidayakan padi sawah. Untuk sebagian besar palawija, jumlah curah hujan minimal yang diperlukan adalah 100
mm tiap bulan. Musim hujan selama 5 bulan dianggap cukup untuk mem budidayakan padi sawah selama satu musim.
Dalam metode ini, bulan basah didefinisikan sebagai bulan yang memiliki jumlah curah hujan sekurang-kurangnya 200 mm. Meskipun
lamanya periode pertumbuhan padi terutama ditentukan oleh jenis padi yang digunakan, periode 5 bulan basah berurutan dalam satu tahun di-
pandang optimal untuk satu kali tanam. Jika lebih dari 9 bulan basah, petani dapat menanam padi sebanyak 2 kali masa tanam. Jika kurang
dari 3 bulan basah berurutan, petani tidak dapat membudidayakan padi tanpa adanya irigasi tambahan.
Berikut ini adalah tipe-tipe iklim menurut Oldeman.
Iklim A : Jika terdapat lebih dari 9 bulan basah berurutan. Iklim B : Jika terdapat 7–9 bulan basah berurutan.
Iklim C : Jika terdapat 5–6 bulan basah berurutan.