Kultur Sekolah Kajian Teori

15 Sementara Stolp dan Smith 1995: 35-40 mengungkapkan bahwa kultur yang dikembangkan di sekolah diidentifikasi menjadi tiga lapisan. Lapisan pertama sebagian dapat diamati dan sebagian tidak dapat diamati seperti: kebiasaan dan rutinitas yang ditunjukkan dalam kehidupan di sekolah, cerita-cerita, upacara, ritual, benda dan simbol, bangunan, logo, slogan, bendera, dan gambar-gambar yang dipasang di sekolah. Hal-hal yang berada dibalik yang tampak itu tidak kelihatan, tidak dapat dimaknai secara jelas dengan segera seperti visi, misi, nilai-nilai dan norma-norma yang terkandung didalamnya berupa keadilan, toleransi, dan sebagainya. Keberadaan kultur ini cepat dapat dirasakan ketika orang mengadakan kontak langsung dengan suatu sekolah. Lapisan ini disebut dengan artifak. Lapisan kedua berupa nilai-nilai dan keyakinan bersama yang dianut oleh warga sekolah. Ini menjadi ciri utama suatu sekolah. Sebagian berupa norma-norma perilaku yang diinginkan sekolah seperti ungkapan rajin pangkal pandai, kebersihan sebagian dari iman, dan lain-lain. Pada lapisan yang paling dalam yaitu asumsi. Asumsi berupa simbol-simbol, nilai dan keyakinan yang tidak tampak, tetapi apabila diterapkan terus menerus berdampak terhadap perilaku warga sekolah. Lapisan-lapisan kultur tersebut dapat dilihat pada gambar 1. 16 Gambar 1. Lapisan-lapisan Kultur Sekolah Melihat ketiga lapisan tersebut, maka kultur sekolah menjadi penting bagi warga sekolah untuk memahami, menjaga, dan menerapkan nilai-nilai yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Kultur sekolah merupakan aset yang bersifat abstrak, bersifat unik, dan senantiasa berproses dengan dinamika yang tidak sama antara satu sekolah dengan sekolah yang lain. Dalam kaitannya dengan kebutuhan pengembangan kultur sekolah, yang perlu dipahami adalah bahwa kultur hanya dapat dikenali melalui pencerminannya pada berbagai hal yang dapat diamati yang disebut dengan artifak. Artifak ini dapat berupa : a. Perilaku verbal : ungkapan lisantulis dalam bentuk kalimat dan kata- kata b. Perilaku non-verbal : ungkapan dalam tindakan c. Benda hasil budaya : arsitek, interior dan eksterior, lambang, tata ruang, mebelair, dan sebagainya. Asumsi Nilai Keyakinan Artifak 17 Dibalik artifak itulah sembunyi kultur yang dapat berupa : a. Nilai-nilai : mutu, disiplin, toleransi, dan sebagainya. b. Keyakinan : tidak kalah dengan sekolah lain bila mau kerja keras. c. Asumsi : semua anak dapat menguasai bahan pelajaran, hanya waku yang diperlukan berbeda. Setiap sekolah tentu memiliki kultur yang berbeda-beda, karena kultur yang ada tergantung pada manusia yang terdapat didalamnya dan lingkungan disekitarnya. Budaya belajar bisa dibentuk oleh lingkungan, SDM, SDA, juga teknologi yang digunakan dalam proses pembelajaran. Budaya bisa mempengaruhi sistem pembelajaran yang ada di sekolah. Tingkat penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi juga dapat mempengaruhi budaya yang ada di sekolah. Keduanya saling mempengaruhi. Oleh karena itu budaya belajar disetiap sekolah akan berbeda sesuai dengan lingkungan, orang-orang yang ada didalamnya dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.

3. Teknologi

Istilah teknologi berasal dari bahasa Yunani Kuno yaitu techne dan logia. Techne berarti seni kerajinan. Dari techne kemudian lahirlah kata technikos yang berarti seseorang yang memiliki keterampilan tertentu. Dengan berkembangnya keterampilan seseorang yang menjadi semakin tetap karena menunjukkan suatu pola, langkah, dan metode yang pasti, keterampilan itu menjadi teknik. Teknologi memperlihatkan fenomena