PertumbuhanInvestasi Pra Kemerdekaan Analisis Hukum Terhadap Kewajiban Sertifikasi ISPO (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL) Dalam Kaitannya Dengan Pertumbuhan Investasi Sektor Perkebunan Kelapa Sawit Di Indonesia (Studi Pada PT. REA KALTIM PLANTATION – Ja

sampai dikeluarkannya Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. 150 Barulah selanjutnya dikeluarkan Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

1. PertumbuhanInvestasi Pra Kemerdekaan

Sejak diambil-alihnya Verenigde Oostindische Compagnie VOC oleh Pemerintah Belanda pada tahun 1799, investasi di Indonesia pertama kali dikenal melalui kebijakan yang memperkenankan masuknya modal asing Eropa untuk menanamkan modalnya di bidang perkebunan pada tahun 1870, dengan dasar dikeluarkannya “Agrarische Wet”. 151 150 Ibid. , hal. 30-31. Dengan peraturan tersebut maka modal asing yang berasal dari negara Eropa yang mempunyai hubungan dekat dengan pemerintah Belanda diizinkan untuk melakukan usahanya di Indonesia terbatas di sektor perkebunan yang berada di pedalaman yang tidak diusahakan oleh pemerintah Belanda, melalui pengawasan yang ketat dari pemerintah daerah jajahan. Dalam perkembangannya investasi di bidang perkebunan karet, dan kelapa sawit, semakin dibuka untuk memenuhi kebutuhan pasar dunia. Sedangkan, bidang usaha lain, 151 Agrarische Wet 1870 sebagai reaksi atas kebijakan pemerintah Hindia-Belanda di Jawa. Latar belakang dikeluarkannya Agrarische Wet antara lain karena kesewenangan pemerintah mengambil-alih tanah rakyat. Politikus liberal yang saat itu berkuasa di Belanda tidak setuju dengan tanam paksa di Jawa dan ingin membantu penduduk Jawa sambil sekaligus keuntungan ekonomi dari tanah jajahan dengan mengizinkan berdirinya sejumlah perusahaan swasta. Agrarische Wet memastikan bahwa kepemilikan tanah di Jawa tercatat. Tanah penduduk dijamin sementara tanah tak bertuan dalam sewaan dapat diserahkan. Agrarische Wet ini dapat dikatakan mengawali berdirinya sejumlah perusahaan swasta di Hindia-Belanda. Agrarische Wet sering disebut dengan Undang- Undang Gula 1870, sebab kedua undang-undang itu menimbulkan hasil dan konsekuensi besar atas perekonomian di Jawa. Lihat : Boedi Harsono, Hukum Agraria Jilid I, Sejarah Pembentukan Undang- Undang Pokok Agraria Isi dan Pelaksanaannya , Jakarta : Djambatan, 2005. Universitas Sumatera Utara pertambangan, perdagangan, dan seterusnya masih tetap dikuasai oleh pemerintah Belanda, demikian juga sektor pertanian yang masih dilindungi. 152 Namun, pada pertengahan abad ke-19 sektor yang dibuka untuk penanaman modal asing makin diperluas, dengan diberlakukan ketentuan bahwa modal Eropa diizinkan untuk menyewa pacht tanah yang belum digarap dengan jangka waktu 25 dua puluh lima tahun. 153 Sampai tahun 1900-an terus dilakukan penarikan investasi dari Eropa, namun hampir seluruhnya di bidang perkebunan dan pertanian, sampai pada tahun 1920 hanya tercatat 2 dua industri besar, yaitu : British American Tobacco BAT – pabrik rokok dan General Motor pabrik perakitan mobil, tentu saja disamping pabrik-pabrik gula sebagai proses akhir perkebunan tebu, pabrik tekstil untuk perkebunan kapas, penggilingan padi, kilang minyak kelapa atau sawit yang berkapasitas kecil. 154 Komposisi investasi sampai dengan tahun 1942 tersebar di berbagai bidang usaha, antara lain : gula 15 lima belas persen; karet 17 tujuh belas persen; pertanian lain 13 tiga belas persen; pertambangan 19 sembilan belas persen; pengangkutan sarana umum 14 empat belas persen; dan sektor manufaktur 2 dua persen. Pada saat pendudukan Jepang pada tahun 1942 – 1945, kegiatan 152 I. A. Budhivaya, Op.cit., hal. 31. 153 Isu terpenting dalam Agrarische Wet 1870 adalah pemberian hak erfpacht, semacam Hak Guna Usaha yang memungkinkan seseorang menyewa tanah terlantar yang telah menjadi milik negara yang selama maksimum 75 tujuh puluh lima tahun sesuai kewenangan yang diberikan eigendom kepemilikan, selain dapat mewariskannya dan menjadikan agunan. Ada 3 tiga jenis hak erfpacht, yaitu : 1 Hak untuk perkebunan dan pertanian besar, maksimum 500 bahu dengan harga sewa maksimum lima florint per bahu; 2 Hak untuk perkebunan dan pertanian kecil bagi orang Eropa “miskin” atau perkumpulan sosial di Hindia-Belanda, maksimum 25 bahu dengan harga sewa satu florint per bahu tetapi pada tahun 1908 diperluas menjadi maksimum 500 bahu; 3 Hak untuk rumah tetirah dan pekarangannya estate seluas maksimum 50 bahu. Lihat : Boedi Harsono, Op.cit. 154 I. A. Budhivaya, Op.cit., hal. 31-32. Universitas Sumatera Utara investasi praktis terhenti. Pada periode penjajahan tersebut, mulai terasa penghancuran perekonomian Indonesia terutama di sektor industri manufaktur. Banyak peralatan industri yang dikirim ke luar Indonesia, demikian juga tenaga kerjanya. Selain itu juga adanya pelarangan impor bahan mentah atau bahan baku industri dalam jumlah besar. 155

2. Pertumbuhan Investasi Pasca Kemerdekaan