perkebunan kelapa sawit. PPN yang dalam implementasinya menjadi beban biaya yang ditanggung pengolah primer CPO, pengekspor
dan pelaku industri pengolahan hilir minyak goreng, oleokimia dan lainnya akan ditransmisikan melalui mekanisme harga ke pelaku di
bawahnya yang akhirnya bermuara menjadi beban ke petani. Dukungan ini terutama diharapkan dari Departemen Keuangan;
2 Harmonisasi tarif, yaitu menerapkan tarif impor lebih tinggi untuk
produk-produk olahan kelapa sawit dan substitusinya. Dukungan ini terutama diharapkan dari Departemen Keuangan dan Departemen
Perdagangan;
3 Insentif investasi terutama pada industri hilir kelapa sawit, seperti
biodiesel, berupa keringanan pajak tax holiday, perpanjangan HGU, kemudahan investasi terutama dalam hal perijinan, penghapusan
retribusi, dan pemberian subsidi khusus untuk konsumen bio diesel. Dukungan ini terutama diharapkan dari Departemen Keuangan,
Badan Pertanahan Nasional, Badan Koordinasi Penanaman modal, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral dan Pemerintah
Daerah;
4 Dukungan dan fasilitas pendanaan dari pemerintah melalui skim
kredit khusus yang dapat dimanfaatkan pelaku agribisnis kelapa sawit terutama petani. Dukungan ini terutama diharapkan dari Departemen
Keuangan, Bank Indonesia, Kantor Menteri Negara Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi;
5 Dalam rangka pengembangan agribisnis kelapa sawit, dukungan dana
melalui pungutan ekspor, seperti cess masa lalu, perlu dihidupkan kembali. Potensi nilai tambah dari pengembangan produk dapat
diaktualisasi dengan tersedianya dana untuk penelitian, perluasan, peremajaan, dan kegiatan lainnya yang memadai. Pengaturan
pungutan dana cess ini berdasarkan Undang-Undang tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak. Dukungan ini terutama diharapkan
dari Departemen Keuangan;
6 Penciptaan pertumbuhan investasi yang kondusif melalui penciptaan
rasa aman dan kepastian hukum bagi para investor. Dukungan ini terutama diharapkan dari Departemen yang menangani masalah
hukum, Kejaksaan Agung dan Kepolisian”.
3. Pertumbuhan Investasi sejak diundangkannya Undang-Undang No. 25
Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
Pertumbuhan investasi setelah diundangkannya Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang lahir pada tanggal 26 April 2007
Universitas Sumatera Utara
berusaha mengakomodir perkembangan zaman dimana peraturan sebelumnya Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 Jo. Undang-Undang No. 11 Tahun 1970 tentang
Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 Jo. Undang- Undang No. 12 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri, dirasa sudah
tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam
modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan kegiatan usaha di Indonesia.
Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal berlaku bagi penanaman modal di semua sektor wilayah Indonesia, dengan ketentuan hanya
terbatas pada penanaman modal langsung, dan tidak termasuk penanaman modal tidak langsung atau portofolio sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 beserta
Penjelasannya. Pengaturan ini menyatakan bahwa penanam modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik
Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. Penanam modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk
melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun
yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Asing
terkesan adanya upaya untuk menarik investor agar menanamkan modalnya di Indonesia. Namun demikian, tanpa disadari bahwa kondisi tersebut akan menjadikan
Universitas Sumatera Utara
bangsa Indonesia bagaikan penjajahan baru. Disadari atau tidak, dengan fasilitas yang diberikan kepada penanam modal asing menjadikan bangsa Indonesia bagaikan
pembantu di negaranya sendiri. Kenapa disebut sebagai pembantu di negaranya sendiri, dikarenakan Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
memberikan kemudahan-kemudahan kepada investor asing, antara lain
169
1. “Pengertian modal asing;
:
Pengertian penanaman modal asing pada undang-undang yang lama, didefinisikan sebagai direct investment. Dalam Undang-Undang No. 25
Tahun 2007, modal asing tidak hanya diartikan direct investment, tetapi juga meliputi pembelian saham portofolio. Dengan demikian pintu
masuk penanaman modal asing lebih diperluas dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2007.
2. Pihak investor;
Dalam pengaturan penanaman modal yang lama, hanya pihak asing yang berbentuk badan hukum yang dapat melakukan penanaman modal asing
Pasal 3 ayat 1, sedangkan pada Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 membuka kesempatan bagi Negara, Perseorangan, Badan Usaha, Badan
Hukum yang berasal dari luar negeri dapat menanamkan modalnya di Indonesia.
3. Perlakuan yang sama terhadap investor;
Dalam undang-undang penanaman modal yang lama tidak ada frase “perlakuan yang sama”. Perlakuan yang sama diberikan dan diatur dalam
Undang-Undang No. 25 Tahun 2007. Pemerintah memberikan perlakuan yang sama kepada semua penanam modal yang berasal dari negara
maupun yang melakukan kegiatan penanaman modal di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Perlakuan sebagaimana
dimaksud tersebut tidak berlaku bagi penanam modal dari suatu negara yang memperoleh hak istimewa berdasarkan perjanjian dengan Indonesia.
4. Pelayanan satu pintu;
Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Asing memberikan kemudahan pelayanan perizinan satu pintu kepada investor
asing. Dengan demikian terdapat kepastian hukum yang dalam pengaturan penanaman modal yang lama tidak disebutkan.
169
Rahayu Hartini, “Analisis Yuridis UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal”, Jurnal Humanity, Vol. IV, No. 1, September 2009, hal. 51.
Universitas Sumatera Utara
5. Perizinan dan kemudahan masuknya tenaga kerja asing;
Dalam undang-undang penanaman modal asing yang lama, tenaga kerja asing tidak mudah untuk didatangkan. Tenaga kerja asing hanya boleh
didatangkan untuk mengisi jabatan yang belum dapat diisi oleh tenaga kerja Indonesia. Sedangkan pada Undang-Undang No. 25 Tahun 2007,
tenaga kerja asing lebih mudah masuk ke Indonesia. Memang tenaga kerja Indonesia harus tetap diutamakan, namun, investor tetap
mempunyai hak untuk menggunakan tenaga kerja ahli Warga Negara Asing untuk jabatan dan keahlian tertentu.
6. Pajak;
Pengaturan penanaman modal asing yang lama memberikan fasilitas berupa keringanan pajak yaitu tax holiday bagi investor asing. Sedangkan
Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tidak hanya fasilitas pajak saja namun juga fasilitas fiskal. Fiskal cakupannya lebih luas daripada pajak
karena pajak hanyalah bagian dari fiskal. Hal ini lebih menguntungkan bagi investor asing.
7. Negative list; dan
Pengaturan penanaman modal yang lama memberikan batasan terhadap usaha mana saja yang tidak dapat diberikan kepada investor asing,
sehingga jenis usaha yang diatur tersebut mutlak tidak dapat diberikan kepada investor asing. Kelonggaran dapat ditemukan pada Undang-
Undang No. 25 Tahun 2007, karena tidak mencantumkan jenis usaha yang masuk ke dalam negative list. Negative list tersebut kemudian diatur
oleh pemerintah dengan Peraturan Presiden. Ini berarti jenis usaha yang dapat diberikan kepada investor asing lebih fleksibel dan lebih terbuka.
8. Peranan daerah.
Kesempatan bagi investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia juga terbuka lebih luas, karena dalam Undang-Undang No. 25
Tahun 2007, Pemerintah Daerah diberi otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan penyelenggaraan penanaman
modal berdasarkan asas otonomi dan tugas bantuan”.
Sebenarnya strategi untuk menarik investor ke Indonesia tidak perlu mengobral semurah-murahnya kekayaan alam kepada investor asing. Apabila
dicermati dengan jernih dalam praktek, kurangnya minat investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia lebih cenderung disebabkan karena faktor
Universitas Sumatera Utara
birokrasi, faktor keamanan, dan faktor lemahnya penegakan hukum di Indonesia. Adanya birokrasi yang membingungkan ditambah dengan aparat yang melakukan
kutipan liar dalam mengurus perizinan, sering terjadinya unjuk rasa di berbagai kota, dan penyelesaian sengketa yang terlalu lama jika harus melalui pengadilan itulah
yang sesungguhnya yang perlu dibenahi. Apabila Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 terus diberlakukan bukan hal yang mustahil dalam jangka panjang para investor
akan menguasai objek-objek vital perekonomian Indonesia sedangkan bangsa Indonesia akan menjadi pengemis di rumahnya sendiri.
Beralih ke kelapa sawit, pelaku industri dan pemerintah harus belajar dan
menggunakan praktek-praktek yang berkelanjutan, pemerataan dan ramah lingkungan. Semua perusahaan yang diberikan izin di Indonesia haruslah memiliki
sertifikasi ISPO, perusahaan yang sudah lebih dahulu mensertifikasikan RSPO haruslah diberikan waktu untuk bergabung dengan ISPO.
170
Pembersihan lahan harus menghormati hak-hak hukum yang berlaku serta “pembebasan dan persetujuan sebelumnya” dari pemilik lahan harus diperoleh
sebagai pertentangan dari kebiasaan yang selama ini dilakukan dengan cara merambah dan merampas lahan. Perkebunan kelapa sawit harus dibangun di lahan-
lahan tidur. Jangan ada lagi hutan yang dikonversi untuk perkebunan. Metode pembakaran tidak bisa dipergunakan untuk pembersihan lahan.
171
170
Ratna Keumala Alih Bahasa, “Tanaman ‘Emas’? Kelapa Sawit Pasca Tsunami di Aceh”, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Eye on Aceh, September 2007, hal. 6.
171
Ibid. , hal. 6-7.
Universitas Sumatera Utara
Perkebunan kelapa sawit dan pabrik pengolahannya harus mengurangi penggunaan bahan-bahan kimia dengan pertumbuhan dan tahap pengolahan, dan
memastikan berjalannya petunjuk ramah lingkungan. Janjang harus dibuat menjadi pupuk kompos untuk dipergunakan daripada dibakar. Perkebunan kelapa sawit dan
pengelola fasilitas pengolahan harus membayar upah pekerja sesuai dengan standar dan kondisi, serta memberikan perlengkapan kenyamanan kerja bagi para pekerja.
Pemerintah lokal dan kelompok masyarakat sipil harus membangun kapasitas petani perkebunan rakyat dalam membentuk koperasi dagang agar bisa menuntut harga dari
tandan buah segar yang adil, dan memastikan bahwa mereka tidak terlalu bergantung pada perusahaan untuk membeli hasil panen mereka agar bisa diproses.
172
Kepemilikan fasilitas pabrik kelapa sawit mini bagi perkebunan rakyat yang dikelola oleh koperasi petani harus didorong. Program pendidikan yang didukung
oleh pemerintah tentang bahaya dari penggunaan, tinggal berdekatan, dan memakan berbagai jenis makanan yang mengandung pestisida dan herbisida, juga harus
dijadikan prioritas.
173
Unsur yang sangat penting dalam sistem hukum investasi adalah sinkronisasi peraturan perundang-undangan. Untuk melaksanakan undang-undang secara
konsisten diperlukan sinkronisasi peraturan perundang-undangan baik secara horizontal maupun vertikal. Sinkron dengan ketentuan vertikal adalah peraturan
perundang-undangan yang diterbitkan tidak bertabrakan dengan peraturan perundang-undangan lain yang sederajat. Salah satu faktor yang menjadi
172
Ibid. , hal. 7.
173
Ibid. , hal. 7.
Universitas Sumatera Utara
pertimbangan sebelum melakukan kegiatan penanaman modal adalah adanya transparansi dan kepastian hukum. Bagi calon investor, adanya transparansi dalam
proses dan tata cara penanaman modal akan menciptakan suatu kepastian hukum serta menjadikan segala sesuatunya menjadi mudah diperkirakan predictable.
Sebaliknya, tidak adanya transparansi dan kepastian hukum akan membingungkan calon investor yang sering kali mengakibatkan biaya yang cukup mahal.
174
Oleh karena itu, Peraturan Menteri Pertanian No. 19PermentanOT.14032012 harus
berkepastian hukum dan dapat diprediksi. Pengaturan tentang pedoman ISPO tersebut seharusnya dibuat dalam bentuk peraturan yang lebih tinggi lagi dari
Peraturan Menteri. Hal ini dikarenakan peraturan menteri dapat berubah-ubah seiring dengan pergantian menteri.
B. Isu-Isu Lingkungan Dalam Bidang Usaha Perkebunan Kelapa Sawit
RSPO merupakan prakarsa berbagai pengambil keputusan di dunia mengenai minyak sawit. Para anggota RSPO, dan para peserta dalam aktivitas-aktivitas RSPO
berasal dari berbagai latar belakang berbeda, yang meliputi perusahaan perkebunan, pabrikan dan pengecer produk-produk minyak kelapa sawit, Lembaga Swadaya
Masyarakat LSM Lingkungan Hidup dan LSM Sosial serta dari berbagai negara penghasil atau pengguna minyak sawit. Tujuan utama RSPO adalah “untuk
meningkatkan pertumbuhan dan penggunaan minyak sawit yang berkelanjutan melalui kerja sama dalam mata rantai pemasokan dan membuka dialog antara para
pengambil keputusannya”.
174
Ida Bagus Rahmadi Supancana, Op.cit., hal. 5.
Universitas Sumatera Utara
Tentunya menjadi pertanyaan mengapa palm oil minyak sawit menjadi perhatian utama. Perkebunan kelapa sawit merupakan penyebab utama pencemaran
air, tanah dan udara akibat penggunaan kimia, pertanian, pestisida, herbisida dan pupuk kimia, lingkungan hidup, pembukaan dan konversi hutan, pengeringan dan
kanalisasi lahan dan hutan gambut. Pada 2006 Wetlands International dan Delft Hidraulics
meluncurkan sebuah laporan PEAT-CO2 di mana dalam satu dekade 1997-2006 rata rata 1400 megaton emisi CO2 per tahun berasal dari pembakaran
dan drainase. Emisi karbon akan makin meningkat di masa yang akan datang bila melihat sebaran perizinan dan rencana pembukaan kelapa sawit di seluruh
Kalimantan dan Sumatera, misalnya di Kalimantan Barat 706,379.06 Ha tujuh ratus enam ribu tiga ratus tujuh puluh sembilan koma nol enam hektare, Riau 792,618.08
Ha tujuh ratus sembilan puluh dua ribu enam ratus delapan belas koma nol delapan hektare dan Kalimantan Tengah 239,388.93 Ha dua ratus tiga puluh sembilan ribu
tiga ratus delapan puluh delapan koma sembilan puluh tiga hektare. Sementara itu, di Provinsi Papua sudah diprediksikan lahan yang telah dialokasikan untuk
perkebunan sawit seluas 1,7 juta hektar satu koma tujuh hektare.
175
Akibat emisi karbon semakin meningkat setiap tahunnya maka perusahaan yang tidak mengindahkan RSPO, minyak sawit yang dihasilkan Pabrik Kelapa Sawit
selanjutnya disebut PKS tidak laku dijual di pasar Eropa. Tidak lakunya CPO Indonesia di pasar Eropa merupakan suatu ketidakadilan. Tidak adilnya terlihat dari
berubahnya semangat awal adanya RSPO yang kini tidak lagi sebagai nilai tambah
175
Marcus Colchester, “Masyarakat Punya Hak Menerima dan Menolak Investor Kelapa Sawit”, disampaikan pada Lokakarya Kelapa Sawit di Hotel Matoa, 16 September 2008.
Universitas Sumatera Utara
bagi harga jual CPO. Menurut Suswono, sebagai Menteri Pertanian, menyatakan bahwa
176
“Kesepakatan dalam RSPO tidak fair bagi Indonesia, sebab perusahaan yang sudah memiliki sertifikat RSPO tidak mendapatkan harga premium sesuai
kesepakatan awal. Untuk mendapatkan sertifikat RSPO biayanya tidak murah sehingga menimbulkan high cost bagi CPO tapi ternyata tetap tidak
mendapatkan harga premium. :
RSPO hanyalah sebuah indikasi dari persoalan politik dagang, apalagi Indonesia sebagai penghasil CPO terbesar di dunia dengan luas kebun CPO
7,9 juta hektar. Tahun 2009, Indonesia menghasilkan 18,6 juta ton CPO. Karena itulah, Standar Perkebunan Sawit Indonesia yang Berkelanjutan
Indonesia Sustainable Palm Oil – ISPO yang direncanakan pada awal 2011 sudah bisa distandarisasikan supaya bisa diakui secara internasional”.
Walaupun Pemerintah menjamin untuk menetapkan standarisasi dari Indonesia Sustainable Palm Oil
ISPO tapi tetap saja salah satu yang menguntungkan adalah pasar Eropa. Salah satu cara untuk meningkatkan produksi
adalah dengan menambah lahan. Tetapi hal ini sulit dilakukan karena kebanyakan lahan perkebunan sulit untuk dibebaskan tanahnya. Cara lain adalah dengan
menggunakan RSPO. Keberlanjutan lingkungan adalah salah satu hal yang mutlak perlu untuk dipertahankan daya dukung dan daya tampungnya. Dengan demikian
alasan-alasan kerentanan lingkungan dapat menjadi alasan penolakan investasi oleh masyarakat lokal dan penolakan produk oleh masyarakat internasional. Oleh karena
itu, RSPO merupakan pilihan yang harus diambil oleh industri minyak sawit dewasa ini. Dalam konteks ini RSPO bukan semata-mata sebagai “tameng” yang
melegitimasi ketaatan hukum dan kepedulian sosial dan lingkungan industri minyak
176
Majalah Tempo, “Persyaratan RSPO Dinilai Tak Adil Bagi Indonesia”, diterbitkan Minggu, 14 November 2010.
Universitas Sumatera Utara
sawit, lebih dari itu RSPO memang patut untuk dipenuhi guna mensinergikan tujuan ekonomi, sosial dan lingkungan perusahaan. Tidak ada salahnya untuk menerapkan
peraturan perundangan yang berlaku secara terus-menerus. Meskipun tidak ada sanksi hukum bagi industri minyak sawit yang tidak
mengikuti RSPO, namun terpenuhinya prinsip-prinsip RSPO, dimana salah satunya adalah pemenuhan peraturan perundangan, merupakan salah satu indikator bahwa
industri sawit yang mengikuti RSPO telah dikelola secara legal. Pemenuhan prinsip dan kriteria RSPO penting bagi perusahaan untuk meminimalisir risiko pelanggaran
hukum dengan mengetahui secara dini potensi-potensi terjadi pelanggaran hukum dari aktivitas produksi.
C. Perbandingan RSPO dan ISPO
Industri sawit telah menjadi rezim tersendiri semenjak booming komoditi ini dalam dua dekade terakhir. Indonesia, bersama Malaysia, menjadi pusaran ekspansi
industri sawit dunia. Minyak sawit, tidak hanya untuk kebutuhan makanan, komestik, hingga pakan ternak, tetapi diperkirakan sebagai kandidat utama energi
alternatif terbarukan, menggantikan energi fosil yang menipis. Mata dunia mengarah ke Industri kelapa sawit karena signifikansinya dalam pertumbuhan ekonomi di satu
sisi, tetapi biaya sosial dan lingkungan yang harus dikorbankan untuk menopangnya sangat besar di sisi lain. Kalangan pasar dan konsumen global merespon dengan
RSPO, dan pemerintah Indonesia merespon dengan membentuk ISPO.
177
177
Harian Analisa, “Saurlin Siagian : Menakar RSPO dan ISPO”, diterbitkan Senin, 04 Juni 2012.
Universitas Sumatera Utara
RSPO diimplementasikan oleh perusahaan perkebunan secara mandatory bukan voluntary. Namun, sertifikasi RSPO diperlukan guna menunjang
pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan, begitu juga dengan ISPO. ISPO memiliki sanksi penurunan kelas kebun apabila tidak diimplementasikan.
178
Tabel 5.
Selain perbedaan pada prinsip penerapannya, RSPO dan ISPO memiliki perbandingan-perbandingan lain, sebagai berikut :
Perbandingan RSPO dan ISPO RSPO
ISPO
Standar yang disusun oleh asosiasi nirlaba pemangku kepentingan terkait kelapa sawit atas desakan konsumen
Uni Eropa. Di luar Uni Eropa, belum ada tuntutan konsumen untuk menerapkan sustainability seperti RSPO.
Standar yang mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian No. 19PermentanOT.14032011 tanggal 29 Maret 2011
yang diterbitkan dalam rangka pemenuhan sustainability sebagai amanah UUD 1945.
Tidak ada prasyarat bagi perusahaan perkebunan kelapa sawit untuk sertifikasi RSPO.
Ada prasyarat yakni penilaian usaha perkebunan Kelas I, Kelas II, dan Kelas III hanya yang dapat mengajukan
permohonan sertifikasi ISPO. RSPO memiliki 8 prinsip, 39 kriteria, dan 139 indikator
65 indikator mayor dan 74 indikator minor. ISPO memiliki 7 prinsip, 41 kriteria, dan 126 indikator.
Tidak ada indikator mayor dan minor, karena seluruh indikator merupakan hal-hal yang diminta peraturan
perundangan yang berlaku di Indonesia sehingga bersifat wajib dipenuhi.
Sumber : Data Sekunder yang diolah, terdiri dari : 1 RSPO, “Prinsip dan Kriteria RSPO Untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan”, Dokumen Panduan, Naskah Final untuk
Kelompok Kerja Kriteria RSPO, Maret 2006; 2 dan Peraturan Menteri Pertanian No. 19PermentanOT.14032011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan
Indonesia Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO.
RSPO dan ISPO memiliki perbedaan mendasar, sertifikasi RSPO merupakan tuntutan dan keinginan konsumen negara maju sehingga korporasi secara sukarela
voluntary mengubah cara produksi komoditinya, sementara sertifikasi ISPO adalah kewajiban mandatory bagi produsen sawit oleh pemerintah Indonesia. Ditinjau dari
segi bangunan organisasi, ISPO harus banyak belajar dari RSPO, meski tentunya
178
Pasal 4 Jo. Pasal 3, Peraturan Menteri Pertanian No. 19PermentanOT.14032011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia, menyatakan bahwa : “Perusahaan
Perkebunan Kelapa Sawit Kelas I, Kelas II, atau Kelas III sampai dengan batas waktu 31 Desember 2014 belum mengajukan permohonan untuk mendapatkan sertifikat ISPO, dikenakan sanksi
penurunan kelas kebun menjadi Kelas IV”.
Universitas Sumatera Utara
sekedear meng-copy bangunannya. RSPO telah melalui diskusi panjang membangun prinsip, kriteria dan indikator, serta mekanisme kelembagaan, keterlibatan para
pihak, akuntabilitas, hingga penyelesaian konflik. ISPO masih belum menunjukkan bangunan organisasinya hingga saat ini. Cara paling awam untuk mengetahui
perkembangan ISPO adalah dengan mengunjungi halaman website-nya yang tidak menunjukkan perkembangan yang berarti.
Persamaan RSPO dan ISPO adalah sama-sama berbicara mengenai pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan. Selain itu, badan ini juga
sama-sama membutuhkan auditor mahal yang membebani produsen kelapa sawit. Tercatat bahwa auditor masing-masing organisasi juga tumpang tindih. Auditor
semacam Sucofindo, TUV, dan SAI Global adalah auditor yang dipakai oleh ISPO yang sudah lebih dulu minta oleh RSPO untuk mengaudit anggota-anggotanya yang
ingin mendapatkan sertifikat sawit berkelanjutan di Indonesia. Di atas kertas, institusi, sistem, dan regulasi meningkat, tetapi bagaimana
praktek di lapangan. Setiap tahun, termasuk di tahun jeda ekspansi sawit ini 2011 dan 2012, fakta menunjukkan laju pengrusakan hutan tidak pernah berhenti. Hingga
Juni 2011, ekspansi sawit sudah mencapai 11,5 juta hektar, meroket dari sekitar 7,5 juta tahun 2009.
179
179
DatajumlahkonflikakibatoperasiperkebunankelapasawitinidiolahdaridatabasekonflikSawitWatch,sebu ahjaringanorganisasinon-
pemerintahdanindividu,didirikantahun1998,yangprihatindenganmakinmeluasnyadampakpembanguna nperkebunankelapasawitterhadapketidakadilansosialdanpenurunankualitaslingkunganhidupdiIndonesi
a.KegiatanutamaSawitWatchadalahmelakukaninvestigasikasusdanrisetkebijakan;memantaukebijakan, programdankeuangannasionaldaninternasionalpadasektorkelapasawit;kampanyepenyadaranpublik;fasi
litasidanpendampinganmasyarakat. Lihat : Andiko dan Norman Jiwab, Panduan Dasar Bagi Aktifis
Universitas Sumatera Utara
Komunitas lokal tergusur karena pencaplokan tanah untuk perkebunan sawit, menimbulkan peningkatan konflik agraria di seantero nusantara.
180
Tahun 2007 konflik yang berkaitan dengan perkebunan sawit tercatat 514 kasus lima ratus empat
belas kasus, bandingkan dengan jumlah konflik tahun 2010 yang meningkat menjadi 633 kasus enam ratus tiga puluh tiga kasus.
181
Dari sekitar 4 juta empat juta buruh kebun sawit skala besar, hanya sepertiga yang berstatus buruh tetap, selebihnya
adalah buruh harian lepas, dan kernet yang tidak terdokumentasi, tidak digaji layak, serta bekerja dengan basis target.
182
Pada akhirnya, secanggih apapun organisasi, sistem dan mekanisme yang dibangun RSPO dan ISPO, baik domestik maupun internasional, masih sulit
menaruh kepercayaan, ketika hutan masih terus dicederai, hak-hak buruh kebun dan masyarakat lokal masih termarjinalkan. Tidak lupa, proyek Dinas Pertanian bernama
ISPO ini, tidak menjadi korupsi baru di negeri ini.
183
D. Pembangunan Berkelanjutan dan Berwawasan Lingkungan Merupakan
Alasan Kewajiban Sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil ISPO
Apabila diperhatikan Bagian Menimbang Peraturan Menteri Pertanian No. 19PermentanOT.14032011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit
dan Masyarakat : Memahami dan Memantau Pelaksanaan Peraturan dan Hukum oleh Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia
, Bogor : Sawit Watch, Januari 2012, hal. 1.
180
Achmad Sodiki, “Kebijakan Pertanahan Dalam Penataan Hak Guna Usaha Untuk Sebesar- Besar Kemakmuran Rakyat”, Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional dengan tema
Penanganan dan Penyelesaian Konflik Agraria sebagai Kewajiban Konstitusi, yang diselenggarakan oleh Konsorsium Pembaruan Agraria KPA, Jakarta, 13 Maret 2012, hal. 7.
181
Ibid.
182
Website Resmi Kementerian BUMN, “Saurlin Siagian : Rejim Minyak Sawit, Menakar RSPO dan ISPO”, http:www.bumn.go.idptpn8galeriartikelrejim-minyak-sawit-menakar-rspo-dan-
ispo., diakses pada 18 Oktober 2012.
183
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Berkelanjutan Indonesia Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO maka dapat dilihat frase “…pembangunan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan sebagai bagian
dari pembangunan ekonomi…”. Pembangunan berkelanjutan dapat diartikan sebagai upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan
ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa
kini dan generasi masa depan. Dalam peraturan perundang-undangan jelas dapat dilihat bahwa sertifikasi
ISPO adalah demi pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Tetapi apabila ditanyakan kepada setiap perusahaan perkebunan maka dapat diketahui
bahwa alasan perusahaan perkebunan tersebut adalah dikarenakan agar kelas kebunnya tidak diturunkan. Adanya sanksi tersebut menyebabkan perusahaan
perkebunan mengimplementasikan sertifikasi ISPO, bukan didasarkan kepada kesadaran perusahaan perkebunan itu sendiri.
184
Dalam hal pelaksanaan Good Corporate GovernanceGCG pada perusahaan perkebunan secara tidak langsung juga mencerminkan untuk melaksanakan ISPO.
Karena prinsip-prinsip GCG, antara lain
185
1. “Transparansi transparancy merupakan hal penting dilakukan, sehingga
semua pihak berkepentingan mengetahui apa yang telah dan akan terjadi. Laporan tahunan perusahaan harus memuat berbagai informasi yang
diperlukan. Demikian pula dengan perusahaan go public. Persyaratan untuk :
184
Harian Investor Daily, “Sejumlah Perusahaan Kantongi ISPO”, diterbitkan Rabu, 28 Desember 2011.
185
Johny Sudharmono, Be G2C Good Governed Company : Panduan Praktis Bagi BUMN Untuk Menjadi G2C – Good Governed Company dan Mengelolanya Berdasarkan Suara Hati
, Jakarta : Elex Media Komputindo, 2004, hal. 50.
Universitas Sumatera Utara
ini antara lain disusun oleh Komite Nasional Bagi Pengelola Perusahaan yang Baik KNPPB;
2. Keadilan fairness dipersyaratkan adanya perlindungan untuk hak minoritas.
Perlakuan yang sama dan adil pada semua pemegang saham, melarang kecurangan insider trading, dan lain-lain. KNPPB mensyaratkan minimal
20 dua puluh persen direksi berasal dari luar yang tidak ada hubungan dengan pemegang saham dan direksi;
3. Akuntabilitas accountability ada pengawasan yang efektif berdasarkan
keseimbangan kekuasaan antara pemegang saham, komisaris, dan direksi. Ada pertanggung-jawaban dari komisaris dan direksi, serta ada perlindungan
hukum untuk karir karyawan. Perlu ditetapkan beberapa kali rapat dalam kurun waktu tertentu, serta berbagai sistem pengawasan yang lain;
4. Tanggung jawab responsibility, perlu dipastikan adanya kepatuhan
perusahaan pada peraturan dan undang-undang yang berlaku. Misalnya dalam Perseroan Terbatas yang sudah terbuka perlu adanya sekretaris perusahaan.
Ada lagi yang menambahkan asas disiplin, independensi, dan social- awareness
, check and balances, dan social involvement; 5.
Etika kerja. GCG lebih banyak mengatur komisaris dan direksi, namun prinsip-prinsip GCG harus diangkat menjadi etika kerja perusahaan.
Diperlukan penerapan prinsip-prinsip GCG dalam perilaku kerja karyawan perusahaan”.
Tujuan akhir dari penerapan GCG ini adalah untuk pematuhan peraturan perundang-undangan bagi perusahaan perkebunan dan untuk meningkatkan
kesejahteraan semua pihak yang berhubungan dengan stakeholders. Apabila perusahaan perkebunan kelapa sawit menerapkan GCG secara tidak langsung, maka
perusahaan tersebut berkewajiban pula untuk menerapkan ISPO dalam rangka melakukan compliance terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam
bidang perkebunan kelapa sawit. Termasuk di dalamnya adalah Peraturan Menteri Pertanian No. 19PermentanOT.14032012 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa
Sawit Berkelanjutan Indonesia Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO.
Universitas Sumatera Utara
E. ISPO Sebagai Upaya Dalam Mendukung Pertumbuhan Investasi di
Indonesia
Walaupun RSPO sudah ada terlebih dahulu, tetapi tujuan ISPO yang dibuat Pemerintah adalah agar regulasi ini dapat mendukung pertumbuhan investasi di
Indonesiayang akan menunjukkan kepada dunia Internasional bahwa Indonesia lebih mengedepankan isu-isu lingkungan. Pemerintah telah menetapkan aturan bahwa
sertifikasi ISPO wajib hukumnya bagi semua perusahaan perkebunan sawit di Indonesia. ISPO merupakan tuntutan pengembangan kelapa sawit berkelanjutan yang
didasarkan pada peraturan dan perundangan yang berlaku di Indonesia, dan berpartisipasi dalam mitigasi emisi gas rumah kaca, termasuk juga untuk merespon
tuntutan pasar global.
186
Meski ISPO wajib bagi semua perusahaan dan pengusaha perkebunan sawit, akan tetapi, terdapat sejumlah prasyarat penting yang wajib diikuti oleh perusahaan
perkebunan agar memperoleh sertifikasi ISPO. Persyaratan dimaksud di antaranya diatur dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan, khususnya
Pasal 17 ayat 1, menyatakan bahwa : “Setiap pelaku usaha budidaya perkebunan dengan luasan tertentu danatau usaha industri pengolahan hasil perkebunan dengan
kapasitas tertentu, wajib memiliki Izin Usaha Perkebunan IUP. Kemudian juga harus memenuhi Peraturan Menteri Pertanian No. 26PermentanOT.14022007
tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan.
186
Majalah Tropis, “Cara Praktis Kantongi ISPO”, http:majalahtropis.compalm-oilpalm- oil1., diakses pada 10 Desember 2012.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya ketentuan tersebut harus pula sejalan dimana setiap 3 tiga tahun sekali, kebun dinilai lagi untuk mendapatkan kelas kebun. Penilaian kebun ini
meliputi aspek legalitas, manajemen, kebun, pengolahan hasil, sosial, ekonomi wilayah, lingkungan serta pelaporan terakhir. Dengan mengacu pada ketentuan di
atas, maka jelas bila perusahaan perkebunan belum memperoleh kelas kebun, jelas pula belum bisa disertifikasi. Penilaian kebun sebagai prasyarat mendapatkan ISPO
dilakukan oleh petugas penilai yang berasal dari PNS dan bersertifikasi. Perusahaan perkebunan yang layak diklarifikasi mempunyai kebun Kelas 1, untuk penilaian baik
sekali, Kelas 2 baik, dan Kelas 3 sedang. Ada pula Kelas 4 artinya kurang dan Kelas 5 kurang sekali. Untuk katergori Kelas 1, Kelas 2, dan Kelas 3 dapat mengajukan
permohonan untuk dilakukan audit agar dapat diterbitkan sertifikat ISPO. Faktor-faktor yang mempengaruhi terciptanya pertumbuhan investasi yang
kondusif, antara lain
187
1. “Faktor Suku Bunga Pinjaman;
:
Tingkat suku bunga pinjaman yang rendah, kompetitif dan stabil akan menarik minat investor untuk melakukan eskpansi atau pembukaan usaha
baru karena terjadi pengurangan beban bunga. Dalam hal ini, BI rate dijadikan sebagai suku bunga acuan bagi penetapan suku bunga
simpanan dan pinjaman. Tingkat suku bunga Bank Indonesia yang rendah akan berimbas pada rendahnya suku bunga kredit karena suku bunga
simpanan sebagai basis sumber dana perbankan juga akan berada pada posisi yang lebih rendah.
2. Faktor Tingkat Pendapatan;
Tingginya tingkat pendapatan per kapita mencerminkan tingginya kemampuan atau daya beli masyarakat.Pertumbuhan pendapatan
187
Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, “Faktor Kunci Meningkatnya Investasi di Indonesia”, Asisten Bidang Ekonomi Makro, Keuangan dan Ketahanan Pangan, diterbitkan Kamis, 06
Desember 2012.
Universitas Sumatera Utara
masyarakat memberikan daya tarik yang cukup besar bagi para investor karena menunjukkan tingginya daya beli masyarakat.
3. Faktor Pertumbuhan dan Ukuran Kelas Menengah;
Salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap keputusan investasi adalah ukuran pasar domestik direpresentasikan oleh jumlah kelompok
kelas menengah.Kelompok kelas menengah yang terus tumbuh menjanjikan pasar yang cukup besar sehingga menarik minat para
investor untuk melakukan ekspansi atau membuka usaha baru.
4. Faktor tingkat inflasi yang rendah dan stabil;
Inflasi yang tinggi dan fluktuatif mengambarkan ketidakstabilan dan kegagalan pengendalian kebijakan makro ekonomi. Tingkat inflasi yang
tinggi dan fluktuatif membuat investor dihadapkan pada situasi ketidakpastian usaha yang memicu peningkatan resiko proyek dalam
investasi.
5. Faktor Regulasi Pemerintah.
Pertumbuhan investasi yang kondusif memerlukan peran serta pemerintah, tidak hanya melalui pengendalian indikator ekonomi makro
namun juga melalui peraturan perundangan berupa insentif fiscal dan non fiskal. Salah satu peraturan yang diterbitkan oleh pemerintah untuk
menarik investasi adalah PP 52 Tahun 2011 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal Bidang Usaha Tertentu DanAtau
Daerah Tertentu. Melalui peraturan ini, Pemerintah memberikan insentif fiskal berupa fasilitas pajak penghasilan badan yang meliputi:
1 Tambahan pengurangan penghasilan neto sebesar 30 dari jumlah
Penanaman Modal; 2 Penyusutan dan amortisasi yang dipercepat;
3 Pengurangan tarif Pajak Penghasilan atas penghasilan dividen yang dibayarkan kepada subjek pajak luar negeri;
4 Perpanjangan masa kompensasi kerugian”.
Dalam mengembangkan sektor perkebunan, Pemerintah telah mencanangkan Visi Perkebunan 2020, yaitu “Komoditi Pangan Perkebunan Sebagai Sumber
Universitas Sumatera Utara
Kesejahteraan dan Kemakmuran Bangsa”. Dimana Pemerintah akan melakukan 8 delapan kegiatan utama, yaitu
188
1 “Revitalisasi Perkebunan; :
2 Intensifikasi Tanaman Perkebunan Rakyat; 3 Dukungan Penyediaan Lahan;
4 Dukungan Penyediaan Benih Unggul; 5 Dukungan Infrastruktur;
6 Pengembangan Riset dan Pengembangan; 7 Penyediaan Pembiayaan; dan
8 Meningkatkan Penerapan Pembangunan Berkelanjutan”.
Terkait dengan Visi Perkebunan 2020 tersebut, pemerintah dalam sektor industri perkebunan kelapa sawit telah melakukan upaya demi terwujudnya salah
satu visi perkebunan tersebut yaitu dengan memberlakukan Peraturan Menteri Pertanian No. 19PermentanOT.1403 2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa
Sawit Berkelanjutan Indonesia Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO. Peraturan ini diharapkan menjadi jawaban atas keraguan pasar dunia atas produk kelapa sawit
Indonesia bahwa produk kelapa sawit Indonesia juga memperhatikan kaidah-kaidah pelestarian lingkungan hidup.
ISPO berkaitan dengan pertumbuhan investasi dikarenakan selama bertahun- tahun, sektor perkebunan telah memainkan peranan penting dalam perekonomian
Indonesia dan merupakan salah satu sektor andalan dalam menghasilkan devisa dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Sebagai negara berkembang, dimana
pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan pekerjaan merupakan masalah yang mendesak, sub-sektor perkebunan mempunyai kontribusi yang cukup signifikan.
188
“Seminar ISPO 2011 – Kelangsungan Industri Perkebunan Pasca Diberlakukannya Permentan No. 19 Tahun 2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia”,
Loc.cit.
Universitas Sumatera Utara
Dari komoditas kelapa sawit saja, Negara telah memperoleh pendapatan dari Pungutan Ekspor CPO sebesar US. 12,4 miliar dan memberikan lapangan kerja
sekitar 3,5 juta kepala keluarga mulai dari on-farm sampai off-farm.
189
Sejalan dengan kajian terhadap pertumbuhan investasi Perusahaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia, secara spesifik Peraturan Menteri Pertanian
No. 19PermentanOT.14032011 juga harus dianggap mampu mendukung investasi yang dilakukan PT. Rea Kaltim Plantation. Kajian ini dapat dilihat dengan penerapan
berupa KeyPerformance Indicator KPI oleh PT. Rea Kaltim Plantation, yang berpatokan pada 4 empat prinsip utama dalam mengukur pertumbuhan
investasinya, yaitu antara lain
190
1. “Pencapaian Produksi Tandan Buah Segar TBS;
:
2. Penjualan Crude Palm Oil CPO;
3. Kualitas TBS yang didasarkan:
- Tingginya OER Oil Extraction Rate - Rendahnya FFA Fruit Fatty Acid
4. Regulation Compliance”.
Untuk melihat penerapan ISPO pada PT Rea Kaltim Plantation melalui KPI dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 6. Pasca Implementasi Sertifikasi ISPO pada PT. Rea Kaltim Plantation Berdasarkan KPI
Year Mature
Hectare HA
FFB Production mt
YPH mt
CPO Production
mt Oil Hectare
mtha OER
FFA 2009
14,303.43 272,990.30
19.09 65,374.15
4.57 24.00
2.91
189
“Seminar ISPO 2011 – Kelangsungan Industri Perkebunan Pasca Diberlakukannya Permentan No. 19 Tahun 2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia”,
diselenggarakan di Grand Aston Cityhall Medan – Sumatera Utara oleh Pusat Informasi Training dan Informasi Seminar serta Inhouse Training Indonesia pada tanggal 28-29 September 2011.
190
Wawancara dengan Maharlika Wiedhayaka sebagai Corporate Secretary PT. Rea Kaltim Plantation pada 19Januari 2013.
Universitas Sumatera Utara
2010 14,303.43
262,238.72 18.33
59,528.19 4.16
22.70 3.07
2011 14,245.81
264,482.15 18.57
61,862.37 4.34
23.39 3.37
Actual 2012
14,229.31 315,000.00
22.14 74,812.50
5.26 23.75
2.91
Keterangan :
Mature Hectare :
Luas Areal pada 1 satu anak Perusahaan FFB Produksi
: Produksi Fresh Fruit Bunch Tandan Buah Segar
YPH :
Yield Per Hectar TBS yang dihasilkan dalam metric Ton
CPO Production :
Produksi CPO Oil Ha
: CPO Metrik Ton Hektar
OER :
Ekstraksi Minyak semakin tinggi, semakin baik FFA
: Free Fatty Acid
Tingkat Keasaman Minyaksemakin rendah semakin baik Sumber
: Data Sekunder dari PT. Rea Kaltim.
Indikator ke-4 empat yang mengharuskan mengenai pemenuhan terhadap ketentuan hukum juga dapat dilihat dari dikategorikannya PT. Rea Kaltim Plantation
sebagai perkebunan kelapa sawit kelas I satu pada tahun 2012 oleh Dinas Perkebunan Kabupaten Kutai Kartanegara. Lihat saja pada tabel di atas bahwa luas
areal perkebunan kelapa sawit PT. Rea Kaltim Plantation berkurang beberapa hektar namun, penghasilan TBS-nya meningkat dari 264 dua ratus enam puluh empat ton
menjadi 315 tiga ratus lima belas ton. Dengan demikian CPO yang dihasilkan juga meningkat dari 61 enam puluh satu ton menjadi 74 tujuh puluh empat ton. Hal ini
menjadi salah satu indikator yang secara langsung memberikan pemahaman bahwa PT. Rea Kaltim Plantation telah memenuhi ketentuan perundang-undangan
khususnya peraturan mengenai perkebunan kelapa sawit sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan produksi TBS untuk dijadikan CPO.
Dari keempat indikator tersebut, dapat dilihat adanya peningkatan kwalitas, peningkatan efektifitas produk CPO, serta secara internal peningkatan kesadaran
terhadap regulasi dan ketentuan perundang-undangan yang telah dialami oleh PT
Universitas Sumatera Utara
Rea Kaltim Plantation sejak implementasi sertifikasi ISPO pada tahun 2011. Jika dilihat lebih spesifik lagi, ke-4 empat poin tersebut secara signifikan mampu
meningkatkanperformance Perusahaan yang secara langsung juga mampu meningkatkan investasi dan pendapatan Perusahaan
Tabel 7. Perkembangan Investasi Perkebunan Sawit Indonesia Pra dan Pasca Implementasi ISPO
I S P O P R A
P A S C A
Tidak dikenalnya klasifikasi Kelas Kebun. Klasifikasi Kelas Kebun telah dikenal.
Kepastian hukum bidang perkebunan belum terwujud. Perwujudan kepastian hukum dibentuk melalui penerapan
ISPO yang banyak mengakomodir peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Dengan tidak terwujudnya kepastian hukum investor enggan untuk masuk ke Indonesia.
Investor mulai melirik pasar perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
Sumber : Data Sekunder yang diolah, terdiri dari : 1 RSPO, “Prinsip dan Kriteria RSPO Untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan”, Dokumen Panduan, Naskah Final untuk
Kelompok Kerja Kriteria RSPO, Maret 2006; 2 dan Peraturan Menteri Pertanian No. 19PermentanOT.14032011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan
Indonesia Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO; dan 3 bahan-bahan hukum yang berkaitan.
Untuk melihat perkembangan investasi perkebunan kelapa sawit sebelum pra dan sesudah pasca diimplementasikannya ISPO perlu melihat dalam rentang
waktu 5 lima tahun agar didapat penelitian yang objektif. Namun, disini dalam hal ISPO belum diterapkan secara maksimal, perkembangan investasi perkebunan kelapa
sawit Indonesia sebelum diimplementasikan ISPO, antara lain : tidak dikenalnya klasifikasi Kelas Kebun; kepastian hukum bidang perkebunan belum terwujud; dan
dengan demikian apabila tidak terwujud kepastian hukum maka investor-pun akan enggan untuk masuk ke Indonesia. Tetapi sebaliknya, apabila ISPO sudah diterapkan
secara maksimal dan sudah diberlakukan klasifikasi Kelas Kebun, maka kepastian hukum akan tercipta. Dengan terciptanya kepastian hukum juga akan mengundang
investor untuk masuk ke pasar Perkebunan Kelapa Sawit.
Universitas Sumatera Utara
Dikarenakan Peraturan Menteri Pertanian No. 19PermentanOT.14032011 baru diundangkan pada tanggal 29 Maret 2011 dan baru diberlakukan intensif pada
tanggal 31 Desember 2014, maka sulit sekali untuk melihat perkembangan investasi perkebunan kelapa sawit Indonesia pra dan pasca implementasi ISPO.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV SERTIFIKASI ISPO DI PT. REA KALTIM PLANTATION DALAM
RANGKA MENINGKATKAN INVESTASI DI INDONESIA
Pengembangan kelapa sawit yang dilakukan di Indonesia dilakukan dengan menerapkan prinsip-prinsip pembangunan perkebunan berkelanjutan sesuai dengan
berbagai peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia yang terkait dengan pengembangan kelapa sawit. Sebagai guidance untuk melaksanakan dan melakukan
penilaian tentang pembangunan kelapa sawit di Indonesia disusun Sistem Minyak Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO.
ISPO adalah suatu kebijakan yang diambil oleh pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Pertanian yang bertujuan meningkatkan daya saing minyak sawit
Indonesia di pasar dunia dan ikut berpartisipasi dalam rangka memenuhi komitmen Presiden Republik Indonesia untuk mengurangi gas rumah kaca serta memberi
perhatian terhadap lingkungan. Dengan adanya ketetapan ISPO, hal ini bertujuan untuk meningkatkan
kepedulian pentingnya memproduksi kelapa sawit berkelanjutan serta meningkatkan tingkat daya saing minyak kelapa sawit Indonesia di pasar dunia. Hal ini dikarenakan
147
Universitas Sumatera Utara
ISPO didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, maka ketentuan ini merupakan mandatory atau kewajiban yang harus
dilaksanakan bagi perusahaan perkebunan di Indonesia. Pemerintah membuat aturan ini agar perkebunan kelapa sawit patuh terhadap kaidah-kaidah terkait dengan
keberlangsungan lingkungan hidup. Pada aturan tersebut, Pemerintah juga menyiapkan sanksi jika perusahaan sawit tidak memenuhi ISPO. Ancaman terberat
adalah pencabutan izin usaha. Sebelum mengajukan sertifikasi, perlu melakukan pembenahan di internal
perusahaan. Langkah-langkah yang dapat digunakan adalah
191
1. “Melakukan pelatihan pemahaman prinsip dan kriteria ISPO kepada beberapa
staf yang dipersiapkan sebagai Tim Internal; :
2. Para personel yang terlatih melakukan analisa kesenjangan gap analysis
untuk menguji tingkat pemenuhan perusahaan terhadap ISPO pada tahap awal;
3. Perusahaan melakukan perbaikan berdasarkan prioritas yang ditetapkan;
4. Setelah perbaikan dianggap sudah memenuhi, perusahaan mengajukan
sertifikasi kepada badan sertifikasi pilihannya”.
Ruang lingkup yang disertifikasi adalah kebun sendiri dan Pabrik Kelapa Sawit PKS, perusahaan berkewajiban mensosialisasikan ISPO kepada para
pemasok TBS dari perkebunan lain jika menerima TBS selain kebun sendiri. Masa sertifikat ISPO berlaku selama 5 lima tahun sebelum dilakukan penilaian ulang re-
assesment dan sekali dalam setahun dilakukan audit pengawasan survailance.
Akhirnya, yang menjadi kunci utama sukses implementasi ISPO ini adalah komitmen pemiliktop manajemen perkebunan. Strategi tersebut di atas hanya bisa
191
Harian Medan Bisnis, “Pengelolaan Kelapa Sawit Berpedoman ISPO”, diterbitkan Selasa, 17 Juli 2012.
Universitas Sumatera Utara
berjalan efektif jika pemiliktop manajemen mempunyai komitmen penuh untuk memenuhi ISPO. Maka ke depan dengan bangga dapat dikatakan kepada dunia
bahwa semua minyak sawit Indonesia adalah minyak sawit lestari, perkebunan minyak sawit yang dikelola dengan mematuhi hukum, melaksanakan praktek
perkebunan terbaik serta memperhatikan lingkungan dan sosial. Ujian sesungguhnya program ini tetap pada penerimaan market acceptance, beberapa tahun ke depan
akan dilihat respon konsumen terhadap konsep pengelolaan kelapa sawit berkelanjutan yang diprakarsai Indonesia ini.
192
Implementasi ISPO pada perusahaan perkebunan diwajibkan berdasarkan Pasal 3 Jo. Pasal 4 Peraturan Menteri Pertanian No. 19PermentanOT.14032011
tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia Indonesian Sustainable Palm Oil –
ISPO, yang menyatakan bahwa : “Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit Kelas I, Kelas II, atau Kelas III sampai dengan batas waktu 31
Desember 2014 belum mengajukan permohonan untuk mendapatkan sertifikat ISPO, dikenakan sanksi penurunan kelas kebun menjadi Kelas IV”.
Peraturan yang mewajibkan tersebut di atas adalah harus dipatuhi bagi setiap perusahaan perkebunan kelapa sawit. Tidak terkecuali bagi perusahaan perkebunan
kelapa sawit yang sudah mendapatkan sertifikasi RSPO. ISPO memuaskan pemerintah Indonesia, yang pada prinsip dan kriterianya dapat mentransfer
kewajiban-kewajiban hukum pemerintah menjadi kewajiban swasta.
192
Harian Medan Bisnis, “Henry Marpaung : Pengelolaan Kelapa Sawit Berpedoman ISPO”, Op.cit.
Universitas Sumatera Utara
A. PT. Rea Kaltim Plantation Telah Mempunyai Sertifikasi RSPO
PT. Rea Kaltim Plantation adalah sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit dan pengolahannya yang terletak di Kalimantan Timur, didirikan pada bulan
Februari 1993. PT. Rea Kaltim Plantation merupakan perusahaan penghasil CPO dan Palm Kernel PK memiliki 6 enam sub-wilayah kebun dan 2 dua pabrik
pengolahan kelapa sawit. Program kemitraan pengelolaan kebun kelapa sawit inti- plasma dalam satu atap telah dikembangkan oleh perusahaan untuk mensejahterakan
masyarakat di sekitar kebun perusahaan. Program kemitraan pengelolaan kebun kelapa sawit inti-plasma dalam satu atap tersebut dilakukan dengan bekerjasama
dengan koperasi-koperasi yang beranggotakan para petani plasma di desa sekitar kebun. Perusahaan dan kegiatan administrasi koperasi-koperasi tersebut dilakukan
oleh para pengurus koperasi yang telah mendapatkan pelatihan dari perusahaan. Bahan baku pabrik pengolahan kelapa sawit berasal dari 6 enam sub-wilayah kebun
dan Program Pemberdayaan Masyarakat Desa PPMD, suatu program pengembangan masyarakat yang dikembangkan oleh perusahaan.
193
Bagi PT. Rea Kaltim Plantation yang sudah mendapatkan sertifikasi RSPO pada tanggal 08 Juli 2011 juga wajib untuk mengimplementasikan ISPO. Untuk
implementasi ISPO dibutuhkan dana yang tidak sedikit, padahal kebanyakan indikatornya mirip dengan RSPO. Oleh karena itu, PT. Rea Kaltim Plantation telah
mematuhi aturan-aturan hukum yang berlaku dan sesuai dengan prinsip dan kriteria RSPO juga.
193
Surat Control Union Certification perihal Proses Konsultasi dengan Stakeholder PT. Rea Kaltim Plantation Berdasarkan Interpretasi Nasional Indonesia RSPO PC tanggal 21 Januari 2011.
Universitas Sumatera Utara
Pada tahun 2011 – 2012, PT. Rea Kaltim Plantation dimasukkan dalam tahap sosialisasi dan uji coba terhadap ISPO bersama-sama dengan 10-25 perusahaan
diantaranya : PT. Perkebunan Nusantara XIII Persero, PT. Perkebunan Nusantara III Persero, SMART, Padangan Halaban, PT. Perkebunan Nusantara V Persero,
Ivomas Tunggal, PT. Perkebunan Nusantara VI Persero, Sime Indo Agro, Sumber Indah Perkasa smart, Gunung Sejahtera smart, Agricinal Am Plantation Wilmar,
Sari Adhrtya Loka Asian Agro Lestari, Aek Tarum Sampoerna, dan lain sebagainya.
194
Sekarang ini, PT. Rea Kaltim Plantation sering dihubungi oleh Komisi Penilai Perkebunan ISPO untuk mengikuti sosialisasi dan pelatihan dalam
mengimplementasi ISPO. Maka oleh karena itu, PT. Rea Kaltim Plantation mengutus perwakilannya untuk mengikuti sosialisasi dan pelatihan tersebut. Karena apabila hal
ini tidak diikuti maka akan menjadi permasalahan di kemudian hari dalam mengimplementasikan ISPO. Menurut Maharlika Wiedhayaka sebagai Corporate
Secretary PT. Rea Kaltim Plantation, menyatakan bahwa : “Apabila ditilik lebih
dalam lagi, ISPO adalah salah satu kutipan pemerintah yang harus diderita oleh sektor swasta”.
195
Alasan ISPO dikatakan sebagai kutipan pemerintah yang dilegalisasi adalah dikarenakan untuk menerapkan sertifikasi ISPO diperlukan biaya yang tidak sedikit.
Sementara itu, ada juga pengaturan sertifikasi RSPO yang kebanyakan indikatornya
194
Hendra Septiawan, “ISPO Indonesian Sustainable Palm Oil”, http:hends86.wordpress.comcategorypalm-oil., diakses pada 21 Oktober 2012.
195
Wawancara dengan Maharlika Wiedhayaka sebagai Corporate Secretary PT. Rea Kaltim Plantation pada 05 November 2012.
Universitas Sumatera Utara
sama dengan indikator ISPO. Jelas disini, ISPO adalah percontohan dari RSPO. Terkait dengan RSPO yang sudah ada lebih dahulu, ISPO mirip dengan aturan RSPO
tetapi terdapat perbedaan dimana ISPO merupakan mandatory kewajiban yang harus dijalankan pelaku usaha, sedangkan RSPO bersifat sukarela voluntary yang
tidak wajib diikuti pelaku usaha perkebunan dan petani sawit di Indonesia. Namun, hal ini menjadi acuan bagi ekspor-impor sawit dunia. ISPO tetap mengacu kepada
RSPO namun menyesuaikan dengan keadaan geografis di Indonesia.
B. Kewajiban ISPO Bagi PT. Rea Kaltim Plantation Yang Sudah
Bersertifikasi RSPO
PT. Rea Kaltim Plantation sebagai perusahaan perkebunan wajib mengimplementasikan ISPO walaupun sudah memiliki sertifikat RSPO. Hal ini
dikarenakan RSPO dan ISPO merupakan sertifikasi yang berbeda. Kewajiban ISPO ini merupakan SIM bagi para pengusaha sawit, bersifat mandatory supaya mereka
memiliki pedoman dalam menjalankan kegiatan sawit lestari.
196
Kewajiban PT. Rea Kaltim Plantation untuk mensertifikasikan ISPO adalah berdasarkan Pasal 3 Peraturan Menteri Pertanian No. 19PermentanOT.14032011
tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia Indonesian Dikarenakan sifat
mandatory – kewajiban inilah ISPO memiliki sanksi yaitu penurunan kelas kebun
yang pada akhirnya berujung pada pencabutan izin usaha perkebunan. Apabila izin usaha perkebunan dicabut, PT. Rea Kaltim Plantation tidak akan dapat lagi untuk
berusaha dalam bidang usaha perkebunan.
196
Kementerian Pertanian, “Bayu Khrisnamurthi : ISPO Indonesian Sustainable Palm Oil”, disampaikan dalam Acara Publik ISPO di Jakarta, 04 Januari 2011.
Universitas Sumatera Utara
Sustainable Palm Oil – ISPO. Hal ini dikarenakan PT. Rea Kaltim Plantation adalah
sebuah perusahaan perkebunan. Jadi, wajiblah baginya untuk mengimplementasikan ISPO. Para pelaku usaha perkebunan memiliki waktu sampai dengan tanggal 31
Desember 2014 untuk mendapatkan sertifikat ISPO dengan ketentuan jika tidak menyesuaikannya maka dapat dikenakan sanksi penurunan kelas kebun menjadi
Kelas IV bahkan dapat dicabut izin usaha perkebunannya. Masalah kepastian hukum terkait ISPO adalah menjadi faktor utama dalam
pengembangan industri kelapa sawit, karena ekspansi industri kelapa sawit ini dapat terjamin apabila lahan terjamin ketersediaannya yang dipengaruhi hukum agraria
yang baik pula. Pengembangan industri sawit membutuhkan investasi besar, karena banyaknya aset lahan yang menjadi persoalan dari ketidakpastian hukum. Untuk tata
ruang, sudah 3 tiga tahun berjalan belum jelas juga. Jadi, apabila kebun tanaman kelapa sawit masuk kawasan hutan, pengusaha menjadi khawatir karena alas hak dari
perkebunannya tidak berkepastian hukum. Sumatera Utara sebagai salah satu contohnya yang menggunakan Hak Guna Usaha untuk perkebunan kelapa sawit.
Tetapi masih menerima tuduhan menggunakan kawasan hutan. Apabila hukum berkepastian maka akan membuat prospek kelapa sawit menjadi lebih cerah dan
baik.
Universitas Sumatera Utara
C. Analisis Implementasi ISPO
1. Hambatan Dalam Implementasi ISPO