Adapun gambaran tingkat penghasilan keluarga responden pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.9 dibawah ini.
Tabel 4.9 Kategori Penghasilan Keluarga Responden di Puskesmas Simpang Kiri Kota Subulussalam Tahun 2012
No Penghasilan Keluarga
Kasus Kontrol
Total Jumlah
Jumlah Jumlah
1. Rendah Rp 1.400.000
8 33,3
16 66,7
24 100
2. Tinggi Rp.1.400.000
17 65,4
9 34,6
26 100
Jumlah 25
50 25
50 50
100
Berdasarkan tabel 4.9 diatas dapat dilihat bahwa tingkat penghasilan keluarga responden kasus yang terbesar adalah rendah Rp 1.400.000 yaitu 17 responden
65,4 dan pada responden kontrol penghasilan tertinggi adalah tinggi Rp 1.400.000 yaitu 16 responden 66,7.
4.4 Analisis Bivariat
Analisis yang digunakan untuk melihat hubungan antara variabel yang diteliti dengan kejadian tuberkulosis paru. Uji statistik yang digunakan pada analisis ini
adalah Chi Square de ngan derajat kepercayaan 95 α = 5. Berdasarkan uji
statistik akan diperoleh nilai p. Untuk nilai p 0,05 berarti terdapat hubungan yang bermakna antara variabel yang diteliti dengan variabel kejadian tuberkulosis paru.
4.4.1 Hubungan Karakteristik Rumah dengan Kejadian Tuberkulosis Paru
di Puskesmas Simpang Kiri Kota Subulussalam Tahun 2012
Adapun hasil analisis bivariat hubungan karakteriristik rumah dengan kejadian tuberkulosis paru dapat dilihat pada tabel 4.10 dibawah ini.
Berdasarkan tabel 4.10 diatas dapat dilihat bahwa karakteristik rumah pada
NO Karakteristi
k responden Kategori
Kasus Kontrol
X p
2
OR
Jumlah Jumlah
1.
Kepadatan hunian
1. Tidak
baik 18
81, 8
4 18,
32 15,9
09 0,0
01 13,5
2. Baik
7 25
21 75
2. Ventilasi
1. Tidak
baik 24
68, 6
11 31,
4 16,0
9 0,0
01 30,5
2. Baik
1 20
14 80
3. Jenis lantai
1. Tidak
baik 12
92, 3
1 7,7
12,5 7
0,0 01
22,1 5
2. Baik
13 35,
1 24
64, 9
4. Pencahayaa
n 1.
Tidak baik
22 10
39,2 8
0,0 01
9,33
2. Baik
3 10,
7 25
89, 3
5. Suhu
1. Tidak
baik 21
84 4
16 23,1
2 0,0
01 27,5
2. Baik
4 16
21 84
6. Kelembaban
1. Tidak
baik 23
88, 5
3 11,
5 32,0
5 0,0
01 84,3
2. Baik
2 88,
3 22
86, 7
kasus memiliki perbedaan yang mencolok pada rumah responden kasus dan kontrol, Berdasarkan uji statistik semua karakteristik rumah memiliki nilai p 0,05
yang artinya Ho di tolak atau ada hubungan yang signifikan antara karakteristik rumah dengan kejadian tuberkulosis paru, sedangkan untuk karakteristik rumah nilai
OR diatas 1 yang artinya semua karakteristik rumah responden kasus diperkirakan berisiko dibandingkan dengan karakteristik rumah kontrol.
4.4.1.1 Hubungan Kepadatan Hunian dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Puskesmas Simpang Kiri Kota Subulussalam Tahun 2012
Adapun hasil analisis bivariat hubungan kepadatan hunian dengan kejadian tuberkulosis paru adalah sebagai berikut.
Tabel 4.11 Hubungan Kepadatan Hunian dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Puskesmas Simpang Kiri Kota Subulussalam Tahun 2012
No Kepadatan Hunian
Kasus Kontrol
X p
2
OR Jumlah
Jumlah
1. Tidak baik bila luas
ruangan 8m
2
18 2 orang
81,8 4
18, 2
15,9 09
0,00 1
13,5
2. Baik bila luas
ruangan 8m
2
7 = 2
orang 25
21 75
Total 25
100 25
10
Berdasarkan tabel 4.11 diatas dapat dilihat pada kelompok kasus memiliki jumlah kepadatan hunian di dalam rumah yaitu 18 rumah 81,8, sedangkan pada
kelompok kontrol hanya 4 rumah 18,2.
Berdasarkan uji statistik diperoleh hasil bahwa nilai p sebesar 0,001 atau p 0,05 artinya Ho ditolak atau ada hubungan yang signifikan antara kepadatan hunian
dengan kejadian tuberkulosis paru, sedangkan nilai OR sebesar 13,5 atau dengan pengertian diperkirakan risiko kepadatan hunian yang tidak baik terkena tuberkulosis
paru 13.5 kali dibandingkan rumah yang memiliki kepadatan hunian yang baik.
4.4.1.2 Hubungan Ventilasi dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Puskesmas Simpang Kiri Kota Subulussalam Tahun 2012
Adapun hasil analisis bivariat ventilasi dengan kejadian tuberkulosis paru adalah sebagai berikut.
Tabel 4.12 Hubungan Ventilasi dengan Kejadian Tuberkulosis di Puskesmas Simpang Kiri Kota Subulussalam Tahun 2012
No Ventilasi
Kasus Kontrol
X p
2
OR Jumlah
Jumlah
1. Tidak baik tidak
ada, ada10 24
68,6 11
31,4 16,0
9 0,001
30,5
2. Baik ada 10
1 20
14 80
Total 25
100 25
100
Berdasarkan tabel 4.12 diatas dapat dilihat bahwa ventilasi terbesar adalah tidak baik yaitu pada kelompok kasus yaitu 24 rumah 68,6 , sedangkan pada
kelompok kontrol hanya 11 rumah 31,4. Berdasarkan uji statistik diperoleh hasil bahwa nilai p sebesar 0,001 atau p
0,05yang artinya Ho ditolak atau ada hubungan yang signifikan antara ventilasi
dengan kejadian tuberkulosis paru, sedangkan nilai OR sebesar 30,5 atau dengan pengertian diperkirakan risiko ventilasi yang tidak baik terkena tuberkulosis paru 30.5
kali dibandingkan rumah yang memiliki ventilasi yang baik.
4.4.1.3 Hubungan Jenis Lantai dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Puskesmas Simpang Kiri Kota Subulussalam Tahun 2012
Adapun hasil analisis bivariat jenis lantai dengan kejadian tuberkulosis paru adalah sebagai berikut.
Tabel 4.13 Hubungan Jenis Lantai dengan Kejadian Tuberkulosis di Puskesmas Simpang Kiri Kota Subulussalam Tahun 2012
No Jenis Lantai
Kasus Kontrol
X p
2
OR Jumlah
Jumlah
1. Tidak baik tanah,
papananyaman bambu dekat dengan
tanah plesteran yang retak dan berdebu
12 92,3
1 7,7
12,5 7
0,00 1
22,1 5
2. Baik
diplesterubinkerami k
13 35,1
24 64,9
Total 25
100 25
100
Berdasarkan tabel 4.13 diatas dapat dilihat bahwa jenis lantai yang baik diplesterubinkeramik terbesar ada pada kelompok kontrol yaitu 24 rumah
64,9, sedangkan pada kelompok kasus hanya 12 rumah 92,3, sedangkan jenis
lantai yang terbesar di kasus adalah jenis lantai yang tidak baik yaitu 13 rumah 35,1
Berdasarkan uji statistik diperoleh hasil bahwa nilai p sebesar 0,001 atau p 0,05 yang artinya Ho ditolak atau ada hubungan yang signifikan antara jenis lantai
dengan kejadian tuberkulosis paru sedangkan nilai OR sebesar 22,15 atau dengan pengertian diperkirakan risiko jenis lantai yang tidak baik terkena tuberkulosis paru
22.15 kali dibandingkan rumah yang memiliki jenis lantai yang baik.
4.4.1.4 Hubungan Pencahayaan dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Puskesmas Simpang Kiri Kota Subulussalam Tahun 2012
Adapun hasil analisis bivariat hubungan pencahayaan dengan kejadian tuberkulosis paru adalah sebagai berikut.
Tabel 4.14 Hubungan Pencahayaan dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Puskesmas Simpang Kiri Kota Subulussalam Tahun 2012
No Pencahayaan
Kasus Kontrol
X p
2
OR Jumlah
Jumlah
1. Tidak baik 60
lux 22
100 39,2
8 0,00
1 9,33
2. Baik
≥ 60 lux 3
10,7 25
89,3
Total 25
100 25
100
Berdasarkan tabel 4.14 diatas dapat dilihat pada kelompok kasus rumah yang memiliki pencahayaan terbesar adalah tidak baik 60 lux yaitu 22 rumah 100,
sedangkan pada kelompok kontrol pencahayaan terbesar adalah baik ≥
60 lux yaitu 25 rumah 89.
Berdasarkan uji statistik diperoleh hasil bahwa nilai p sebesar 0,001 atau p 0,05 artinya Ho ditolak atau ada hubungan yang signifikan antara pencahayaan
dengan kejadian tuberkulosis paru sedangkan nilai OR sebesar 9,33 atau dengan pengertian diperkirakan risiko pencahayaan yang tidak baik terkena tuberkulosis paru
9,33 kali dibandingkan dengan rumah yang memiliki pencahayaan yang baik.
4.4.1.5 Hubungan Suhu dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Puskesmas Simpang Kiri Kota Subulussalam Tahun 2012
Adapun hasil analisis bivariat hubungan pencahayaan dengan kejadian tuberkulosis paru adalah sebagai berikut.
Tabel 4.15 Hubungan Suhu dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Puskesmas Simpang Kiri Kota Subulussalam Tahun 2012
No Suhu
Kasus Kontrol
X p
2
OR Jumlah
Jumlah
1. Tidak baik
30 21
C 84
4 16
23,1 2
0,00 1
27,5
2. Baik 18-30
4 C
16 21
84
Total 25
100 25
100
Berdasarkan tabel 4.15 diatas dapat dilihat pada kelompok kasus rumah yang memiliki suhu terbesar adalah suhu yang tidak baik 30
C yaitu 21 rumah 84, sedangkan pada kelompok kontrol suhu terbesar adalah suhu yang baik 18-30
Berdasarkan uji statistik diperoleh hasil bahwa nilai p sebesar 0,001 atau p 0,05 artinya Ho ditolak atau ada hubungan yang signifikan antara suhu dengan
kejadian tuberkulosis paru, sedangkan nilai OR sebesar 27,5 atau dengan pengertian C
yaitu 21 rumah 84.
diperkirakan risiko suhu ruangan yang tidak baik tertular tuberkulosis paru 27,5 kali dibandingkan dengan suhu ruangan yang baik.
4.4.1.6 Hubungan Kelembaban dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Puskesmas Simpang Kiri Kota Subulussalam Tahun 2012
Adapun hasil analisis bivariat hubungan pencahayaan dengan kejadian tuberkulosis paru adalah sebagai berikut.
Tabel 4.16 Hubungan Kelembaban dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Puskesmas Simpang Kiri Kota Subulussalam Tahun 2012
No Kelembaban
Kasus Kontrol
X p
2
OR Jumlah
Jumlah
1. Tidak baik
70 23
88,5 3
11,5 32,0
5 0,001
84,3
2. Baik 40-70
2 88,3
22 86,7
Total 25
100 25
100
Berdasarkan tabel 4.16 diatas dapat dilihat pada kelompok kasus rumah yang memiliki kelembaban tertinggi adalah kelembaban yang tidak baik 70 yaitu 23
rumah 88,5, sedangkan pada kelompok kontrol kelembaban tertinggi adalah kelembaban yang baik antara 40-70 yaitu 22 rumah 16,7. Berdasarkan uji
statistik diperoleh hasil bahwa nilai p sebesar 0,001 atau p 0,05 artinya ada hubungan yang signifikan antara kelembaban dengan kejadian tuberkulosis paru,
sedangkan nilai OR sebesar 84,3 atau dengan pengertian diperkirakan risiko kelembaban ruangan yang tidak baik terkena tuberkulosis paru 84,3 kali
dibandingkan dengan rumah yang memiliki kelembaban yang baik.
4.4.2 Hubungan Karakteristik Responden dengan kejadian tuberkulosis paru