dilakukan diagnosis secara benar, dan dilakukan penyuluhan kesehatan yang luas dan melibatkan berbagai lapisan masyarakat, agar semua perlu tahu perannya dalam
membantu upaya penemuan penderita. Setelah ditemukan penderita kemudian dilanjutkan dengan pengobatan. Aditama, 2000.
2.1.10. Manajemen TBC Berbasis Wilayah
Manajemen penyakit TBC berbasis wilayah, pada prinsipnya harus memperhatikan 2 kelompok besar kegiatan sekaligus, yang hendaknya dilakukan
secara paripurna dan simultan. Dua kegiatan pokok tersebut adalah: 1. Manajemen kasus
Tata laksana kasus TBC secara aktif adalah pencarian kasus yang dilakukan oleh puskesmas, baik dengan penyebaran poster ataupun pelibatan kader desa atau
petugas lapangan. Pencarian kasus juga dilakukan oleh organisasi swadaya masyarakat seperti Perkumpulan Pemberantasan TBC PPTI. Kasus-kasus diperiksa
diobati, ditindaklanjuti sampai terbukti sembuh. Beberapa puskesmas mengintgrasi kegiatan pencarian kasus TBC secara aktif ini melalui juru kusta yang di samping
mencari kusta juga TBC. 2. Manajemen faktor risiko.
Manajemen faktor risiko tidak ada dalam pedoman nasional. Pengobatan atau program penanggulangan TBC sulit dilaksanakan kesinambungannnya atau
sustainability nya sulit terjamin tanpa memperhatikan penangggulangan faktor risiko. DOTS yang mengendalikan pengobatan pada akhirnya akan mengalami fase hard
rock yakni menemui kesulitan dalam penanggulangan. Oleh sebab itu diperlukan manajemen faktor risiko TBC, yaitu pengendalian berbagai variabel yang berperan
timbulnya kejadian penyakit TBC, khususnya disekitar penderita aktif. Keduanya harus dilakukan secara simultan dan didukung oleh surveilance yang baik.
Achmadi, 2010.
2.2. Faktor Resiko Kejadian Tuberkulosis
Faktor risiko yaitu semua variabel yang berperan timbulnya kejadian penyakit. Pada dasarnya berbagai faktor risiko TBC saling berkaitan satu sama lain.
Berbagai faktor risiko dapat dikelompokkan kedalam 2 kelompok faktor risiko. Yaitu
2.2.1. Kependudukan 1.
Usia
Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di New York pada Panti
penampungan orang-orang gelandangan menunjukkan bahwa kemungkinan mendapat infeksi tuberkulosis aktif meningkat secara bermakna sesuai dengan umur. Insiden
tertinggi tuberkulosis paru biasanya mengenai usia dewasa muda. Di Indonesia diperkirakan 75 penderita TB Paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50
tahun.
2. Jenis kelamin
Di benua Afrika banyak tuberkulosis terutama menyerang laki-laki. Pada tahun 1996 jumlah penderita tuberkulosis paru laki-laki hampir dua kali lipat
dibandingkan jumlah penderita tuberkulosis paru pada wanita, yaitu 42,34 pada laki-laki dan 28,9 pada wanita. Antara tahun 1985-1987 penderita tuberkulosis
paru laki-laki cenderung meningkat sebanyak 2,5, sedangkan penderita tuberkulosis