Pengukuran Analisis Model Struktural Dan Analisis Diskriminan Es Krim Wall’s Magnum Pada Konsumen Pengguna Social Media (Studi Kasus Mahasiswa Program Strata 1 IPB)

(1)

1.1. Latar Belakang

Salah satu produk dengan pasang pasar berpotensi tinggi di Indonesia adalah produk es krim. Hal ini terlihat dari konsumen yang tidak hanya terbatas pada usia golongan anak-anak tetapi juga telah merambah kepada usia golongan muda dan dewasa. Selain itu, pertumbuhan konsumsi es krim 20 persen per tahun dan tingkat konsumsi yang masih tergolong rendah, yaitu 0,2 liter/orang/tahun merupakan kondisi yang baik dalam mengambil pasar es krim di Indonesia (Majalah SWA, 2008). Tabel 1 merupakan perbandingan tingkat konsumsi di Indonesia dan negara-negara lain.

Tabel 1. Tingkat Konsumsi Produk Es Krim pada Tahun 2008 Nama Negara Tingkat Konsumsi (liter/orang/tahun)

Amerika Serikat 21

Inggris 8

Thailand 1,2 – 2

Malaysia 1,2 – 2

Indonesia 0,2

Sumber : Majalah SWA (2008)

Wall’s Magnum adalah salah satu produk unggulan untuk pasar es krim dewasa. Sejak peluncuran es krim Wall’s Magnum pada awal tahun 90-an di Eropa d90-an tahun 1994 di Indonesia, persaing90-an pasar es krim dewasa ini semakin ketat. Ini terlihat dari banyaknya produsen pesaing yang masuk ke pangsa pasar es krim dewasa seperti es krim Heart, Bazooka Vanila, dan Bazooka Mede yang diproduksi oleh PT. Campina Ice Cream Industry dan es krim MAX yang diproduksi oleh PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. Melihat hal tersebut, maka ditahun 2010 Wall’s Magnum melakukan peremajaan produk, merubah konsep menjadi blow me away dengan pengalaman yang kompleks dan berkelas sehingga konsumen akan pindah ke kualitas yang lebih tinggi dari Wall’s Magnum standar. Perubahan Wall’s Magnum terlihat dari bahan baku yang dipakai, teknologi yang digunakan, dan desain kemasan. Mengusung tema kelezatan cokelat Belgia dalam setiap gigitan, Wall’s Magnum memperkenalkan tiga varian baru, yaitu Wall’s Magnum


(2)

Classic, Wall’s Magnum Almond dan Wall’s Magnum Chocolate Truffle dengan bandrol harga Rp 10.000,- setiap produknya. (www.unilever.co.id)

Wall’s sebagai perusahaan es krim dengan pangsa pasar mencapai 45% di Indonesia (Majalah SWA, 2006) menggunakan berbagai macam media iklan dalam mempromosikan produknya. Total belanja iklan Wall’s pada semua media dalam tiga tahun dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Total Belanja iklan Walls (2005-2007), pada semua media Tahun Total Belanja (dalam Milyar rupiah)

2005 106

2006 120

2007 172

Sumber: Nielsen Media Research, 2008

Salah satu strategi pemasaran yang dilakukan oleh Wall’s Magnum terbilang unik. Setelah grand launching yang dilakukan pada tanggal 12 November 2010 dengan 400 orang undangan, keberadaan produk es krim Wall’s Magnum tiba-tiba sangat sulit dicari di pasaran. Kondisi tersebut menyebabkan konsumen sulit mencari keberadaan Wall’s Magnum sehingga konsumen meluapkan keluhan, salah satunya di dalam social media. Wall’s Magnum telah menyiapkan akun social media di beberapa tempat, diantaranya facebook dan twitter. MyMagnumID adalah akun facebook dan twitter yang dikelola oleh Wall’s Magnum untuk berperan aktif dalam memberikan informasi terbaru dan merespon setiap konsumen yang mengirim pesan atau komentar kepada akun MyMagnumID. Selain itu, MyMagnumID menyiapkan istilah Magnum Seeker yang berarti pencari es krim Wall’s Magnum. Magnum Seeker bertugas menginformasikan dimana produk es krim Wall’s Magnum dapat diperoleh dan anggotanya adalah konsumen Wall’s Magnum itu sendiri.

Wall’s Magnum memposisikan produknya sebagai produk es krim premium tetapi juga produk es krim massal. Wall’s Magnum ada pada kalangan premium karena diasosiakan dengan hal-hal yang bersifat premium, tetapi juga bersifat massal karena Wall’s Magnum didistribusikan ke seluruh Indonesia. Pada positioning strategy tersebut, maka Wall’s Magnum hanya mendistribusikan pada kalangan sosial menengah-atas yang ada di seluruh


(3)

Indonesia. Tetapi animo masyarakat Indonesia terhadap promosi Wall’s Magnum sangat tinggi, tidak hanya kalangan yang menjadi target Wall’s Magnum saja yang tertarik tetapi hingga semua lapisan masyarakat ingin merasakan produk Wall’s Magnum. Hal ini yang menyebabkan keberadaan es krim Wall’s Magnum sulit dicari di pasaran.

Penggunaan social media tidak terlepas dari strategi pemasaran word of mouth (WOM) yang dilakukan oleh Wall’s Magnum. Pengadaan grand lauchingyang mengundang orang-orang dari kalangan sosialita dan selebritas yang memiliki banyak penggemar bertujuan memberikan komentar di social media tentang es krim Wall’s Magnum yang menyebabkan para penggemarnya akan dibuat efek penasaran dan ingin mencoba Wall’s Magnum tersebut. Kondisi ini menyebabkan terjadinya penyebaran informasi Wall’s Magnum secara word of mouthyang difasilitasi olehsocial mediadan memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap penjualan es krim Wall’s Magnum.

Selanjutnya strategi pemasaran yang harus diperhatikan oleh Wall’s Magnum adalah strategi pemasaran berdasarkan gender. Hal ini untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian pada setiap

gender. Penunjukan Marissa Nasution sebagai Brand Ambassador Wall’s Magnum tidak serta merta menyegmentasikan Wall’s Magnum hanya dikalangan perempuan saja. Ini terlihat dari para undangan grand lauching

Wall’s Magnum yang terdiri dari laki dan perempuan. Perbedaan laki-laki dan perempuan sangat berperan dalam penentuan kebijakan strategi pemasaran pada masing-masing gender. Oleh karena itu, Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui efektivitassocial mediayang mempengaruhi keputusan pembelian es krim Wall’s Magnum dan kebijakan penetapan strategi pemasaran yang tepat pada masing-masing gender.


(4)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka perumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimana efektivitas social media es krim Wall’s Magnum dalam mengkomunikasikan informasinya kepada konsumen dengan menggunakan metode analisis model struktural?

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian varian es krim Wall’s Magnum pada konsumen pengguna social media berdasarkan

gender?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, makan tujuan penelitian ini sebagai berikut :

1. Mengetahui efektivitas social media es krim Wall’s Magnum dalam mengkomunikasikan informasinya kepada konsumen dengan menggunakan metode analisis model struktural.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian varian es krim Wall’s Magnum pada konsumen pengguna social media

berdasarkan gender.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagi akademis, penelitian ini dapat bermanfaat dalam bidang ilmu manajemen khususnya efektivitas pemasaran melalui social media dalam pengambilan keputusan pembelian.

2. Bagi masyarakat, memberikan pengetahuan dan wawasan dalam efektivitas pemasaran melalui social media dalam pengambilan keputusan pembelian.

1.5. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada efektivitas social media

dalam pengambilan keputusan pembelian Wall’s Magnum. Penelitian ini menggunakan penelitian dari peneliti sebelumnya yaitu Syifa Ratna Pujasari


(5)

yang berjudul “Analisis Efektivitas Social Media Dan Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Es Krim Wall’s Magnum Berdasarkan Karakteristik Pengeluaran (Studi Kasus Mahasiswa Program Strata 1 IPB)” dan data sekunder yang tidak ditampilkan pada penelitian Syifa Ratna Pujasari mengenai pemilihan varian es krim Wall’s Magnum.


(6)

2.1. Definisi Es Krim

Es krim adalah sebuah makanan beku dibuat dari produk dairyseperti krim atau sejenisnya, digabungkan dengan perasa dan pemanis. Es krim merupakan salah satu makanan favorit selain coklat karena rasanya yang enak, teksturnya yang lembut dan membuat sugesti menyenangkan bagi sebagian orang yang memakannya. Es krim merupakan buih setengah beku yang mengandung lemak teremulsi dan udara. Sel-sel udara tersebut memberikan tekstur lembut pada es krim. Tanpa udara, emulsi beku tersebut akan menjadi terlalu dingin dan terlalu berlemak. Es krim dibuat dengan cara mencampur bahan-bahan utama yaitu lemak, gula, penstabil dan pengemulsi lalu diaduk sambil didinginkan untuk mencegah pembentukan kristal es besar (Wikipedia, 2011).

Lemak merupakan bahan baku pembuat es krim. Fungsinya untuk memberikan tekstur halus, berkontribusi dengan rasa serta memberikan efek sinergis pada tambahan rasa yang digunakan. Di samping itu, penggunaan lemak akan memperindah tampilan es krim. Lemak dalam es krim berasal dari susu atau bisa diganti dengan bahan nabati seperti susu kedelai, susu beras atau susu kambing bagi orang yang tubuhnya tidak toleran terhadap laktosa dari susu sapi atau protein dari susu. Gula sebagai pemanis juga untuk memperbaiki tekstur dan meningkatkan kekentalan. Gula yang digunakan umumnya adalah sukrosa. Padatan non lemak (susu skim) merupakan sumber protein yang dibutuhkan sebagai pengikat air dan emusifikasi. Bahan penstabil mengurangi kristalisasi es. Bahan pengemulsi digunakan untuk memperbaiki tekstur es krim yang merupakan campuran air dan lemak. Bahan penstabil yang umumnya digunakan untuk pembuatan es krim adalah CMC (carboxymethil cellulose), gelatin, naalginat, karagenan, gum arab dan pektin (Wikipedia, 2011).


(7)

Istilah es krim pada satu negara berbeda dengan negara lain. Misalnya pudding beku, yoghurt beku, sorbet, gelato dan lain-lain yang digunakan untuk membedakan varietas yang berbeda dan gaya.

2.2. Definisi Pemasaran

Menurut Kotler dan Keller (2007) pemasaran adalah proses sosial dimana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran produk serta nilai dengan pihak lain. Dan menurut American Marketing Associationatau AMA dalam Kotler dan Keller (2007) dimana pemasaran adalah satu fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan dan menyerahkan nilai kepada pelanggan dan mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan para pemilik sahamnya.

2.3. Strategi Pemasaran

2.3.1 Segmentation(Segmentasi)

Segmentasi adalah proses pengelompokan pasar keseluruhan yang heterogen menjadi kelompok-kelompok atau segmen-segmen yang memiliki kesamaan dalam hal kebutuhan, keinginan, perilaku dan atau respon terhadap program pemasaran yang spesifik. Segmen pasar terdiri dari kelompok pelanggan yang memiliki seperangkat keinginan yang sama. Tugas pemasar adalah mengidentifikasi segmen dan memutuskan segmen yang akan dibidik.

Menurut Kotler (2005) dasar-dasar untuk segmentasi pasar konsumen berpedoman pada karakteristik konsumen. Dengan demikian terdapat beberapa dasar untuk segmentasi pasar, antara lain:

a. Segmentasi geografis

Segmentasi ini mengharuskan pembagian pasar menjadi unit-unit geografis yang berbeda, seperti: Negara, Negara bagian, wilayah, provinsi, kota atau lingkungan rumah tangga.

b. Segmentasi demografis

Dalam segmentasi demografis dibagi menjadi kelompok-kelompok berdasarkan variabel-variabel seperti usia, ukuran keluarga, siklus


(8)

hidup keluarga, jenis kelamin, penghasilan, pekerjaan, pendidikan, agama, ras, generasi, kewarganegaraan, dan kelas sosial.

c. Segmentasi psikografis

Dalam segmentasi psikografis, para pembeli dibagi menjadi kelompok yang berbeda berdasarkan gaya hidup atau kepribadian atau nilai.

d. Segmentasi perilaku

Dalam segmentasi perilaku, pembeli dibagi menjadi kelompok-kelompok berdasarkan pengetahuan, sikap, pemakaian atau tanggapan mereka terhadap produk tertentu. Variabel perilaku ini merupakan titik awal terbaik dalam membentuk segmen pasar. 2.3.2 Targeting (Pembidikan)

Jika perusahaan telah mengidentifikasi peluang pada tiap segmen pasarnya, maka selanjutnya perusahaan harus mengevaluasi beragam segmen dan memutuskan berapa banyak segmen dan segmen mana yang akan dibidik. Proses mengevaluasi segmen pasar yang berbeda, perusahaan harus memperhatikan faktor daya tarik segmen secara keseluruhan serta faktor tujuan dan sumber daya perusahaan (Kotler dan Armstrong, 2008).

2.3.3 Positioning (Penetapan posisi)

Penetapan posisi menurut Kotler (2005) adalah tindakan merancang tawaran dan citra perusahaan sehingga menempati posisi yang khas (di antara para pesaing) di dalam benak pelanggan sasarannya. Hasil akhir dari penetapan posisi adalah keberhasilan menciptakan proposisi nilai yang berfokus pada pelanggan, yaitu alasan yang meyakinkan pasar sasaran untuk membeli produk tersebut.

2.4. Komunikasi Pemasaran

Jika suatu produk sudah dikenal oleh masyarakat, maka di sana terdapat peran bagian komunikasi pemasaran di suatu perusahaan. Komunikasi pemasaran merupakan konsep bagian dari komunikasi dan pemasaran. Komunikasi pemasaran adalah kegiatan komunikasi yang bertujuan untuk menyampaikan pesan pada konsumen dengan menggunkan


(9)

berbagai media, dengan harapan agar komunikasi dapat menghasilkan tiga tahap perubahan, yaitu perubahan pengetahuan, perubahan sikap, dan perubahan tindakan yang dikehendaki. Adapun jenis media yang dapat digunakan adalah folder, poster, banner, flyer, televisi, radio, majalah, surat kabar, dan media-media lainnya (Kennedy dan Soemanagara, 2006).

2.5. Bauran Komunikasi Pemasaran

Bauran komunikasi pemasaran dikaitkan dengan penyampaian pesan tentang barang, jasa layanan, pengalaman, kegiatan, orang, tempat, kepemilikan, organisasi, informasi, dan gagasan. Bauran komunikasi pemasaran merupakan penggabungan dari lima model komunikasi dalam pemasaran, yaitu (Kennedy dan Soemanagara, 2006):

1. Iklan (advertising), sifat iklan yang terpenting adalah sebagai alat penawaran terhadap suatu produk, penggambaran sebuah perusahaan dan produknya, sesuatu yang bersifat impersonalitas serta memiliki daya sebar. 2. Promosi penjualan (sales promotion), yaitu didefinisikan sebagai arahan

langsung di mana terjadinya peralihan nilai terhadap produk pada kekuatan penjualan, distribusikan dengan tujuan utama terjadinya penjualan secara langsung.

3. Hubungan masyarakat (public relations), yaitu berbagai macam program untuk memelihara, menciptakan, dan mengembangkan citra perusahaan atau merek sebuah produk.

4. Personal selling, yaitu improvisasi dari penjualan dengan menggunakan komunikasi person to person.

5. Direct selling, yaitu penggunaan surat langsung, telemarketing, e-marketing(pemasaran lewat internet) dan sebagainya. Penjualan langsung biasanya ditujukan kepada orang tertentu, sehingga dipersiapkan dengan cepat dan semenarik mungkin agar menjadi sangat menarik bagi orang yang dituju.

2.6. Definisi Word Of Mouth

Word of mouth dalam bahasa Indonesia yaitu penyampaian berita dari mulut ke mulut. Word of mouth merupakan jenis promosi yang ampuh, efektif


(10)

dan berbiaya paling murah. Konsumen yang merasa puas akan memberi orang lain mengenai pengalaman yang baik mengenai produk itu (Kotler dan Amstrong, 2004). Menurut Tjiptono (2008) word of mouth juga cepat diterima sebagai referensi karena konsumen biasanya sulit mengevaluasi produk atau jasa yang belum dibelinya atau belum dirasakan sendiri. Komunikasi itu bersifat personal yang dianggap sangat efektif dalam memberikan informasi tentangsuatu produk, jasa, pariwisata, ide, individu.

Word of Mouth juga efektif mempengaruhi seseorang, karena informasi yang diberikan biasanya dianggap jujur dan tidak bias.

Istilah WOM digunakan untuk mendefinisikan komunikasi verbal baik bersifat positif ataupun bersifat negatif. Komunikasi dapat berupa perbincangan antara dua orang atau lebih, atau penyampaian tetimonial satu arah. Media yang digunakan dapat berupa tatap muka, telepon, email, listgroup, blog, website, social media, atau alat komunikasi lainnya.

2.7. Definisi Social Media

Thoyibie (2010) social media adalah konten berisi informasi, yang dibuat oleh orang yang memanfaatkan teknologi penerbitan, sangat mudah diakses dan dimaksudkan untuk memfasilitasi komunikasi, pengaruh dan interaksi dengan sesama dan dengan khalayak umum. Hal ini biasanya dilakukan melalui internet dan jaringan komunikasi mobile.

Social media merupakan bagian dari word of mouth yang sangat efektif dan memiliki pengaruh yang luar biasa. Banyak praktisi marketing mengatakan bahwa strategi word of mouth merupakan promosi yang efektif bagi konsumen. Pengaruhnya bahkan bisa mengalahkan promosi melalui media above the line. Ini dikarenakan efektivitas WOM melalui social media

lebih besar dan lebih luas daripada alat promosi tradisional.

Berdasarkan hasil riset Onbee Marketing Research bekerjasama dengan Majalah SWA kepada 2000 konsumen di lima kota besar Indonesia. Riset menunjukkan bahwa 89 persen konsumen Indonesia lebih mempercayai rekomendasi dari mulut ke mulut pada saat memutuskan untuk membeli sebuah produk. Ini membuktikan bahwa rekomendasi merupakan sumber informasi yang sangat dipercaya oleh konsumen Indonesia.


(11)

Social medialebih efektif daripada media iklan lainnya karena sumber informasi yang berasal dari social media dipercaya lebih besar kejujurannya berasal dari teman yang mereka kenali, sehingga dapat memberikan informasi yang benar adanya kepada konsumen. Promosi melalui social media sangat efektif meningkatkan awarenessdan pengetahuan penerima serta dapat pula mempersuasi penerima. Pengaruh promosi melalui social media berbeda-beda, akan tetapi yang umum terjadi adalah informasi yang berasal dari social media akan memberikan pengaruh terhadap keputusan pembelian yang akan diambil konsumen.

2.8. Definisi Konsumen

Menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) konsumen adalah setiap orang pemakai barang/jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi keperluan sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup dan tidak untuk diperdagangkan (http://pkditjenpdn.depdag.go.id).

Sumarwan (2003) mendefinisikan bahwa konsumen dapat dibedakan menjadi konsumen individu dan konsumen organisasi. Konsumen individu adalah konsumen akhir dalam penggunaan barang dan jasa yang melakukan kegiatan konsumsi tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga dapat digunakan orang lain seperti anggota keluarga dan teman. Sedangkan konsumen organisasi adalah konsumen yang menggunakan produk untuk menjalankan kegiatan organisasi, seperti organisasi bisnis, yayasan dan lembaga lainnya.

2.8.1 Perilaku Konsumen

Engel, et al. (1994) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini. Menurut Engel, et al, (1994) pengaruh-pengaruh tersebut berasal dari latar belakang individu, lingkungan, dan pengaruh psikologis yang secara keseluruhan baik secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi keputusan pembelian konsumen.


(12)

Gambar 1. Model perilaku konsumen dan faktor-faktor yang mempengaruhinya (Engel, 1994)

1. Pengaruh Lingkungan

Perilaku proses keputusan pembelian dipengaruhi oleh faktor lingkungan sekitar konsumen. Menurut Engel, et. al, (1994) proses tersebut dipengaruhi oleh budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga, dan situasi. Budaya mengacu pada nilai, gagasan, artefak, dan symbol simbol lain yang bermakna yang membantu individu untuk berkomunikasi, melakukan penafsiran dan evaluasi sebagai anggota masyarakat. Kelas sosial adalah pembagian di dalam masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang berbagai nilai, minat, dan perilaku yang sama. Mereka dibedakan oleh perbedaan status sosioekonomi yang berjajar dari yang rendah hingga yang tinggi. Pengaruh pribadi dapat berasal dari kelompok acuan, yaitu orang atau kelompok yang mempengaruhi secara bermakna perilaku individu maupun komunikasi lisan atau pengaruh lisan dari orang-orang terdekat seperti teman atau anggota keluarga. Kelompok acuan memberikan standar (norma) dan nilai yang dapat menjadi perspektif penentu mengenai bagaimana

Perbedaan Individu Sumber Daya Konsumen Motivasi dan Keterlibatan Pengetahuan Sikap Kepribadian Gaya Hidup, dan

Demografi Proses Keputusan Pengenalan masalah Pencarian informasi Evaluasi alternatif dan seleksi Pembeli Perilaku setelah pembeli an Pengaruh Lingkungan Budaya Kelas Sosial Pengaruh Pribadi Keluarga Situasi Proses Psikologi Pengolahan Informasi Pembelajaran Perubahan Sikap/Perilaku


(13)

seseorang berfikir atau berperilaku.

Keluarga sering merupakan unit pengambilan keputussn utama dengan pola peranan dan fungsi yang kompleks dan bervariasi. Keluarga (family) adalah kelompok yang terdiri dari dua atau lebih orang yang berhubungan melalui darah, perkawinan, atau adopsi dan tinggal bersama. Pengaruh situasi dapat dipandang sebagai pengaruh yang timbul dari faktor yang khusus untuk waktu dan temapat yang spesifik lepas dari karakteristik konsumen dan karakteristik objek.

2. Perbedaan Individu

Setiap individu akan berbeda dalam cara melakukan pembelian, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan individu. Engel, et. al, (1994) mengindefikasikan lima cara penting di mana konsumen akan berbeda, yaitu sumber daya konsumen, motivasi dan keterlibatan, pengetahuan, sikap, dan terakhir adalah kepribadian, gaya hidup, dan demografi. Setiap orang membawa tiga sumberdaya dalam setiap situasi pengambilan keputusan, yaitu waktu, uang dan perhatian (penerimaan informasi dan kemampuan pengolahan). Pembelian sangat dipengaruhi oleh pendapatan konsumen. Kebutuhan merupakan variabel utama dalam motivasi.

Kebutuhan didefinisikan sebagai perbedaan yang disadari antara keadaan ideal dan keadaan sebenarnya, yang memadai untuk mengaktifkan perilaku. Perilaku yang termotivasi diprakarsai oleh pengaktifan kebutuhan, sedangkan faktor yang penting dalam mengerti motivasi adalah keterlibatan. Bila keterlibatan tinggi, ada motivasi untuk memperoleh dan mengolah informasi dan kemungkinan terjadi pemecahan masalah yang diperluas.

Pengetahuan, hasil belajar didefinisikan secara sederhana sebagai informasi yang disimpan dalam ingatan. Pengetahuan mengenai konsumen penting bagi pihak pemasar dalam menentukan perilaku konsumen. Selain itu, pengetahuan konsumen juga penting bagi para pembuat kebijakan masyarakat untuk melindungi


(14)

konsumen. Sikap adalah suatu evaluasi menyeluruh yang memungkinkan orang merespon dengan cara menguntungkan atau tidak menguntungkan secara konsisten berkenaan dengan objek atau alternatif yang diberikan. Sikap dikonseptualisasikan sebagai perasaan positif atau negatif terhadap merek dan dipandang sebagai hasil dari penilaian merek bersama dengan kriteria atau atribut evaluatif yang penting.

Kepribadian, gaya hidup dan demografi berguna dalam mendefinisikan berbagai karakteristik baik objektif maupun subjektif dari konsumen di dalam pangsa pasar target. Kepribadian (personality) merupakan respon yang konsisten terhadap stimulus lingkungan. Gaya hidup (lifestyle) merupakan pola yang digunakan orang untuk hidup dan menghabiskan waktu serta uang. Demografi mendeskripsikan pangsa konsumen, berbagai hal mengenai karakteristik penduduk seperti usia, pendapatan, pendidikan, pekerjaan, jenis kelamin, serta karakteristik penduduk lainnya. Selain itu, demografi selalu menekankan pada perilaku dan pengeluaran yang dilakukan oleh konsumen.

3. Proses Psikologis

Engel et, al, (1994) mengemukakan tiga proses psikologis sentral yang membentuk semua aspek motivasi dan perilaku konsumen, yaitu pengolahan informasi, pembelajaran dan perubahan sikap dan perilaku. Pemrosesan informasi didefinisikan sebagai proses dimana rangsangan pemasaran diterima, ditafsirkan, disimpan dalam ingatan kemudian diambil kembali oleh konsumen untuk menilai alternatif-alternatif produk. Pembelajaran merupakan proses dimana pengalaman menyebabkan perubahan dalam pengetahuan, sikap, dan atau perilaku. Pembelajaran menggambarkan perubahan perilaku individu yang muncul karena pengalaman. Semua proses pembelajaran yang dialami oleh konsumen akan mempengaruhi keputusan konsumen tersebut mengenai apa yang dibeli dan apa yang dikonsumsi.


(15)

Proses pembelajaran yang telah dilalui oleh seseorang akan membuatnya mendapatkan keyakinan dan sikap. Keyakinan merupakan pemikiran deskriptif seseorang mengenai sesuatu. Sedangkan sikap adalah evaluasi, perasaan dan kecenderungan seseorang terhadap suatu objek atau gagasan. Dengan pembelajaran konsumen akan memperoleh pengalaman mengenai tindakan yang telah dilakukan dan selanjutnya cenderung akan melakukan perubahan sikap/perilaku sesuai dengan pengalaman yang telah diperoleh.

2.8.2 Keputusan Pembelian

Keputusan pembelian dipengaruhi oleh karakteristik pribadi. Karakteristik tersebut meliputi usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep diri pembeli seperti penjelasan berikut menurut Kotler (2005), yaitu:

1. Usia dan tahap siklus hidup. Orang membeli barang dan jasa yang berbeda sepanjang hidupnya. Konsumsi juga dibentuk oleh siklus hidup keluarga, bersama dengan situasi keuangan dan minat produk yang berbeda-beda untuk masing-masing kelompok.

2. Pekerjaan dan lingkungan ekonomi. Semakin tinggi jabatan, semakin mahal pula produk-produk yang akan dibeli sesuai dengan keadaan ekonomi mereka masing-masing.

3. Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menngambarkan keseluruhan diri seseorang yang berinteraksi dengan lingkungannya.

4. Kepribadian dan konsep diri. Kepribadian adalah karakteristik psikologi seseorang yang berbeda dengan orang lain yang menyebabkan tanggapan yang relative konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungannya juga berhubungan dengan konsep diri yaitu bagaimana ia memandang dirinya.


(16)

2.8.3 Proses Keputusan Pembelian

Proses keputusan pembelian konsumen tidak muncul begitu saja, tetapi melewati beberapa tahapan tertentu. Menurut Kotler (2007) keputusan konsumen melewati lima tahapan yaitu pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan perilaku pasca pembelian seperti yang terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Proses pembelian (Kotler, 2005)

Proses pembelian konsumen dimulai ketika konsumen mulai mengenali masalah atau kebutuhan yaitu dimana terdapat perbedaan antara keadaan yang diinginkan dan keadaan yang sebenarnya terjadi. Untuk mencapai kebutuhan yang diinginkan konsumen harus mencari informasi mengenai produk yang sesuai dengan kebutuhan. Konsumen akan mencari informasi yang disimpan dalam ingatan (pencarian internal) atau mendapatkan informasi yang relevan dengan keputusan dari lingkungan (pencarian eksternal). Setelah itu konsumen mendapatkan beberapa alternatif tentang beberapa produk unggulan yang sesuai kebutuhannya yang kemudian dievaluasi kembali untuk mendapatkan yang paling baik, selanjutnya memutuskan untuk membeli produk dari hasil evaluasi tersebut. Tahap selanjutnya yaitu konsumen mengambil tindakan lebih lanjut setelah membeli berdasarkan pada rasa puas atau tidak. Yang menentukan pembeli merasa puas atau tidak terletak pada hubungan antara harapan konsumen dengan prestasi yang diterima dari produk.

2.9. Definisi Gender

Menurut Kasali (1998) identitas gender merupakan komponen penting dalam pemasaran. Masyarakat memiliki kecendrungan untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan budayanya mengenai peranan-peranan gendernya. Di suatu masyarakat terdapat nilai-nilai yang membatasi

Pengenalan Kebutuhan

Pencarian Informasi

Evaluasi Alternatif

Keputusan Pembelian

Perilaku Pasca Pembelian


(17)

ruang gerak wanita, sedangkan di masyarakat lainnya sama sekali tidak. Namun pendidikan dan pembangunan ekonomi secara perlahan-lahan merubah mitos ini. Terdapat beberapa mitos (stereotyping) mengenai gender, sebagai berikut (Kasali, 1998):

1. Wanita adalah pembelanja

Yang benar: Wanita terbiasa dengan small-ticket items, tetapi sekarang, wanita mulai memiliki posisi tawar-menawar yang lebih kuat dalam rumah tangga.

2. Pria adalah pengambil keputusan untuk big-ticket items (seperti mobil, barang-barang durabel, travel dan sebagainya).

Yang benar: Kalau wanita lebih berpendidikan dan posisi tawar-menawarnya lebih kuat,big-ticket itemsdiputuskan bersama-sama.

3. Anak-anak adalah tanggung jawab ibu

Yang benar: Trennew man melahirkan pasangan baru yang merawat anak bersama-sama.

4. Dunia kerja adalah dunia laki-laki

Yang benar: Wanita diperkotaan cenderung bekerja 5. Wanita adalah emosional, sedangkan pria adalah rasional

Yang benar: Pria pun bisa emosional bila berhadapan dengansmall-ticket items.

Saat berbelanja pria cenderung lebih rasional daripada wanita. Pria lebih sering menggunakan akalnya sebelum memutuskan membeli sesuatu, sedangkan wanita lebih mengandalkan naluri dan emosinya. Mitos ini disebabkan oleh kebiasaan kebiasaan barang yang dibeli, atau gender-typed products. Seperti dijelaskan dalam mitos sebelumnya, wanita lebih terbiasa berbelanja kebutuhan-kebutuhan sehari- hari, yang cenderung melibatkan sentuhan sentuhan emosional. Iklan-iklan produk low-imvolvement ini cenderung emosional. Sedangkan big-ticket items yang disebut sebagai dunia pria merupakan produk-produk high-imvolvement.

Produk-produkhigh imvolvement cenderung melibatkan resiko yang lebih besar karena harganya mahal, ada masalah-masalah teknis yang harus dipelajari dan digunakan untuk waktu yang lebih panjang (Kasali, 1998).


(18)

2.10. Consumer Decision Model(CDM)

Consumer Decision Model(CDM) merupakan salah satu model yang dapat menganalisis efektivitas sebuah iklan terhadap pembelian. Menurut John Howard A dalam Durianto,dkk (2003) consumer Decision Model

(CDM) adalah suatu model dengan enam variabel yang saling berhubungan yaitu: Pesan Iklan (F, finding information), Pengenalan Merek (B, brand recognition), Kepercayaan Konsumen (C, confidence), Sikap Konsumen (A,

attitude), Niat Beli (I, intention) dan Pembelian Nyata. Consumer Decision Model (CDM) merupakan proses pembedaan dan pengelompokkan bentuk-bentuk pikiran konsumen, sebagaimana terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Consumer Decision Model (Durianto, 2003)

Alur model tersebut berawal dari penerimaan informasi atau pesan iklan (F) oleh konsumen. Informasi yang diterima dapat menyebabkan tiga kemungkinan pengaruh yang dimulai dari pengenalan merek oleh konsumen (B), tingkat kepercayaan (C), atau dari informasi itu yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan konsumen menunjukkan kesesuaian yang akan membentuk sikap (A). Kemudian dari pengenalan merek (B) selanjutnya dievaluasi apakah pengenalan tersebut sesuai dengan keinginan dan kebutuhan konsumen dimana kesesuaian tersebut akan membentuk sikap (A), dan menambah tingkat kepercayaan (C). Pengenalan merek mempunyai sumbangan berupa penguatan terhadap sikap dan keyakinan konsumen terhadap merek yang ditawarkan yang pada akhirnya kesemuanya mampu menimbulkan niat beli (I) dari konsumen. Hal ini tentu saja akan mampu mempengaruhi konsumen untuk melakukan pembelian yang nyata (P).

I P

F

C

B


(19)

1. Pesan Iklan (Information)

Pesan iklan yang ideal menurut Kotler (1998) dalam Durianto,dkk (2003), harus mampu menarik perhatian (attention), mempertahankan ketertarikan (interest), membangkitkan keinginan (desire), dan menggerakkan tindakan (action). Pesan dalam iklan seharusnya dapat menyatakan sesuatu yang dibutuhkan dan penting dalam suatu produk, menginformasikan sesuatu yang dibutuhkan dan penting dalam suatu produk, menginformasikan sesuatu yang eksklusif yang tidak ada pada produk lain sejenis, dapat dipercaya, dan dapat dibuktikan.

Menurut Howard dalam Durianto (2003), pesan iklan dalam

Consumer Decision Model (CDM) merupakan variabel penentu dari keenam variabel. Consumer Decision Model (CDM) menunjukkan bahwa pesan iklan dapat menyebabkan calon pembeli mengenal suatu merek, mengevaluasi merek-merek yang dibutuhkan calon pembeli, menentukan sikap dan mengukur seberapa besar kepuasan konsumen terhadap suatu merek serta atribut-atribut lainnya dari suatu produk.

2. Pengenalan Merek (Brand Recognition)

Pengenalan merek sangat penting untuk mengetahui sampai sejauh mana pembeli mengetahui ciri-ciri suatu merek. Pengenalan ini memungkinkan terbentuknya sikap terhadap merek atau meningkatkan keyakinan konsumen pada suatu merek. Dalam hal ini, pengenalan merek merupakan pengenalan atribut merek secara fisik, seperti warna, ukuran, dan bentuk, sehingga kemasan dan desain produk sangat penting.

3. Sikap Konsumen (Attitude)

Sikap konsumen adalah faktor penting yang mempengaruhi keputusan konsumen. Sikap menunjukkan apa yang konsumen sukai dan tidak sukai. Dapat dikatakan bahwa sikap merupakan respon evaluatif. Respon hanya akan dapat timbul jika individu dihadapkan pada suatu rangsangan yang menghendaki adanya reaksi individu.

Respon evaluatif merupakan bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap yang muncul yang didasari proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap rangsangan dalam bentuk nilai baik dan


(20)

buruk, menyenangkan dan tidak menyenangkan, positif dan negatif, yang kemudian akan menjadi potensi dan reaksi terhadap suatu objek.

Sumarwan (2003) menyatakan bahwa sikap konsumen adalah faktor penting yang akan mempengaruhi keputusan konsumen. Sikap konsumen terhadap suatu produk, baik itu positif, negatif, maupun netral akan mempengaruhi perilaku atau tindakan konsumen terhadap produk tersebut. Apabila konsumen memiliki sikap yang positif terhadap suatu merek, maka kemungkinan ia untuk mempunyai niat beli semakin besar. Namun, apabila sikap konsumen terhadap suatu merek adalah negatif, maka akan terdapat kemungkinan konsumen tidak akan memilih merek tersebut untuk ia beli. Konsumen yang memiliki sikap netral merupakan sasaran bagi para produsen untuk mempengaruhi konsumen tersebut agar berubah sikap.

4. Kepercayaan Konsumen (Confidence)

Menurut Mowen dan Minor dalam Sumarwan (2003), kepercayaan konsumen adalah pengetahuan konsumen mengenai suatu objek, atributnya, dan manfaatnya. Kepercayaan konsumen menyangkut kepercayaan bahwa suatu produk memiliki atribut dan manfaat dari berbagai atribut tersebut. Berdasarkan konsep tersebut dapat disimpulkan bahwa kepercayaan yang dialami oleh konsumen tergantung dari pengetahuan atau informasi yang dimiliki oleh konsumen mengenai produk tersebut. Pengetahuan atau informasi tersebut dapat konsumen temui melalui pesan iklan yang disampaikan oleh produsen melalui iklan televisi yang ditayangkan secara berulang-ulang.

5. Niat Beli (Intention)

Niat untuk membeli merupakan sesuatu yang berhubungan dengan rencana konsumen untuk membeli produk tertentu, serta berapa banyak unit produk yang dibutuhkan pada periode tertentu. Niat beli merupakan pernyataan mental konsumen yang merefleksikan rencana pembelian sejumlah produk dengan merek tertentu. Pengetahuan akan niat beli sangat diperlukan para pemasar untuk mengetahui niat konsumen terhadap suatu


(21)

produk maupun untuk memprediksi perilaku konsumen di masa mendatang.

6. Pembelian Nyata (Purchase)

Pembelian nyata merupakan saat konsumen membayar atau membuat surat hutang dalam jumlah tertentu untuk membeli suatu produk pada waktu tertentu. Pembelian nyata muncul karena konsumen sudah mempunyai niat untuk membeli suatu produk. Pembelian nyata merupakan sasaran akhir Consumer Decision Model (CDM), baik untuk konsumen yang baru pertama kali membeli ataupun untuk konsumen yang melakukan pembelian ulang.

Berdasarkan pendekatan CDM, pengukuran efektivitas iklan digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel F (pesan iklan), B (pengenalan merek), C (keyakinan konsumen), dan A (sikap konsumen) terhadap I (niat beli) suatu merek atau produk dan juga untuk mencari informasi, apakah terdapat variabel antara dan variabel bukan antara dari B (pengenalan merek), C (keyakinan konsumen) dan A (sikap konsumen) yang dapat mempengaruhi F (pesan iklan) terhadap I (niat beli).

2.11. Penelitian Terdahulu

Ratono (2010) yang mengambil judul penelitian tentang Analisis

Partial Least Squeares untuk Mengembangkan Model Critical Success Factors dalam Implementasi Enterprise Resource Planning SAP pada Industri Kecil dan Menengah (Kasus PT Java di Cirebon, Jawa Barat) dari Analisis ini mengungkapkan bahwa dari hasil analisis model inner, diketahui bahwa CSF utama yang sangat mempengaruhi secara langsung kesuksesan implementasi ERP adalah CRF budaya, kemudian diikuti oleh CSF dan mempunyai pengaruh lansung dan lemah adalah CSF Technical.

Pujasari (2011) yang mengambil judul penelitian tentang Analisis Efektivitas Social Media Dan Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Es Krim Wall’s Magnum Berdasarkan Karakteristik Pengeluaran (Studi Kasus Mahasiswa Program Strata 1 IPB) dari Analisis mengungkapkan informasi yang disampaikan oleh produsen Wall’s


(22)

magnum melalui social media berperan efektif terhadap variabel pembelian nyata.

Ferdiansyah (2010) yang mengambil judul penelitian tentang Analisis Perilaku Konsumen dalam Proses Keputusan Pembelian Laptop Berdasarkan Gender pada Mahasiswa Strata 1 Institut Pertanian Bogor dari analisis mengungkapkan berdasarkan analisis diskriminan berdasarkan gender terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pembelian laptop.


(23)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini dimulai dari pemikiran tentang peremajaan es krim Wall’s Magnum, merubah konsep menjadi blow me awaydengan pengalaman yang kompleks dan berkelas sehingga konsumen akan pindah ke kualitas yang lebih tinggi dari Wall’s Magnum standar. Hal ini dilakukan karena produk Magnum pada Product Life Cycle-nya tengah menghadapi masa penurunan. Lalu berlanjut dengan melakukan komunikasi pemasaran dengan melakukan promosi salah satunya melalui social media. Dari hal tersebut akan dilihat efektivitas social media es krim Wall’s Magnum terhadap proses keputusan pembelian yang dianalisis menggunakan Consumer Decision Modeldan Analisis Model Struktural (SEM).

Dalam melihat dan menilai sesuatu, laki-laki dan perempuan memiliki sudut pandang yang berbeda. Informasi tentang Wall’s Magnum di sosial media yang ditayangkan mengacu pada konsumen, konsumen sendiri terdiri dari duagender, yaitu laki-laki dan perempuan yang seharusnya akan berbeda dalam mengambil keputusan apa varian es krim Wall’s Magnum yang mereka pilih, lalu dianalisis menggunakan analisis diskriminan. Konsumen yang masuk dalam penelitian ini adalah mahasiswa Strata-1 Institut Pertanian Bogor, yang akan dilihat dalam pengambilan keputusan pembelian antara laki-laki dan perempuan. Keputusan pembelian konsumen yang didasarkan pada niat beli terlebih dahulu dipengaruhi oleh perbedaan individu, lingkungan, dan proses psikologis. Selanjutnya, hasil yang didapatkan dalam penelitian ini dapat menjadi bahan rekomendasi untuk membuat kebijakan pemasaran oleh produsen es krim Wall’s Magnum. Untuk lebih jelasnya, kerangka pemikiran operasionalnya dapat dilihat pada Gambar 4.


(24)

Gambar 4. Kerangka pemikiran penelitian

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) yang berlokasi di Darmaga, Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Data yang digunakan dari penelitian terdahulu yang berjudul “Analisis Efektivitas Social Media dan Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Es Krim Wall’s Magnum Berdasarkan Karakteristik Pengeluaran (Studi Kasus Mahasiswa Program Strata 1 IPB)” dimana respondennya adalah mahasiswa Strata-1 IPB yang dilakukan pada bulan Febuari sampai dengan Maret 2011.

Rekomendasi Kebijakan Pemasaran Komunikasi Pemasaran

Promosi melalui social media

Efektivitas social media es krim Wall’s Magnum

Analisis Model Struktural

(SEM)

Consumer Decision Model (CDM)

Peremajaan Produk Wall’s Magnum

Faktor-faktor keputusan pembelian varian es krim

Wall’s Magnum pada pengguna social media berdasarkan gender


(25)

3.3. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari peneliti sebelumnya, yaitu oleh Syifa Ratna Pujasari yang berjudul “Analisis Efektivitas Social Media Dan Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Es Krim Wall’s Magnum Berdasarkan Karakteristik Pengeluaran (Studi Kasus Mahasiswa Program Strata 1 IPB)” .

3.4. Metode Analisis Data

Analisis data yang digunakan digunakan dalam penelitian ini adalah

Consumer Decision Model(CDM), SEM, dan Analisis Diskriminan.

1. Consumer Decision Model(CDM)

Consumer Decision Model (CDM) adalah suatu model dengan 6 variabel yang saling berhubungan, yaitu: Pesan Iklan (F, finding information), Pengenalan Merek (B, brand recognition), Kepercayaan Konsumen (C, confidence), sikap Konsumen (A, attitude), Niat Beli (I, intention) dan Pembelian nyata (P, purchase). Untuk mengetahui efektivitas iklan dengan menggunakan CDM digunakan analisis bentuk hubungan dan analisis keeretan hubungan. Pengaruh langsung suatu

variable independent terhadap variable dependent ditelusuri dengan analisis regresi.

Gambar 5. Consumer Decision Model (Durianto, 2003)

Analisis regrasi yang digunakan memperhatikan prinsip parsimony, yaitu semakin sederhana suatu model semakin bagus model tersebut dan

I P

F

C

B


(26)

dengan pertimbangan efisiensi dan kemudahan pemahaman model tersebut dari sisi pengguna. Dengan pertimbangan tersebut maka digunakan analisis regresi linier sederhana. Model populasi yang digunakan adalah:

= + + ………...(1) dalam hal ini:

= variabel dependen = variabel independent = model intersep = parameter regresi = error term

Pada persamaan tersebut akan dianalisis persamaan regresi sederhana antara variabel pesan iklan (F) dengan pengenalan merek (B), pesan iklan (F) dengan kepercayaan konsumen (C), pesan iklan (F) dengan sikap konsumen (A), dengan variabel pesan (F) menjadi variabel independen dan variabel B, C, A menjadi variabel dependen. Persamaan berikutnya, persamaan regresi antara variabel pengenalan merek (B) dengan kepercayaan konsumen (C), pengenalan merek (B) dengan sikap konsumen (A). pada kedua persamaan tersebut, variabel B sebagai variabel independen dan variabel C dan A sebagai variabel dependen. Persamaan regresi berikutnya akan dianalisis persamaan regresi sederhana antara variabel niat beli (I) dengan kepercayaan konsumen (C), dan niat beli (I) dengan sikap konsumen (A), dengan variabel I menjadi variabel dependen dan variabel C dan A menjadi variabel independen. Terakhir, persamaan regresi sederhana antara variabel niat beli (I) dengan variabel pembelian nyata (P). pada persamaan tersebut, variabel I sebagai variabel independen dan variabel P sebagai variabel dependen.

2. Structural Equation Modeling (SEM)

Menurut Bollen (1989) Model persamaan struktural (Structural Equation Modelling) adalah generasi kedua teknik analisis multivariat yang memungkinkan peneliti menguji hubungan antara variabel yang kompleks baik recursive maupun non-recursive untuk memperoleh


(27)

gambaran menyeluruh mengenai keseluruhan model. SEM dapat menguji model struktural dan model pengukuran secara bersama-sama. Metode SEM digunakan untuk menganalisis hubungan sebab akibat (kausal) yang rumit, dimana di dalamnya terdapat variabel laten dan variabel indikator. SEM menggambarkan keterkaitan hubungan linear secara simultan variabel-variabel pengamatan, yang sekaligus melibatkan variabel laten yang tidak dapat diukur secara langsung (Bollen,1989).

Langkah pertama yang dilakukan dalam menafsirkan model adalah mengevaluasi model yang dibangun. Evaluasi suatu model penting dilakukan untuk mengetahui baik atau tidaknya suatu model. Dalam analisis SEM tidak ada alat uji statistik tunggal untuk menguji hipotesis mengenai model, sehingga digunakan beberapa fit index untuk menguji kebenaran-kebenaran model (Hair, et al, 1998). Langkah-langkah

Structural Equation Modelling (SEM) yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Pengembangan model berbasis konsep dan teori

Pada tahap ini dilakukan telaah teori yang mendalam sebagai variabel moderating. Pada tahap ini juga ditentukan variabel laten dan variabel indikator berdasarkan teori.

b. Mengkonstruksi diagram path

Pada tahap ini variabel laten dan indikator dibentuk dalam diagram path

agar lebih memahami bentuk hubungan antar variabel.

c. Konversi diagram path ke model struktural

Pada tahap ini model struktural dan model pengukuran digambarkan lebih jelas.

d. Memilih matriks input

Pada tahap ini matriks input dipilih dan dimasukkan ke dalam perhitungan.


(28)

e. Solusi standar model dan evaluasi goodness of fit index

Pada tahap ini matriks input diolah dan dinilai goodness of fit index dari model standar. Menurut Ghozali dan Fuad (2005), suatu indeks yang menunjukkan bahwa suatu model adalah fit tidak memberikan jaminan bahwa model memang benar-benar fit. Sebaliknya, suatu indeks fit yang menyimpulkan bahwa model buruk tidak memberikan jaminan bahwa model tersebut benar-benar buruk. Dalam SEM, peneliti tidak boleh hanya bergantung pada suatu indeks atau beberapa indeks fit, tetapi sebaiknya mempertimbangkan seluruh indeks fit. Ukuran yang dapat digunakan sebagai patokan kesesuaian model dalam SEM adalah sebagai berikut :

1. Nilai Chi-Square dan Probabilitas (P)

Ukuran ini pada dasarnya merupakan pengujian seberapa dekat matriks hasil dugaan dengan matriks data asal dengan menggunakan uji chi-square. Semakin kecil nilai ukuran maka model yang digunakan semakin baik. Untuk memperoleh chi-square relative dan chi-square biasanya dibandingkan dengan nilai derajat bebas. Model yang baik membutuhkan nilai chi-square

yang lebih kecil daripada derajat bebasnya. Nilai p berkisar antara 0 sampai 1 dan model persamaan struktural akan semakin baik jika nilai p mendekati 1.

2. Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA)

RMSEA mengukur penyimpangan nilai parameter pada suatu model dengan matriks kovarians populasinya (Browne dan Cudeck

dalam Ghozali dan Fuad, 2005) atau dapat dikatakan RMSEA mengukur kedekatan suatu model terhadap populasi. Suatu model dikatakan baik jika RMSEA kurang dari 0,05, cukup apabila kurang dari 0,1 dan buruk apabila lebih dari 0,1.


(29)

3. Root Mean Square Residuals (RMR)

Ukuran ini menunjukkaan niiai sisaan dari kovarian suatu model yang dibangun. Suatu model dikatakan baik jika nilai sisanya lebih kecil dari 0,1. Nilai sisaan yang semakin kecil dan mendekati 0, maka model dikatakan semakin baik.

4. Goodness of Fit Index (GFI)

GFI merupakan suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar model mampu menerangkan keragaman data. Nilai GFI harus berkisar 0-1 Batas minimal 0,9 merupakan patokan model dapat dikatakan baik. Model yang nilainya lebih besar dari 0,9 berarti model semakin baik.

5. Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI)

Ukuran ini merupakan modifikasi dari GFI dengan mengakomodasi derajat bebas model lain yang dibandingkan. AGFI sebesar 1 menunjukkan bahwa model memiliki perfect fit. Model yang dikatakan fit adalah model yang memiliki AGFI 0,9.

f. Interpretasi model

Langkah terakhir adalah menginterpretasi model solusi standar, yaitu melihat besarnya kontribusi variabel indikator terhadap variabel laten dan besarnya pengaruh variabel laten.

3. Analisis Diskriminan

Analisis diskriminan adalah sebuah teknik untuk menganalisis data ketika kriterion atau variabel dependen bersifat katagoris dan prediktor atau variabel independen bersifat interval atau rasio (Malhotra, 2005). Penelitian ini menggunakan metode analisis diskriminan metode linier, dimana variabel independen dimasukkan ke dalam model berdasarkan kemampuan variabel independen tersebut dalam melakukan diskriminan antar grup. Metode ini cocok digunakan jika banyak variabel independen yang dilibatkan dan peneliti ingin menyederhanakan model dengan memilih variabel independen terbaik untuk dimasukkan kedalam model (Malhotra, 2005).


(30)

Model analisis diskriminan dengan kombinasi analisis linear adalah sebagai berikut (Hair et.al., 1998) :

Zk = a + W1X1k + W2X2k + ...+ WnXnk ... (5) Keterangan:

Zk : Skor Diskriminan a : Intersep

X : Variabel Independen W : Bobot Diskriminan Skala Pengukuran

Teknik skala pengukuran adalah teknik yang digunakan untuk mengukur variabel yang akan diteliti sedangkan tujuan teknik skala pengukuran adalah untuk mengklasifikasikan variabel yang akan diukur agar tidak terjadi kesalahan dalam menetukan analisis data dan langkah penelitian selanjutnya. Teknik skala pengukuran ada empat yaitu: (1) skala nominal; (2) skala ordinal; (3) skala interval; (4) skala rasio (Rangkuti, 1997). skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala likert (ordinal) dan skala interval.

Skala likert yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1, 2, 3, 4, dan 5, yang menunjukkan tingkat kepentingan dari variabel masing-masing yang diuji. Skala likert adalah ukuran gabungan yang didasarkan pada struktur intensitas pertanyaan-pertanyaan.

Skala interval adalah tingkatan, juga diasumsikan mempunyai jarak yang pasti antara satu kategori dan kategori lain dalam satu variabel. Dengan demikian, skala likert sebenernya bukan skala, melainkan suatu cara yang lebih sistematis untuk memberi skor pada indeks. Menurut Joreskog (2002), variabel ordinal tidak memiliki keaslian suatu unit pengukuran. Mean, variasi, dan kovarian dari variabel ordinal tidak memiliki arti. Variabel ordinal bukanlah suatu variabel yang kontinyu dan tidak seharusnya dipkai dalam penelitian. Oleh karena itu, variabel ordinal perlu dikonversi menjadi variabel interval sehingga dapat diketahui jaraknya (Hays dalamWaryanto, 2006).


(31)

4. Penerapan Manajerial Metode Analisis Data

Penggunaan Consumer Decision Model (CDM) untuk mengetahui alur-alur yang dapat dilalui oleh konsumen mulai dari pesan iklan hingga melakukan pembelian nyata. Analisis Consumer Decision Model ini didukung dengan menggunakan alat analisisStructural Equation Modeling

(SEM) yang diperlukan untuk memperhitungkan alur yang efektif dalam mencapai pembelian nyata. Setelah mendapatkan alur yang efektif maka perlu dianalisis lebih lanjut dengan menggunakan alat analisis diskriminan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian varian es krim Wall’s Magnum pada pengguna social media berdasarkan


(32)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Produk

PT. Unilever Indonesia, Tbk dengan merek produk Wall’s merupakan salah satu perusahaan es krim di Indonesia. Hadir di Indonesia pada tahun 1992, kini Wall’s telah memiliki 13 merek dan lebih dari 40 varian. Wall’s terus menerus berinovasi menciptakan produk untuk memenuhi kepuasan pelanggan di segala segmen. Salah satu produk Wall’s adalah es krim Wall’s Magnum. Setelah ada di Indonesia sejak tahun 1994, Wall’s Magnum melakukan peremajaan produk pada tahun 2010 ini terlihat pada bahan baku yang dipakai, teknologi yang digunakan, dan desain kemasan serta memperkenalkan tiga varian baru yaitu Wall’s Magnum Classic, Wall’s Magnum Almond, Wall’s Magnum Chocolate Truffle. Wall’s Magnum memposisikan produknya sebagai produk es krim untuk masyarakat kalangan menengah-atas.

Beberapa tahun belakangan ini perkembangan pesat social media seperti seperti Facebook dan Twitter sangat berperan penting dalam penerapan strategi pemasaran suatu produk. Penggunaan social media ini salah satunya tidak terlepas dari strategi pemasaran word of mouth (WOM) oleh Wall’s Magnum. Para pihak pemasar Wall’s Magnum telah menyadari betapa pentingnya dampak pemasaran word of mouth melalui social media sehingga produsen memfasilitasi penyampaian informasi ke konsumen melalui akun MyMagnumID di Facebook dan Twitter. Salah satu strategi pemasaran word of mouth adalah ketika dilakukan grand launching Magnum yang turut mengundang berbagai kalangan sosialita dan selebritas yang memiliki banyak penggemar. Setelah para undangan mencoba Wall’s Magnum dan memberikan komentar di social media maka para penggemarnya akan dibuat efek penasaran dan ingin mencoba Wall’s Magnum tersebut. Kondisi ini menyebabkan terjadinya penyebaran informasi Wall’s Magnum secara word of mouth yang difasilitasi oleh social media dan memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap penjualan es krim Wall’s Magnum.


(33)

Akun social media ini juga dikelola oleh Wall’s Magnum untuk berperan aktif dalam memberikan informasi terbaru dan merespon setiap konsumen yang mengirim pesan atau komentar kepada akun MyMagnumID. Selain itu, MyMagnumID menyiapkan istilah Magnum Seeker yang berarti pencari es krim Wall’s Magnum. Magnum Seeker bertugas menginformasikan dimana produk es krim Wall’s Magnum dapat diperoleh dan anggotanya adalah konsumen Wall’s Magnum itu sendiri. Hal ini berkaitan dengan fenomena kelangkaan distribusi produk Magnum di pasaran.

4.2. Karakteristik Umum Responden

Responden penelitian sebanyak 100 mahasiswa strata 1 Institut Pertanian Bogor. Responden harus memenuhi dua kriteria, yaitu pernah melihat informasi, iklan, atau status updates mengenai es krim Wall’s Magnum di social mediadan pernah mengkonsumsi es krim Wall’s Magnum.

Karakteristik responden dapat dibedakan berdasarkan jenis kelamin, pengeluaran bulanan, varian yang disukai, pembelian es krim jika produk Wall’s Magnum tidak ada, tempat pembelian, frekuensi meng-update status tentang Wall’s Magnum, kepemilikan akun social media, meng-update status tentang Wall’s Magnum setelah pembelian produk, meng-update status tentang Wall’s Magnum setelah tidak mendapatkan produk, terdorong untuk membeli dan mencari es krim Wall’s Magnum, jumlah teman selebritis di social media, melihat teman selebritis meng-update tentang Wall’s Magnum di social media.

Tabel 3. Karakteristik Mahasiswa Strata 1 IPB

Karakteristik Sampel Mahasiswa S1 IPB Persentase (%) Jenis Kelamin:

Laki-laki Perempuan

80 20

Total 100

Pengeluaran Bulanan: ≤ Rp 800.000

> Rp 800.000

34 66

Total 100

Varian yang Paling Disukai: Classic

Almond

46 40


(34)

Lanjutan Tabel 3.

Chocolate Truffle 14

Total 100

Pembelian Es Krim jika produk Wall’s Magnum tidak ada:

1. Tidak jadi membeli es krim

2. Memberi es krim Wall’s selain merek Magnum 3. Membeli es krim merek lain

39 55 6 Total 100 Tempat Pembelian: Warung Minimarket Supermarket 6 41 53 Total 100

Frekuensi Meng-Update Status Tentang Wall’s Magnum:

1 – 3 kali 4 – 6 kali 7 – 10 kali

93 5 2

Total 100

Kepemilikan Akun Social Media:

Facebook Twitter Friendster Kaskus Blog Tumblr Plurk Lainnya 27.16 23.10 19.29 5.08 16.23 4.82 1.78 2.54 Total 100

Meng-Update Status Tentang Wall’s Magnum Setelah Pembelian Produk:

Ya Tidak

55 45

Total 100

Meng-Update Status Tentang Wall’s Magnum Setelah Tidak Mendapatkan Produk:

Ya Tidak

32 68

Total 100

Terdorong untuk membeli dan mencari es krim Wall’s Magnum: Ya Tidak 76 24 Total 100


(35)

Lanjutan Tabel 3.

Jumlah Teman Selebritis Di Social Media: 1 – 15 orang

16 – 30 orang 31 – 45 orang 46 – 60 orang

84 13 2 1

Total 100

Melihat Teman Selebritis Meng-Update Tentang Wall’s Magnum Di Social Media:

Pernah Tidak Pernah

22 78

Total 100

Sumber: Data Sekunder (2011)

4.3. Analisis Efektivitas Social MediaEs Krim Wall’s Magnum

Menganalisis efektivitas sosial media terhadap penyampaian informasi sangatlah penting, hal ini terkait dengan teknologi social media

yang dapat menyebarkan informasi secara cepat dan banyak dari berbagai sumber sehingga tercipta metode promosi word of mouthdi dunia maya. Hal ini perlu ditindaklanjuti apakah informasi yang ada di sosial media sama dengan informasi yang ingin disampaikan oleh produsen guna merumuskan strategi pemasaran selanjutnya.

Pada penelitian ini pengukuran efektivitas social mediamenggunakan

Consumer Decision Model (CDM). CDM adalah sebuah model dengan variabel yang saling berhubungan, yaitu pesan iklan yang terapkan menjadi informasi di social media (F, finding information), pengenalan merek (B, brand recognition), kepercayaan konsumen (C, confidence), sikap konsumen (A, attitude), niat beli (I, intention), dan pembelian nyata (P, purchase). Model ini menggunakan analisis model struktural.

4.3.1 Analisis Model Struktural

4.3.1.1 Uji Kecocokan Model (Goodness of Fit Statistics)

Model Struktural dibentuk berdasarkan Model Consumer Decision Model (CDM). Model yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 6.


(36)

Gambar 6. Path diagram koefisien estimasi model struktural

F adalah variabel pesan iklan yang merupakan variabel laten bebas, pembentukan variabel dasar F dipengaruhi oleh variabel bebas F1 sampai F5 dan EF1 sampai EF5 merupakan eror yang tercipta dari perhitungan. B adalah variabel pengenalan merek yang merupakan variabel laten, pembentukan variabel dasar B dipengaruhi oleh variabel bebas B1 sampai B5 dan BE, EB1 sampai EB5 merupakan eror yang tercipta dari perhitungan. C adalah variabel kepercayaan konsumen yang merupakan variabel laten, pembentukan variabel dasar C dipengaruhi oleh variabel bebas C1 sampai C5 dan CE, EC1 sampai EC5 merupakan eror yang tercipta dari perhitungan. A adalah variabel sikap konsumen yang merupakan variabel laten, pembentukan variabel dasar A dipengaruhi oleh variabel bebas A1 sampai A5 dan AE, EA1 sampai EA5 merupakan eror yang tercipta dari perhitungan. I adalah variabel niat beli yang merupakan variabel laten, pembentukan variabel dasar I dipengaruhi oleh variabel bebas I1 sampai I5 dan IE, EI1 sampai EI5 merupakan eror yang tercipta dari perhitungan. P adalah variabel pembelian nyata yang merupakan variabel laten, pembentukan variabel dasar P dipengaruhi oleh variabel


(37)

bebas P1 sampai P5 dan PE, EP1 sampai EP5 merupakan eror yang tercipta dari perhitungan.

Selanjutnya adalah mengetahui tingkat kecocokan model dengan data yang didapat dari penelitian. Pada penelitian ini digunakan 10 uji model fit untuk mengetahui tingkat kebaikan model yang ada. Uji kecocokan model yang digunakan, yaitu chi-square,RMSEA, RMR, GFI, AGFI, NFI, RFI, AIC, CAIC, ECVI (lampiran 1). Maka nilai-nilai yang dihasilkan dalam uji kecocokan model ditampilkan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Hasil uji kecocokan model struktural Ukuran

GOF

Target Tingkat Kecocokan

Hasil Estimasi Tingkat Kecocokan Chi Square

P

Nilai lebih kecil dari saturated 0.05≤ P ≤ 1

Default: 1147.597

Independence: 1694.669 P = 0.00

Cukup Baik

(Close Fit)

RMSEA ≤ 0.05 0.137 Kurang

Baik

RMR ≤ 0.1 0.113 Kurang

Baik GFI Nilai antara 0-1

Baik : ≥ 0.9

0.532 Cukup Baik

(Close Fit)

AGFI Nilai antara 0-1 Baik : ≥ 0.9

0.454 Cukup Baik

(Close Fit)

NFI Nilai antara 0-1 Baik : ≥ 0.9

0.323 Cukup Baik

(Close Fit)

RFI Nilai antara 0-1 Baik : ≥ 0.9

0.260 Cukup Baik

(Close Fit)

AIC Nilai yang kecil dan dekat dengan AIC saturated

Default: 1281.597

Saturated: 930.00

Independence : 1754.669

Cukup Baik

(Close Fit)

CAIC Nilai yang kecil dan dekat dengan CAIC saturated

Default : 1523.143

Saturated: 2606.404

Independence: 1862.824

Baik (good fit)

ECVI Nilai yang kecil dan dekat dengan ECVI saturated

Default : 12.945

Saturated: 9.394

Independence: 17.724

Cukup Baik

(Close Fit)

Sumber: Data Sekunder, Diolah (2011)

Berdasarkan hasil dari pengolahan data, didapat nilai chi-square

adalah 1147.597 dan nilai probalitas chi-squre adalah 0.00 yang berarti model cukup baik. Pada nilai RMSEA yang dihasilkan oleh model adalah


(38)

0.137, ini melebihi dari 0.05 yang berarti model kurang baik. Pada nilai RMR yang dihasilkan oleh model adalah 0.113, ini melebihi dari 0.1 yang berarti model kurang baik. Pada nilai GFI yang dihasilkan oleh model adalah 0.532, ini diantara 0 sampai 1 tetapi tidak melebihi 0.9 yang berarti model cukup baik.

Pada nilai AGFI yang dihasilkan oleh model adalah 0.454, ini diantara 0 sampai 1 tetapi tidak melebihi 0.9 yang berarti model cukup baik. Pada nilai NFI yang dihasilkan oleh model adalah 0.323, ini diantara 0 sampai 1 tetapi tidak melebihi 0.9 yang berarti model cukup baik. Pada nilai RFI yang dihasilkan oleh model adalah 0.260, ini diantara 0 sampai 1 tetapi tidak melebihi 0.9 yang berarti model cukup baik.

Pada nilai AIC yang dihasilkan oleh model adalah 1281.597, ini di bawah nilai Independence tapi melebihi nilai Saturatedyang berarti model cukup baik. Pada nilai CAIC yang dihasilkan oleh model adalah 1523.143, ini di bawah nilai Saturated dan nilai Independence yang berarti model baik. Pada nilai ECVI yang dihasilkan oleh model adalah 12.945, ini di bawah nilai Independence tapi melebihi nilai Saturatedyang berarti model cukup baik.

4.3.1.2 Analisis Pengaruh antar Variabel

Mengetahui pengaruh antar variabel laten bebas dan variabel laten terikat perlu dilakukan analisis lebih lanjut yaitu dengan menganalisis nilai P (probability) dan nilai estimate. Jika nilai P lebih kecil dari 0.05, maka H0 ditolak. H0 merupakan tidak adanya hubungan yang nyata (tidak signifikan). H1merupakan adanya hubungan yang nyata (signifikan). Jika nilai estimate lebih besar dari 0.5, nilai ini menunjukkan indikator dapat menunjukkan konstruk yang ada. Oleh karena itu, antar variabel baru dapat dikatakan mempunyai pengaruh jika nilai P lebih kecil dari 0.05 dan nilai estimate lebih besar dari 0.5.


(39)

Tabel 5. Regression Weights

Estimate S.E. C.R. P B <--- F 0.743 0.275 2.696 0.007 C <--- F -1.022 0.425 -2.406 0.016 A <--- F -0.458 0.251 -1.826 0.068 C <--- B 1.871 0.639 2.927 0.003 A <--- B 0.840 0.405 2.073 0.038 I <--- C -0.313 0.397 -0.788 0.431 I <--- A 1.522 1.069 1.423 0.155 P <--- I 0.894 0.423 2.114 0.035 Sumber: Data Sekunder, Diolah (2011)

Berdasarkan tabel 5, hubungan antara B (pengenalan merek) dengan F (pesan iklan) menghasilkan nilai P (probability) sebesar 0.007 dan nilai estimate sebesar 0.743, maka H0 ditolak, yang berarti ada hubungan yang nyata dan dapat menjelaskan konstruk yang ada. Ini menunjukan bahwa pesan iklan yang disampaikan Wall’s Magnum menciptakan pengenalan merek.

Hubungan antara C (kepercayaan konsumen) dengan F menghasilkan nilai P sebesar 0.016 dan nilai estimate sebesar -1.022, maka H0 ditolak, yang berarti ada hubungan yang nyata tetapi tidak dapat menjelaskan konstruk yang ada. Ini menunjukan bahwa pesan iklan yang disampaikan Wall’s Magnum tidak menciptakan kepercayaan konsumen.

Hubungan antara A (sikap konsumen) dengan F (pesan iklan) menghasilkan nilai P sebesar 0.068 dan nilai estimate sebesar -0.458, maka H0 diterima, yang berarti tidak ada hubungan yang nyata dan tidak dapat menjelaskan konstruk yang ada. Ini menunjukan bahwa pesan iklan yang disampaikan Wall’s Magnum tidak menciptakan sikap kepada konsumen.

Hubungan antara C (kepercayaan konsumen) dengan B (pengenalan merek) menghasilkan nilai P sebesar 0.003 dan nilai estimate sebesar 1.871, maka H0ditolak, yang berarti ada hubungan yang nyata dan dapat menjelaskan konstruk yang ada. Ini menunjukan bahwa pengenalan merek yang terjadi pada Wall’s Magnum menciptakan kepercayaan konsumen.

Hubungan antara A (sikap konsumen) dengan B (pengenalan merek) menghasilkan nilai P sebesar 0.038 dan nilai estimate sebesar


(40)

0.840, maka H0ditolak, yang berarti ada hubungan yang nyata dan dapat menjelaskan konstruk yang ada. Ini menunjukan bahwa pengenalan merek yang terjadi pada Wall’s Magnum menciptakan sikap konsumen.

Hubungan antara I (niat beli) dengan C (kepercayaan konsumen) menghasilkan nilai P sebesar 0.431 dan nilai estimate sebesar -0.313, maka H0 diterima, yang berarti tidak ada hubungan yang nyata dan tidak dapat menjelaskan konstruk yang ada. Ini menunjukan bahwa kepercayaan konsumen yang terjadi pada Wall’s Magnum tidak menciptakan niat beli pada konsumen.

Hubungan antara I (niat beli) dengan A (sikap konsumen) menghasilkan nilai P sebesar 0.155 dan nilai estimate sebesar 1.522, maka H0 diterima, yang berarti tidak ada hubungan yang nyata tetapi dapat menjelaskan konstruk yang ada. Ini menunjukan bahwa sikap konsumen yang terjadi pada Wall’s Magnum menciptakan niat beli pada konsumen dengan kemungkinan yang lebih kecil.

Hubungan antara P (pembelian nyata) dengan I (niat beli) menghasilkan nilai P sebesar 0.035 dan nilai estimate sebesar 0.894, maka H0 ditolak, yang berarti ada hubungan yang nyata dan dapat menjelaskan konstruk yang ada. Ini menunjukan bahwa niat beli yang terjadi pada konsumen menciptakan pembelian nyata es krim Wall’s Magnum.

4.3.2 Hasil Analisis Consumer Decision Model (CDM)

Informasi di social media mengenai es krim Wall’s Magnum berpengaruh terhadap variabel-variabel yang diukur pada Consumer Decision Model sampai dengan variabel pembelian nyata seperti yang terlihat pada Gambar 7.

Berdasarkan hasil yang diperoleh, pesan iklan (F) yang disampaikan oleh Wall’s Magnum hanya dapat menciptakan pengenalan merek pada konsumen (B). pesan iklan tidak dapat menciptakan kepercayaan konsumen (C) dan sikap konsumen (A). Sedangkan, melalui pengenalan merek (B) yang terjadi pada Wall’s Magnum dapat menciptakan kepercayaan konsumen (C) dan sikap konsumen (A). Kepercayaan konsumen (C) tidak dapat dilanjutkan ke niat pembelian (I), tetapi melalui sikap konsumen (A)


(41)

dapat membuat niat pembelian konsumen (I) dan niat pembelian (I) dapat terjadinya sebuah pembelian nyata (P).

Gambar 7. Hasil Consumer Desicion Model (CDM) es krim Wall’s Magnum

Maka alur model efektivitas social media Wall’s Magnum dimulai dari penerimaan informasi atau pesan iklan (F) konsumen, hingga menciptakan pengenalan merek oleh konsumen (B). Kemudian menimbulkan kepembentukan sikap konsumen (A) sehingga terjadi niat pembelian oleh konsumen (I) dan akhirnya melakukan pembelian nyata es krim Wall’s Magnum (P).

4.4. Analisis Diskriminan

Metode analisis diskriminan digunakan untuk mengklasifikasikan antara variabel-variabel yang mendorong mahasiswa berdasarkan gender dalam pembelian es krim Wall’s Magnum dengan varian es krim Wall’s Magnum. Analisis ini berguna untuk mengetahui variabel-variabel apa saja yang mendorong mahasiswa berdasarkan gender dalam memilih varian es krim Wall’s Magnum. Terdapat tiga klasifikasi varian yaitu Wall’s Magnum Classic, Wall’s Magnum Almond, dan Wall’s Magnum Chocolate Truffle.

Berdasarkan data penelitian sebelumnya yang digunakan diperoleh hasil bahwa yang memenuhi dalam uji signifikan variabel berjumlah tiga bagian variabel, bagian pertama mengenai pengaruh lingkungan yang berjumlah 5 variabel, bagian kedua mengenai individu yang berjumlah 12 variabel, bagian ketiga mengenai psikologi yang berjumlah 3 variabel, total terdapat 20 variabel

Berpengaruh Tidak Berpengaruh F

C

A

I

B P

0.74 -1.02

-0.46

0.84 1.87

-0.31

1.52


(42)

prediktor, yaitu status kemahasiswaan, saran dari teman, saran dari keluarga, kondisi cuaca, saran dari wiraniaga, besarnya pengeluaran konsumen, pengetahuan varian es krim, bentuk kemasan, ukuran kemasan, harga, merek, manfaat, pengetahuan produk, tempat pembelian, kepercayaan, kepribadian, gaya hidup, iklan, media internet, dan pengalaman terdahulu.

Tabel 6. Penempatan klasifikasi varian es krim Wall’s Magnum pada laki-laki dan variabel-variabelnya

Discriminant Analysis: pilihan varian versus status mahas, saran teman, ... Linear Method for Response: pilihan varian

Predictors: status mahasiswa, saran teman, saran keluarga, kondisi cuaca, spg,besar pengeluaran, pengetahunan varian, bentuk kemasan, ukuran kemasan, harga, merek, manfaat, atribut, tempat pembelian, kepercayaan, kepribadian, gaya hidup Group 1 2 3

Count 9 8 3

Sumber: Data Sekunder, Diolah (2011)

Tabel 7. Penempatan klasifikasi varian es krim Wall’s Magnum pada perempuan dan variabel-variabelnya

Discriminant Analysis: pilihan varian versus status mahas, saran teman, ... Linear Method for Response: pilihan varian

Predictors: status mahasiswa, saran teman, saran keluarga, kondisi cuaca, spg, besar pengeluaran, pengetahunan varian, bentuk kemasan, ukuran kemasan, harga, merek, manfaat, atribut, tempat pembelian, kepercayaan, kepribadian, gaya hidup, Iklan, media internet, pengalaman terdahulu

Group 1 2 3 Count 37 32 11

Sumber: Data Sekunder, Diolah (2011)

Tabel 6 dan 7 menunjukan ringkasan hasil dari pengolahan data dengan menggunakan analisis diskriminan. Bagian pertama menginformasikan bahwa metode yang digunakannya adalah metode linier dengan variabel respon pilihan varian. Laki-laki dan perempuan tidak terdapat perbedaan dalam variabel respon. Selanjutnya, pada Tabel 6 variabel prediktor adalah status mahasiswa, saran teman, saran keluarga, kondisi cuaca, spg, besar pengeluaran, pengetahuan varian, bentuk kemasan, ukuran kemasan, harga, merek, manfaat, atribut, tempat pembelian, kepercayaan, kepribadian, gaya hidup. Tabel 7 variabel prediktor adalah status mahasiswa, saran teman, saran keluarga, kondisi cuaca, spg, besar pengeluaran, pengetahuan varian, bentuk kemasan, ukuran kemasan, harga, merek, manfaat, atribut, tempat pembelian,


(43)

kepercayaan, kepribadian, gaya hidup, Iklan, media internet, pengalaman terdahulu.

Pada Tabel 7 terlihat perbedaan pada variabel prediktor dari yang semula ditetapkan. Terdapat tiga variabel yang dihapuskan, yaitu iklan, media internet, dan pengalaman terdahulu, kesemuanya termasuk ke dalam bagian psikologi. Hal ini terkait pada proses dalam pengolahan data yang menyatakan terdapat korelasi yang tinggi terhadap variabel lain sehingga tidak dapat melanjutkan sebelum ketiga variabel tersebut dihapus.

Selanjutnya pada bagian output yang kedua menunjukan kelompok pengamatan. Output menjelaskan tentang tiga klasifikasi pilihan varian, yaitu klasifikasi 1, 2, dan 3. Pada responden laki-laki yang termasuk dalam klasifikasi 1 terdapat 9 orang, klasifikasi 2 terdapat 8 orang, klasifikasi 3 terdapat 3 orang, total keseluruhan laki-laki terdapat 20 orang. Pada responden perempuan yang termasuk dalam klasifikasi 1 terdapat 37 orang, klasifikasi 2 terdapat 32 orang, klasifikasi 3 terdapat 11 orang. Hasil Analisis Diskriminan dapat dilihat pada Lampiran 2 dan 3.

Tabel 8. Fungsi diskriminan setiap varian es krim Wall’s Magnum pada laki-laki

Linear Discriminant Function for Groups 1 2 3 Constant -610.64 -442.87 -552.73 status mahasiswa 13.89 13.41 -0.26 saran teman -163.59 -141.31 -125.16 saran keluarga 72.16 63.83 34.05 kondisi cuaca -94.65 -78.02 -53.41 spg -6.94 -12.16 8.28 besar pengeluaran 178.67 142.62 187.27 pengetahunan varian 91.36 65.51 112.90 bentuk kemasan 83.77 66.11 68.20 ukuran kemasan -84.80 -71.01 -81.18 harga 55.89 57.06 2.48 merek 24.03 15.76 20.00 manfaat -12.16 -4.95 21.74 atribut 125.48 123.81 47.61 tempat pembelian 26.90 3.92 81.92 kepercayaan 114.17 106.42 57.72 kepribadian -6.15 -10.61 32.06 gaya hidup 26.31 36.98 -17.31

Sumber: data Sekunder, Diolah (2011)

Pada Tabel 8 terdapat tiga klasifikasi dimana akan menghasilkan tiga persamaan fungsi diskriminan linier laki-laki, yaitu:


(1)

Iklan -3.514 -3.391 -3.017 media internet -0.869 0.397 -1.146 pengalaman terdahulu 1.850 1.853 1.164

Summary of Misclassified Observations

True Pred Squared

Observation Group Group Group Distance Probability 2** 3 1 1 13.76 0.723 2 16.19 0.215 3 18.68 0.062 3** 1 3 1 18.93 0.210 2 17.76 0.375 3 17.56 0.415 6** 2 3 1 32.56 0.013 2 29.95 0.046 3 23.92 0.941 7** 2 1 1 30.63 0.658 2 32.16 0.306 3 36.42 0.036 8** 2 1 1 12.82 0.637 2 14.16 0.325 3 18.48 0.037 9** 1 2 1 20.37 0.328 2 19.74 0.450 3 21.15 0.222 15** 1 3 1 19.77 0.238 2 21.30 0.111 3 17.76 0.651 27** 2 1 1 33.67 0.519 2 36.30 0.139 3 34.51 0.341 32** 1 2 1 13.097 0.163 2 9.959 0.783 3 15.314 0.054 41** 2 3 1 23.01 0.055 2 21.94 0.094 3 17.53 0.851 42** 2 1 1 14.03 0.646 2 15.57 0.299 3 18.96 0.055 49** 1 2 1 29.76 0.109 2 26.06 0.692 3 28.55 0.200 55** 1 2 1 13.14 0.272 2 11.20 0.716 3 19.40 0.012 56** 1 3 1 14.61 0.376 2 16.14 0.175 3 14.26 0.449 60** 3 2 1 24.76 0.109 2 21.32 0.610 3 22.87 0.281 61** 2 3 1 21.02 0.236 2 21.91 0.151 3 19.11 0.613 63** 3 1 1 9.954 0.601 2 12.718 0.151 3 11.725 0.248 64** 1 2 1 14.43 0.333 2 13.26 0.598


(2)

68

Lanjutan Lampiran 3

3 17.60 0.068 66** 1 2 1 24.27 0.235 2 22.47 0.578 3 24.73 0.187 68** 2 1 1 17.36 0.508 2 17.48 0.479 3 24.80 0.012 69** 1 2 1 24.64 0.145 2 21.16 0.825 3 27.80 0.030 70** 2 1 1 19.06 0.674 2 20.73 0.292 3 25.06 0.034 75** 1 2 1 28.05 0.407 2 28.04 0.409 3 29.63 0.184 78** 2 3 1 9.543 0.220 2 10.303 0.150 3 7.436 0.630

Discriminant Analysis: pilihan rasa versus status mahas, saran teman, ...

Linear Method for Response: pilihan rasa

Predictors: status mahasiswa, saran teman, saran keluarga, kondisi cuaca, spg,

besar pengeluaran, variasi rasa, bentuk kemasan, ukuran kemasan,

harga, merek, manfaat, atribut, tempat pembelian, kepercayaan,

kepribadian, gaya hidup, Iklan, media internet, pengalaman terdahulu

Group 1 2 3 Count 26 22 8

Summary of classification

True Group Put into Group 1 2 3 1 26 1 1 2 0 21 0 3 0 0 7 Total N 26 22 8 N correct 26 21 7 Proportion 1.000 0.955 0.875

N = 56 N Correct = 54 Proportion Correct = 0.964

Squared Distance Between Groups

1 2 3 1 0.0000 11.3858 18.1287 2 11.3858 0.0000 17.1057 3 18.1287 17.1057 0.0000


(3)

Linear Discriminant Function for Groups

1 2 3 Constant -51.861 -47.705 -40.154 status mahasiswa 8.181 5.330 3.482 saran teman 3.570 3.472 3.999 saran keluarga -3.498 -3.537 -1.758 kondisi cuaca 2.808 2.082 3.625 spg -2.707 -0.880 1.043 besar pengeluaran -3.769 -0.976 -0.407 variasi rasa 2.224 2.128 1.475 bentuk kemasan 7.685 6.767 3.064 ukuran kemasan -3.310 -4.990 -1.969 harga 8.920 7.545 6.252 merek 4.960 2.763 0.370 manfaat 3.301 1.480 0.656 atribut -0.806 0.130 3.738 tempat pembelian 2.370 2.222 2.619 kepercayaan 0.834 1.823 -0.384 kepribadian 3.260 0.969 4.587 gaya hidup 1.755 1.458 -1.947 Iklan -3.357 -2.128 -2.025 media internet -5.598 -0.392 -3.911 pengalaman terdahulu 1.931 1.793 0.580

Summary of Misclassified Observations

True Pred Squared

Observation Group Group Group Distance Probability 44** 2 1 1 12.24 0.564 2 12.85 0.416 3 18.89 0.020 56** 3 1 1 23.42 0.657 2 29.72 0.028 3 24.89 0.315

Discriminant Analysis: pilihan rasa versus status mahas, saran teman, ...

Linear Method for Response: pilihan rasa

Predictors: status mahasiswa, saran teman, saran keluarga, kondisi cuaca, spg,

besar pengeluaran, variasi rasa, bentuk kemasan, ukuran kemasan,

harga, merek, manfaat, atribut, tempat pembelian, kepercayaan,

kepribadian, gaya hidup, Iklan, media internet, pengalaman terdahulu

Group 1 2 3 Count 26 21 7

Summary of classification

True Group Put into Group 1 2 3 1 26 0 0


(4)

70

Lanjutan Lampiran 3

2 0 21 0 3 0 0 7 Total N 26 21 7 N correct 26 21 7 Proportion 1.000 1.000 1.000

N = 54 N Correct = 54 Proportion Correct = 1.000

Squared Distance Between Groups

1 2 3 1 0.0000 13.3887 28.7053 2 13.3887 0.0000 23.9499 3 28.7053 23.9499 0.0000

Linear Discriminant Function for Groups

1 2 3 Constant -66.206 -59.967 -41.056 status mahasiswa 12.490 9.034 5.098 saran teman 3.152 2.769 3.583 saran keluarga -2.787 -3.312 -1.661 kondisi cuaca 0.336 0.031 2.606 spg -2.509 -0.726 1.059 besar pengeluaran -4.415 -1.148 -0.473 variasi rasa 3.924 3.782 2.202 bentuk kemasan 12.848 10.793 4.856 ukuran kemasan -2.938 -4.619 -1.814 harga 10.852 9.242 6.905 merek 6.963 4.630 1.241 manfaat 2.957 0.584 0.238 atribut -2.883 -1.439 2.903 tempat pembelian 1.309 1.549 2.262 kepercayaan 2.700 3.520 0.426 kepribadian 2.444 -0.097 3.942 gaya hidup 4.248 3.837 -0.776 Iklan -6.147 -4.613 -3.099 media internet -6.151 -0.177 -3.651 pengalaman terdahulu 1.626 1.676 0.539


(5)

Social Media

(Studi Kasus Mahasiswa Program Strata 1 IPB). Di bawah

bimbingan

MUHAMMAD SYAMSUN

dan

R. DIKKY INDRAWAN

.

Salah satu produk dengan pangsa pasar berpotensi tinggi di Indonesia

adalah produk es krim. Pertumbuhan 20 persen per tahun dan tingkat konsumsi

yang masih tergolong rendah, yaitu 0,2 liter/orang/tahun merupakan kondisi yang

baik dalam mengambil pasar es krim di Indonesia. Salah satu strategi pemasaran

yang dilakukan oleh Wall’s Magnum terbilang unik. Setelah

grand launching

yang dilakukan pada tanggal 12 November 2010 dengan 400 orang undangan,

keberadaan produk es krim Wall’s Magnum tiba-tiba sangat sulit dicari di

pasaran. Kondisi tersebut menyebabkan konsumen sulit mencari keberadaan

Wall’s Magnum sehingga konsumen meluapkan keluhan, salah satunya di dalam

social media

.

Penunjukan Marissa Nasution sebagai Brand Ambassador Wall’s Magnum

tidak serta merta mensegmentasikan Wall’s Magnum hanya dikalangan

perempuan saja. Ini terlihat dari para undangan

grand lauching

Wall’s Magnum

yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Perbedaan laki-laki dan perempuan

sangat berperan dalam penentuan kebijakan strategi pemasaran pada

masing-masing

gender

. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini

sebagai berikut (1) Mengetahui efektivitas

social media

es krim Wall’s Magnum

dalam mengkomunikasikan informasinya kepada konsumen dengan menggunakan

metode analisis model struktural. (2) Menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi keputusan pembelian konsumen es krim Wall’s Magnum

pengguna

social media

berdasarkan

gender.

Penelitian ini menggunakan data penelitian dari peneliti sebelumnya yaitu

Syifa Ratna Pujasari yang berjudul Analisis Efektivitas

Social Media

Dan Faktor

Yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Es Krim Wall’s Magnum

Berdasarkan Karakteristik Pengeluaran (Studi Kasus Mahasiswa Program Strata 1

IPB). Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Consumer

Decision Model,

Struktural Model, dan diskriminan. Pengolahan data ini

menggunakan program SPSS versi 19, AMOS, dan Minitab 14.

Berdasarkan hasil analisis CDM dan analisis struktural model dapat

disimpulkan bahwa penggunaan efektivitas

social media

es krim Wall’s Magnum

dalam mengkomunikasikan informasinya kepada konsumen berpengaruh efektif

hingga kepembelian nyata. Faktor status kemahasiswaan, saran keluarga, bentuk

kemasan, merek, pengetahuan produk dan kepercayaan adalah faktor-faktor yang

menurut persepsi laki-laki sebagai faktor yang berpengaruh dalam keputusan

pembelian sehingga terciptanya rasa menyukai produk es krim Wall’s Magnum

Classic. Faktor status kemahasiswaan, pengetahuan varian es krim, bentuk

kemasan, harga, merek, manfaat dan gaya hidup adalah faktor-faktor yang

menurut persepsi perempuan sebagai faktor yang berpengaruh dalam keputusan

pembelian sehingga terciptanya rasa menyukai produk es krim Wall’s Magnum

Classic.


(6)

Faktor harga dan gaya hidup adalah faktor-faktor yang menurut persepsi

laki-laki sebagai faktor yang berpengaruh dalam keputusan pembelian sehingga

terciptanya rasa menyukai produk es krim Wall’s Magnum Almond. Faktor

kepercayaan dan pengalaman terdahulu adalah faktor-faktor yang menurut

persepsi perempuan sebagai faktor yang berpengaruh dalam keputusan pembelian

sehingga terciptanya rasa menyukai produk es krim Wall’s Magnum Almond.

Faktor saran dari wiraniaga, besarnya pengeluaran konsumen, pengetahuan

varian es krim, manfaat, tempat pembelian, dan kepribadian adalah faktor-faktor

yang menurut persepsi laki-laki sebagai faktor yang berpengaruh dalam keputusan

pembelian sehingga terciptanya rasa menyukai produk es krim Wall’s Magnum

Chocolate Truffle. Faktor saran dari teman, kondisi cuaca, saran dari wiraniaga,

pengetahuan produk, tempat pembelian dan kepribadian adalah faktor-faktor yang

menurut persepsi perempuan sebagai faktor yang berpengaruh dalam keputusan

pembelian sehingga terciptanya rasa menyukai produk es krim Wall’s Magnum

Chocolate Truffle.