Analisis Persepsi dan Sikap Konsumen terhadap Kehalalan Produk Es Krim Magnum

(1)

1

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Makanan dan minuman merupakan kebutuhan pokok bagi manusia, Makanan merupakan bahan yang sangat dibutuhkan oleh setiap orang guna kelangsungan hidupnya. Untuk itu sangat penting bagi manusia untuk memperhatikan makanan dan minuman sehat yang sebaiknya dikonsumsi agar tidak mengganggu kesehatan dan keyakinan masyarakat. Salah satu makanan dan minuman yang digemari oleh masyarakat adalah makanan siap saji. Makanan dan minuman siap saji memiliki prospek pasar yang semakin luas karena adanya pergeseran pola konsumsi masyarakat yang diiringi dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Konsumen dengan perkembangan zaman yang semakin pesat harus lebih selektif untuk memilih makanan dan minuman yang dikonsumsi, konsumen harus mengetahui kandungan apa yang terdapat dalam makanan dan minuman yang dikonsumsi.

Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 sebanyak 237.641.326 jiwa (BPS 2010), jumlah tersebut merupakan peluang yang besar dan potensi pasar yang baik bagi produsen makanan dan minuman siap saji untuk meningkatkan produksinya. Di Indonesia bisnis makanan dan minuman telah mengalami pertumbuhan yang semakin pesat dalam beberapa tahun terakhir, Berikut merupakan tabel volume penjualan dan pertumbuhan industri makanan dan minuman di Indonesia beberapa tahun terakhir.

Tabel 1. Volume Penjualan danPertumbuhan Industri Makanan dan Minuman di Indonesia tahun 2008-2011

Tahun Volume Penjualan (Rp Triliun) Pertumbuhan (%)

2008 505 -

2009 555 4.71

2010 605 4,31

2011 650 3,58

Sumber: Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia 2011

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa volume penjualan makanan dan minuman mengalami peningkatan dari tahun ketahunnya, walaupun tingkat pertumbuhan industri makanan dan minuman menurun namun, Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia memperkirakan produksi makanan


(2)

2 dan minuman naik 10-15 persen seiring peningkatan investasi yang dilakukan tahun 2012. Asosiasi Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman di Indonesia juga memproyeksikan investasi di industri makanan dan minuman tahun 2012 mencapai Rp 30 triliun, naik 20 persen dibandingkan 2010 sebesar Rp 25 triliun. Berdasarkan pernyataan tersebut maka dapat memberikan peluang kepada perusahaan untuk mengembangkan industri makanan dan minuman karena merupakan salah satu konsumsi pokok bagi masyarakat. Perkembangan industri makanan dan minuman secara pesat merupakan gambaran umum bahwa industri ini akan semakin berkembang dengan dinamis dalam beberapa tahun kedepan.

Salah satu industry dibidang makanan dan minuman yang memiliki Potensi untuk berkembang adalah industri es krim, hal ini dapat dilihat dengan tingkat konsumsi konsumen terhadap produk es krim. Rata-rata setiap orang di Indonesia mengkonsumsi 0,2 liter es krim per tahun, sekitar 250 mililiter per orang per tahunnya1. Kecenderungan bertambahnya tingkat konsumsi konsumen terhadap produk es krim dapat disebabkan oleh meningkatnya tingkat pendapatan masyarakat Indonesia, hal ini juga sangat dipengaruhi oleh selera dan gaya hidup yang mulai berubah. Berikut merupakan tingkat konsumsi masyarakat terhadap produk es krim di daerah perkotaan di Indonesia.

Tabel 2. Tingkat Konsumsi Masyarakat terhadap Es Krim dari tahun 2007-2010

Tahun Jumlah (satuan mangkuk kecil)

2007 3,50

2008 3,07

2009 3,20

2010 3,36

Sumber : Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk Indonesia 2007-2010 Badan Pusat Statistik Indonesia

Pada Tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa dari tahun 2007 ke 2008 konsumsi es krim menurun sedangkan pada tahun 2009 konsumsi es krim mulai mengalami peningkatan dan pada tahun 2010 kembali terjadi peningkatan konsumsi dengan jumlah 3,36 mangkuk kecil. Dari tabel di atas maka dapat disimpulkan bahwa konsumsi es krim di Indonesia mengalami fluktuasi setiap tahunnya, namun dengan tingkat konsumsi tersebut merupakan peluang bagi produsen es krim


(3)

3 untuk terus meningkatkan produksinya. Hal ini terbukti dengan perkembangan industri es krim di Indonesia yang semakin meningkat dalam lima tahun terakhir, tingkat pertumbuhan pasar es krim di Indonesia meningkat sedikitnya 20 persen setiap tahunnya. Pada tahun 2007 total pasar es krim sudah mendekati angka 100 juta liter dengan nilai absolut diatas dua trilliun (Majalah SWA, 2008). Pasar potensial es krim salah satunya ditentukan oleh jumlah dan daya beli penduduk tersebut. Jika dilihat berdasarkan hasil riset dari PT Unilever pasar es krim di Indonesia dapat dicerminkan dengan nilai penjualan ritel tumbuh rata-rata 12,4 persen per tahun selama 2004-2009, menurut data Euromonitor. Nilai penjualan ritel es krim di Indonesia mencapai Rp 2,8 triliun pada tahun 20092.

Industri es krim memiliki cukup banyak pemain, bahkan sampai ratusan merek saling bersaing dalam pasar es krim, namun hanya beberapa produk saja yang mampu menguasai pasar. Pada tahun 2010 terdapat lebih dari 38 perusahaan es krim skala menengah hingga besar yang ada di Indonesia. Namun, diantara 38 perusahaan eskrim tersebut hanya terdapat lima pemain besar di bisnis es krim saat ini yaitu Indoeskrim, Diamond, dan Campina. PT Walls,Unilever tercatat sebagai pemimpin pasar es krim di Indonesia, dengan menguasai sebesar 57,6 persen pangsa pasar nasional pada 2008. Data secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini :

Tabel 3. Produksi Es Krim Per Liter Menurut Beberapa Perusahaan Es Krim di Indonesia 2006-2008

MEREK Th 2006 (000 Ltr) Th 2007 (000 Ltr) Th 2008 (000 Ltr)

WALLS 23.150 30.015 36.918 INDOESKRIM 5.109 7.634 8.005 CAMPINA 8.299 10.914 12.770 DIAMOND 2.621 2.404 2.572 Sumber : PT Indolacto (2009)

Dari data tersebut PT Walls, Unilever merupakan pasar yang menduduki peringkat pertama dalam memproduksi es krim. Tahun 2006 nilai produksi es krim per liter nya adalah sebesar 23.150.000 liter dan meningkat menjadi 30.015.000 pada tahun 2007 atau naik sebesar 77,12 persen. Berdasarkan data

2

http://www.indonesiafinancetoday.com//read/14674/Unilever-Perbesar-Pasar-Es-Krim-untuk-Topang-Pertumbuhan diakses pada [10 Maret 2012]


(4)

4 tersebut terjadi peningkatan produksi eskrim yang sangat signifikan. Pada tahun 2008 produksi es krim terus meningkat hingga 36.918.000 liter. Menurut data PT Indolakto, pangsa pasar tersebut diperkirakan belum berubah jauh pada 2009 dan 2010.

Salah satu es krim produksi PT Walls yang sangat diminati oleh masyarakat Indonesia saat ini adalah es krim Magnum, selain rasanya yang enak dan manis, es krim Magnum memiliki berbagai varian rasa dan simbol tersendiri yaitu Wall‟s Magnum Classic melambangkan rasa orisinil Wall‟s Magnum yang mampu memberikan rasa dengan kualitas terbaik lapisan coklat Belgia sampai pada es krim vanilla yang halus. Wall‟s Magnum Almond, identik dengan es krim vanilla yang halus berlapiskan coklat susu Belgia yang tebal dan renyah ditambah kacang almond, yang ketiga yaitu Wall‟s Magnum Chocolate Truffle tersedia dengan es krim coklat yang dicampur coklat truffle berlapis coklat Belgia yang tebal dan renyah.

Dengan semakin berkembangnya produsen es krim di Indonesia, keamanan pangan menjadi salah satu isu yang menyita perhatian beberapa organisasi kesehatan di dunia. Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan Food and Agriculture Organization (FAO) saat ini memberikan penekanan bagi seluruh negara agar memperkuat sistem keamanan pangan. Negara-negara diminta untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap para produsen dan penjual yang terlibat dalam industri pangan. Salah satu kejadian yang terkait isu keamanan pangan baru-baru ini, seperti temuan lemak babi pada produk makanan dan minuman.

Keamanan pangan bukan hanya merupakan isu dunia tetapi juga menyangkut kepedulian individu. Jaminan akan keamanan pangan adalah merupakan hak asasi konsumen. Pangan termasuk kebutuhan dasar terpenting dan sangat esensial dalam kehidupan manusia. Walaupun pangan itu menarik, nikmat, tinggi gizinya jika tidak aman dikonsumsi, maka tidak ada nilainya sama sekali. Karena itu, tingkat pengetahuan masyarakat mengenai pangan yang dikonsumsi menjadi hal penting.

Pada awal tahun 2011 berkembang isu bahwa es krim Magnum menggunakan bahan tambahan pangan yang berasal dari lemak babi. Adanya isu kandungan lemak babi dalam produk es krim Magnum telah menyebabkan


(5)

5 kerugian pada PT Walls, Unilever Indonesia. Kerugian tersebut mengakibatkan hancurnya image yang selama ini dibangun oleh PT Walls.

Indonesia merupakan mayoritas pemeluk agama Islam, Indonesia memiliki jumlah penduduk yang beragama muslim sebesar 209,28 juta jiwa, sekitar 88,10 persen dari jumlah penduduk di Indonesia. Salah satu konsep halal dalam Islam adalah makanan harus tidak mengandung sedikitpun “lard” atau lemak babi. Kehadiran komponen lemak babi ini, meskipun persentasenya kecil dalam bahan pangan, akan membawa makanan tersebut menjadi haram untuk dikonsumsi. Dengan adanya pemberitaan tersebut membuat masyarakat khawatir akan komposisi es krim magnum.

Salah satu cara untuk mengembalikan citra atau atau image perusahaan, PT Walls, Unilever Indonesia mengeluarkan pernyataan dari head of comunications PT Unilever bahwa Kode E471 dan E472 adalah kode internasional untuk bahan pengemulsi untuk mengikat lemak dan air. Hal ini bisa untuk mengemulsi dengan bahan dari nabati atau hewani. Tetapi magnum mengunakan bahan dari nabati, yang berarti berasal dari tumbuh-tumbuhan. MUI juga telah memberikan sertifikat Halal kepada es krim magnum, demikian juga dengan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) yang telah memberikan ijin edar, sehingga dapat didistribusikan hingga ditangan konsumen. Namun, dengan adanya pemberitaan isu lemak babi telah mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap produk magnum. Faktanya produk magnum produksi dalam negeri yaitu produk magnum yang diproduksi oleh PT Walls, Unilever Indonesia adalah aman untuk dikonsumsi.

Adanya pernyataan tersebut dapat menimbulkan suatu persepsi tersendiri terhadap keamanan pangan dengan isu lemak babi. Persepsi yang dibentuk seseorang dipengaruhi oleh pikiran dan lingkungan sekitarnya, dan secara substansi bisa sangat berbeda dengan realitas, dengan kata lain persepsi tidak hanya bergantung pada rangsangan fisik tetapi juga pada rangsangan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar juga keadaan individu yang bersangkutan. Persepsi memiliki sifat subjektif karena setiap orang akan memandang suatu objek atau situasi dengan cara yang berbeda-beda (Setiadi, 2003).


(6)

6 Persepsi tentang produk Magnum mengandung lemak babi yang berkembang dimasyarakat sangat penting untuk diperhatikan, persepsi berhubu-ngan deberhubu-ngan pembentukkan pengetahuan konsumen yang kemudian akan mempe-ngaruhi keputusan pembelian, dimana keputusan pembelian tersebut dipemempe-ngaruhi oleh sikap konsumen dalam mengkonsumsi produk Magnum, sikap berhubungan dengan kepercayaan konsumen dan evaluasi konsumen terhadap produk magnum. adanya isu lemak babi pada produk magnum diduga bisa mengakibatkan konsumen beralih pada produk pesaing magnum yaitu campina bazooka. Dengan menganalisis sikap konsumen terhadap kedua produk ini maka akan didapatkan bagaimana kepercayaan dan evaluasi konsumen terhadap kedua produk es krim ini dan bagaimana perbandingan sikap konsumen terhadap kedua produk es krim ini. Analisis sikap ini juga akan dapat digambarkan bagaimana kelemahan dan kekuatan yang dimiliki oleh produk es krim Magnum dan Campina Bazooka. Karena itu, penting untuk dilakukan penelitian mengenai persepsi dan sikap konsumen terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi.

1.2 Perumusan Masalah

Pada Maret 2011 beredar informasi di Indonesia mengenai ingredient makanan dalam bentuk kode-E yang beredar di media elektronik seperti melalui sarana Short Message Service (SMS), Blackberry Messager dan melalui internet seperti facebook. Beberapa orang mengindikasikan bahwa deretan kode-E tersebut bersumber dari babi. Isu tentang kode-E pada salah satu produk yang telah bersertifikat halal telah meresahkan masyarakat yang mengkonsumsi produk tersebut. Kode-E atau E-number menurut UK Food Standard Agency adalah kode untuk bahan tambahan atau aditif makanan yang telah dikaji oleh Uni Eropa3.

Salah satu produk yang telah bersertifikat halal namun dianggap mengandung lemak babi adalah es krim Magnum, Kode E471 dan E472 yang tertera pada produk es krim Magnum adalah kode internasional untuk bahan pengemulsi untuk mengikat lemak dan air. Bahan ini bisa untuk mengemulsi dengan bahan dari nabati atau hewani. Isu yang beredar dimasyarakat adalah es krim Magnum menggunakan pengemulsi dari bahan hewani yaitu babi, dengan

3


(7)

7 adanya isu lemak babi ini, ternyata mengakibatkan keresahan terhadap masyarakat.

Pertumbuhan volume penjualan es krim Magnum di Indonesia pada tahun 2011 tumbuh sebesar 1,2 persen dan hasil tersebut tidak sesuai dengan harapan PT Walls, Unilever. Saham Unilever Indonesia sempat jatuh 4,2 persen di bursa saham dan penurunan ini merupakan penurunan yang signifikan sejak 19 Agustus 2011 (Majalah SWA). Dengan pertumbuhan volume penjualan es krim magnum yang tidak sesuai dengan harapan, dapat mengindikasikan bahwa tingkat pertumbuhan es krim Magnum tersebut dipengaruhi oleh adanya isu produk Magnum menggunakan lemak babi. Sehingga hal ini dapat membentuk persepsi konsumen terhadap kehalalan produk magnum untuk dikonsumsi dimana persepsi konsumen mempengaruhi terhadap sikap konsumen dalam melakukan pembelian suatu produk. Hal ini berkaitan erat dengan keamanan pangan terhadap produk magnum, dengan produk yang berasal dari bahan yang tidak halal tentunya membuat konsumen merasa tidak aman untuk mengkonsumsi produk tersebut.

Dampak dari Isu lemak babi pada es krim magnum secara tidak langsung akan membentuk persepsi terhadap keamanan pangan es krim magnum, berbagai macam persepsi akan timbul di dalam masyarakat tentang es krim magnum. Selain itu, karakteristik dari masyarakat yang mengkonsumsi es krim magnum juga akan menimbulkan persepsi internal. Sedangkan faktor yang mempengaruhi persepsi dari faktor eksternal yaitu lingkungan sekitar. Sehingga ada kemungkinan banyak masyarakat yang terpengaruh dengan isu ini atau bahkan ada masyarakat yang tidak berpengaruh dengan isu tersebut.

Banyaknya persepsi terhadap produk Magnum tersebut, dapat menimbulkan sikap yang akan diberikan oleh konsumen terhadap pemilihan produk es krim yang terbaik untuk dikonsumsi. Salah satu jenis es krim yang telah memiliki pangsa pasar yang bagus adalah es krim Magnum, akan tetapi merek es krim tersebut saat ini di isukan mengandung kandungan lemak babi. Dengan adanya isu lemak babi ini akan dilihat juga bagaimana sikap konsumen terhadap produk saingan es krim Magnum yaitu Campina Bazooka produksi PT Campina yang merupakan perusahaan es krim terbesar kedua setelah PT Walls


(8)

8 Unilever, hal ini dilakukan sebagai pembanding bagaimana sikap konsumen terhadap kedua produk es krim ini.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan dalam penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana persepsi konsumen terhadap produk Es krim Magnum setelah adanya isu lemak babi ?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi persepsi dan sikap konsumen terhadap produk Es krim Magnum setelah adanya isu lemak babi ?

3. Bagaimana sikap konsumen terhadap produk Es krim Magnum dan Es Krim Campina Bazooka dengan adanya isu lemak babi?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis persepsi konsumen terhadap produk Es krim Magnum setelah adanya isu lemak babi.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan sikap konsumen terhadap produk Es krim Magnum setelah adanya isu lemak babi.

3. Menganalisis sikap konsumen terhadap produk Es krim Magnum dan es krim Campina Bazooka setelah adanya isu lemak babi.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi produsen, sebagai bahan pertimbangan dalam memperhatikan mutu keamanan pangan dari produk yang diproduksinya.

2. Bagi pihak lain, Memberikan informasi kepada semua pihak yang membaca penelitian ini, diharapkan mendapatkan informasi mengenai manfaat yang terdapat di dalam produk Es krim Magnum, sehingga dapat menjadi salah satu pertimbangan sebelum memutuskan untuk membeli produk Es krim yang akan di konsumsi.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian terkait hanya pada produk magnum yang dipasarkan di pasar Indonesia, penelitian hanya mencoba untuk menyampaikan informasi yang terkait dengan karakteristik konsumen, persepsi, faktor-faktor yang mempengaruhi


(9)

9 persepsi dan sikap responden terhadap produk Es krim Magnum setelah adanya isu lemak babi, serta sikap konsumen terhadap dua merek produk es krim yang pangsa pasar nya telah cukup baik yaitu Es Krim Magnum Classic dengan rasa vanila dan Es Krim Campina Bazooka vanila. Alasan pemilihan produk ini karena dari segi segmentasi pasar, kedua produk ini memiliki kesamaan segmentasi pasar yaitu kalangan dewasa dan kalangan menengah keatas, serta dari segi rasa es krim ini cenderung memiliki rasa yang hampir sama. Konsumen yang diteliti adalah konsumen akhir, dari pihak produsen tidak dilakukan penelitian karena adanya keterbatasan penelitian. Batasan penelitian ini penting untuk disampaikan, dengan tujuan agar hasil penelitian dapat diterima dan di mengerti sebagai gambaran informasi mengenai persepsi dan hubungan antara karakteristik dan persepsi serta sikap konsumen dalam mengkonsumsi produk Magnum.


(10)

10

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keamanan Pangan

Keamanan pangan atau Food Safety menjadi isu yang sangat populer di dunia. Keamanan pangan diartikan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologi, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia (UU RI No 7,1996). Keamanan pangan adalah sebuah tanggung jawab yang mengikat masyarakat baik dari petani hingga konsumen untuk menyediakan produk yang berkualitas. Mengabaikan tanggung jawab ini maka resiko yang dihadapi adalah keracunan yang dapat menyebabkan kematian, sehingga perguruan tinggi menjadi sangat peduli terhadap masalah ini.

Keamanan pangan merupakan syarat penting yang harus melekat pada pangan yang hendak dikonsumsi oleh semua masyarakat Indonesia. Pangan yang bermutu dan aman dapat dihasilkan dari dapur rumah tangga maupun dari industri pangan. Karena itu industri pangan adalah salah satu faktor penentu beredarnya pangan yang memenuhi standar mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Keamanan pangan bukan hanya merupakan isu dunia tapi juga menyangkut kepedulian individu. Jaminan akan keamanan pangan adalah merupakan hak asasi konsumen. Pangan termasuk kebutuhan dasar terpenting dan sangat esensial dalam kehidupan manusia. Walaupun pangan itu menarik, nikmat, tinggi gizinya jika tidak aman dikonsumsi, praktis tidak ada nilainya sama sekali. Keamanan pangan selalu menjadi pertimbangan pokok dalam perdagangan, baik perdagangan nasional maupun perdagangan internasional. Di seluruh dunia kesadaran dalam hal keamanan pangan semakin meningkat. Pangan semakin penting dan vital peranannya dalam perdagangan dunia.

Terjaminnya keamanan pangan yaitu terbebasnya masyarakat dari jenis pangan yang berbahaya bagi kesehatan manusia atau dari jenis pangan yang tidak sesuai dengan keyakinan masyarakat. Berdasarkan informasi dan data yang tersedia, dapat diidentifikasi empat masalah utama keamanan pangan di Indonesia, yaitu (a) masih banyak ditemukan produk pangan yang tidak


(11)

11 memenuhi persyaratan kesehatan dalam peredaran (b) masih banyak kasus penyakit dan keracunan melalui makanan yang sebagaian besar belum dilaporkan dan belum diidentifikasi penyebabnya (c) masih banyak ditemukan sarana produksi dan distribusi pangan yang tidak memenuhi persyaratan, terutama industri kecil atau rumah tangga, industri tata boga dan penjual makanan jajanan dan (d) rendahnya pengetahuan dan kepedulian konsumen tentang keamanan pangan (dalam Julaeha 2010).

Keamanan pangan juga sangat berkaitan erat dengan kehalalan suatu produk, konsumen merasa aman mengkonsumsi suatu produk ketika konsumen mengetahui atau mendapatkan informasi yang valid dari lembaga tertentu seperti BPPOM dan MUI bahwa produk yang akan dikonsumsi halal, apalagi untuk masyarakat dengan penduduk mayoritas penganut agama Islam seperti di Indonesia.

2.2Kehalalan

Dalam ajaran hukum Islam, halal dan haram merupakan persoalan sangat penting dan dipandang sebagai inti keberagaman karena setiap muslim yang akan melakukan atau menggunakan, terlebih lagi mengkonsumsi sesuatu sangat dituntun oleh agama untuk memastikan terlebih dahulu kehalalan dan keharamannya. Halal adalah segala sesuatu yang diperbolehkan dalam ajaran Islam, baik mengunakan atau mengkonsumsinya, demikian pula sebalikya. Kata

halalan, menurut bahasa Arab berasal dari kata, halla yang berarti “lepas” atau “tidak terikat”. Secara etimologi kata halalan berarti hal-hal yang boleh dan dapat dilakukan karena bebas atau tidak terikat dengan ketentuan-ketentuan yang melarangnya. Dapat juga diartikan sebagai segala sesuatu yang bebas dari bahaya duniawi dan ukhrawi. Menurut ajaran Islam, mengkonsumsi yang halal, suci, dan baik merupakan perintah agama dan hukumnya adalah wajib.

Pengertian makanan halal dan minuman halal adalah 1)Halal secara zatnya, 2)Halal cara memprosesnya, 3)Halal cara penyembelihannya, 4)Minuman yang tidak diharamkan, 5) Halal cara memperolehnya. Makanan yang berasal dari bahan Hewani yang dinyatakan tidak halal atau haram adalah Bangkai, Darah, Babi, Hewan yang tidak disembelih sesuai dengan tuntunan Islam, Hewan yang disembelih untuk dipersembahkan kepada selain Allah.


(12)

12 2.3 Es Krim

Es krim yaitu produk susu beku berbentuk susu padat yang dibuat dari campuran susu, gula, bahan pemantap, bahan penyedap rasa serta aroma dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lainnya (bahan pengemulsi dan pewarna) dan dikemas dalam plastik atau karton khusus (Eckles et. al., 1980). Adapun komposisinya disajikan pada tabel 4.

Tabel 4. Komposisi Es Krim

Komposisi Jumlah (%)

Lemak 10.0-12.0

Protein 3.8-4.5

Karbohidrat 20.0-21.0

Air 62.0-64.0

Total Padatan 36.0-38.0

Stabilizer 0.2-0.5

Emulsifier 0-0.3

Mineral 0.8

Sumber: Walstra and James (1984)

2.3.1 Bahan Penyusun Es Krim

Menurut Eckles et al. (1980) bahan penyusun es krim adalah lemak, padatan bukan lemak, pemanis, stabilizer atau emulsifier dan bahan flavor. Fungsi bahan penyusun tersebut adalah sebagai berikut:

1. Lemak

Fungsi penambahan lemak pada pembuatan es krim adalah memberikan rasa

creamy serta berperan dalam pembentukan globula lemak dan turut mempengaruhi besar kecilnya pembentukan kristal. Selain itu menurut lemak sangat penting dalam memberikan bentuk es krim yang baik dan meningkatkan karakteristik kehalusan tekstur.

2. Padatan Susu Bukan Lemak

Bagian yang memiliki komposisi terbesar dari bahan padatan susu bukan lemak adalah laktosa ata susu skim, protein dan garam mineral. Laktosa memberi rasa manis dan menurunkan titik beku. Protein berfungsi menambah nilai nutrisi,


(13)

13 memperbaiki cita rasa, membantu pembuihan, pengikatan air dan membantu produk es krim yang lembut.

3. Pemanis

Pemanis yang dapat digunakan dalam pembuatan es krim adalah sukrosa, gula bit, sirup jagung ataupun bahan pemanis lainnya yang diperbolehkan. Sukrosa atau gula komersial merupakan bahan pemanis yang sering digunakan. Tujuan pemberian pemanis ialah memberikan kekentalan dan cara termurah untuk mencapai total solid yang diinginkan sehingga dapat memperbaiki Bentuk dan tekstur frozendessert serta menurunkan titik beku.

4. Stabilizer (Penstabil)

Penstabil atau yang biasanya disebut dengan stabilizer merupakan suatu kelompok dari senyawa dan biasanya stabilizer yang digunakan adalah golongan gum polisakarida. Stabilizer akan berfungsi untuk menambah viskositas dalam campuran fase tidak beku dari es krim (Goff, 2000). Menurut Furia (1968) beberapa fungsi utama dari stabilizer adalah:

1. Mengatur pembentukan dan ukuran dari kristal es selama pembekuan dan penyimpanan, mencegah pertumbuhan kristal es yang kasar dan grainy. 2. Mencegah penyebaran atau distribusi yang tak merata dari lemak solid yang

lain.

3. Mencegah pelelehan yang berlebih, bertanggung jawab terhadap bentuk, kelembutan dan kesegaran.

Macam-macam stabilizer yang dapat ditambahkan dalam pembuatan es krim selain gelatin adalah agar, sodium alginat, gum acacia, gum karaya, guar gum,

locust bean gum, karagenan, carboxymethyl cellulose (CMC), dan lain-lain. 5. Emulsifier (Pengemulsi)

Emulsifier digunakan untuk menghasilkan adonan yang merata, memperhalus tekstur dan meratakan distribusi udara di dalam struktur es krim Paling sedikit sepertiga kuning telur terdiri dari lemak, tetapi yang menyebabkan daya emulsifier

yang sangat kuat adalah kandungan lesitin yang terdapat dalam kompleks lesitin-protein. Padatan kuning telur mempengaruhi tekstur, hampir tidak mempengaruhi titik beku dan meningkatkan kemampuan mengembang karena kompleks lesitin-protein. Kuning telur mengandung lesitin yang dapat berfungsi sebagai


(14)

14 pengemulsi yaitu bahan yang dapat menstabilkan emulsi. Emulsi yang stabil adalah suatu dispersi yang tidak mudah menjadi pengendapan bahan-bahan terlarut, dengan demikian emulsifier dapat mempengaruhi daya larut suatu bahan. 6. Pewarna dan Perasa

Pewarna adalah bahan yang digunakan untuk mengatur bau memperbaiki diskolorasi makanan atau perubahan warna selama proses atau penyimpanan. Berbagai pewarna alami tersedia dan digunakan untuk melakukan fungsi-fungsi tersebut. Karatenoid adalah jenis yang paling luas digunakan, diikuti oleh pigmen bit merah dan karamel warna coklat. Jumlah pewarna sintetik yang diijinkan adalah sedikit. Warna kuning dan merah merupakan yang paling banyak digunakan.

2.3.2 Mutu Es Krim

Es krim dikatakan bermutu tinggi apabila berkadar lemak tinggi, manis, bertekstur halus (Idris, 1992). Komposisi bahan yang digunakan dalam pembuatan es krim sangat menentukan mutu es krim.

Tabel 5. Mutu Es Krim Menurut Standar Industri Indonesia (SII) No. 1617 Tahun

1985

Zat Bahan Standar

Lemak (%) Minimum 8.0

Padatan susu bukan lemak (%) Minimum 6-15

Gula (%) Minimum 12

Bahan tambahan:

Pemantap, Pengemulsi Zat warna

Pemanis buatan

Sesuai dengan SK. Dep. Kes. RI No. 235/Men. Kes./per/IV/79

Jumlah bakteri Negatif

Logam-logam berbahaya: Cu, Zn, Pb, Mg Arsen

tidak terdapat tidak terdapat


(15)

15 1. Overrun

Overrun pada pembuatan es krim adalah pengembangan volume yaitu kenaikkan volume antara sebelum dan sesudah proses pembekuan. Pada dasarnya

overrun merupakan jumlah peningkatan volume es krim yang disebabkan oleh masuknya udara pada pengocokan selama proses pembekuan (Lampert, 1965).

Overrun es krim berkisar antara 60-100 persen. Es krim yang baik secara umum mempunyai overrun 80 persen dengan kadar lemak 12-14 persen. Es krim yang diproduksi pabrik mempunyai overrun 70-80 persen, sedangkan untuk industri rumah tangga biasanya mencapai 35-50 persen.

2. Kecepatan meleleh

Es krim yang berkualitas tinggi agak tahan terhadap pelelehan pada saat dihidangkan pada suhu kamar. Kecepatan meleleh es krim secara umum dipengaruhi oleh stabilizer, emulsifier, keseimbangan gula dan bahan-bahan susu serta kondisi pembuatan dan penyimpanan yang dapat menyebabkan kerusakan protein.

3. Mutu Organoleptik

Hasil pengolahan bahan pangan harus sesuai dengan apa yang oleh konsumen. Kesukaan ini dapat menyangkut sifat-sifat bahan pangan dan penilaiannya mengandalkan indera. Menurut Winarno (1997), informasi tentang suka dan tidak suka, preferensi dan keperluan konsumen untuk bisa menerima dapat diperoleh dengan menggunakan metode pengujian yang berorientasi pada konsumen dari panelis sensoris yang tidak terlatih. Pada pengujian konsumen yang benar, orang yang digunakan sebagai panelis harus diperoleh secara acak dan populasi targetnya harus representatif agar diperoleh informasi tentang sikap dan preferensi konsumen.

4. Tekstur

Faktor-faktor yang mempengaruhi tekstur es krim adalah ukuran, bentuk dan distribusi dari kristal es dan partikel lainnya yang membentuk tekstures krim Tekstur es krim yang disukai adalah halus, ditunjukkan oleh kelembutan seperti beludru dan terasa lembut di mulut. Tekstur yang lembut pada es krim sangat dipengaruhi oleh komposisi campuran, pengolahan dan penyimpanan.


(16)

16 5. Rasa

Rasa sebagian besar bahan pangan biasanya tidak stabil yaitu dapat mengalami perubahan selama penanganan dan pengolahan, selain itu perubahan tekstur dan viskositas bahan pangan dapat memberikan rasa. Rasa sangat dipengaruhi oleh bahan-bahan dalam ICM. Cacat pada rasa dapat disebabkan oleh adanya penyimpanan susu dan produk susu yang digunakan, juga akibat kekurangan atau kelebihan penambahan bahan dalam ICM, termasuk penambahan rasa (Eckles et al., 1980).

2.4 Isu Pangan

Isu keamanan pangan merupakan hal yang sangat penting dan menyeluruh yang harus benar-benar dapat dijamin oleh produsen pangan. Karena dengan adanya isu ini dapat berakibat kepada keberlangsungan usaha atau bisnis yang dijalankan oleh produsen, salah satu akibat dari adanya isu keamanan pangan ini adalah timbulnya keraguan konsumen terhadap produk pangan yang diproduksi oleh produsen makanan maupun minuman.

Beberapa isu pangan yang membutuhkan perhatian yang besar dari pihak produsen makanan dan minuman maupun masyarakat adalah yang pertama adanya isu mengenai Mikotoksin yaitu toksin yang dihasilkan oleh kapang toksigenik yang hidup dan tumbuh di pangan, baik selama pangan di ladang maupun selama waktu penyimpanan. Karena toksin ini bukan tergolong protein, perlakuan panas tidak dapat menghambat pertumbuhannya di bahan pangan. Hal itu dijelaskan oleh oleh peneliti Seafast Center IPB Dr Ratih Dewanti Hariyadi dalam seminar keamanan pangan yang diselenggarakan oleh Tuv Nord pada 27 Maret di Bogor. Mikotoksin sangat berbahaya karena bersifat mutagenik, terratogenik, dan karsinogenik. Beberapa contoh mikotoksin penting pada pangan yang telah dipelajari sampai saat ini, yaitu aflatoksin, patulin, ochratoksin,fumonisin, dan deokynivalenol (DON). Contoh-contoh pangan yang menjadi tempat hidup dari mikotoksin adalah jagung, kopi, dan serealia. Bahaya akibat mengkonsumsi mikotoksin pun berbeda-beda tergantung jenis dari mikotoksin tersebut. Bahaya yang ditimbulkan adalah toksik terhadap hati yang diakibatkan oleh aflatoksin dan toksik terhadap ginjal yang diakibatkan oleh okhratoksin.


(17)

17 Adanya isu pangan Mikotoksin ini tentunya berpengaruh terhadap bisnis kopi, jagung dan serealia, produsen jagung, kopi dan serealia seharusnya melakukan upaya-upaya pencegahan Mikotoksin agar tidak berpengaruh terhadap komoditi yang akan dipasarkan kepada konsumen.

Isu pangan kedua adalah adanya isu Bakteri Enterobakter Sakazakki pada susu formula. Hal ini didasarkan dari penelitian yang dilakukan oleh Dr. Sri Estuningsih bersama kawan-kawan yang menyatakan dari penelitian yang dilakukan terhadap susu formula, sebanyak 22,73 persen dari 22 sample yang diteliti terkontaminasi bakteri Enterobacter sakazakki. Dengan adanya isu bakteri ini, ternyata mengakibatkan keresahan terhadap masyarakat terutama para ibu. Pemerintah melalui Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) melakukan penelitian dengan mengambil sampel sebanyak 96 macam sampel susu formula. Dengan hasil penelitian ini pemerintah melalui BPOM menyatakan bahwa tidak terdapat bakteri Enterobacter sakazakii pada sampel yang di teliti. Namun dengan adanya isu ini telah menimbulkan keraguan pada konsumen yang mengkonsumsi produk susu, sehingga hal ini juga akan berakibat kepada produsen susu formula yang ada di Indonesia.

Isu pangan yang ketiga yaitu isu mengenai penggunaan lemak babi pada bahan tambahan pangan. Lemak babi adalah lemak pada babi. Lemak babi biasanya di Negara-negara Eropa digunakan untuk banyak makanan atau sebagai makanan yang mirip dengan mentega. Penggunaan lemak babi pada masakan telah dikurangi akibat dari masalah kesehatan dan memiliki gambaran yang buruk, namun, banyak masakan dan toko kue menggunakannya. Lemak babi secara luas masih digunakan untuk memanufakturkan sabun.

Hampir di seluruh negara bagian barat, termasuk Eropa pilihan utama untuk daging adalah daging babi. Peternakan babi sangat banyak terdapat di negara- negara tersebut. Di Perancis sendiri jumlah peternakan babi mencapai lebih dari 42.000 unit. Lemak Babi Dipilih karena Jumlah kandungan lemak dalam tubuh babi sangat tinggi dibandingkan dengan hewan lainnya. Namun, orang Eropa dan Amerika berusaha menghindari lemak-lemak itu. Babi-babi dipotong di rumah jagal yang diawasi BPOM.


(18)

18 Sekitar 60 tahun lalu, lemak-lemak babi itu dibakar. Namun sekarang ini orang Eropa dan Amerika berpikir untuk memanfaatkan lemak-lemak tersebut. Sebagai awal uji cobanya, mereka membuat sabun dengan bahan lemak babi, dan ternyata berhasil. Lemak-lemak itu diproses secara kimiawi, dikemas rapi dan dipasarkan.

Negara di Eropa memberlakukan aturan yang mewajibkan bahan setiap produk makanan, obat-obatan harus dicantumkan pada kemasan. Karena itu, bahan dari lemak babi dicantumkan dengan nama Pig Fat (lemak babi) pada kemasan produknya. Agar mudah dipasarkan, penulisan lemak babi dalam kemasan diganti dengan lemak hewan. Ketika produsen ditanya pihak berwenang dari negara Islam, maka dijawab lemak tersebut adalah lemak sapi dan domba. Meskipun begitu lemak-lemak itu haram bagi muslim, karena penyembelihannya tidak sesuai syariat Islam. Label baru itu dilarang keras masuk negara Islam, akibatnya produsen menghadapi masalah keuangan sangat serius, karena 75persen penghasilan dari produsen tersebut diperoleh dengan menjual produk ke negara Islam, mengingat laba yang dicapai bisa mencapai miliaran dollar. Akhirnya, mereka membuat kodifikasi bahasa yang hanya dimengerti BPOM. Kode diawali dengan E Codes, E-Ingredients, ini terdapat dalam produk perusahaan mutinasional, antara lain Pasta gigi, pemen karet, cokelat, biskuit, makanan kaleng, buah-buahan kaleng, dan beberapa multivitamin serta masih banyak lagi jenis makanan dan obat-obatan lainnya. Namun kode E yang ada kemungkinan bersumber dari hewan, tidak otomatis berasal dari babi. Beberapa komposisi kode E pada makanan dan minuman dapat dilihat pada Lampiran 1.

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk 237,64 juta jiwa dan dengan penganut Agama Islam sebanyak 88,10 persen dari jumlah penduduk Indonesia, bagi umat islam mengkonsumsi babi merupakan hal yang dilarang, karena babi memiliki banyak memberikan efek yang buruk terhadap tubuh, berikut merupakan beberapa penyakit yang muncul karena memakan babi.

1. Penyakit hewan parasit. Diantaranya adalah berkembangnya cacing spiral, termasuk golongan cacing yang paling berbahaya bagi manusia. Semua daging babi pasti mengandung cacing ini.


(19)

19 2. Penyakit dari bakteri, seperti TBC (Tuberculoses), Cholera Tivudiah,

Pharatefouid, demam tinggi yang cepat, dan lain-lain;

3. Penyakit dari virus, seperti penyakit dis-fungsi syaraf, dis-fungsi otot jantung (qalbu), influenza, dis-fungsi mulut sapi, dan lain-lain;

4. Penyakit dari mikroba, seperti mikroba Tacsoplasmaguwandi, yang bisa menyebabkan panas demam tinggi dan badan melemah, membesarnya hati dan limpa, dis-fungsi paru-paru, otot jantung, dis-fungsi syaraf yang terkait dengan pandangan dan penglihatan;

5. Penyakit-penyakit yang berkembang dari susunan biologis daging dan lemak babi , seperti penambahan persentase cairan bolic pada darah, karena daging babi tidak mengeluarkan cairan bolic kecuali 2 persen, dan sisanya menjadi seperti daging babi. Oleh karena itu, orang yang memakan daging babi, dikhawatirkan akan terjangkit penyakit nyeri persendian.

6. Babi mengandung minyak lecithin (lemak babi) yang sangat berbeda dengan hewan lainnya. Oleh karena itu, orang yang memakan daging babi mengandung lecithin jenis ini dan kelebihan kolesterol dalam darah mereka, sehingga menambah kemungkinan terkena penyakit kanker, jantung, pendarahan dada.

Produk es krim Magnum produksi PT Walls, Unilever Indonesia merupakan salah satu produk yang dianggap beberapa waktu lalu sebagai produk yang mengandung kandungan lemak babi didalamnya, berkaitan dengan kabar ini

Head of Corporate Communications PT Unilever Tbk Maria Dewantini Dwianto. Membantah bahwa es krim magnum mengandung lemak babi karena Kode E471 dan E472 yang tertera di kemasan Magnum adalah kode internasional untuk bahan pengemulsi yang bermanfaat untuk mengikat lemak dan air. Bahan ini bisa menggunakan pengemulsi hewani dan nabati. Tetapi Magnum menggunakan pengemulsi nabati yang artinya berasal dari tumbuh-tumbuhan.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), H Amidhan mengatakan bahwa kabar es krim Magnum mengandung lemak babi tidak benar. Pihaknya memastikan jika es krim Magnum Halal. MUI melalui Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika telah menguji Produk es krim Magnum, dan


(20)

20 hasilnya kandungan lemak dari produk magnum bukan berasal dari babi, melainkan dari tumbuhan.

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai persepsi konsumen terhadap suatu produk telah dilakukan banyak peneliti ditempat yang berbeda. Persepsi konsumen merupakan suatu hal yang penting dan berkaitan dengan perilaku konsumen dalam menggunakan suatu produk. Berikut adalah beberapa kajian penelitian mengenai persepsi konsumen yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan.

Prasetyo (2006) meneliti tentang Analisis Perilaku Konsumen Biskuit Terhadap Tingkat Kepentingan Label Halal (Kajian Eksplorasi Terhadap Masyarakat Perkotaan). Alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis diskriminan dari analisis menggunakan analisis diskriminan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa dari 11 variabel yang di masukan dalam analisis diskriminan, terdapat enam variabel yang memberi pengaruh signifikan terhadap tingkat KLH responden. Variabel-variabel tersebut adalah jam membaca perhari, hari membaca Al-Qur‟an dalam sepekan, pengetahuan label dan makanan halal, tingkat pendidikan, loyalitas merek dan Frekuensi pembelian. Dari hasil penelitian yang dilakukan Prasetyo maka penelitian ini akan menggunakan dua variabel yang telah digunakan sebelumnya yaitu Pengetahuan label dan makanan halal dan gaya hidup.

Mashadi (2007) meneliti tentang Pengaruh Motivasi, Persepsi, Sikap dan Pembelajaran Konsumen terhadap Keputusan Pembelian Minuman kemasan

merek “Teh Botol Sosro" di Kawasan Depok. Alat analisis yang digunakan adalah

analisis deskriptif, koefisien determinasi berganda, koefisien korelasi berganda, koefisien korelasi parsial dan uji beda t-paired. Koefisien determinasi berganda berguna untuk menentukan betapa baiknya garis regresi yang mewakili data. Koefisien korelasi berganda atau uji F yaitu untuk menguji keberartian/signifikansi regresi secara keseluruhan. Koefisien korelasi parsial melalui uji t bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh masing-masing variabel independen atau bebas secara individual (parsial) terhadap variabel dependen atau tidak bebas. Uji t-paired digunakan untuk menentukan ada tidaknya perbedaan rata-rata dua sampel bebas. Dari hasil analisis yang


(21)

21 dihasilkan didapatkan kesimpulan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari motivasi, persepsi, sikap dan pembelajaran konsumen terhadap keputusan pembelian minuman kemasan merek Teh Botol Sosro di Kawasan Depok dan Ada perbedaan yang nyata antara pendapat dan harapan konsumen tentang keputusan pembelian. Dari penelitian yang dilakukan oleh Mashadi maka penelitian ini juga akan menggunakan analisis deskriptif, namun peneliti tidak menggunakan alat analisis koefisien determinasi berganda, koefisien korelasi berganda, koefisien korelasi parsial dan uji beda t-paired seperti yang digunakan oleh Mashadi.

Tenny (2008) menganalisis tentang Persepsi Konsumen terhadap Tanggal Kadaluwarsa Berdasarkan Faktor Mutu dan keamanan pangan pada Label Kemasan Produk Pangan di daerah Bogor dan Sekitarnya. Alat analisis yang digunakan adalah korelasi Rank Spearman. korelasi Rank Spearman ini digunakan untuk mengetahui hubungan karakteristik responden terhadap persepsinya mengenai tanggal kadaluwarsa. Korelasi Spearman digunakan untuk mencari hubungan atau menguji signifikansi hipotesis asosiatif apabila masing-masing variabel yang dihubungkan berbentuk ordinal dan sumber data antar variabel tidak harus sama. Pada penelitian ini, digunakan uji ANOVA untuk mengetahui hubungan perbedaan persepsi responden mengenai tanggal kadaluwarsa antar karakteristik responden. Karakteristik responden yang akan di uji dengan ANOVA adalah jenis pekerjaan responden. Pekerjaan responden pada penelitian ini dikategorikan ke dalam lima kategori yaitu pelajar atau mahasiswa, pegawai negeri, pegawai swasta, ibu rumah tangga dan wiraswasta.

Intan (2009) meneliti tentang persepsi dan sikap konsumen terhadap keamanan pangan susu formula dengan adanya isu bakteri Enterobacter sakazakii

di kecamatan tanah sereal Bogor. Alat analisis yang digunakan adalah

Multiatribut Fishbein untuk mengukur sikap konsumen terhadap merek susu formula yang terkenal yaitu susu Dancow dan SGM, alat analisis lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji korelasi Rank Spearman, uji korelasi ini digunakan untuk melihat bagaimana hubungan antara karakteristik dengan persepsi konsumen. Hasil penelitian uji korelasi Rank Spearman yang dihasilkan dapat disimpulkan bahwa hubungan karakteristik responden yaitu orang tua terutama kaum ibu dengan persepsi konsumen terhadap keamanan pangan pada


(22)

22 susu formula adanya bakteri Enterobacter Sakazakii mempunyai nilai signifikansi sebesar 0,000 yang lebih kecil dari 0,05 yang artinya hubungan ini nyata dan mempunyai nilai rata-rata lebih besar dari 0,75, yang mempunyai arti bahwa hubungan ini sangat kuat dan searah dimana nilai tersebut bernilai positif. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Intan, maka penelitian yang akan dilakukan memiliki perbedaan dari segi persepsi konsumen, pada Intan (2009) persepsi konsumen dikaitkan dengan karakteristik konsumen, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan persepsi konsumen dilihat dari faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi persepsi konsumen terhadap produk es krim Magnum setelah adanya isu, namun persamaan penelitian ini dengan Intan (2009) adalah dalam menganalisis sikap konsumen sama-sama menggunakan alat analisis Multiatribut Fishbein.

Julaeha (2010) meneliti tentang persepsi dan sikap konsumen terhadap produk oreo setelah adanya isu melamin. Alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis regresi logistik. Hasil penelitian uji regresi logistik yang dihasilkan didapatkan kesimpulan bahwa dapat diketahui banhwa sebagian besar responden (sebanyak 77 responden) memiliki persepsi yang buruk terhadap produk Oreo, sebagian besar responden memiliki sikap negatif terhadap produk Oreo setelah adanya isu melamin. Sikap negatif menunjukkan bahwa responden memiliki kecenderungan untuk tidak mengkonsumsi produk Oreo seperti sebelum terkena isu melamin. Pada penelitian yang dilakukan oleh Julaeha terdapat beberapa variabel yang digunakan yaitu Usia, jenis kelamin, uang saku, tingkat pengetahuan keamanan pangan, tingkat pengetahuan terhadap produk oreo, dan persepsi konsumen terhadap produk Oreo setelah adanya isu melamin. Dari hasil analisis yang dilakukan oleh Julaeha (2010), maka persamaan penelitian ini dengan penelitian Julaeha (2010) adalah sama-sama menganalisis mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi persepsi konsumen terhadap produk, sedangkan perbedaannya adalah dalam menganalisis sikap konsumen Julaeha (2010) hanya melihat niat pembelian konsumen terhadap produk Oreo, dan tidak membandingkan dengan produk biskuit lain.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya terletak pada produk yang diteliti dan alat analisis yang digunakan, berdasarkan penelitian


(23)

23 tentang persepsi diatas belum ada yang melakukan penelitian tentang persepsi konsumen terhadap keamanan pangan es krim magnum dengan adanya isu penggunaan lemak babi. Hal ini dikarenakan isu penggunaan pengemulsi lemak babi pada es krim magnum ini baru terdengar oleh masyarakat luas awal tahun 2011.

Pada penelitian ini, mengenai “Analisis Persepsi dan Sikap Konsumen

terhadap Keamanan Pangan Produk Es Krim Magnum” karakteristik konsumen

akan dilihat berdasarkan umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengeluaran, pekerjaan. Dalam penelitian ini, untuk mengetahui persepsi dan sikap konsumen terhadap produk es krim magnum alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis regresi logistik, dan analisis Multiatribut Fishbein, analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan karakterisik konsumen, persepsi responden terhadap produk magnum setelah adanya isu lemak babi. Analisis regresi logistik digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan sikap konsumen terhadap produk es krim magnum setelah adanya isu lemak babi. Sedangkan alat analisis Multiatribut Fishbein digunakan untuk melihat bagaimana sikap konsumen terhadap atribut-atribut yang ada pada es krim Magnum dan Campina Bazooka.


(24)

24

III.

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Konsumen dan Perilaku Konsumen

Konsumen adalah orang yang melakukan tindakan menghabiskan nilai barang dan jasa setelah mengeluarkan sejumlah biaya. Tujuan utama dari mengkonsumsi barang dan jasa adalah untuk memenuhi kebutuhan dan diukur sebagai kepuasan yang diperoleh. Besarnya kepuasan konsumen diukur dari sejumlah nilai yang diperoleh dari mengkonsumsi suatu barang dan jasa terhadap biaya yang dikeluarkan (Kotler, 2000).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, konsumen didefinisikan sebagai setiap orang pemakai barang dan jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Konsumen dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu konsumen individu dan konsumen organisasi. Konsumen individu membeli barang dan jasa untuk digunakan sendiri, sedangkan konsumen organisasi meliputi organisasi bisnis, yayasan, lembaga sosial, kantor pemerintah, dan lembaga lainnya (sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit) (Kotler, 2000). Konsumen memiliki kekuasaan penuh untuk menentukan atau memutuskan mengkonsumsi suatu barang. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan dasar dan alami, sehingga kebutuhan tidak bisa diciptakan melainkan oleh konsumen itu sendiri. Namun dalam praktiknya, kebutuhan dapat ditimbulkan melalui stimuli yang diciptakan oleh pemasar.

Dalam pemasaran modern, konsumen memegang peranan penting dalam membeli suatu produk. Dahulu, konsumen tidak diperhitungkan dalam penciptaan suatu produk namun dengan perubahan waktu dan semakin meningkatnya jumlah pemasar, konsumen menjadi penentu apakah suatu produk dapat diproduksi atau tidak. Penciptaan stimuli oleh pemasar didasarkan pada keinginan konsumen terhadap suatu produk yang dinilai dapat memenuhi kebutuhannya. Jika konsumen merasa puas dalam mengkonsumsi produk, maka kemungkinan konsumen untuk berganti produk sangatlah kecil. Jika hal ini


(25)

25 terjadi dalam waktu yang lama dan berulang-ulang maka akan tercipta kesetiaan terhadap produk tertentu.

Perilaku konsumen merupakan suatu hal yang harus dipelajari oleh seorang pelaku bisnis, hal ini harus menjadi perhatian besar oleh seorang pelaku bisnis bagaimana memenuhi dan memahami keinginan konsumen, sehingga pelaku bisnis dapat memberikan kepuasan kepada konsumen dengan memenuhi keinginan konsumen, maka perusahaan sebagai penyedia produk dan jasa harus berusaha untuk memenuhi keinginan tersebut dan memberikan kepuasan kepada konsumen dengan menciptakan strategi-strategi yang dapat membantu perusahaan dalam memenuhi keinginan konsumen.

Perilaku konsumen didefinisikan sebagai tindakan-tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan-tindakan tersebut (Engel:et al 1994). Hal ini sesuai dengan pendapat Schiffman dan Kanuk (1994) yang dikutip dalam Sumarwan (2003), bahwa perilaku konsumen diartikan sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan untuk memuaskan kebutuhan mereka. Tindakan-tindakan yang termasuk dalam kajian perilaku konsumen adalah pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian dan pasca pembelian. Dalam melakukan tindakan-tindakan tersebut, konsumen dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

1. Pengaruh lingkungan, yang meliputi lingkungan budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga dan situasi.

2. Perbedaan individu, yang meliputi sumberdaya konsumsi, motivasi, keterlibatan, pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup dan demografi. 3. Proses psikologis yang meliputi pembelajaran, perubahan sikap dan perilaku.


(26)

26 Gambar 1. Model Perilaku Konsumen

Sumber : Engel et.al 1994

Proses pembelian merupakan tindakan yang paling penting dibandingkan tindakan-tindakan lain dalam model perilaku konsumen. Proses pembelian dianggap sebagai tindakan yang terpenting karena proses pembelian dapat dipengaruhi oleh berbagai hal, salah satunya melalui rangsangan pemasaran, misalnya melalui kegiatan promosi perusahaan.

3.1.2 Persepsi

Menurut UU perlindungan Konsumen No 8 tahun 1999 (dalam Oksowela 2008), konsumen merupakan sebagai pemakai barang dan jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik digunakan untuk kepentingan sendiri, keluarga, orang lain dan tidak untuk diperdagangkan. Konsumen memiliki hak penuh dalam menentukan produk yang akan dikonsumsinya. Namun keputusan konsumen ini

Perbedaan individu

Sumberdaya konsumen Motivasi dan

keterlibatan Pengetahuan Kepribadian dan gaya

Proses Keputusan

Pengenalan kebutuhan Pencarian informasi

Evaluasi alternatif Pembelian Pasca pembelian

Proses Psikologis

Pengolahan Informasi Pembelajaran

Perubahan sikap/perilaku

Pengaruh Lingkungan

Budaya Kelas sosial Pengaruh pribadi

Keluarga


(27)

27 tentunya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti faktor internal maupun eksternal dari konsumen itu sendiri.

Persepsi dihasilkan dan atau dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal (individu) dan faktor eksternal (stimulus), (Kotler 2001). Faktor internal merupakan karakteristik seseorang, kemampuan dasar dalam proses penginderaan serta pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya terhadap berbagai atribut atau situasi konsumen yang bersangkutan, motivasi awal dan pengaruh keadaan yang dialami konsumen. Faktor internal terdiri dari usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan kelas sosial. Faktor internal menggambarkan adanya pertukaran nilai, kebutuhan, kebiasaan, maupun perilaku yang berbeda antara suatu kelompok konsumen dengan lainnya (Mowen dan Minor, 2002). Pemilihan dan selera konsumen terhadap pangan dan barang lainnya dipengaruhi oleh faktor usia (Kotler, 2001). Menurut Sumarwan (2003), siklus hidup seorang konsumen akan ditentukan oleh usianya. Sejak lahir ke dunia, seorang manusia telah menjadi konsumen dan ia akan terus menjadi konsumen dengan kebutuhan yang berbeda sesuai dengan usianya.

Persepsi konsumen berhubungan dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki sebelumnya. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi berkaitan dengan pengetahuan yang lebih tinggi pula (Sediaoetomo, 1999). Pengetahuan yang dimiliki seorang merupakan unsur dari kepribadian dan semakin tinggi tingkat pengetahuan seorang maka ia akan semakin berhati-hati dalam membuat keputusan (Setiadi 2003).

Pengetahuan konsumen akan mempengaruhi keputusan pembelian yaitu semakin banyak pengetahuan yang dimiliki konsumen maka konsumen akan semakin baik dalam mengambil keputusan. Selain itu, pengetahuan tersebut dapat mengakibatkan konsumen akan lebih efektif dan lebih tepat dalam mengolah informasi serta mampu me- recall informasi dengan lebih baik. Berdasarkan uraian tersebut, terlihat bahwa persepsi berhubungan dengan pembentukan pengetahuan konsumen yang kemudian akan mempengaruhi keputusan pembelian atau konsumsi (Kotler, 2001).

Faktor eksternal merupakan karakteristik fisik dari produk seperti ukuran, tekstur, atribut yang terdapat dalam produk. Pengaruh lingkungan merupakan


(28)

28 faktor diluar individu yang akan mempengaruhinya dalam melakukan pengambilan keputusan pembelian. Sumber informasi juga merupakan unsur dari faktor eksternal, keahlian dan validitas sumber informasi sangat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen, dimana semakin terpercaya sumber informasi maka konsumen akan semakin percaya. Menurut Kotler (2001), sumber Informasi konsumen dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu sumber pribadi yang berasal dari keluarga, teman, maupun kenalan, sumber komersial yaitu sumber yang berasal dari iklan, distributor, kemasan, wiraniaga maupun model produk yang dipajang, sumber publik yaitu sumber yang berasal dari media masa, media cetak dan media elektonik, sumber pengalaman yaitu sumber yang berasal dari evaluasi dan pemakaian produk. Informasi terbanyak tentang suatu produk yang diterima konsumen secara umum berasal dari sumber-sumber yang didominasi oleh pemasar, sedangkan informasi yang efektif cenderung berasal dari sumber-sumber pribadi.

Media masa adalah alat komunikasi yang dapat menjangkau orang dalam jumlah yang besar. Terdapat dua bentuk media yaitu media cetak seperti majalah, koran, dan buku serta media elektronik seperti radio, televisi. Menurut Gift et. Al (1975), pada prinsipnya isi dari media kebanyakan membawa iklan atau promosi. Alasan utama dalam penggunaan media masa adalah sebagai sumber informasi, hiburan dan asset sosial sebagai cara untuk tetap mengetahui apa yang sedang terjadi dan antusiasme sosial. Media cetak paling utama digunakan tetapi tidak semata-mata untuk tujuan yang serius guna mendapatkan ilmu pengetahuan atau melatih kecerdasan. Media elektronik digunakan secara luas tetapi tidak semuanya digunakan untuk hiburan tetapi juga dapat digunakan untuk memperoleh berbagai informasi tentang produk. Diantara jenis media periklanan yang ada televisi merupakan media yang efektif untuk memperoleh pengaruh terhadap konsumen.

Menurut Cohen (1981), persepsi merupakan suatu proses yang timbul akibat adanya rangsangan yang mengenai organ sensori dari seorang individu. Di dalam proses persepsi, seorang individu akan menyusun dan menterjemahkan rangsangan sensori sehingga dikembangkan suatu pengertian sendiri akan dunia sekitarnya. Rangsangan (stimulus) adalah energi dalam tubuh yang dapat


(29)

29 merangsang bagian-bagian tubuh untuk memproduksi suatu efek dalam makhluk hidup itu sendiri. Sedangkan sensasi (sensation) adalah akibat, pengertian atau terjemahan dari rangsangan yang terjadi secara langsung dan cepat menciptakan suatu sikap dan perilaku. Persepsi adalah interpretasi dari sensasi, sehingga persepsi dapat diartikan juga sebagai proses kompleks yang dipilih, disusun dan diterjemahkan oleh individu serta merangsang panca indera untuk menghasilkan gambaran yang mempunyai arti dan saling berhubungan.

Gambar 2. Proses terjadinya Persepsi

Perbedaaan dalam persepsi akan mempengaruhi perilaku konsumen dalam memilih atau membeli produk karena konsumen akan membeli barang sesuai dengan persepsinya. Pemahaman terhadap persepsi konsumen sangat bermanfaat bagi pemasar karena persepsi konsumen dapat dijadikan dasar dalam melakukan

market segmentation. Selain persepsi konsumen, perusahaan juga harus mempelajari sikap dan perilaku konsumen.

Menurut Robbins (2002), faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dibagi kedalam tiga bagian, yaitu :

1. Faktor situasi meliputi waktu, keadaan pekerjaan dan keadaan sosial

2. Faktor pengamatan sendiri seperti sikap/pendirian, alasan yang mendasari/motivasi, perhatian minat, pengalaman dan harapan

3. Faktor target meliputi sesuatu (kesenangan) yang baru, gerakan dan suara. Persepsi konsumen didefinisikan sebagai suatu proses, dimana seseorang menyeleksi, mengorganisasikan dan menginterpretasikan stimuli ke dalam gambaran yang lebih berarti dan menyeluruh. Stimuli adalah setiap input yang ditangkap oleh panca indera. Stimuli dapat berasal dari lingkungan sekitar atau

Stimulus

Sensasi Persepsi

Organ Sensori


(30)

30 dari dalam individu itu sendiri. Kombinasi keduanya akan memberikan gambaran persepsi yang bersifat pribadi (Simamora, 2002).

Pengetahuan konsumen akan mempengaruhi keputusan pembelian yaitu semakin banyak pengetahuan yang dimiliki konsumen maka konsumen akan semakin baik dalam mengambil keputusan. Selain itu, pengetahuan tersebut dapat mengakibatkan konsumen akan lebih efisien dan lebih tepat dalam mengolah informasi serta mampu me-recall informasi dengan lebih baik. Berdasarkan uraian tersebut, terlihat bahwa persepsi berhubungan dengan pembentukkan pengetahuan konsumen yang kemudian akan mempengaruhi keputusan pembelian, dimana keputusan pembelian tersebut dipengaruhi oleh sikap konsumen (Kotler, 2000).

Secara keseluruhan dapat diambil kesimpulan bahwa persepsi merupakan cara pandang konsumen terhadap suatu produk setelah melakukan proses pembelian dan mengkonsumsi produk tersebut dimana persepsi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal (faktor pribadi) dan eksternal (stimulus). Persepsi bersama-sama dengan pengetahuan membentuk kepercayaan dan berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa konsep kepercayaan sangat tekait dengan konsep sikap dimana persepsi yang baik terhadap sesuatu dapat memunculkan sikap yang positif terhadap hal tersebut.

3.1.3 Sikap Konsumen

Menurut Umar (2000), sikap adalah evaluasi, perasaan dan kecenderungan seseorang yang relatif konsisten terhadap suatu objek atau gagasan. Sikap akan menempatkan seseorang dalam satu pikiran untuk menyukai atau tidak menyukai sesuatu, bergerak mendekati atau menjauhinya. Sikap merupakan inti dari rasa suka dan tidak suka bagi orang, kelompok, situasi, objek dan ide-ide tidak berwujud tertentu.

Menurut Gerungen (1991), attitude merupakan sikap terhadap suatu objek tertentu, yang dapat merupakan sikap pandangan atau sikap perasaan dengan kecenderungan untuk bertindak dengan sikap objek tadi. Sikap dapat diciptakan secara langsung melalui proses pembelajaran perilaku dari pengkondisian klasik, pengkondisian operant dan pembelajaran observasional. Dari perspektif pengkondisian klasik, sikap merupakan tanggapan emosional bersyarat yang dapat ditimbulkan oleh ranfsangan bersyarat. Pada pengkondisian operant,


(31)

31 berhubungan dengan fungsi utilitarian, yakni ekspresi sikap yang merupakan tanggapan yang dipelajari yang berasal dari penguatan dan penghukuman. Dari perspektif ini, afeksi yang membentuk perasaan yang mendasari sikap merupakan hasil dari pengkondisian operant. Sedangkan pada pembelajaran observasional yang disebut juga pembelajaran vicarions atau sosial, mengacu pada fenomena

dimana orang mengembangkan “pola perilaku” dengan mengobservasi tindakan

orang lain (Mowen dan Minor, 2002) Schiffman dan Kanuk (1994) mengemukakan empat fungsi dari sikap, yaitu:

1. Fungsi Utilarian. Konsumen menyatakan sikapnya terhadap suatu produk karena manfaat dari produk dapat menghindari risiko.

2. Fungsi mempertahankan ego. Sikap konsumen untuk menimbulkan kepercayan yang lebih baik untuk meningkatkan citra diri dan mengatasi dari luar.

3. Fungsi ekspresi nilai. Sikap berfungsi menyatakan nilai-nilai, gaya hidup dan identitas sosial dari seseorang.

4. Fungsi pengetahuan. Pengetahuan yang baik dari suatu produk seringkali mendorong seseorang untuk menyukai produk tersebut, karena itu sikap positif suatu produk mencerminkan pengetahuan konumen terhadap suatu produk.

Engel et al. (1994) menyatakan sikap yang penting dari sikap adalah kepercayaan. Kepercayaan dapat mempengaruhi kekuatan hubungan antara sikap dan perilaku. Sikap yang dipegang dengan penuh kepercayaan biasanya akan dapat diandalkan untuk membimbing perilaku. Kepercayaan dapat mempengaruhi kerentanan sikap terhadap perubahan. Sikap akan lebih resisten terhadap perubahan bila dipegang dengan kepercayaan yang lebih besar. Sifat juga bersifat dinamis, dimana sikap akan berubah bersama waktu. Oleh karenanya perusahaan dapat meperoleh manfaat dari penelitian sikap sebagai salah satu cara untuk mengantisipasi perubahan yang potensial dalam permintaan produk dan perilaku konsumsi.

Menurut Sumarwan 2011 Faktor-faktor yang berperan penting dalam pembentukan sikap, yaitu proses pengolahan informasi, pembentukan pengetahuan, dan proses belajar, ketiga hal diatas akan sangat menentukan apakah


(32)

32 konsumen menyukai suatu produk sebelum ia memutuskan untuk membeli atau mengkonsumsinya.

Setiadi (2003) menjelaskan bahwa ada tiga komponen sikap, kepercayaan merek adalah komponen dari sikap, evaluasi merek adalah komponen afektif atau perasaan, dan maksud untuk membeli adalah komponen konatif atau tindakan. Hubungan antara ketiga komponen ini dijelaskan pada gambar dibawah ini.

Gambar 3. Hubungan antara tiga komponen sikap

Hubungan antara tiga komponen itu mengilustrasikan hierarki pengaruh keterlibatan tinggi (high involvement) yaitu kepercayaan merek mempengaruhi maksud untuk membeli. Dari tiga komponen sikap, evaluasi merek adalah pusat dari telaah sikap karena evaluasi merek merupakan ringkasan dari kecenderung konsumen untuk menyenangi atau tidak menyenangi merek tertentu. Evaluasi merek sesuai dengan definisi dari sikap terhadap merek yaitu kecenderungan untuk mengevaluasi merek baik disenangi atau tidak disenangi. Dari gambar di atas dapat disimpulkan bahwa kepercayaan merek datang sebelum dan mempengaruhi evaluasi merek, dan evaluasi mereka terutama menentukan prilaku berkehendak.

Setiadi (2003) teori Fishbein lebih dapat diaplikasikan dibandingkan dengan teori Rosenberg, karena Fishbein menjelaskan pembentukan sikap sebagai tanggapan atas atribut – atribut. Sedangkan Rosenberg menjelaskan pembentukkan sifat sebagai tangkapan atas nilai – nilai. Atribut bersifat lebih operasional, sedangkan nilai lebih bersifat abstrak dan susah diderivasi ke dalam bentuk yang lebih konkret. Model Fishbein memungkinkan para pemasar mendiagnosa kekuatan dan kelemahan merek produk mereka secara relative dibandingkan dengan merek produk pesaing dengan menentukan bagaimana konsumen mengevaluasi alternatif merek produk pada atribut – atribut

Komponen Kognitif Kepercayaan terhadap merek

Komponen Afektif Evaluasi Merek

Komponen Konatif Maksud untuk


(33)

33 penting. Ilustrasi model Fishbein digambarkan pada gambar ini :

evaluas

Gambar 4. Model Multiatribut Fishbein

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Pada Februari 2011 masyarakat Indonesia dikagetkan oleh pemberitaan media massa baik media elektronik maupun media cetak mengenai adanya isu lemak babi dalam produk es krim magnum yang beredar dipasaran. Hal ini telah banyak membuat perhatian berbagai pihak. Reaksi masyarakat atas peristiwa ini dapat dimaknai ssebagai kepedulian masyarakat terhadap kehalalan dan keamanan produk pangan untuk dikonsumsi.

Es krim magnum merupakan salah satu produk makanan yang banyak digemari masyarakat mulai dari anak-anak sampai orang tua. Selain memiliki rasa yang enak, jenis produknya pun beragam seperti Magnum Almond, Magnum Chocolate truff dan Magnum Classic. Es krim magnum merupakan es krim yang populer dimasyarakat. Sejak awal kemunculannya sampai sekarang magnum telah mampu menarik perhatian masyarakat. Hal ini terbukti bahwa produk magnum mampu menguasai pangsa pasar untuk kategori es krim.

PT Walls, Unilever Indonesia merupakan salah satu perusahaan yang memproduksi es krim. Produk es krim yang diproduksi PT Walls Indonesia salah satunya adalah es krim magnum. PT Walls Indonesia merupakan salah satu anak perusahaan dari Unilever yang berada di London dan Belanda. Perusahaan ini merupakan pemimpin pasar dalam usaha es krim di Indonesia.

Kesalahan pemaknaan dalam penerimaan informasi oleh masyarakat serta adanya pemberitaan yang kurang spesifik dan informatif oleh media massa telah

Evaluasi Atribut Evaluasi adalah evaluasi baik atau

buruknya suatu atribut produk

Kepercayaan (bi) Kepercayaan adalah

kekuatan kepercayaan bahwa

produk memiliki atribut tertentu

Sikap Terhadap Atribut (Ao) Karakteristik dari


(34)

34 membuat masyarakat mencap produk magnum mengandung lemak babi. Padahal Produk magnum yang diproduksi di Indonesia aman dari lemak babi. Sebagai perusahaan yang terkena imbas kasus isu lemak babi ini, PT Walls Indonesia memiliki kepentingan untuk mengetahui persepsi konsumen terhadap merek yang dimilikinya. Persepsi konsumen penting untuk diketahui oleh produsen, karena persepsi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan konsumen. PT Walls Indonesia ingin mengembalikan citra perusahaannya serta mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap produk magnum.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis persepsi konsumen terhadap produk magnum setelah adanya isu lemak babi, menganalisis sikap konsumen terhadap dua merek produk es krim yaitu Magnum dan Campina Bazooka setelah adanya isu lemak babi, serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi konsumen terhadap produk magnum setelah adanya isu lemak babi. Alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis regresi logistik, dan analisis Multiatribut Fishbein. Analisis deskriptif menjelaskan mengenai karakteristik konsumen dan persepsi konsumen terhadap produk magnum setelah adanya isu lemak babi. Sedangkan analisis regresi logistik menjelaskan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi konsumen dalam mengkonsumsi produk magnum setelah adanya isu lemak babi dan Multiatribut fishbein

menjelaskan tentang sikap konsumen terhadap atribut produk Magnum dan Campina Bazooka.


(35)

35 Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional

Rekomendasi bagi PT Walls, Unilever, Indonesia

Faktor-faktor yang mempengaruhi

persepsi konsumen terhadap produk es krim magnum setelah adanya isu : 1. Usia

2. Tingkat pendidikan 3. Pekerjaan

4. Tingkat pengeluaran

5. Tingkat pengetahuan terhadap es krim Magnum

6. Tingkat pengetahuan label dan makanan halal

7. Persepsi konsumen terhadap produk es krim magnum

Persepsi konsumen tentang produk es krim

magnum

setelah adanya isu lemak babi

Sikap konsumen terhadap produk es krim

magnum

setelah adanya isu lemak babi

Analisis Regresi Logistik

Keresahan masyarakat terhadap isu yang beredar melalui media masa mengenaiLemak

babi

Produk Es Krim Magnum PT Walls, Unilever, Indonesia

1. Harga

2. Rasa

3. Merek

4. Kemasan

5. Ukuran

6. Kandungan gizi 7. Izin depkes 8. Kehalalan 9. Ketersediaan


(36)

36

IV.

METODE PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian terhadap analisis persepsi dan sikap konsumen terhadap produk magnum setelah isu lemak babi ini dilakukan di kota Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan Kota Bogor merupakan kota berpenduduk padat di provinsi Jawa Barat dengan tingkat pendapatan per kapita yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Berikut merupakan tabel pendapatan per kapita Kota Bogor tahun 2006-2010.

Tabel 6. PDRB Perkapita Kota Bogor 2006-2010 (Rupiah) No Tahun PDRB Atas Dasar Harga

Berlaku

PDRB Atas Dasar Harga Konstan

1 2006 8.626.510,51 4.495.588,79

2 2007 9.975.446,96 4.677.347,48

3 2008 11.634.895,15 4.902.344,97

4 2009 13.464.061,07 5.099.212,20

5 2010 15.626.396,68 5.311.184,29

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Bogor (2010)

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa Atas Dasar Harga Berlaku, pendapatan perkapita kota bogor tahun 2010 mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan pendapatan perkapita pada tahun 2006. Demikian juga jika ditinjau Atas Dasar Harga Konstan 2006, terlihat bahwa pendapatan perkapita tahun 2010 meningkat jika dibandingkan dengan pendapatan perkapita tahun 2006, walaupun peningkatan yang terjadi belum terlalu menggembirakan.

Dengan peningkatan pendapatan perkapita kota Bogor memungkinkan adanya potensi pemasaran Es Krim Magnum dan Campina Bazooka yang cukup baik. Selain itu letak Kota Bogor sangat strategis, dan merupakan pusat pemerintahan dan perekonomian. Pengumpulan data di lapang dilaksanakan selama kurang lebih satu bulan, dimulai pada Pertengahan bulan April 2012.


(37)

37 4.2 Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini dilakukan dengan metode survey, yaitu penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual, baik tentang intuisi sosial, ekonomi atau politik dari suatu kelompok ataupun suatu daerah (Nazir, 1999). Penentuan pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode non probability sampling, metode ini dipilih karena tidak semua anggota populasi memiliki kesempatan yang sama menjadi responden (Simamora 2004), hal ini diperkuat pula dengan pernyataan Umar (2003) yang mengatakan bahwa pengambilan sampel menggunakan metode non probability, semua elemen populasi belum tentu memiliki peluang yang sama untuk dipilih menjadi sampel. Penentuan responden dilakukan secara convenient sampling, dimana penentuan responden yang akan diteliti yaitu elemen populasi dipilih berdasarkan kemudahan dan kesediaan untuk menjadi sampel (Simamora, 2004). Secara keseluruhan responden diambil dari enam kecamatan yang terdapat di Kota Bogor yaitu kecamatan Bogor Barat, Bogor Timur, Bogor Tengah, Bogor Selatan, Bogor Utara, dan Tanah Sareal.

Adapun responden yang dipilih adalah konsumen yang mengkonsumsi produk es krim Magnum dan es krim Campina Bazooka. Pemilihan tersebut dilakukan karena konsumen yang pernah mengkonsumsi produk yang diteliti, diharapkan akan dapat mendeskripsikan aspek-aspek yang akan diteliti. Responden yang diambil yaitu sebanyak 86 responden. Lokasi yang menjadi tempat pemilihan responden umumnya adalah tempat-tempat responden yang mudah ditemui seperti dekat pusat perbelanjaan dan lingkungan kampus. sesuai dengan pendapat Barley dan Chasdwick et. al (1991) yang dikutip oleh Trio (2006) bahwa jumlah contoh minimum untuk penelitian adalah 30 sampai 100 satuan. Sampel yang menjadi responden telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh peneliti sehingga dapat mengurangi bias penelitian.

Menurut Nazir (2005), penentuan sampel dalam setiap kecamatan menggunakan metode alokasi sampel berimbang melalui pendekatan sample fraction dihitung dengan rumus:


(38)

38 dimana:

n1 = jumlah sampel dalam tiap kecamatan N1 = jumlah populasi dalam tiap kecamatan N = jumlah populasi penduduk Kota Bogor N = besarnya ukuran sampel (100 orang)

Berdasarkan perhitungan diperoleh sebaran responden dalam setiap kecamatan yang terlihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Jumlah Responden pada Setiap Kecamatan di Kota Bogor

Kecamatan Jumlah Penduduk (N) Sample Frame (N1/N) Jumlah Penduduk x Sample Frame Jumlah Responden Per Kecamatan (n1) Bogor Selatan

181.392 0,19087 19,087 19

Bogor Timur 95.098 0,10006 10,006 10

Bogor Utara 170.443 0,17935 17,935 18

Bogor Tengah

101.398 0,10669 10,669 11

Bogor Barat 211.084 0,22211 22,21 22

Tanah Sareal 190.919 0,20089 20,089 20

Total 950.334 100 100

Dalam pengambilan responden pada setiap daerah dilakukan dengan menggunakan teknik convenience yang dilakukan atas dasar pendekatan langsung kepada responden pada keenam wilayah dikota Bogor, dengan menanyakan kesediaan responden untuk mengisi pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner yang dipandu langsung oleh peneliti. Selain itu, dilakukan wawancara dengan responden sehingga diperoleh informasi yang lebih mendalam.

4.3 Desain Penelitian

Penelitian ini didesain sebagai penelitian survei dengan mengambil kasus pada konsumen yang berada di enam kecamatan di Kota Bogor yang membeli produk es krim magnum. Analisis deskriptif bertujuan untuk memberi gambaran umum karakteristik responden, persepsi, sedangkan regresi logistik adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi responden terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi dan analisis Multiatribut Fishbein


(39)

39 Magnum dan Campina Bazooka. Campina Bazooka merupakan produk saingan produk es krim Magnum, karena produk es krim Campina Bazooka ini merupakan produk es krim dengan segmentasi pasar yang sama yaitu kalangan dewasa dan pasar sasarannya kalangan menengah keatas, serta harga yang sama dan rasa yang hampir sama dengan es krim Magnum.

4.4 Data dan Instrumentasi

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder, baik kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh dari konsumen melalui wawancara langsung dan melalui pengisian kuesioner sebagai panduan, sedangkan data sekunder diperoleh dari dinas-dinas dan instansi terkait, seperti Badan Pusat Statistik Kota Bogor dan Kabupaten Bogor, Dinas Perdagangan dan Perindustrian serta referensi kepustakaan lainnya.

Instrumentasi yang digunakan berupa kuesioner. Kuesioner ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: bagian pertama untuk mengetahui karakteristik responden, bagian kedua untuk mengetahui persepsi konsumen terhadap es krim magnum dan ketiga merupakan untuk melihat sikap konsumen dalam mengkonsumsi es krim magnum setelah adanya isu lemak babi. Adapun pengumpulan data primer menggunakan kuesioner terbagi menjadi beberapa jenis pertanyaan, yaitu:

1) Pertanyaan tertutup (close ended question), adalah pertanyaan dengan jawaban yang telah ditentukan terlebih dahulu sehingga responden hanya dapat memilih jawaban yang telah disediakan dalam pertanyaan tersebut. 2) Pertanyaan terbuka (open ended question), merupakan pertanyaan dengan

jawaban yang bersifat bebas sehingga responden dapat mengisi pertanyaan yang diajukan sesuai dengan pendapat pribadinya.

3) Pertanyaan kombinasi, yaitu pertanyaan dengan jawaban yang telah ditentukan serta diikuti dengan adanya jawaban yang tidak ditentukan terlebih dahulu, sehingga responden bebas untuk memberikan jawaban.

4.5 Metode Pengolahan Data

Analisis data konsumen dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif yang disajikan dalam bentuk tabel,


(1)

Omnibus Tests of Model Coe fficients

13.694 12 .321

13.694 12 .321

13.694 12 .321

Step Block Model Step 1

Chi-square df Sig.

Model Summary

104.361a .147 .197

Step 1

-2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

Estimation terminated at iteration number 20 because maximum iterations has been reached. Final solution cannot be found. a.

Hosmer and Leme show Te st

13.528 8 .095

Step 1


(2)

Contingency Table for Hosmer and Le meshow Test

8 7.603 1 1.397 9

7 6.730 2 2.270 9

8 6.139 1 2.861 9

6 5.410 3 3.590 9

3 3.961 4 3.039 7

5 4.932 4 4.068 9

4 4.638 5 4.362 9

0 4.287 9 4.713 9

5 2.950 4 6.050 9

2 1.349 5 5.651 7

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Step 1

Observed Expected stop atau melanjutkan

mengkonsumsi produk = Stop Mengkonsumsi

Observed Expected stop atau melanjutkan

mengkonsumsi produk = Tetap Mengkonsumsi

Total

Classification Tablea

41 7 85.4

22 16 42.1

Observed

Stop Mengkonsumsi Tetap Mengkonsumsi stop atau melanjutkan

mengkonsumsi produk Step 1

Stop Mengkon

sumsi

Tetap Mengkon

sumsi stop atau melanjutkan

mengkonsumsi produk

Percentage Correct Predicted


(3)

Variab le s in th e Equ atio n

.010 2 .995

21.782 28035.895 .000 1 .999 3E+009

-.072 .716 .010 1 .919 .930

-.709 .854 .690 1 .406 .492

-1.128 .679 2.757 1 .097 .324

2.615 3 .455

22.894 40193.076 .000 1 1.000 9E+009 22.198 40193.076 .000 1 1.000 4E+009 21.218 40193.076 .000 1 1.000 2E+009

.247 2 .884

-.322 .911 .125 1 .724 .725

-.087 .878 .010 1 .921 .916

.097 2 .953

-21.182 40192.970 .000 1 1.000 .000

.157 .504 .097 1 .756 1.170

.940 .537 3.072 1 .080 2.561

-22.056 40193.076 .000 1 1.000 .000

x1 x1(1) x1(2) x2(1) x3(1) x4 x4(1) x4(2) x4(3) x5 x5(1) x5(2) x6 x6(1) x6(2) x7(1) Constant Step

1a

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Variable(s) entered on step 1: x1, x2, x3, x4, x5, x6, x7. a.


(4)

Correlation Matrix

1.000 .000 .000 .000 .000 -1.000 -1.000 -1.000 .000 .000 .000 .000 .000

.000 1.000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000

.000 .000 1.000 .038 -.404 .000 .000 .000 -.032 -.004 .000 .069 .089

.000 .000 .038 1.000 -.055 .000 .000 .000 -.150 -.079 .000 .058 .095

.000 .000 -.404 -.055 1.000 .000 .000 .000 .103 .033 .000 -.016 -.322

-1.000 .000 .000 .000 .000 1.000 1.000 1.000 .000 .000 .000 .000 .000

-1.000 .000 .000 .000 .000 1.000 1.000 1.000 .000 .000 .000 .000 .000

-1.000 .000 .000 .000 .000 1.000 1.000 1.000 .000 .000 .000 .000 .000

.000 .000 -.032 -.150 .103 .000 .000 .000 1.000 .832 .000 -.229 -.119

.000 .000 -.004 -.079 .033 .000 .000 .000 .832 1.000 .000 -.076 -.123

.000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 1.000 .000 .000

.000 .000 .069 .058 -.016 .000 .000 .000 -.229 -.076 .000 1.000 -.060

.000 .000 .089 .095 -.322 .000 .000 .000 -.119 -.123 .000 -.060 1.000

Constant x1(1) x1(2) x2(1) x3(1) x4(1) x4(2) x4(3) x5(1) x5(2) x6(1) x6(2) x7(1) Step 1


(5)

RINGKASAN

ARIYATI KESUMA. Analisis Persepsi dan Sikap Konsumen terhadap

Kehalalan Produk Es Krim Magnum Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas

Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di Bawah bimbingan

FEBRIANTINA DEWI).

Makanan dan minuman siap saji memiliki prospek pasar yang semakin luas karena adanya pergeseran pola konsumsi masyarakat yang diiringi dengan

peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Konsumen dengan

perkembangan zaman yang semakin pesat harus lebih selektif untuk memilih makanan dan minuman yang dikonsumsi, konsumen harus mengetahui kandungan apa yang terdapat dalam makanan dan minuman yang dikonsumsi.

Salah satu bisnis dibidang makanan ringan yang mempunyai potensi untuk terus berkembang adalah industri es krim. Potensi perkembangan industri es krim ini dapat dilihat dengan tingkat konsumsi konsumen terhadap produk es krim. Rata-rata setiap orang di Indonesia mengkonsumsi 0,2 liter es krim per tahun, sekitar 250 mililiter per orang per tahunnya.

Pada Maret 2011 beredar informasi di Indonesia mengenai ingredient makanan dalam bentuk kode-E yang beredar di media elektronik seperti melalui sarana Short Message Service (SMS), Blackberry Messager dan melalui internet seperti facebook. Beberapa orang mengindikasikan bahwa deretan kode-E tersebut bersumber dari babi. Isu tentang kode-E pada salah satu produk yang telah bersertifikat halal telah meresahkan masyarakat yang mengkonsumsi produk

tersebut. Kode-E atau E-number menurut UK Food StandardAgencyadalah kode

untuk bahan tambahan atau aditif makanan yang telah dikaji oleh Uni Eropa. Salah satu produk yang telah bersertifikat halal namun diklaim mengandung lemak babi adalah es krim Magnum.

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah 1) Menganalisis persepsi konsumen terhadap produk Es krim Magnum setelah adanya isu lemak babi. 2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi konsumen terhadap produk Es krim Magnum setelah adanya isu lemak babi. 3) Menganalisis sikap konsumen terhadap produk Es krim Magnum dan es krim Campina Bazooka setelah adanya isu lemak babi. Penelitian ini dilakukan di Kota Bogor, pada bulan April hingga Mei 2012.

Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan Convinience

Sampling. Teknik pengolahan dan analisis data menggunakan tabulasi deskriptif. Analisis skala likert, dan regresi logistik. Responden pada penelitian ini berjumlah 100 orang. Sebagian besar merupakan perempuan, berusia 19 -24 tahun, sebagian yaitu sebesar 62 responden dan memiliki pengeluaran sebesar Rp. 1.000.001 – Rp. 2.500.000 per bulan. Pada perilaku konsumsi/pembelian terhadap produk Magnum sebagian besar responden melakukan pembelian secara mendadak. Dalam hal frekuensi mengkonsumsi produk Magnum perbulannya sebagian besar responden adalah kurang dari 1 kali perbulan dan memilih responden memilih jenis produk Magnum Classic serta melakukan pembelian produk Magnum di Supermarket. Alasan utama mengkonsumsi produk Magnum adalah produk Magnum sebagai memiliki rasa yang berkualitas, sumber informasi mengenai


(6)

produk Magnum dari iklan media elektronik, dan responden menyatakan puas terhadap produk Magnum.

Pada tingkat pengetahuan terhadap produk Magnum sebagian besar responden berada dalam kategori sedang hal ini berarti responden cukup mengetahui mengenai informasi tentang produk Magnum. Tingkat pengetahuan terhadap label dan makanan halal sebagian besar responden berada dalam kategori tinggi, berarti responden sangat mengetahui mengenai label dan makanan halal. Analisis tingkat persepsi terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi menghasilkan bahwa persepsi responden berada dalam kategori buruk, hal ini berarti responden tidak cukup memahami dan memiliki pandangan yang negatif terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi. Berdasarkan analisis sikap terhadap produk Magnum setelah adanya isu Lemak babi diketahui bahwa 48 konsumen memilih untuk berhenti mengkonsumsi produk Magnum, sedangkan dari analisis sikap responden terhadap atribut kedua produk es krim Magnum dan Campina Bazooka, responden memiliki sikap yang netral terhadap es krim Magnum dan Campina Bazooka. Berarti responden memiliki sikap yang netral terhadap kedua jenis produk es krim ini.

Hasil analisis logit menghasilkan satu variabel yang berpengaruh nyata pada tingkat persepsi terhadap produk Magnum setelah adanya isu lemak babi yaitu variabel pekerjaan. Sedangkan variabel yang berpengaruh nyata terhadap sikap konsumen terhadap produk es krim Magnum setelah adanya isu lemak babi adalah pekerjaan dan tingkat persepsi konsumen terhadap isu lemak babi. Rekomendasi yang dapat disampaikan kepada PT Walls, Unilever Indonesia adalah PT Walls,Unilever Indonesia untuk berusaha merubah citra tidak baik tersebut dengan membuat strategi perusahaan seperti iklan produk Magnum dengan isi materi bahwa produk Magnum bebas kandungan lemak babi.