76 berdasarkan dari pengalaman belajar tetapi dari teori-teori yang mereka ketahui
sebelumnya. Perbandingan rerata selisih skor
pretest
dan
posttest I
kemampuan
menginterpretasi
pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dapat dilihat pada Gambar 4.3. Gambar tersebut adalah sebuah diagram yang menggambarkan
peningkatan rerata skor
pretest
ke
posttest I
pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Peningkatan rarata skor pada kelompok eksperimen lebih
tinggi daripada kelompok kontrol. Peningkatan rerata skor pada kelompok eksperimen sebesar 0,46, sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 0,17.
Kelompok eksperimen mengalami peningkatan yang signifikan dengan harga
Sig. 2
-
tailed
sebesar 0,00 p 0,05, sedangkan kelompok kontrol tidak mengalami peningkatan signifikan dengan harga
Sig. 2
-
tailed
sebesar 0,16 p 0,05. Pengaruh penggunaan metode inkuiri dan metode ceramah masih sekuat
posttest I
sesudah satu bulan dilakukan perlakuan. Hal ini dibuktikan dengan harga
Sig. 2
-
tailed
sebesar 0,15 p 0,05 untuk kelompok eksperimen dan harga
Sig. 2
-
tailed
sebesar 0,31 p 0,05 untuk kelompok kontrol. Kelompok eksperimen mengalami peningkatan rerata skor, pengaruh
metode inkuiri yang menengah, dan pengaruh metode inkuiri masih sekuat
posttest I
tetapi hasil analisis data membuktikan bahwa metode inkuiri tidak berpengaruh terhadap kemampuan
menginterpretasi
. Hal ini sesuai dengan pendapat teori kompleksitas yang berbunyi bahwa peningkatan kecil dapat
membawa pengaruh besar dan peningkatan besar mungkin memiliki sedikit atau tidak berpengaruh Cohen, 2007: 277-278.
4.2.3 Dampak Pengaruh Perlakuan
Peneliti melakukan analisis dampak pengaruh perlakuan dengan dua teknik pengumpulan data. Teknik yang pertama adalah
test
. Teknik
test
menjadi teknik utama yang digunakan dalam penelitian ini. Teknik yang kedua adalah teknik
non test
dengan cara triangulasi sebagai metode kualitatif sederhana untuk melengkapi hasil penelitian kuantitatif. Triangulasi dilaksanakan dengan menggunakan tiga
cara yaitu observasi pembelajaran di kelas eksperimen, wawancara pada guru serta siswa pada kelas eksperimen setelah perlakuan, dan dokumentasi berupa
77 foto-foto kegiatan pembelajaran. Analisis dampak pengaruh perlakuan ini
bertujuan untuk menyingkapkan persepsi terhadap proses pembelajaran dari sudut pandang subjek-subjek yang terlibat dalam penelitian Krathwohl 2004: 546.
Pada bagian ini dipaparkan hasil analisis dampak pengaruh perlakuan berdasarkan pada hasil observasi dan wawancara.
Obervasi dilakukan selama pelaksanaan pembelajaran di kelas eksperimen pada hari Rabu, 10 September 2014. Siswa terlihat senang dan antusias ketika
mendengar penjelasan dari guru bahwa hari ini akan melakukan percobaan tentang dampak pencemaran air. Siswa tenang mendengarkan cerita dari guru dan
setelah itu siswa aktif menanggapi cerita yang disampaikan guru. Siswa juga aktif tunjuk tangan ingin bercerita tentang keadaan sungai di dekat tempat tinggalnya.
Secara berkelompok siswa mencari arti kata pencemaran pada kamus dan merumuskan arti pencemaran air dengan dibimbing guru. Guru memberikan
contoh pertanyaan yang akan ditemukan jawabannya ketika eksperimen, yaitu “Apakah ikan dapat bertahan hidup pada air yang tercemar?”
Komunikasi pribadi, 10 September 2014. Lalu ada salah satu siswa yang mengajukan
pertanyaan “Apakah limbah sabun dapat membuat ikan mati?”
Komunikasi pribadi, 10 September 2014. Kemudian disusul banyak pertanyaan yang diajukan
oleh siswa yang lain. Siswa aktif juga berdiskusi dalam kelompoknya untuk membuat hipotesis.
Siswa berlari menuju halaman sekolah dengan senang untuk melakukan eksperimen. Siswa aktif menggunakan alat dan bahan eksperimen. Siswa aktif
melakukan komunikasi dengan guru dan teman dalam satu kelompok maupun kelompok yang berbeda. Ada salah satu siswa bertanya pada guru “
Pak nanti kalau ikan ya
ng di limbah makanan mati nggak?” Komunikasi pribadi, 10 September 2014.
Peneliti mendengar salah satu siswa berkata pada teman sekelompok
“Pelan
-pelan yang nuang air sabun nanti ikannya pusing lho
” Komunikasi pribadi, 10 September 2014. Ada juga salah satu siswa yang datang
ke kelompok lain dan bertanya “gimana ikanmu, c
uma pusing atau udah mati yang di air limbah makanan?
” Komunikasi pribadi, 10 September 2014. Setelah eksperimen, siswa juga aktif terlibat dalam merumuskan kesimpulan eksperimen
78 dengan diskusi kelompok. Siswa juga aktif melakukan tanya jawab ketika
presentasi. Wawancara dilakukan terhadap tiga siswa yang berasal dari kelompok
eksperimen pada hari Kamis, 11 September 2014. Hasil wawancara pada kelompok eksperimen menunjukkan bahwa siswa merasa senang karena bisa
belajar di luar kelas serta mengetahui hal-hal yang baru. Hal ini diungkapkan oleh salah satu siswa dengan menjawab,
“Senang
soalnya bisa belajar di luar kelas dan mengetahui hal-
hal yang belum saya ketahui” W1 SA B5-6. Siswa juga dapat melatih emosinya selama eksperimen. Siswa yang lain mengungkapkan
bahwa ia merasa sedih ketika melihat ikan mati karena air terkena limbah. Berikut ungkapan siswa tersebut,
“Senang tapi ada sedih
-sedihnya. Sedih karena ikannya
mati dan senang karena dapat belajar IPA dengan mudah” W1 SB B5-6. Metode inkuiri sangat membantu siswa memahami materi pencemaran air.
Berikut ungkapan salah satu siswa, “Sangat membantu, mengetahui bagaimana
pencemaran air bisa terjadi di sungai dan danau-
danau” W1 SA B9-10. Siswa tidak mengalami kesulitan dalam belajar dengan menggunakan metode inkuiri dan
dapat mengikuti langkah-langkah pembelajarannya dengan baik. Alasannya karena metode inkuiri membuat siswa lebih mudah dalam memahami materi.
Berikut ungkapan siswa yang membuktikan hal tersebut , “Tid
ak, karena lebih
mudah memahami tentang pencemaran air” W1 SC B12-13.
Wawancara juga dilakukan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam
menjelaskan
setelah pembelajaran dengan metode inkuiri
.
Hasil wawancara menunjukkan bahwa siswa lebih bisa menjabarkan melalui soal nomor 1a tentang
pengertian pencemaran air. Berikut ungkapan salah satu siswa, “Ya, bisa”
W1 SA B16. Siswa lebih bisa memperkirakan melalui soal nomor 1b tentang ciri-ciri
air yang tercemar dan ini salah satu ungkapan siswa, “bisa” W1 SB B18. Siswa
merasa sedikit lebih bisa, sedikit bingung, dan lumayan bisa memberikan alasan melalui soal nomor 1c tentang penyebab pencemaran. Berikut ungkapan ketiga
siswa, “Lumayan” W1 SA B22, “Bisa agak bingung” W1 SB B21, “Sedikit
bisa” W1 SC B22. Untuk soal nomor 1d ada siswa yang mengalami kesusahan, ada yang lebih bisa dan tidak bingung, serta ada yang lebih bisa dalam
memberikan contoh. Berikut ungkapan ketiga siswa, “Susah soalnya di sungai
79
banyak bahan yang mencemari air sehingga tidak mudah dis
ebutkan” W1 SA B25-26,
“Bisa dan nggak bingung” W1 SB B24, “Bisa” W1 SC B25. Wawancara
berikutnya mengenai
kemampuan siswa
dalam
menginterpretasi
setelah mengikuti pembelajaran dengan metode inkuiri. Hasil
wawancara menunjukkan bahwa siswa lebih bisa menerjemahkan melalui soal nomor 2a, tetapi ada yang merasa lumayan bisa mengerjakan karena kesulitan
memahami soal. Berikut ungkapan siswa, “Bisa” W1 SB B27 dan “Lumayan.
Bingung karena susah memahami soal, gambar lumayan jelas” W1 SA B29-30. Siswa menyatakan bahwa lebih bisa mengkritik melalui soal nomor 2b, berikut
ungkapan siswa, “Bisa” W1 SC B31. Untuk soal nomor 2c ada siswa yang lebih
bisa menarik benang merah tetapi ada juga yang mengungkapkan bahwa sedikit bisa dan lumayan bisa. Berikut ungkapan siswa A
, “Lumayan” W1 SA B37, siswa B mengungkapkan
“Sedikit bisa” W1 SB B34, dan siswa C mengungkapkan,
“Bisa” W1 SC B35. Siswa lebih bisa menceritakan melalui soal nomor 2d, tetapi ada salah satu siswa yang sedikit kesulitan mengerjakan
karena sulit memahami gambar. Salah satu siswa mengungkapkan, “Gampang
tetapi sedikit susah karena sulit memahami gambar” W1 SA B40-41. Siswa juga diberikan pertanyaan mengenai soal yang paling sulit dan
disertai dengan alasannya. Siswa mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal nomor 1c karena siswa merasa terlalu banyak yang harus dijelaskan. Berikut
pernyataan siswa, “1c karena terlalu banyak yang harus dijelaskan” W1 SB
B39. Siswa menganggap soal nomor 1d sulit karena ada banyak benda yang dapat mencemari air, sehingga sulit memilih benda mana yang dapat mencemari
air. Siswa juga menganggap soal nomor 2b sulit karena belum bisa memberikan saran. Selain itu siswa juga menganggap soal nomor 2d sulit karena kesulitan
dalam memahami gambar. Berikut pernyataan siswa 1, “1d karena banyak benda
yang mencemari sungai dan 2d karena sulit memahami gambar” W1 SA B43- 44 dan siswa 3 mengungkapkan,
“1d karena sulit menentukan benda
-benda yang mencemari air dan cuma tahu beberapa dan 2b karena saya belum bisa
memberikan
saran” W1 SC B38-40. Wawancara terhadap siswa yang sama juga dilakukan setelah
posttest II
pada hari Rabu, 15 Oktober 2014. Nilai siswa untuk nomor 1a menjabarkan dan
80 1d memberi contoh meningkat pada
posttest II
. Hal ini terjadi karena soalnya mudah, sudah tiga kali dikerjakan, dan metode inkuiri membantu siswa dalam
belajar. Berikut ungkapan para siswa , “Gampang karena sudah tiga kali juga
dites” W2 SA B3, “Soalnya terlalu gampang” W2 SB B3, “Karena belajar
dengan menggunakan metode
inkuiri
dan
sudah tiga kali” W2 SC B3-4. Nilai siswa untuk nomor 1b memperkirakan mengalami penurunan paling signifikan
pada
posttest II
dari
posttest I.
Hal ini terjadi karena siswa merasa bosan dengan soal yang sama selain itu siswa juga sudah lupa materi yang diajarkan 1 bulan
yang lalu. Berikut ungkapan ketiga siswa, “Bosan, trus karena sudah lupa karena
1 bulan yang lalu” W2 SA B6, “Karena bosan soalnya dites terus” W2 SB B6,
“Udah lupa dan udah bosan menjawabnya” W2 SC B7. Wawancara juga dilakukan pada guru pada hari Kamis, 11 September 2014.
Guru berpendapat bahwa metode inkuiri sangat tepat untuk digunakan dalam pembelajaran IPA. Siswa menjadi lebih aktif dengan terlibat eksperimen,
melakukan analisis, dan membuat kesimpulan berdasarkan hasil eksperimen. Berikut ungkapan guru,
“Kalau diterapkan di pembelajaran IPA sangat cocok
karena banyak anak yang terlibat mencoba, menganalisa, dan mengambil kesimpulan. Saya senang menggunakan metode
inkuiri untuk IPA” W G B5-7.
Guru tidak mengalami kesulitan menggunakan metode inkuiri dalam pembelajaran IPA. Siswa juga merasa lebih senang belajar dengan menggunakan
metode inkuiri. Berikut ungkapan guru mengenai hal tersebut, “Tidak ada.
Kendalanya harus mempersiapkan alat-alatnya atau model-modelnya. Kalau untuk pembelajarannya saya kira anak lebih senang. Hanya kalau peralatan
kadang-kadang keterbatasan dan untuk menyiapkan alat-alat itu kurang. Namun, bisa diatasi dengan direncanakan sebelumnya anak-anak bisa membawa bahan-
bahan” W G B20-25. Guru juga memberikan saran bahwa untuk memperingan guru dalam mengajar dengan menggunakan metode inkuiri, siswa perlu diajak
bekerja sama untuk menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan. Berikut ungkapan guru,
“Bahan
-bahan yang berkaitan dengan tema pembelajaran harus disiapkan untuk memperingan guru. Anak diminta untuk terlibat menyiapkan itu,
karena banyak barang bekas mungkin yang bisa kita gunakan untuk
pembelajaran” W G B 31-34.
81
4.2.4 Pembahasan Lebih Lanjut