Distribusi Responden Berdasarkan Lama Kerja
95
perempuan mempunyai persepsi yang lebih baik dibandingkan dengan laki- laki. Nilai rerata persepsi karyawan laki-laki sebesar 80,62 sedangkan rerata
skor persepsi perempuan lebih tinggi yaitu sebesar 90,00. Perbedaan persepsi berdasarkan jenis kelamin dapat dijelaskan bahwa
karakteristik perempuan pada umumnya mempunyai kepribadian yang lebih halus dibandingkan laki-laki. Perempuan lebih mudah untuk menerima konsep
pelatihan dan pengembangan yang bersifat kerohanian. Perempuan juga mempunyai kecenderungan untuk lebih tekun dalam mendalami hal-hal yang
bersifat kerohanian. Dilihat dari sudut pandang laki-laki, mempunyai sifat yang lebih rasional. Laki-laki juga sering kali kurang mementingkan hal-hal
yang bersifat kerohanian. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya perbedaan persepsi terhadap program pelatihan dan pengembangan Spiritualitas Ignasian
antara karyawan yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Hasil penelitian juga diketahui terdapat perbedaan karyawan pada
program pelatihan dan pengembangan Spiritualitas Ignasian ditinjau dari pendidikan. Hasil ini menunjukkan bahwa adanya perbedaan persepsi antara
karyawan yang berpendidikan SMA, diploma dan sarjana. Berdasarkan hasil analisis diketahui karyawan yang berpendidikan SMA mempunyai nilai skor
rerata persepsi sebesar 79,87, skor rerata persepsi pada karyawan yang berpendidikan diploma lebih tinggi yaitu sebesar 86,14 dan persepsi yang
paling baik yaitu pada karyawan yang berpendidikan sarjana dengan nilai rerata skor persepsi sebesar 90,00.
Hasil tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa perbedaan tingkat pendidikan seseorang akan menyebabkan adanya perbedaan cara pandang
96
seseorang terhadap sesuatu. Karyawan yang berpendidikan sarjana mempunyai cara pandang, kemampuan berfikir, kemampuan menerima
informasi yang lebih baik dibandingkan dengan karyawan yang berpendidikan SMA dan diploma. Karyawan yang berpendidikan sarjana juga lebih terbuka
terhadap hal-hal baru sehingga mempunyai pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya program pelatihan dan pengembangan Spiritualitas
Ignasian bagi pengembangan dirinya. Hal ini menyebabkan persepsi karyawan berpendidikan sarjana lebih baik dibandingkan dengan karyawan yang
berpendidikan SMA dan diploma. Program pelatihan dan pengembangan Spiritualitas Ignasian sangat
dibutuhkan karyawan untuk dapat mengembangkan kemampuan dan kompetensi secara professional dengan tetap berlandaskan pada nilai-nilai
kerohanian pada karyawan. Perbedaan persepsi karyawan terhadap program pelatihan dan pengembangan Spiritual Ignasian dapat menjadi bahan
pertimbangan untuk memilih dan menentukan jenis metode yang digunakan pada saat pelaksanaan program latihan dan pengembangan. Metode perlu
untuk dipilih dengan mempertimbangkan perbedaan karakteristik karyawan seperti jenis kelamin dan tingkat pendidikan. Penggunaan metode yang tepat
dalam pelaksanaan program pelatihan dan pengembangan Spiritualitas Ignasian akan mendukung tercapainya peningkatkan secara maksimal
kemampuan dan kompetensi professional karyawan tanpa meninggalkan nilai- nilai Spiritualitas.