dalam bentuk glikosidanya yaitu brahminosida, madasiatikosida dan centellosida Bylka, et. al., 2013.
Aktivitas antibakteri dalam tanaman pegagan karena adanya kandungan saponin triterpenoid pentasiklik, terutama asam asiatat dan asam madekasat
James dan Dubery, 2009. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Kedzia 2013, pada ekstrak etanolik 30 memiliki aktivitas antibakterial yang paling
baik jika dibandingkan dengan ekstrak etanolik 60 dengan menunjukkan hasil MIC dari ekstrak etanolik 30, yaitu 1000
μgmL dan MIC dari ekstrak etanolik 60, yaitu 1000
μgmL.
B. Polifenolik
Polifenolik adalah suatu metabolit sekunder yang ada pada tanaman. Karakteristik struktur dari polifenolik sendiri adalah memiliki satu atau lebih dari
enam karbon dengan cincin aromatik dan terdapat dua atau lebih gugus fenolik yaitu gugus hidroksil yang langsung berikatan dengan cincin aromatik. Polifenolik
yang terdapat pada tanaman memiliki fungsi yang berbeda – beda yaitu sebagai
pemberi warna pada bagian bunga, daun, dan buah, juga berfungsi sebagai antimikrobial, anti jamur, melindungi dari kerusakan akibat radiasi UV, dan
sebagai antioksidan Stevenson dan Hurst, 2007.
C. Flavonoid
Flavonoid adalah suatu senyawa produk dari cinnamoil-CoA yang mengalami perpanjangan menggunkan tiga molekul malonil-CoA. Derivat dari
flavonoid yang memiliki enam cincin heterosiklik dan terdapat gugus fenol dan gugus keton merupakan bentuk dari suatu flavonon. Flavonon dapat dibagi
berdasarkan skeleton yang menyusunnya yaitu flavon, flavonol, antisianidin, dan katekin. Flavonoid sangat bermanfaat untuk antioksidan di mana dengan adanya
gugus fenolik aktivitas antioksidan dapat merusak radikal bebas Dewick, 2002.
D. Triterpenoid
Terpen merupakan metabolit sekunder yang jumlahnya pada tanaman paling besar. Terpen dapat dibiosintesis dari unit isoprene yang memiliki struktur
siklik dan diklasifikasikan berdasarkan jumlah unit isoprene C
5
penyusunnya, yaitu monoterpen C
10
, sesquiterpen C
15
, diterpen C
20
, sesterpen C
25
, triterpen C
30
, karotenoid C
40
, dan politerpen yang memiliki unit isopren yang sangat panjang. Pada tanaman pegagan terdapat banyak saponin triterpen
pentasiklik yang disintesis melalui jalur isoprenoid. Saponin triterpenoid yang terkandung dalam pegagan memiliki kontribusi terhadap aktivitas biologis dari
tanaman tersebut sebagai antibakterial James dan Dubery, 2009.
E. Ekstraksi
Ekstraksi merupakan salah satu teknik pemisahan suatu senyawa berdasarkan distribusi zat dalam pelarut yang digunakan. Ekstraksi secara umum
dilakukan menggunakan dua pelarut yang berbeda di mana kelarutan zat pada pelarut kedua lebih besar daripada pelarut pertama Dirjen POM, 1996.
1. Maserasi
Maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada
temperatur kamar dan terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke dalam
sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi
akan terdesak keluar dan digantikan oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah melalui proses difusi. Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi
keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama proses maserasi berlangsung dilakukan pengadukan dan penggantian cairan
penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan Sudjadi, 1986.
2. Triturasi
Triturasi merupakan salah satu teknik pemurnian yang digunakan pada sampel dengan berat kurang dari 500 mg bertujuan untuk menghilangkan sampel
dari keadaan bergetah dan pengotor bersifat non polar. Untuk menghilangkan getah maka dapat dilakukan dengan cara ditumbuk. Untuk menghilangkan
pengotor yang bersifat non polar maka dapat dilakukan dengan melarutkannya menggunakan pelarut non polar, seperti ; n-heksana, n-pentana, dietil eter Zala, et
al., 2012.
F. Kromatografi
Kromatografi merupakan salah satu teknik pemisahan menggunakan fase diam stationary phase dan fase gerak mobile phase. Teknik kromatografi ini
telah berkembang dan digunakan untuk memisahkan dan mengkuantifikasi berbagai macam komponen kompleks Gandjar dan Rohman, 2007.
1. Kromatografi lapis tipis
Kromatografi Lapis Tipis KLT merupakan bentuk kromatografi planar di mana fase diamnya berupa lapisan yang seragam pada permukaan bidang datar
yang didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium, atau pelat plastik. Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter
partikel antara 10-3 0 μm. Semakin kecil ukuran rata–rata partikel fase diam dan
semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya. Fase gerak pada KLT yang disebut sebagai pelarut
pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik ascending, atau karena pengaruh gravitasi pada
pengembangan secara menurun descending. Sistem yang paling sederhana ialah campuran dua pelarut organik, karena daya elusi campuran kedua pelarut dapat
mudah diatur sedemikian rupa sehingga didapatkan pemisahan yang optimal Gandjar dan Rohman, 2007.
KLT pada umumnya digunakan untuk analisis kualitatif dengan cara membandingkan nilai Rf solut dengan nilai Rf senyawa baku. Nilai retardasi
factor Rf dapat menggambarkan pemisahan yang terjadi pada kromatografi planar. Nilai Rf dapat dihitung menggunakan perbandingan melalui persamaan :
Nilai Rf =
�� � � �� � �
� �
Untuk dapat memaksimalkan pemisahan yang terjadi, pada sistem fase gerak yang dipilih dapat diatur sedemikian rupa untuk mendapatkan nilai Rf
antara 0,2-0,8 Gandjar dan Rohman, 2007.
2. Kromatografi kolom
Kromatografi kolom secara umum digunakan sebagai salah satu teknik pemurnian dengan tujuan untuk dapat mengisolasi suatu komponen dari suatu
campuran. Step gradient elution merupakan perubahan komposisi fase gerak pada umumnya digunakan dalam analisis kromatografi cair untuk mempersingkat
durasi analisis. Perubahan ini memungkinkan untuk beralih langsung dari fase gerak pertama menjadi fase gerak kedua dengan perbedaan kekuatan elusi atau
polaritas secara bertahap Wu, Liang, dan Berthod, 2013.
G. Antioksidan dan Uji Aktivitas Penangkap Radikal Bebas
1. Radikal bebas
Radikal bebas adalah molekul atau bagian molekul yang tidak utuh lagi dan bersifat tidak stabil karena kehilangan satu elektron sehingga untuk
memperoleh pasangan elektron senyawa ini sangat reaktif dan merusak jaringan. Oksigen merupakan salah satu molekul yang sangat reaktif, dan oksidasi dari
protein dan lemak akan menghasilkan radikal bebas. Radikal bebas diperburuk dengan adanya pengaruh dari lingkungan, seperti ; asap kendaraan dan paparan
sinar UV. Stres oksidatif adalah kondisi yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara produksi oksigen reaktif dengan kemampuan sistem biologi tubuh manusia
untuk mendetoksifikasinya atau segera memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan. Stres oksidatif dapat menyebabkan kerusakan komponen sel
–sel, termasuk protein, lipid, dan DNA. Untuk melindungi dari kerusakan akibat radikal bebas
maka dibutuhkan suatu antioksidan untuk dapat menetralkan radikal bebas sehingga tidak memperburuk kerusakan jaringan Tambayong, 2000.
2. Antioksidan
Antioksidan dapat terkandung dalam vitamin, mineral, dan bioflavonoida alamiah yang dapat berguna dalam menetralkan radikal bebas. Antioksidan ini
bekerja dengan cara mendonorkan atom hidrogen pada radikal hidroksi membentuk molekul air yang tidak berbahaya Youngson, 2003.
Pada tubuh manusia, memliki suatu jaringan pelindung yang terdiri dari antioksidan alamiah yang mudah dioksidasi menyerahkan elektron sehingga
dapat menetralkan adanya radikal bebas. Antioksidan yang terpenting adalah vitamin A, C, dan E, serta enzim-enzim alamiah glutathionperoxydase GPx,
superoxide-dismutase SOD dan katalase. Adanya kandungan antioksidan pada senyawa bioflavon terbukti dapat berkhasiat sebagai antitumor, antilipidermia,
anti-arterosklerosis Tjay, 2007. Berbagai macam model in vitro kimia telah dikembangkan untuk menilai
kemampuan untuk mencegah kerusakan oksidatif, di antaranya tes kimia mengukur kapasitas radikal menggunakan metode DPPH. Menurut Molyneux
2004, dasar dari metode DPPH adalah adanya pereduksian warna. DPPH adalah suatu radikal bebas yang bila dicampurkan dengan suatu senyawa yang dapat
mendonorkan atom hidrogren sehingga membentuk senyawa tereduksi dan kehilangan warna violet. Reaksi yang terjadi, radikal bebas DPPH disimbolkan
sebagai Z dan senyawa pendonor atom hidrogen disimbolkan sebagai AH : Z + AH → ZH + A
Gambar 1. Senyawa radikal bebas DPPH 1 dan Senyawa DPPH non radikal 2
H. UV Protection dan Uji Aktivitas UV Protection
Sinar matahari sangat diperlukan oleh makhluk hidup sebagai sumber energi, pertumbuhan, dan kesehatan tubuh, akan tetapi disamping manfaat yang
didapatkan sinar matahari juga mengandung sinar ultraviolet yang sangat berbahaya terutama bagi kesehatan kulit. Sinar ultraviolet ini dapat menimbulkan
berbagai kelainan pada kulit mulai dari kemerahan, noda hitam, penuaan dini, kekeringan, keriput, sampai kanker kulit. Sinar ultraviolet sendiri terdiri dari sinar
UV-A 320-3800nm, sinar UV-B 290-320nm, sinar UV-C 200-290nm. Sinar UV-C memiliki energi dan daya perusak yang sangat tinggi, tapi untungnya sinar
ini tidak dapat menembus lapisan ozon bumi. Walaupun demikian, kulit manusia tetap memerlukan perlindungan dari paparan radiasi sinar ultraviolet saat sedang
melakukan kegiatan pada siang hari. Kulit secara alami dapat melindungi diri dari bahaya sinar UV matahari melalui reaksi melanin, tetapi jika pembentukan
melanin tersebut berlebihan dan terus menerus maka dapat menimbulkan noda hitam pada kulit Tranggono dan Latifah, 2007.
Fotoproteksi dapat dicapai dengan menghindari sinar matahari, berpakaian dan penggunaan tabir surya yang mengandung organik dan anorganik
UV filter. Penggunaan tabir surya secara teratur dapat mengurangi efek berbahaya yang disebabkan oleh paparan jangka panjang terhadap radiasi UVB dan UVA
Osterwalder, Jung, Seifert, dan Herrling, 2009. Zat yang aktif sebagai sunscreen dimaksudkan dapat menyerap
setidaknya 85 dari radiasi sinar UV-B pada panjang gelombang 290-320 nm dan sinar UV-A pada panjang gelombang 320-400 nm. Zat aktif sunscreen yang
banyak digunakan merupakan bahan anargonik yaitu titan dioksida dan zinc oksida dengan mekanisme kerja merefleksikan sinar ultraviolet Farage, 2010.
Agen tabir surya secara pengaplikasiaanya dapat dibedakan menjadi topikal dan sistemik. Salah satu agen tabir surya yang diaplikasikan secara
sistemik adalah β-karoten Fonseca dan Rafaela, 2013. β-karoten merupakan
karotenoid yang banyak didapatkan dari buah-buahan dan sayuran.
Mengkonsumsi suplemen mengandung β-karoten atau makanan yang banyak
mengandung karotenoid dapat melindungi dari paparan sinar UV yang dapat mengakibatkan eritema pada kulit Heinrich, et al.,2002. Karotenoid efisien
dalam aktivitas fotoproteksi, menangkap oksigen singlet dan radikal peroksil. Mengkonsumsi karotenoid efisien untuk fotoproteksi secara sistemik karena
mengurangi sensitifitas yang dapat menginduksi eritema akibat sinar UV Sies dan Stahl, 2004.
Aktivitas UV Protection dapat diuji menggunkan metode inhibition of bleaching of
�-caroten di mana KLT ekstrak uji yang sudah kering disemprot menggunakan larutan 0,05
β-karoten dalam kloroform kemudian dipaparkan pada sinar UV 366 nm. Senyawa aktif berwarna kuning-orange dengan
background pelat berwarna putih, menunjukkan bahwa senyawa tersebut dapat melindungi
β-karoten yang sensitif terhadap cahaya Marston,2011.
I. Antibakteri
Bakteri merupakan sumber penyebab penyakit yang banyak terjadi. Bakteri secara global dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu bakteri Gram
positif dan bakteri Gram negatif. Bakteri Gram positif memiliki dinding sel yang lebih sederhana. Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri Gram
positif yang termasuk dalam family Micrococcaceae. Bakteri S. aureus dapat menyebabkan infeksi pada manusia terutama infeksi yang terjadi pada kulit.
Escherichia coli yang termasuk dalam family Enterobacteriaceae merupakan salah satu bakteri Gram negatif. Bakteri Gram negatif memiliki membran luar yang
tersusun dari liposakarida-endotoksi yang menyebabkan toksisitas. Bakteri E. coli dapat menyebabkan infeksi pada manusia terutama menyerang sistem pencernaan
Campbell, Reece, dan Mitchell, 2003. Antibakteri merupakan suatu senyawa yang dapat menghambat dari
pertumbuhan suatu bakteri. Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibakteri dibedakan menjadi :
1. Zat bakterisida, merupakan suatu senyawa di mana pada dosis kecil dapat
mematikan mikroba. 2.
Zat bakteriostatis, merupakan suatu senyawa di mana pada dosis kecil dapat menghentikan
pertumbuhan dan
menghambat perbanyakan
mikroba Tjay,2007.
Aktivitas antibakteri dibuktikan melalui pengujian untuk mengatahui kemampuan suatu senyawa dalam mengahambat atau membunuh bakteri. Metode
yang dapat digunakan dalam pengujian aktivitas antibakteri dibedakan menjadi dua, yaitu metode difusi dan metode dilusi. Metode difusi digunakan untuk
mengukur potensi antibakteri berdasarkan luas zona jernih yang terbentuk disekitar tempat penginokulasian obat karena terdifusinya obat Jawetz, Melnick,
Brooks, dan Adelberg, 2005. Metode difusi dapat dilakukan dengan berbagai cara.
1. Bioautografi
Uji bioautografi sering dilakukan untuk skrining senyawa yang aktif sebagai antibakteri. Bioautografi merupakan suatu metode kromatografi lapis tipis
di mana komponen aktif dipisahkan menggunakan pelat kromatografi yang kemudian pelat tersebut diinkubasi pada media agar yang sudah berisi bakteri uji.
Hasil yang dapat memberikan zona jernih dari media agar mengekspresikan aktivitas suatu senyawa yang sudah terpisah pada pelat KLT Purkayastha dan
Dahiya, 2012. Metode bioautografi dalam pelaksanaannya dapat dibagi menjadi ;
bioautografi langsung, bioautografi immersion, dan bioautografi kontak. Pada
metode bioutografi kontak, pelat KLT diletakkan pada media agar yang sudah diinolukasikan bakteri uji selama beberapa menit atau jam untuk senyawa dapat
berdifusi. Kemudian, pelat KLT diambil dan media agar diinkubasi. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya zona hambat pada tempat senyawa aktif antibakteri
sesuai dengan kontak pelat KLT pada media agar Choma dan Gerzelak, 2011.
2. Disc Diffusion
Metode cakram kertas Disc diffusion merupakan salah satu metode difusi lainnya yang dapat menggambarkan potensi antibakteri karena adanya
difusi obat sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Hasil uji menggunakan disc diffusion terlihat dengan terbentuknya zona jernih dan
pengukuran dilakukan dengan menghitung rata –rata dari zona jernih yang
dihasilkan Hermawan, Eliyani, dan Tyasningsih, 2007.
J. Landasan Teori
Kosmetik merupakan suatu kebutuhan yang wajib digunakan oleh manusia dengan tujuan mempercantik, merawat, maupun melindungi kulit dari
debu, polusi, dan paparan sinar matahari. Sekarang ini, masyarakat mulai kembali menggunakan kosmetik tradisional karena penggunaannya yang relatif lebih aman
daripada kosmetik bahan kimia. Tanaman pegagan C. asiatica dari suku Apiaceae disebut juga tanaman
kaki kuda biasa dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menyembuhan luka dengan aktivitas sebagai antimikroba, antiinflamasi, antioksidan, dan imunostimulan.
Tanaman pegagan memiliki kandungan kimia, yaitu senyawa triterpenoid,
polifenolik, flavonoid yang dapat memberikan aktivitas farmakologis. Seiring dengan berkembangnya kosmetik tradisional, semakin banyak pula kosmetik yang
beredar di pasaran dengan komposisi bahan herbal salah saatunya adalah masker wajah ekstrak daun pegagan yang diklaim dapat memperhalus kulit wajah dan
sebagai masker merawat kulit wajah yang berjerawat. Aktivitas antioksidan, UV protection, dan antibakteri dilakukan untuk
menguji kandungan senyawa apa yang berperan aktif dalam memberikan aktivitas tersebut dalam ektstrak etanolik daun pegagan, dengan demikian untuk
mengetahui kandungan
senyawa dilakukan
pengecekan menggunakan
kromatografi lapis tipis sehingga senyawa bioaktif dapat terpisah menjadi beberapa komponen berdasarkan sifat polaritasnya.
Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang manfaat tanaman pegagan terutama bagian daunnya
terkait aktivitasnya sebagai penangkap radikal bebas, UV protection, dan antibakteri.
K. Hipotesis