Isolasi dan identifikasi senyawa aktif penangkap radikal bebas, uv protection dan antibakteri ekstrak kacang hijau (vigna radiata (l.) R. Wilczek).

(1)

INTISARI

Kacang hijau (Vigna radiata (L.)R.Wilczek) merupakan tanaman pangan yang juga digunakan sebagai bahan dalam kosmetik tradisional, namun efektivitasnya sebagai bahan kosmetik tradisional belum diteliti lebih lanjut. Penelitian ini bertujuan melakukan eksplorasi aktivitas penangkapan radikal bebas, UV protection dan antibakteri.

Kacang hijau diekstraksi dengan etanol 90% v/v, kemudian dipekatkan hingga membentuk ekstrak. Kromatografilapis tipis (KLT) dilakukan pada ekstrak kacang hijau menggunakan fase gerak kloroform : metanol (7:3v/v) dan fase diam silica gel 60 F254.

Selanjutnya ekstrak diuji secara kualitatif terkait aktivitas penangkapan radikal dengan menggunakan 2,2-diphenyl-1-picrylhidrazyl (DPPH), UV protection dengan metode inhibition of bleaching of β-carotene, dan antibakteri dengan bioautografi kontak.

Senyawa aktif hasil uji kualitatif diisolasi dengan kromatografi kolom, didapatkan 4 isolat. Ekstrak kacang hijau mengandung golongan senyawa meliputi flavonoid, fenolik, dan terpenoid, yang terbagi menjadi 4 isolat. Keempat isolat tersebut memiliki aktivitas penangkap radikal bebas dan UV protection, sedangkan aktivitas antibakteri hanya dimiliki oleh isolat 3 dan 4.

Kata kunci: Kacang hijau (Vigna radiata (L.)R.Wilczek), penangkap radikal bebas, UV


(2)

Mung beans (Vigna radiata (L.)R.Wilczek) is a edible plant which is widely used as an ingredient in traditional cosmetics, but its effectiveness as a traditional cosmetic ingredient has not been studied further. The aims of this study are to explore the free radical scavenging activity, UV protection, and antibacterial, of mung beans.

Mung beans extracted with ethanol 90% v/v, then concentrated to form the extract. Extracts of mung beans separated by preparative thin layer chromatography using a mobile phase of chloroform: methanol (7: 3 v/v) and the stationary phase silica gel 60 F254. Extracts tested qualitatively on radical scavenging activity using the 2,2-diphenyl-1-picrylhidrazyl(DPPH), UV protection using inhibition of bleaching of β-carotene method, and antibacterial by contact bioautography method.

Active compound, which is obtained from qualitative test, isolated using column chromatography, and by this isolation, 4 isolates obtained. Mung beans extract contains a group of compounds such as flavonoids, phenolics, and terpenoids, which are divided into 4 isolates. All four isolates have free radicals scavengers activity and UV protection, while the antibacterial activity present on isolates 3 and 4.

Keywords: mung beans (Vigna radiata(L.)R.Wilczek), free radicals scavengers, UV protection, antibacterial.


(3)

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA AKTIF PENANGKAP RADIKAL BEBAS, UV PROTECTION DAN ANTIBAKTERI EKSTRAK

KACANG HIJAU (Vigna radiata (L.) R. Wilczek) SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Agustine Kurniawaty

NIM: 118114113

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

i

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA AKTIF PENANGKAP RADIKAL BEBAS, UV PROTECTION DAN ANTIBAKTERI EKSTRAK

KACANG HIJAU (Vigna radiata (L.) R. Wilczek) SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Agustine Kurniawaty

NIM: 118114113

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

ii

Persetujuan Pembimbing

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA AKTIF PENANGKAP RADIKAL BEBAS, UV PROTECTION DAN ANTIBAKTERI EKSTRAK

KACANG HIJAU (Vigna radiata (L.) R. Wilczek)

Skripsi yang diajukan oleh :

Agustine Kurniawaty

NIM: 118114113

telah disetujui oleh:

Pembimbing Utama


(6)

iii


(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Saya tidak tahu mengenai kunci keberhasilan, tetapi kunci kegagalan adalah mencoba menggembirakan hati semua orang “

Bill Cosby

Kupersembarkan skripsi ini untuk:

Tuhan Yesus Kristus, yang selalu melindungi dan membimbingku hingga saat ini

Kedua orang tuaku

Kedua Kakaku


(8)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang – undangan yang berlaku.


(9)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Agustine Kurniawaty

Nomor Mahasiswa : 118114113

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya berjudul:

UJI AKTIVITAS ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA AKTIF

PENANGKAP RADIKAL BEBAS, UV PROTECTION DAN

ANTIBAKTERI EKSTRAK KACANG HIJAU (Vigna radiata (L.) R. Wilczek)

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pengkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama saya tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Dengan demikian peryataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 2 Agustus 2015 Yang menyatakan


(10)

vii PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Isolasi dan Identifikasi Senyawa Aktif Penangkap Radikal Bebas, UV protection, dan Antibakteri Ekstrak Kacang Hijau (Vigna radiata (L.) R. Wilczek)“ sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari semua pihak sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr.rer.nat. Yosi Bayu Murti, Apt.. sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan serta ilmu dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.

2. Prof. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Penguji atas pengarahan dan kesediaannya menguji skripsi ini.

3. Damiana Sapta Candrasari, S.Si., M.Sc. selaku Dosen Penguji atas pengarahan dan kesediaannya menguji skripsi ini.

4. Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt. sebagai Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma.

5. Segenap dosen dan karyawan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.


(11)

viii

6. Surya Adhi Nugraha, Setio Agustin, Elyn Prameswari dan Skolastika Feranda Wardani, terimakasih atas perjalanan kerjasama yang telah kita lewati bersama ini.

7. Teman- teman angkatan 2011, atas kerjasama, doa, semangat, kritik dan sarannya.

8. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan yang tidak dapat disebut satu per satu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak kesalahan dan kekurangan mengingat keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak. Akhir kata semoga penelitian dan penyusunan skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang Farmasi.

Yogyakarta, Juni 2015


(12)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL...i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

INTISARI ... xx

ABSTRACT ... xxi

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Permasalahan ... 2

2. Keaslian penelitian ... 3

3. Manfaat ... 5


(13)

x

1. Tujuan umum ... 5

2. Tujuan khusus ... 5

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 6

A. Kacang Hijau (Vigna radiata( L.) R. Wilczek) ... 6

1. Klasifikasi tanaman ... 6

2. Deskripsi tanaman kacang hijau ... 7

3. Kandungan kimia kacang hijau ... 8

B. Antioksidan ... 8

1. Definisi antioksidan ... 8

2. Metode penangkapan radikal DPPH ... 10

C. UV protection ... 11

1. Definisi UV protection ... 11

2. Metode inhibition of bleaching of -carotene ... 11

D. Antibakteri ... 12

1. Definisi antibakteri ... 12

2. Metode bioautografi ... 13

3. Metode difusi ... 14

E. Ekstraksi ... 15

F. Kromatografi ... 17


(14)

xi

2. Kromatografi kolom ... 19

G. Landasan Teori... 21

H. Hipotesis ... 21

BAB III METODE PENELITIAN... 22

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 22

B. Bahan dan Materi Penelitian ... 22

1. Bahan penelitian ... 22

2. Alat penelitian ... 23

C. Tata Cara Penelitian ... 23

1. Determinasi sampel ... 23

2. Pengumpulan dan penyiapan bahan ... 23

3. Ektraksi ... 25

4. Kromatografi lapis tipis ekstrak kacang hijau ... 26

5. Uji kualitatif aktivitas penangkapan radikal bebas ekstrak kacang hijau .. ... 27

6. Identifikasi senyawa pada ekstrak kacang hijau dengan reagen semprot. ... 28

7. Uji perbandingan profil kromatografi lapis tipis (KLT) ekstrak kacang hijau, ekstrak kulit kacang hijau, dan keping biji kacang hijau... 28


(15)

xii

9. Uji kualitatif aktivitas antibakteri ekstrak kacang hijau ... 30

10. Triturasi ... 32

11. Kromatografi kolom ... 33

12. Uji kualitatif aktivitas penangkapan radikal bebas isolat senyawa ekstrak kacang hijau ... 35

13. Uji kualitatif aktivitas UV protection isolat senyawa ekstrak kacang hijau ... 36

14. Uji kualitatif aktivitas antibakteri isolat senyawa ekstrak kacang hijau 36 15. Identifikasi senyawa dari isolat aktif ekstrak kacang hijau ... 38

16. Bagan alur penelitian ... 40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42

A. Hasil Determinasi Sampel... 42

B. Hasil Pengumpulan dan Penyiapan Bahan ... 43

C. Hasil Ekstraksi ... 44

1. Hasil ekstraksi kacang hijau ... 44

2. Hasil ekstraksi kulit dan keping biji kacang hijau ... 46

3. Hasil susut pengeringan ekstrak kacang hijau ... 47

4. Hasil pemerian ekstrak kacang hijau ... 47

D. Hasil Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak Kacang Hijau ... 48


(16)

xiii

F. Hasil Identifikasi Senyawa Pada Ekstrak Kacang Hijau dengan Reagen

Semprot ... 53

G. Hasil Uji Perbandingan Profil kromatografi Lapis Tipis (KLT) Ekstrak Kacang Hijau, Kulit Kacang Hijau dan Keping biji Kacang Hijau ... 56

H. Hasil Uji Kualitatif UV Protection Ekstrak Kacang Hijau ... 58

I. Hasil Uji Kualitatif Antibakteri Ekstrak Kacang Hijau ... 61

J. Hasil Triturasi ... 64

K. Hasil Kromatografi Kolom ... 67

L. Hasil Uji Kualitatif Penangkapan Radikal Bebas Isolat Senyawa Ekstrak Kacang Hijau ... 71

M. Hasil Uji Kualitatif UV Protection Isolat Senyawa Ekstrak Kacang Hijau ... 73

N. Hasil Uji Kualitatif Antibakteri Isolat Senyawa Ekstrak Kacang Hijau . 75 O. Hasil Identifikasi Senyawa Isolat Senyawa Aktif Ekstrak Kacang Hijau ... 77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 84

A. Kesimpulan ... 84

B. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 85

LAMPIRAN ... 88


(17)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I. Klasifikasi respon hambatan pertumbuhan bakteri ... 15

Tabel II. Hasil optimasi fase gerak kromatografi lapis tipis ekstrak kacang hijau ... 49

Tabel III. Hasil uji kualitatif penangkapan radikal bebas ekstrak kacang hijau ... 52

Tabel IV. Hasil identifikasi senyawa dengan reagen pada ekstrak kacang hijau dengan fase gerak kloroform : metanol (7:3 v/v) ... 54

Tabel V. Hasil perbandingan kromatografi lapis tipis ekstrak kulit kacang hijau dan keping biji kacang hijau dengan fase gerak kloroform : metanol (7:3 v/v) ... 56

Tabel VI. Hasil uji kualitatif penangkapan radikal bebas ekstrak kulit dan keping biji kacang hijau dengan fase gerak kloroform : metanol (7:3 v/v) ... 57

Tabel VII. Hasil uji kualitatif UV protection ekstrak kacang hijau dengan intensitas sinar UV = 14,12 Lux ... 60

Tabel VIII. Hasil uji kualitatif antibakteri secara bioautografi ekstrak kacang hijau ... 62

Tabel IX. Hasil pengarangan dengan asam sulfat 5% v/v pada pelat kromatografi lapis tipis ekstrak kacang hijau ... 63


(18)

xv

Tabel X. Hasil KLT triturasi n-heksana... 65

Tabel XI. Hasil KLT triturasi kloroform : metanol (7:3 v/v) ... 65

Tabel XII. Hasil KLT ekstrak kacang hijau ... 66

Tabel XIII. Hasil optimasi fase gerak kromatografi kolom step gradien ... 69

Tabel XIV. Isolat hasil kromatografi kolom ... 70

Tabel XV. Hasil uji kualitatif penangkapan radikal bebas isolat dan ekstrak kacang hijau ... 72

Tabel XVI. Hasil uji kualitatif aktivitas UV protection isolat dan ekstrak kacang hijau pada menit ke 15 dengan intensitas sinar UV = 13,775 Lux 74 Tabel XVII. Hasil uji kualitatif aktivitas antibakteri amoksisilin dan isolat ekstrak kacang hijau pada S. aureus ... 76

Tabel XVVIII.Hasil deteksi secara fisik dan identifikasi golongan senyawa menggunakan reagen semprot isolat ekstrak kacang hijau ... 82

Tabel XVIX. Hasil uji kualitatif aktivitas penangkapan radikal bebas, UV protection dan antibakteri isolat senyawa ekstrak kacang hijau ... 83


(19)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Reaksi 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazil radical (DPPH) dengan

radical scavengers (Marston, 2011) ... 10

Gambar 2. Hasil optimasi fase gerak kromatografi lapis tipis ekstrak kacang hijau ... 48

Gambar 3. Hasil uji kualitatif penangkapan radikal bebas ekstrak kacang hijau ... 51

Gambar 4. Hasil kromatografi lapis tipis dengan fase gerak klorofom : metanol (7:3 v/v) ... 53

Gambar 5. Hasil identifikasi senyawa dengan reagen pada ekstrak kacang hijau ... 54

Gambar 6. Contoh reaksi AlCl3 membentuk kompleks flouresensi dengan

flavonoid (Jork, Funk, Fischer, Wimmer, 1990) ... 55

Gambar 7. Hasil perbandingan profil kromatografi lapis tipis ekstrak kulit kacang hijau dan keping biji kacang hijau ... 56

Gambar 8. Hasil uji kualitatif penangkapan radikal bebas ekstrak kulit dan keping biji kacang hijau ... 57

Gambar 9. Grafik optimasi intensitas sinar UV ... 59

Gambar 10. Hasil uji kualitatif UV protection ekstrak kacang hijau pada menit ke 15 ... 60


(20)

xvii

Gambar 11. Hasil uji kualitatif antibakteri ekstrak kacang hijau secara

bioautografi ... 62

Gambar 12. Hasil KLT ekstrak dan hasil triturasi ... 65

Gambar 13. Hasil optimasi fase gerak kromatografi kolom gradien ... 68

Gambar 14. Hasil uji kualitatif penangkapan radikal bebas isolat ekstrak kacang hijau ... 73

Gambar 15. Hasil uji kualitatif UV protection isolat ekstrak kacang hijau pada menit ke 15 ... 75

Gambar 16. Hasil deteksi secara fisik isolat ... 78

Gambar 17. Hasil identifikasi senyawa isolat 1 dengan reagen ... 79

Gambar 18. Hasil identifikasi senyawa isolat 2 dengan reagen ... 80

Gambar 19. Hasil identifikasi senyawa isolat 3 dengan reagen ... 81


(21)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Surat pengesahan determinasi tanaman kacang hijau (Vigna

radiata (L.) R. Wilczek)... 88

Lampiran 2. Gambar kacang hijau yang berasal dari PT. SUPER INDO, dengan batch number : 8-993408-010 ... 89

Lampiran 3. Perhitungan susut pengeringan simplisia kacang hijau ... 91

Lampiran 4. Perhitungan rendemen ekstrak ... 93

Lampiran 5. Perhitungan susut pengeringan ekstrak kacang hijau ... 94

Lampiran 6. Penimbangan ekstrak kacang hijau untuk kromatografi lapis tipis (KLT) ... 96

Lampiran 7. Gambar parameter warna yang digunakan dalam uji kualitatif UV protection ... 97

Lampiran 8. Hasil optimasi intensitas sinar UV ... 98

Lampiran 9. Surat sertifikat hasil uji bakteri ... 99

Lampiran 10. Gambar kontrol media, kontrol pertumbuhan dan kontrol positif uji kualitatif antibakteri ekstrak kacang hijau ... 101

Lampiran 11. Penimbangan ekstrak kacang hijau untuk triturasi ... 102


(22)

xix

Lampiran 13. Penimbangan ekstrak kacang hijau dan hasil triturasi untuk kromatografi lapis tipis (KLT) ... 104

Lampiran 14. Penimbangan sampel untuk kromatografi kolom gradien ... 105

Lampiran 15. Gambar kolom yang digunakan dalam kromatografi kolom gradien ekstrak kacang hijau ... 106

Lampiran 16. Hasil kromatografi kolom gradien dengan fase gerak kloroform .. ... 107

Lampiran 17. Penimbangan hasil pemekatan isolat hasil kromatografi kolom gradien ... 110

Lampiran 18. Gambar hasil uji kualitatif aktivitas antibakteri isolat senyawa kacang hijau ... 112


(23)

xx INTISARI

Kacang hijau (Vigna radiata (L.)R.Wilczek) merupakan tanaman pangan yang juga digunakan sebagai bahan dalam kosmetik tradisional, namun efektivitasnya sebagai bahan kosmetik tradisional belum diteliti lebih lanjut. Penelitian ini bertujuan melakukan eksplorasi aktivitas penangkapan radikal bebas, UV protection dan antibakteri.

Kacang hijau diekstraksi dengan etanol 90% v/v, kemudian dipekatkan hingga membentuk ekstrak. Kromatografilapis tipis (KLT) dilakukan pada ekstrak kacang hijau menggunakan fase gerak kloroform : metanol (7:3v/v) dan fase diam

silica gel 60 F254. Selanjutnya ekstrak diuji secara kualitatif terkait aktivitas

penangkapan radikal dengan menggunakan 2,2-diphenyl-1-picrylhidrazyl

(DPPH), UV protection dengan metode inhibition of bleaching of β-carotene, dan antibakteri dengan bioautografi kontak.

Senyawa aktif hasil uji kualitatif diisolasi dengan kromatografi kolom, didapatkan 4 isolat. Ekstrak kacang hijau mengandung golongan senyawa meliputi flavonoid, fenolik, dan terpenoid, yang terbagi menjadi 4 isolat. Keempat isolat tersebut memiliki aktivitas penangkap radikal bebas dan UV protection,

sedangkan aktivitas antibakteri hanya dimiliki oleh isolat 3 dan 4.

Kata kunci: Kacang hijau (Vigna radiata (L.)R.Wilczek), penangkap radikal bebas, UV protection, antibakteri.


(24)

xxi ABSTRACT

Mung beans (Vigna radiata (L.)R.Wilczek) is a edible plant which is widely used as an ingredient in traditional cosmetics, but its effectiveness as a traditional cosmetic ingredient has not been studied further. The aims of this study are to explore the free radical scavenging activity, UV protection, and antibacterial, of mung beans.

Mung beans extracted with ethanol 90% v/v, then concentrated to form the extract. Extracts of mung beans separated by preparative thin layer chromatography using a mobile phase of chloroform: methanol (7: 3 v/v) and the stationary phase silica gel 60 F254. Extracts tested qualitatively on radical scavenging activity using the 2,2-diphenyl-1-picrylhidrazyl(DPPH), UV protection using inhibition of bleaching of β-carotene method, and antibacterial by contact bioautography method.

Active compound, which is obtained from qualitative test, isolated using column chromatography, and by this isolation, 4 isolates obtained. Mung beans extract contains a group of compounds such as flavonoids, phenolics, and terpenoids, which are divided into 4 isolates. All four isolates have free radicals scavengers activity and UV protection, while the antibacterial activity present on isolates 3 and 4.

Keywords: mung beans (Vigna radiata(L.)R.Wilczek), free radicals scavengers, UV protection, antibacterial.


(25)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Kosmetik saat ini sudah menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia sebagai penunjang penampilan. Ada berbagai bentuk kosmetik seperti kosmetik pembersih, pelembab, pelindung dan juga dekoratif. Semakin berkembangnya jaman, kosmetik yang bersifat memperbaiki atau menyembuhkan makin populer dipasaran (Tranggono, 2007).

Secara garis besar kosmetik sebagai pengobatan diformulasikan untuk mengatasi kelainan kulit sebagai kosmetik pengobatan untuk mengatasi penuaan kulit (penuaan kulit yang belum waktunya atau penuaan dini) dan kosmetik untuk pengobatan mengatasi kelainan kulit, terutama jerawat dan munculnya noda hitam (hiperpigmentasi) (Tranggono, 2007).

Munculnya slogan back to nature sekarang semakin marak melanda dunia kecantikan, ditandai dengan munculnya produk - produk kosmetik yang menggunakan bahan-bahan alami (tradisional). Produk kosmetik organik diklaim lebih aman bagi kulit maupun bagi lingkungan dan kelebihan lain dari produk kosmetik organik adalah bebas dari zat pewarna, parfum serta pengawet yang dapat menimbulkan alergi pada kulit (Utami, 2013).

Tak terkecuali di Indonesia slogan back to nature juga marak diperkenalkan sekitar tahun 90an. Inti dari slogan tersebut ialah menghimbau


(26)

agar memanfaatkan potensi alam yang sudah tersedia dalam dunia pengobatan dan kosmetik (Pamungkas, 2010).

Kacang hijau dengan nama latin V. radiata merupakan salah satu contoh tanaman yang digunakan sebagai bahan kosmetik tradisiomal, contohnya seperti masker dan lulur yang sudah tersebar dipasaran. Kacang hijau memiliki bioaktivitas berupa antioksidan, antibakteri, anti-inflamasi, antihipertensi, antitumor, dll (Tang, Dong, Ren, Li, He, 2014). Efek biologis tersebut tentunya mendukung kacang hijau untuk dimanfaatkan menjadi kosmetik. Maka dalam penelitian ini peneliti ingin membuktikan secara ilmiah efek khasiat dari kacang hijau sebagai kosmetik alam atau tradisional, aktivitas yang akan diteliti dalam peneliti ini adalah terkait aktivitas penangkapan radikal bebas sebagai aktivitas penangkal penuaan kulit, aktivitas UV protection sebagai aktivitas penangkal terjadinya hiperpigmentasi kulit, dan aktivitas antibakteri sebagai aktivitas penangkal munculnya jerawat. Menurut Tranggono (2007), ketiga aktivitas tersebut merupakan komponen aktivitas yang berperan penting dalam formulasi kosmetik pengobatan.

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.

a. Apakah ekstrak kacang hijau memiliki aktivitas penangkapan radikal bebas, UV protection dan antibakteri secara kualitatif ?


(27)

b. Golongan senyawa apa yang bertanggung jawab terhadap aktivitas penangkapan radikal bebas, UV protection dan antibakteri ekstrak kacang hijau ?

2. Keaslian penelitian

Sejauh pengamatan penulis, penelitian mengenai kacang hijau (V. radiata) pernah dilakukan oleh Tang, Dong, Ren, Li, He (2014) melakukan penelitian terkait tinjauan fitokimia, perubahan metabolit, dan penggunaan kacang hijau sebagai obat dan makanan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kacang hijau memiliki fungsi antioksidan, antimikroba, anti-inflamasi, efek antidiabetes, antihipertensi, antitumor dan antiseptis. Metode analisis antioksidan yang digunakan metode DPPH dan untuk metode uji antimikroba digunakan metode difusi agar.

Penelitian lain tentang kacang hijau pernah dilakukan oleh Anwar, Latif, Przybylski, Sultana, Ashraf (2007) menentukan komposisi kimia dan aktivitas antioksidan dari berbagai benih kacang hijau. Menunjukkan bahwa kacang hijau adalah sumber asam lemak, mineral, dan tokoferol yang baik. Selain itu, peneliti melakukan penelitian terkait aktivitas antioksidan dan penentuan total phenolic contents (TPC), hasil penelitian aktivitas antioksidan menunjukkan bahwa kacang hijau memiliki aktivitas antioksidan.

Priya, Laksmi, Banu, Gopalakrishnan, Dhanalakshmi, Sagadevan, Manimaran, Arumugam (2012) melakukan penelitian terkait skrining fitokimia dan aktivitas antibakteri kacang hijau terhadap bakteri patogen yang terlibat dalam pembusukan makanan dan penyakit makanan. Metode uji potensi antibakteri yang


(28)

digunakan adalah menggunakan metode difusi sumuran agar dengan menggunakan bakteri patogen pada makanan seperti Escherichia coli, Salmonella typhi, Klebsiella pneumoniae, Proteus vulgaris and Streptococcus faecalis. Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini adalah metanol, etil asetat, dan n-heksana. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak metanol memiliki aktivitas antibakteri terhadap hampir semua patogen uji. Tes fitokimia secara kualitatif dan hasil kromatografi lapis tipis ekstrak metanol menunjukkan adanya kandungan glikosida, steroid, fenol, saponin, alkaloid dan flavonoid.

Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini menggunakan kacang hijau dari PT. SUPER INDO. Kemudian proses pembuatan simplisia kacang hijau dilakukan, pembuatan ekstrak etanolik kacang hijau dengan etanol 90% v/v, dilanjutkan dengan melakukan kromatografi lapis tipis (KLT) terhadap ekstrak kacang hijau dengan menggunakan fase gerak yang telah dioptimasi. Selanjutnya, hasil pemisahan kromatografi lapis tipis (KLT) ekstrak kacang hijau tersebut di uji secara kualitatif aktivitas penangkap radikal bebas, UV protection, dan antibakteri. Senyawa aktif hasil uji kualitatif kemudian diisiolasi dengan kromatografi kolom, kemudian isolat senyawa aktif tersebut diuji secara kualitatif aktivitas penangkapan radikal bebas dengan penyemprotan 2,2-diphenyl-1-picrylhidrazyl (DPPH), aktivitas UV protection

dengan inhibition of bleaching of -carotene dan aktivitas antibakteri dengan metode disc diffusion.


(29)

3. Manfaat

a. Manfaat teoritis : penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang aktivitas penangkapan radikal bebas, UV protection, dan antibakteri ekstrak kacang hijau secara kualitatif.

b. Manfaat praktis : penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang aktivitas penangkapan radikal bebas, UV protection, dan antibakteri dari ekstrak kacang hijau secara kualitatif sehingga mampu menunjukkan kefektifannya sebagai kosmetik tradisional.

B. Tujuan

1. Tujuan umum

Melakukan uji kualitatif aktivitas penangkapan radikal bebas, UV

protection dan antibakteri ekstrak kacang hijau sebagai bukti keefektifannya sebagai kosmetik tradisional.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui aktivitas penangakapan radikal bebas, UV protection, dan antibakteri dari isolat senyawa aktif ekstrak kacang hijau secara kualitatif.

b. Melakukan isolasi dan identifikasi senyawa yang bertanggung jawab terhadap aktivitas penangkapan radikal bebas, UV protection dan antibakteri ekstrak kacang hijau.


(30)

6 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Kacang Hijau (Vigna radiata( L.) R. Wilczek) 1. Klasifikasi tanaman

Menurut United States Department of Agriculture (2014) klasifikasi tanaman kacang hijau, sebagai berikut.

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Superdivision : Spermatophyta Division : Magnoliophyta Class : Magnoliopsida Subclass : Rosidae Order : Fabales Familly : Fabaceae Genus : Vigna

Species : Vigna radiata (L.) R. Wilczek

Menurut Plant Resources of South-East Asia (2015) sinonim dari Vigna radiata (L.) R. Wilczek , yaitu : Phaseolus radiatus L. (1753).


(31)

Nama lain yang dimiliki kacang hijau adalah sebagai berikut. Inggris : mung bean, bean sprouts, green gram, golden gram

Perancis : haricot mungo (Munro dan Small, 1997).

2. Deskripsi tanaman kacang hijau

Kacang hijau merupakan tanaman pendek bercabang tegak. Bagian tubuh dari tanaman kacang hijau, yaitu akar, batang, daun, bunga, buah dan biji. Akar, berakar tunggang. Sistem perakarannya dibagi menjadi dua, yaitu percabangan banyak dan akar dengan sedikit cabang (Purwono, 2012).

Batang, bentuk akar bulat dan berbuku-buku. Berukuran kecil, berbulu, hijau kecoklatan atau kemerahan. Setiap buku batang menghasilkan satu tangkai daun, kecuali pada daun pertama berupa sepasang daun yang saling berhadapan dan masing-masing daun berupa daun tunggal. Ketinggian batang bisa mencapai 1 meter (Purwono, 2012).

Daun, berupa daun majemuk terdiri dari tiga anak daun setiap tangkai. Helaian daun berbentuk oval dengan ujung yang lancip dan berwarna hijau muda hingga hijau tua. Letak daun berseling. Tangkai daun lebih panjang dari daunnya sendiri (Purwono, 2012).

Bunga, berbentuk seperti kupu-kupu berwarna kuning kehijau-hijauan atau kuning pucat. Berupa bunga hermaprodit, proses penyerbukan terjadi pada malam hari, sehingga bunga akan mekar pada pagi hari dan layu pada sore hari (Purwono, 2012).


(32)

Buah, berbentuk polong. Panjang polong 5 - 16 cm, setiap polong berisi 10 - 15 biji. Polong berbentuk bulat silindris dengan ujung agak runcing atau tumpul. Polong yang masih muda berwarna hijau, setelah tua menjadi menghitam, polongnya memiliki bulu-bulu halus (Purwono, 2012).

Biji, berbentuk bulat, memiliki bobot 0,5 – 0,8 mg, kulitnya hijau berbiji putih (Purwono, 2012).

3. Kandungan kimia kacang hijau

Kandungan dari kacang hijau, yaitu protein, polyphenol, polypeptides, polysaccharides, enzym, peptides, phytosterol, amino acids, flavone, isoflavone,

flavonoids, isoflavonoids (Tang, Dong, Ren, Li, He, 2014).

Selain itu juga kacang hijau merupakan penyedia kandungan fatty acids,

minerals, dan tocopherols (Anwar, Latif, Przybylski, Sultana, Ashraf, 2007). Kacang hijau mengandung isoflavon, yang memiiki struktur kimia hampir sama dengan estrogen, isoflavon sering disebut fitoestrogen atau estrogen nabati (Iswandari, 2006).

B. Antioksidan 1. Definisi antioksidan

Antioksidan merupakan suatu senyawa yang berperan dalam menghambat oksidasi yang diperantarai oksigen. Senyawa antioksidan memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh terhadap penyakit. Hal tersebut disebabkan


(33)

senyawa antioksidan dapat mencegah pengaruh buruk yang disebabkan oleh radikal bebas (Percival, 1998).

Sistem antioksidan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok enzimatik dan bukan enzimatik. Antioksidan enzimatik terdiri dari superoxide dismutase (SOD), catalase dan glutathione peroxidase. Antioksidan bukan

enzimatik terdiri dari vitamin E, vitamin A, provitamin A (β-karoten), dan vitamin

C. Antioksidan enzimatik secara alamiah dihasilkan oleh tubuh sedangkan antioksidan bukan enzimatik diperoleh dari luar tubuh (Fouad, 2005).

Berdasarkan cara kerjanya, antioksidan dibagi menjadi antioksidan primer, antioksidan sekunder, dan antioksidan tersier. Suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan primer, apabila dapat memberikan atom hidrogen secara cepat kepada senyawa radikal, kemudian radikal antioksidan yang terbentuk segera berubah menjadi senyawa yang lebih stabil (Winarsi, 2007). Antioksidan primer bekerja dengan cara mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru, atau mengubah radikal bebas yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Winarsi, 2007).

Antioksidan sekunder disebut juga sistem pertahanan preventif. Pembentukan senyawa oksigen reaktif dihambat dengan cara pengkelatan metal, atau jika sudah terbentuk, senyawa itu dirusak. Kerja sistem antioksidan sekunder, yaitu dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya. Antioksidan sekunder meliputi vitamin E, vitamin C, karoten, flavonoid (Winarsi, 2007).


(34)

Antioksidan tersier bekerja dengan memperbaiki jaringan sel – sel yang sudah rusak akibat radikal bebas (Winarsi, 2007).

2. Metode penangkapan radikal DPPH

Radikal 2, 2- diphenyl-1- picrylhidrazyl (DPPH) memiliki absorpsi maksimal pada 517nm, yang akan menurun dengan adanya reaksi dengan radikal scavenger. Perubahan warna yang terjadi dapat diamati dengan menggunakan uji KLT, pelat KLT hasil elusi yang telah kering akan disemprotkan dengan larutan 0,2% b/v (DPPH) dalam metanol. Senyawa aktif (free-radical scavenging) nampak dengan adanya bercak kuning hingga putih dengan latar ungu (Marston, 2011).

Senyawa yang beraksi sebagai penangkal radikal bebas akan mereduksi DPPH yang dapat diamati dengan adanya perubahan warna DPPH dari meredam menjadi kuning. Perubahan warna terjadi ketika elektron ganjil dari radikal DPPH telah berpasangan dengan hidrogen dari senyawa penangkal radikal bebas yang akan membentuk DPPH-H tereduksi (Molyneux, 2004).

Gambar 1. Reaksi 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazil radical (DPPH) dengan radical scavengers (Marston, 2011)


(35)

C. UV protection 1. Definisi UV protection

UV protection atau tabir surya berfungsi untuk melindungi kulit dari iritasi yang disebabkan oleh sinar ultraviolet, seperti kulit pucat, muncul kemerahan, terkelupas, muncul noda hitam. Dampak dari sinar ultraviolet tidak hanya didapat dari luar ruangan, aktivitas diluar ruangan pun mampu membuat dampak kulit terpapar sinar ultraviolet dari efek pencahayaan lampu, komputer, maupun alat-alat elektronik lainnya (Oktoviana, 2006).

2. Metode inhibition of bleaching of -carotene

�-karoten merupakan anggota golongan tetraterpen (C40), senyawa ini

mudah menyerap sinar UV secara kuat. β −karoten merupakan antioksidan kuat dan lebih mudah teroksidasi daripada molekul biologis, seperti asam nukleat dan protein (Heinrich, Barnes, Gibbons, Williamson, 2005). Metode �-karoten adalah metode yang digunakan untuk memperkirakan kemampuan relatif dari ekstrak terhadap oksidasi dari asam linoleat yang akan mengoksidasi �-karoten dalam emulsi. Akibat dari adanya oksidasi oleh asam linoleat ini maka �-karoten akan kehilangan warna karena putusnya ikatan rangkap sehingga terjadi perubahan warna (Miguel, 2010).

Terdapat beberapa macam jenis �-carotenebleaching test,yaitu :

a. Metode inhibition of bleaching of -carotene

Metode ini menggunakan reagen semprot, yaitu 0,05% b/v larutan � -karoten dalam kloroform, kemudian akan disemprotkan pada pelat KLT hasil


(36)

elusi yang telah kering. Perubahan warna pada pelat KLT tersebut dapat terjadi 12 jam pada suhu ruang atau diletakkan dibawah sinar UV 366 nm. Senyawa aktif ditunjukkan dengan bercak kuning hingga jingga pada latar putih (Marston, 2011).

b. Metode inhibition of bleaching of -carotene induced by autooxidation of linoleic acid

Metode ini menggunakan reagen semprot campuran antara linoleic acid

dalam etanol dan �-karoten dalam kloroform, yang akan disemprotkan pada pelat KLT kering hasil elusi. Setelah dijemur di bawah sinar matahari, aktivitas antioksidan akan ditunjukkan dengan adanya bercak jingga pada latar putih (Marston, 2011).

D. Antibakteri 1. Definisi antibakteri

Antibakteri merupakan substansi yang menghambat atau membunuh bakteri atau mikroorganisme lain (organisme mikrospik termasuk bakteri, jamur, virus, protozoa, riketsia, dll). Secara teknik, istilah antibiotik mengacu pada suatu zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang menghambat atau membunuh mikroorganisme yang lain (Kee, 1993).

Bakteriostatis merupakan penghambatan pertumbuhan atau multiplikasi suatu bakteri, sedangkan bakterisidal bersifat membunuh bakteri tertentu. Kaitan dengan istilah tersebut, terdapat istilah kadar hambat minimum (KHM) yaitu


(37)

kadar minimum yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba, dan kadar bunuh minimum (KBM) yaitu kadar minimum yang diperlukan untuk membunuh mikroba (Nugroho, 2012).

2. Metode bioautografi

Metode bioautografi dapat digunakan untuk pengujian aktivitas antibakteri dan antikapang sekaligus mendeteksi golongan senyawa. Bioautografi dibedakan menjadi bioautografi kontak, bioautografi agar overlay, dan bioautografi langsung. Bioautografi kontak dilakukan dengan menempelkan kromatogram pada media padat berisi bakteri uji. Senyawa dengan aktivitas antibakteri ditunjukkan dengan daerah jernih ( Kusumaningtyas, 2008).

Metode bioautografi merupakan suatu metode yang serupa dengan metode difusi agar. Pada kontak bioautografi, pelat KLT hasil elusi yang telah kering akan ditempatkan pada agar yang telah diinokulasikan bakteri selama beberapa menit atau jam untuk meperkenankan terjadinya proses difusi. Selanjutnya pelat KLT tersebut akan dilepaskan dan dilakukan proses inkubasi agar (Choma dan Grzelak, 2011).

Metode bioautografi dapat mendeteksi komponen aktif pada ekstrak tanaman. Teknik bioautografi dapat menunjukkan secara visual bahwa adanya penghambatan ditandai dengan daerah jernih pada pertumbuhan bakteri, inilah yang mampu digunakan sebagai pemandu adanya senyawa aktif pada ekstrak. KLT hasil elusi yang telah kering, kemudian dilapisi diatas agar yang telah dikulturkan bakteri dan ditinggal selama 1 malam pada suhu 37°C. Pelat KLT dibuat duplikat: satu digunakan sebagai acuan kromatogram dan satunya


(38)

digunakan untuk bioautografi. Area penghambatan kemudian dibandingkan dengan Rf dari bercak pelat KLT acuan (Chomnawang, Surassmo, Wongsariya, Bunyapraphatsara, 2009).

Bioautografi pada pelat kromatografi lapis tipis (KLT) dimaksudkan untuk mendeteksi aktivitas biologi dari sampel yang bermigrasi pada pelat KLT dengan menggunakan fase gerak yang cocok. Metode ini hanya membutuhkan jumlah sampel yang sedikit dan cocok untuk pengujian komponen tanaman dan dapat digunakan untuk mengarahkan target isolasi pada komponen tersebut (Marston, 2011).

3. Metode difusi

Metode difusi merupakan metode penentuan aktivitas didasarkan pada kemampuan difusi dari zat antimikroba dalam lempeng agar yang telah diinokulasikan dengan mikroba uji. Hasil pengamatan berupa ada atau tidaknya zona hambatan yang akan terbentuk disekeliling zat antimikroba pada waktu tertentu masa inkubasi (Brooks, Butel, Carrol, Morse, 2007).

Cara cakram (disc) merupakan metode difusi yang paling sering digunakan untuk menentukan kepekaan kuman terhadap berbagai macam obat-obatan. Cara ini menggunakan cakram kertas saring (paper disc) yang berfungsi sebagai tempat menampung zat antimikroba. Paper disc tersebut kemudian diletakkan pada lempeng agar yang telah diinokulasikan mikroba uji, kemudian diinkubasi pada waktu tertentu dan suhu tertentu, sesuai dengan kondisi optimum dari mikroba uji. Pada umumnya, hasil yang dapat diamati setelah inkubasi selama 18-24 jam dengan suhu 37°C. Hasil pengamatan berupa ada atau tidaknya


(39)

daerah bening yang terbentuk disekeliling kertas cakram yang menunjukkan zona hambat pada pertumbuhan bakteri (Pelczar dan Chan, 1988).

Menurut Greenwood cit. Mulyadi, Wuryanti, Ria (2013), respon hambatan pertumbuhan bakteri dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Tabel I. Klasifikasi respon hambatan pertumbuhan bakteri

Diameter zona bening Respon hambatan pertumbuhan

>20 mm Kuat

16-20 mm Sedang

10-15 mm Lemah

<10 mm Kurang efektif

E. Ekstraksi

Ekstraksi merupakan suatu peristiwa perpindahan massa zat aktif yang semula berada di dalam sel kemudian ditarik oleh cairan penyari. Pada umumnya ektraksi akan bertambah baik jika permukaan simplisia yang bersentuhan dengan penyari semakin luas (Harborne, 1987).

Ekstrak merupakan sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan (Dirjen POM, 1995). Untuk mendapatkan senyawa yang khas (zat aktif) dalam suatu tumbuhan, diperlukan metode ekstraksi yang tepat. Pemilihan metode ekstraksi tergantung pada sumber bahan alami dan senyawa yang akan diisolasi tersebut (Harborne, 1987).


(40)

Dalam memilih penyari, ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan. Cairan penyari yang baik harus memiliki kriteria berikut ini.

(1) Murah dan mudah diperoleh, (2) stabil secara fisika dan kimia,

(3) tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar, (4) selektif,

(5) tidak mempengaruhi zat berkhasiat, dan

(6) diperbolehkan oleh peraturan yang berlaku (Depkes RI, 1986).

Metode penyarian yang digunakan tergantung dari wujud dan kandungan zat dari bahan yang disari. Cara penyarian dapat dibedakan menjadi: infundasi, maserasi, perkolasi, dan penyarian yang berkesinambungan (Depkes RI, 1986).

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk daun dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang diluar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan diluar dan di dalam sel. Maserasi dengan mesin pengaduk yang berputar terus menerus, waktu proses maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam (Depkes RI, 1986).


(41)

F. Kromatografi 1. Definisi kromatografi lapis tipis (KLT)

Kromatografi merupakan proses pemisahan yang mana analit-analit dalam sampel terdistribusi antara 2 fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam berupa bahan padat ataupun porus dalam bentuk molekul kecil, atau dalam bentuk cairan yang dilapiskan dalam dinding kolom. Dalam kromatografi cair, fase gerak yang digunakan selalu cair (Rohman, 2009).

Kromatografi lapis tipis (KLT) terdiri atas fase diam dan fase gerak. Fase diamnya berupa lapisan seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium, atau pelat plastik. Penjerap yang paling sering digunakan adalah silika dan serbuk selulosa. (Rohman, 2009). Fase gerak kromatografi lapis tipis digunakan sebagai pelarut pengembang yang akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik (ascending), atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun (descending) (Gandjar dan Rohman, 2007). Mekanisme sorpsi-desorpsi yang utama pada KLT adalah partisi dan adsorbsi (Rohman, 2007).

Perlu adanya optimasi fase gerak dalam kromatografi lapis tipis. Sistem yang paling sederhana menggunakan 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini mudah diatur sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal.

Beberapa petunjuk yang perlu diperhatikan dalam optimasi fase gerak, yaitu :


(42)

1) Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang tinggi, karena KLT merupakan teknik yang sensitif

2) Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf solut terletak diantara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan

3) Pemisahan dengan fase diam polar seperti silika gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut sehingga menentukan nilai Rf

4) Solut-solut ionik dan solut-solut polar lebih baik menggunakan campuran pelarut sebagai fase gerak seperti campuran air dan methanol dengan perbandingan tertentu (Rohman, 2009).

Perlu adanya deteksi terhadap bercak hasil pemisahan KLT, karena pada umumnya bercak pemisahan KLT tidak berwarna. Deteksi secara kimia yang biasa digunakan dengan menggunakan suatu pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak terlihat jelas. Deteksi secara fisika dapat dilakukan dengan menampakkan bercak dengan fluoresensi dibawah sinar ultraviolet, untuk senyawa yang dapat berfluoresensi akan membuat bercak terlihat lebih jelas.

Berikut ini adalah cara-cara kimiawi mendeteksi bercak hasil pemisahan KLT:

1) Menyemprot lempeng KLT dengan reagen kromogenik yang akan bereaksi secara kimia dengan seluruh solut yang mengandung gugus fungsional tertentu sehingga bercak menjadi berwarna. Pemanasan terkadang dibutuhkan untuk mempercepat reaksi pembentukan warna dan intensitas warna bercak 2) Mengamati lempeng KLT dibawah lampu ultraviolet yang dipasang pada panjang gelombang emisi 254 atau 366 nm untuk menampakkan solut sebagai


(43)

bercak yang gelap atau bercak yang berflouresensi terang pada dasar yang berflouresensi seragam

3) Menyemprot lempeng dengan asam sulfat pekat atau asam nitrat pekat lalu dipanaskan untuk mengoksidasi solut-solut organik yang akan nampak sebagai bercak hitam sampai kecoklatan

4) Memaparkan lempeng dengan uap iodium dalam chamber tertutup.

5) Melakukan scanning pada permukaan lempeng dengan densitometer (Rohman, 2009).

Kromatografi lapis tipis (KLT) bila dikombinasikan dengan metode deteksi biologis dan kimia, merupakan teknik yang efektif dan tidak mahal untuk pengujian ekstrak tanaman. Kombinasi KLT dengan metode deteksi biologi, dikenal sebagai KLT bioautografi (Marston, 2011).

KLT umumnya digunakan untuk menentukan komponen dalam campuran, identifikasi senyawa, memantau berjalannya reaksi, menentukan efektifitas pemurnian, menentukan kondisi yang sesuai dan memantau kromatografi kolom, melakukan screening untuk obat (Gandjar dan Rohman, 2007).

2. Kromatografi kolom

Kromatografi kolom merupakan metode pemisahan menggunakan kolom gelas diisi dengan adsorben yang dilewatkan oleh suatu desorben berupa larutan campuran. Masing-masing komponen akan dipisahkan dalam kolom yang diatur dengan afinitas adsorpsi setiap komponen (Lazo, 1999).


(44)

Dalam melakukan kromatografi kolom, kolom kaca vertikal diisi merata dengan adsorben dalam jumlah yang tepat. Selanjutnya, desorben dituangkan ke dalam kolom dan melewati adsorben. Masing-masing senyawa dijerap pada ketinggian yang berbeda tergantung pada afinitas adsorpsi tiap komponen. Pada tahap ini, bagian komponen yang telah diserap masih belum benar-benar terpisah. Namun, jika desorben sesuai dituangkan ke dalam kolom, komponen yang telah dijerap pada adsorben larut dalam desorben dan mulai bergerak ke bawah dalam kolom. Setiap komponen bergerak menuju bagian bawah kolom, tingkat migrasi tiap komponen berbeda, sesuai dengan afinitas adsorpsi setiap komponen. Komponen di lapisan bawah bergerak lebih cepat, dan pada akhirnya, masing-masing komponen akan dipisahkan secara jelas (Lazo, 1999).

Jika bahan yang dipisahkan merupakan campuran pigmen, akan ada zona berwarna di ketinggian yang berbeda pada kolom yang diisi dengan adsorben. Zona berwarna disebut kromatogram (Lazo, 1999).

Tanpa melepas adsorben dari kolom, desorben dituangkan berturut-turut dari atas. Masing-masing zona yang dielusi dengan desorben akan larut ke dalamnya dan menetes ke bawah kolom satu per satu. Cairan kemudian dapat dikumpulkan dari bagian bawah kolom saat mereka menetes keluar (Lazo, 1999).

Pelarut murni atau sistem pelarut tunggal dapat digunakan untuk mengelusi semua komponen. Selain itu, sistem gradien pelarut juga digunakan. Pada elusi gradien, polaritas sistem pelarut ditingkatkan secara perlahan dengan meningkatkan konsentrasi pelarut ke yang lebih polar. Pemilihan pelarut eluen tergantung pada jenis adsorben yang digunakan dan kemurnian senyawa yang


(45)

dipisahkan. Pelarut harus mempunyai kemurnian yang tinggi. Keberadaan pengganggu seperti air, alkohol, atau asam pada pelarut yang kurang polar akan mengganggu aktivitas adsorben (Braithwaite and Smith, 1995).

G. Landasan Teori

Kacang hijau dengan nama latin Vigna radiata (L.) R.Wilczek merupakan tanaman pendek bercabang tegak tersusun atas akar, batang, daun, bunga, buah dan biji.

Berdasarkan penelitian Anwar, Latif, Przybylski, Sultana, Ashraf (2007), kacang hijau merupakan sumber asam lemak, mineral, dan tokoferol. Penelitian yang dilakukan oleh Tang, Dong, Ren, Li, He (2014), menunjukkan bahwa kacang hijau memiliki beberapa metabolit sekunder, yaitu polyphenol, polypeptides, polysaccharides, enzym, phytosterol. Metabolit sekunder tersebut berdampak pada bioaktivitas kacang hijau, yaitu aktivitas antioksidan, antibakteri, anti-inflamasi, antidiabetes, antihipertensi, antitumor dan antiseptis.

H. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini, yaitu :


(46)

22 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksploratif .

B. Bahan dan Materi Penelitian 1. Bahan penelitian

a. Bahan utama berupa kacang hijau (Vigna radiata (L.) R. Wilczek) yang berasal dari PT. SUPER INDO, dengan batch number: 8-993408-010226. b. Bahan kimia yang digunakan meliputi DPPH pro analitik dan β-karoten pro analitik yang diperoleh dari Sigma Chem. Co., USA. Etanol, n-heksana, kloroform, metanol, asam sulfat, barium klorida, NaCl pro analitik yang diperoleh dari Merck, Germany. Akuades yang diperoleh dari Brataco Chemica. Reagen Dragendorff, AlCl3, FeCl3, sitroborat, vanilin sulfat

diperoleh dari Laboratorium Farmakognosi Fitokimia Universitas Sanata Dharma. Silika gel 60 F254 for thin layer chromatography dan silika gel 60

(0,040-0,063 mm) for column chromatography dari Merck, Germany. Bakteri

Staphylococcus aureus dan Escherichia coli yang berasal dari. Laboratorium Balai Kesehatan Yogyakarta. Amoksisilin diperoleh dari PT. Indofarma. Media agar yang digunakan trypticasein soy broth (TSB) dari Agarindo


(47)

2. Alat penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa micro haematocrit tubes, light meter (Lutron), lampu UV 254 nm, lampu UV 366 nm, sentrifuge,

vortex (junke & kunkel), mikropipet 10-1000 μL; 1-10 mL (Socorex), neraca analitik (Scaltec SBC 22, BP 160P), vacuum rotary evaporator (Buchi), blender, kertas saring, tabung reaksi bertutup dan alat-alat gelas yang lazim digunakan di laboratorium analisis (Pyrex-Germany dan Iwaki), frezzer, Autoclave (YX-400Z), oven (WTB binder).

C. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi sampel

Determinasi biji kacang hijau dilakukan di Bagian Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Determinasi sampel ini memastikan bahwa sampel yang digunakan untuk penelitian benar-benar kacang hijau (Vigna radiata (L.) R. Wilczek).

2. Pengumpulan dan penyiapan bahan a. Pengumpulan bahan

Kacang hijau yang digunakan diperoleh dari PT. SUPER INDO. Bagian yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji kacang hijau.

b. Sortasi basah

Bahan baku dipisahkan dari bahan-bahan pengganggu seperti tanah, kerikil, rumput, bagian tanaman yang tidak dibutuhkan (ranting dan bunga),


(48)

bagian dari tanaman lain (tangkai, daun, bunga dan biji inang), bahan yang rusak dan lain-lain.

c. Pencucian

Biji kacang hijau dicuci dengan cara menggunakan air mengalir sambil dibersihkan kotoran yang melekat pada biji kacang hijau. Pencucian ini dilakukan sebanyak 3 kali.

d. Pengeringan

Biji kacang hijau yang masih basah dikeringanginkan dengan cara pengeringan adalah bahan dihamparkan di atas tampah secara merata dan ditutup dengan kain hitam yang diberi sedikit ruang sirkulasi udara dibawah sinar matahari. Akhir pengeringan ditandai dengan warna kacang hijau menjadi lebih gelap dari sebelum dijemur.

e. Sortasi kering

Biji kacang hijau yang sudah kering dipisahkan dari bahan-bahan pengganggu seperti tanah, kerikil, bahan yang rusak dan lain-lain.

f. Penyerbukan

Biji kacang hijau dibuat menjadi serbuk dengan menggunakan blender. g. Pengepakan dan penyimpanan

Serbuk biji kacang hijau kemudian dibungkus dengan menggunakan wadah kedap udara. Penyimpanan dilakukan di suhu ruangan ditambahkan silika gel (penyerap lembab) pada wadah penyimpanan serbuk simplisia.


(49)

h. Susut pengeringan simplisia kacang hijau

Bobot tetap dilakukan terhadap cawan petri yang akan digunakan, oven disiapkan dengan suhu 105°C, selama 60 menit. Setelah didapatkan bobot tetap petri, ditimbang 1 g serbuk simplisia kacang hijau dan direplikasi 3 kali. Cawan berisi serbuk simplisia kacang hijau tersebut kemudian dipanaskan dalam oven dengan suhu 105°C hingga diperoleh bobot tetap.

i. Penyiapan simplisia kulit dan keping biji kacang hijau

Kacang hijau yang digunakan diperoleh dari PT. SUPER INDO. Tahap penyiapan simplisia dilakukan sama dengan tahap pembuatan simplisia pada biji kacang hijau, yang dibedakan adalah adanya tahap pemisahan antara kulit kacang dengan keping biji kacang hijau. Kemudian kulit dan keping biji kacang hijau tersebut dilakukan pengeringan, sortasi basah, penyerbukan, penyimpanan dan pengepakan seperti tahap pembuatan simplisia kacang hijau.

3. Ektraksi

a. Ekstraksi kacang hijau

Biji kacang hijau yang telah menjadi serbuk ditimbang sebanyak 1,0 kg dan dimasukkan ke dalam bejana maserasi, ditambah pelarut pertama, yaitu etanol 90% v/v sampai terendam sempurna, dan dicampur homogen. Campuran dimaserasi pada suhu ruangan selama satu hari. Filtrat diperoleh melalui penyaringan dengan menguapkan dengan rotary evaporator, diuapkan hingga menjadi ekstrak kental.


(50)

b. Ektraksi kulit dan keping biji kacang hijau

Simplisia kulit dan keping biji kacang hijau yang telah diserbuk ditimbang masing-masing 100 g dan dimasukkan ke dalam bejana maserasi, ditambah yaitu etanol 90% v/v sampai terendam sempurna, dan dicampur homogen. Campuran dimaserasi pada suhu ruangan selama satu hari. Filtrat diperoleh melalui penyaringan dengan menguapkan dengan rotary evaporator, diuapkan hingga menjadi ekstrak kental.

c. Susut pengeringan ekstrak kacang hijau

Tiga cawan petri disiapkan, ditimbang dan dipanaskan dahulu hingga bobot tetap pada oven dengan suhu 105°C. Silika yang telah dihaluskan disiapkan, kemudian dipanaskan dahulu dalam oven. Saat 3 cawan petri mencapai bobot tetap, ekstrak ditimbang ± 0,5 g (replikasi 3 kali) dan masing-masing cawan berisi ekstrak tersebut ditambahkan ± 0,5 g silika. Ketiga cawan petri tersebut kemudian dimasukkan dalam oven bersuhu 50°C, hingga bobot tetap (selisih kadar air 0,25% b/b). Saat kadar air ekstrak lebih dari 10% b/b, ekstrak dimasukkan dalam desikator dengan menggunakan batu gamping. d. Pemerian ekstrak kacang hijau

Ekstrak kacang hijau diamati warna, bau, bentuk dan rasa.

4. Kromatografi lapis tipis ekstrak kacang hijau a. Preparasi sampel

Lima mg ekstrak kacang hijau , dilarutkan dalam masing-masing dalam etanol p.a 1 mL.


(51)

b. Optimasi fase gerak

Sampel ekstrak kacang hijau ditotolkan pada pelat KLT dengan jarak elusi 5 cm (Wolf, 2012) dengan menggunakan pipa kapiler (3 spot penotolan untuk 3 fase gerak), kemudian dielusi dengan 3 jenis fase gerak, yang dipilih sesuai dengan acuan Wagner dan Bladt (1996), sebagai berikut.:

1) Fase gerak nonpolar = n-heksana : etil asetat (2:3 v/v) 2) Fase gerak semipolar = kloroform : metanol (7:3 v/v)

3) Fase gerak polar = etil asetat : asam formiat : asam asetat glasial : air (100:11:11:20 v/v)

c. Deteksi secara fisik

Pelat KLT hasil elusi dikeringkan pada suhu ruang, kemudian pelat KLT tersebut dideteksi menggunakan lampu UV 254 nm, hasil elusi dari ketiga fase gerak tersebut kemudian dibandingkan dan dihitung nilai Rf hasil elusi.

5. Uji kualitatif aktivitas penangkapan radikal bebas ekstrak kacang hijau

a. Preparasi pereaksi semprot DPPH

Pereaksi DPPH dibuat 0,2% b/v dalam pelarut metanol, disimpan dalam wadah gelap dan tertutup (Marston, 2011).

b. Uji kualitatif aktivitas penangkapan radikal dengan pereaksi DPPH Pelat KLT hasil elusi yang telah kering disiapkan untuk disemprot dengan pereaksi DPPH, hasil positif ditandai dengan adanya bercak kuning-putih dengan latar ungu pada pelat KLT.


(52)

6. Identifikasi senyawa pada ekstrak kacang hijau dengan reagen semprot

a. Preparasi sampel

Lima mg ekstrak kacang hijau, dilarutkan dalam masing-masing dalam etanol p.a 1 mL, kemudian dielusi dengan fase gerak optimum.

b. Identifikasi senyawa dengan reagen semprot

Pelat KLT hasil elusi disiapkan untuk diidentifikasi senyawa dengan menggunakan beberapa reagen semprot diantaranya yaitu, reagen Dragendorff, AlCl3, FeCl3, sitroborat, vanilin sulfat, kemudian diamati dan

dihitung nilai Rf dari bercak yang terbentuk.

7. Uji perbandingan profil kromatografi lapis tipis (KLT) ekstrak kacang hijau, ekstrak kulit kacang hijau, dan keping biji kacang hijau

a. Preparasi sampel

Lima mg ekstrak kacang hijau, kulit kacang hijau dan 5 mg ekstrak keping biji kacang hijau dilarutkan dalam masing-masing dalam etanol p.a 1 mL.

b. Kromatografi lapis tipis ekstrak kulit dan keping biji kacang hijau

Sampel ekstrak kacang hijau, ekstrak kulit kacang hijau dan ekstrak keping biji kacang hijau ditotolkan menggunakan pipa kapiler pada pelat KLT dengan jarak elusi 5 cm. Kemudian pelat KLT tersebut dideteksi menggunakan lampu UV 254 nm, dibandingkan dan dihitung nilai Rf hasil elusi. Kemudian pelat tersebut disemprot dengan pereaksi DPPH.


(53)

8. Uji kualitatif aktivitas UV protection ekstrak kacang hijau a. Preparasi pereaksi � −karoten

Pereaksi � −karoten dibuat 0,05% b/v dalam pelarut kloroform, disimpan dalam wadah gelap dan tertutup (Marston, 2011).

b. Optimasi intensitas cahaya flouresensi

Pelat KLT kosong (tanpa elusi) disiapkan, kemudian pelat tersebut dicelupkan dalam pereaksi � −karoten dan warnanya diukur dengan parameter warna. Pelat tersebut kemudian disinari dengan menggunakan lampu UV dalam kotak flouresensi, perubahan warna yang terjadi diukur dengan parameter warna pada tiap menit ke 1, 3, 6, 9, dan 15. Posisi dari lampu UV diatur dalam posisi tinggi (100 cm), sedang (50 cm), rendah (35 cm) dan dihitung intensitas cahaya dengan alat light meter. Tiap posisi lampu dilakukan uji dengan replikasi 5 kali. Perubahan warna yang terjadi dihitung rata-rata dan SD.

c. Uji kualitatif UV protection (� −karoten bleaching test)

Pelat KLT hasil elusi yang telah kering dicelupkan dalam pereaksi � −karoten, sebelum dimasukan dalam kotak flouresensi warna pelat KLT tersebut diukur dengan menggunakan parameter warna. Pelat KLT tersebut kemudian disinari sinar UV dalam kotak flouresensi hasil optimasi yaitu pada ketinggian 50 cm dan dihitung intensitas sinar dengan alat light meter, diamati pada tiap menit ke 1, 3, 6, 9, dan 15. Uji tersebut direplikasi 5 kali dan perubahan warnanya dihitung raat-rata dan standar deviasi.


(54)

9. Uji kualitatif aktivitas antibakteri ekstrak kacang hijau a. Pembuatan media TSB cair

Tiga g media TSB (30g/L) dilarutkan dalam 100 mL aquadest, diaduk dengan batang pengaduk hingga homogen, kemudian media tersebut diautoclave.

b. Pembuatan media agar

Tiga g media TSB (30g/L) ditambahkan 1,2% agar dilarutkan dalam 100 mL aquadest, diaduk dengan batang pengaduk hingga homogen, kemudian media tersebut diautoclave.

c. Pembuatan larutan Mc-Farland 0,5 (1,6 x 108 CFU)

Larutan Barium klorida 1,175% (b/v) 0,05 mL ditambahkan dengan 9,95 mL larutan 1% (b/v) asam sulfat (Schwalbe, Moore, Goodwin, 2007).

d. Pembuatan saline water 0,9% b/v

NaCl 0,9 g ditimbang dan dilarutan dalam 100 mL aquadest. e. Preparasi bakteri uji

Bakteri uji yang digunakan adalah E.coli atau S.aureus. Kultur bakteri induk dari media miring diambil 1 ose dan dikulturkan pada media TSB cair, diinkubasi selama 18 jam.

f. Pembuatan larutan induk bakteri

Bakteri uji yang digunakan adalah E.coli atau S.aureus, deret larutan standard Mc Farland disiapkan. Sebanyak 2 tabung dibuat, masing-masing diisi dengan saline water 10 mL dan setarakan kekeruhannya menggunakan


(55)

larutan standar Mc Farland 0,5 (konsentrasi mikroba 1,6 x 108 CFU/mL) dengan penambahan bakteri uji.

g. Penyimpanan kultur bakteri

Sisa kultur bakteri yang belum digunakan untuk diuji, 0,5 mL diambil dan dimasukkan dalam microtube. Gliserol 5% v/v ditambahkan dari 0,5 mL kultur bakteri yaitu 25 x 10-3 mL pada masing-masing microtube, dihomogenkan, diinkubasi selama 1 jam dalam inkubator bersuhu 37°C. disimpan dalam frezzer.

h. Pembuatan kontrol kontaminasi media

Media agar sebanyak 15 mL diambil, dituang ke dalam petri steril secara

pour plate, dibiarkan memadat, diinkubasi selama 18 jam dan dibandingkan dengan perlakuan.

i. Pembuatan kontrol pertumbuhan bakteri uji

Media agar TSB sebanyak 15 mL diambil dalam tabung, dibiarkan memadat. 100 µL bakteri diinokulasikan secara spreading. Inkubasi selama 18 jam dan dibandingkan dengan perlakuan.

j. Pembuatan kontrol positif

Media agar TSB sebanyak 15 mL diambil dalam tabung, dibiarkan memadat. Sebanyak 100 mikroliter bakteri diinokulasikan secara spreading. Amoksisilin 5 mg ditimbang dan dilarutkan dalam 1 mL aquadest, diambil sebanyak 75;100;150 µg masing-masing dimasukkan dalam paper disk dalam media agar yang telah diinokulasikan bakteri tersebut. Inkubasi selama 18 jam dan dibandingkan dengan perlakuan.


(56)

d. KLT ekstrak kacang hijau

Pelat KLT dan 5 mg/mL ekstrak kacang hijau dalam etanol disiapkan untuk ditotolkan sebanyak 75;100;150 µg dengan menggunakan mikropipet, dielusi dengan fase gerak kloroform:metanol (7:3 v/v), pelat tersebut kemudian dikeringkan pada suhu ruang (dibuat 2 kali replikasi sebagai acuan dan sebagai pelat uji bioautografi).

e. Bioautografi

Pelat KLT hasil elusi yang telah kering, metode kontak dilakukan dengan media agar yang telah diinokulasikan bakteri 100 µL secara spreading, metode kontak dilakukan selama 40 menit, kemudian pelat KLT tersebut diangkat Inkubasi selama 18 jam, hasil positif ditandai dengan adanya zona hambat pada media tersebut.

10. Triturasi

a. Preparasi sampel triturasi

Ekstrak kacang hijau ditimbang 5 g, dicampurkan dan dihomogenkan dengan 5 g sea sand yang telah dibersihkan, ditambahkan sedikit metanol, dan didiamkan selama satu malam.

b. Triturasi dengan pelarut n-heksana

Hasil campuran sea sand dengan ekstrak kacang hijau kemudian ditambahkan n-heksana 5 mL, divorteks, disentrifugasi, pelarut kemudian diambil dan disaring. Penambahan n-heksana pada solut (campuran sea sand

dan ekstrak), divorteks, disentrifugasi, bagian pelarut diambil dan disaring, diulangi 2 - 5 kali hingga pelarut menjadi bening. Pelarut tersebut kemudian


(57)

dipekatkan sebagai hasil triturasi n-heksana. Campuran sea sand dan ekstrak kemudian dikeringkan dari n-heksana pada suhu ruang selama 1 jam.

c. Triturasi dengan pelarut kloroform : metanol (7:3 v/v)

Campuran sea sand dan ekstrak yang telah kering kemudian ditambahkan 5 mL kloroform : metanol (7:3 v/v), divorteks, disentrifugasi, pelarutkemudian diambil dan disaring. Penambahan n-heksana pada solut (campuran sea sand

dan ekstrak), divorteks, disentrifugasi, bagian pelarut diambil dan disaring, diulangi 2-5 kali hingga pelarut menjadi bening. Pelarut tersebut kemudian dipekatkan sebagai hasil triturasi kloroform : metanol (7:3 v/v). Campuran sea sand dan ekstrak kemudian disimpan.

d. Uji Kromatografi lapis tipis (KLT) hasil triturasi

Ekstrak, hasil triturasi n-heksana, dan hasil triturasi kloroform: metanol (7:3 v/v) disiapkan dalam kadar 5mg/mL dalam etanol. Kemudian ditotolkan dalam pelat KLT masing-masing, dengan jarak elusi 5 cm dengan fase gerak kloroform : metanol (7:3 v/v). Profil KLT dari ketiga kromatogram tersebut diamati dan dideteksi dengan lampu UV 254 nm, 366 nm dan dilakukan pengarangan dengan reagen semprot asam sulfat 5% v/v.

11. Kromatografi kolom

a. Preparasi sampel untuk uji kromatografi lapis tipis

Hasil triturasi heksana ditimbang 2,5 mg dilarutkan dalam 0,5 mL n-heksana.


(58)

b. Uji kromatogri lapis tipis (KLT) untuk optimasi fase gerak kolom

Hasil preparasi sampel ditotolkan pada pelat KLT, sejumlah 4 totol. Disiapkan 4 fase gerak yaitu: n-heksana : kloroform (50:50 v/v), n-heksana : kloroform (25:75 v/v), kloroform, dan kloroform : metanol (98:2 v/v), kemudian pelat KLT tersebut dielusi dengan fase gerak tersebut dan diamati. c. Preparasi sampel untuk kolom kromatografi

Hasil triturasi n-heksana sebanyak 300 mg ditimbang dan dicampurkan dengan silika gel 60 untuk kolom kromatografi dengan perbandingan 1:1. d. Preparasi kolom kromatografi

Kapas yang akan digunakan dibilas dahulu dengan n-heksana. Kolom kromatografi disiapkan dengan susunan dari bawah yaitu, kapas, silika gel 60 untuk kolom kromatografi sekitar 3 cm, sampel yang telah dicampur dengan silika gel 60 untuk kolom kromatografi sekitar 0,5 cm, silika gel 60 untuk kolom kromatografi 1 cm, dan ditutup dengan kapas.

e. Kromatografi kolom gradien

Kolom kromatografi yang telah disiapkan, akan dialirkan beberapa fase gerak dengan urutan sebagai berikut ini, yaitu, n-heksana : kloroform (50:50 v/v), (40:60 v/v), (30:70 v/v), (20:80 v/v), (10:90 v/v), kloroform (100), kloroform : metanol (98:2 v/v), (96:4 v/v), (94:6 v/v), (92:8 v/v), (90:10 v/v), masing-masing disiapkan 5 mL dan tiap 2 mL hasil gradien kolom kromatografi ditampung.


(59)

f. Kromatografi lapis tipis (KLT) untuk konfirmasi hasil kromatografi kolom gradien

Setiap 2 mL hasil kolom kromatografi dikumpulkan, KLT dilakukan dan diamati profil KLT nya. Profil KLT hasil kolom kromatografi yang sama disatukan, kemudian dipekatkan dan dihitung rendemen hasil.

g. Penyimpanan isolat

Isolat hasil pemekatan dilarutkan mengguanakan pelarut yang sesuai dengan konsentrasi 1 mg/100 µL, kemudian dipekatkan dan disimpan dalam

freezer.

12. Uji kualitatif aktivitas penangkapan radikal bebas isolat senyawa ekstrak kacang hijau

a. Preparasi sampel

Isolat ekstrak kacang hijau disiapkan dengan konsentrasi masing-masing 1mg/mL dengan menggunakan pelarut yang sesuai.

b. Kromatografi lapis tipis (KLT) isolat senyawa ekstrak kacang hijau Sampel isolat di totolkan pada pelat kromatografi lapis tipis (KLT) masing-masing isolat 10; 20; 30 µL, sehingga diperoleh mass loading, yaitu 10; 20; 30 µg pada pelat KLT tersebut, dielusi dengan jarak elusi 5 cm menggunakan fase gerak kloroform : metanol (7:3 v/v) dan dikeringkan pada suhu ruang.

c. Uji kualitatif penangkapan radikal bebas

Pelat KLT hasil elusi yang telah kering disiapkan untuk disemprot dengan pereaksi DPPH 0,2% b/v dalam metanol, hasil positif ditandai dengan adanya bercak kuning-putih dengan latar ungu pada pelat KLT. Perubahan


(60)

warna pada pelat KLT dari ungu menjadi kuning-putih diamati dan diukur waktu perubahan warnanya.

13. Uji kualitatif aktivitas UV protection isolat senyawa ekstrak kacang hijau

a. Preparasi sampel

Isolat ekstrak kacang hijau disiapkan dengan konsentrasi masing-masing 1mg/mL dengan menggunakan pelarut yang sesuai.

b. Kromatografi lapis tipis (KLT) isolat senyawa ekstrak kacang hijau Sampel isolat di totolkan pada pelat kromatografi lapis tipis (KLT) masing-masing isolat 10; 20; 30 µL, sehingga diperoleh mass loading yaitu 10; 20; 30 µg pada pelat KLT tersebut, dielusi dengan jarak 5 cm menggunakan fase gerak kloroform : metanol (7:3 v/v) dan dikeringkan pada suhu ruang. c. Uji kualitatif UV protection

Pelat KLT hasil elusi yang telah kering dicelupkan dalam pereaksi � −karoten 0,05% b/v dalam kloroform, sebelum dimasukan dalam kotak flouresensi warna pelat KLT tersebut diukur dengan menggunakan parameter warna. Pelat KLT tersebut kemudian disinari sinar UV dalam kotak flouresensi hasil optimasi dan dihitung intensitas sinar dengan alat light meter, diamati tiap menit ke 1, 3, 6, 9, dan 15.

14. Uji kualitatif aktivitas antibakteri isolat senyawa ekstrak kacang hijau

a. Preparasi sampel

Isolat ekstrak kacang hijau disiapkan dengan konsentrasi masing-masing 1mg/mL dengan menggunakan pelarut yang sesuai.


(61)

b. Pembuatan media agar

Media TSB sebanyak 3 g ditambahkan 1,2% b/v agar dilarutkan dalam 100 mL aquadest, diaduk dengan batang pengaduk hingga homogen, kemudian media tersebut diautoclave.

c. Pembuatan saline water 0,9% b/v

NaCl sebanyak 0,9 g ditimbang dan dilarutan dalam 100 mL aquadest. d. Pembuatan larutan induk bakteri

Bakteri uji yang digunakan adalah S. aureus, disiapkan deret larutan standard Mc Farland. Tabung diisi dengan saline water 10 mL dan setarakan kekeruhannya dengan larutan standar Mc Farland 0,5 (konsentrasi mikroba 1,6. 108 CFU/mL).

e. Pembuatan kontrol kontaminasi media

Media agar sebanyak 15 mL diambil, dituang ke dalam petri steril secara

pour plate, dibiarkan memadat, diinkubasi selama 18 jam dan dibandingkan dengan perlakuan.

f. Pembuatan kontrol pertumbuhan bakteri uji

Media agar TSB sebanyak 15 mL diambil dalam tabung, dibiarkan memadat. 100 mikroliter bakteri diinokulasikan secara spreading. Inkubasi selama 18 jam dan dibandingkan dengan perlakuan.

g. Pembuatan kontrol positif

Media agar TSB sebanyak 15 mL diambil dalam tabung, dibiarkan memadat. 100 mikroliter bakteri diinokulasikan secara spreading. Amoksisilin 5 mg ditimbang dan dilarutkan dalam 5 mL aquadest, diambil sebanyak


(62)

5;7,5;10 µg masing-masing ditotolkan dalam paper disc dalam media agar yang telah diinokulasikan bakteri tersebut. Inkubasi selama 18 jam dan dibandingkan dengan perlakuan.

h. Uji kualitatif antibakteri

Isolat dengan konsentrasi 1 mg/mL disiapkan. Paper disc tersebut diisikan isolat senyawa dengan mass loading 50;100;200 µg kemudian dikeringkan pada petri steril, setelah kering diletakkan dalam media berkoloni

S. aureus. Selama 18 jam diinkubasi, hasil positif ditandai dengan adanya zona hambat pada media tersebut.

15. Identifikasi senyawa dari isolat aktif ekstrak kacang hijau a. Kromatografi lapis tipis (KLT) isolat ekstrak kacang hijau

Isolat ekstrak kacang hijau dalam konsentrasi masing-masing 1 mg/mL disiapkan. Tiap isolat ditotolkan 10 µL pada pelat KLT, dielusi dengan jarak elusi 5 cm, menggunakan fase gerak kloroform : metanol (7:3 v/v) dan dikeringkan dalam suhu ruang.

b. Deteksi secara fisik

Pelat KLT hasil elusi dikeringkan pada suhu ruang, kemudian pelat KLT tersebut dideteksi menggunakan lampu UV 254 nm dan 366 nm, hasil elusi kemudian dibandingkan dan dihitung nilai Rf hasil elusi.

c. Indentifikasi senyawa dengan reagen semprot

Pelat KLT hasil elusi disiapkan untuk diidentifikasi senyawa dengan menggunakan beberapa reagen semprot diantaranya yaitu, reagen Dragendorff,


(63)

aluminium chloride (AlCl3), ferric chloride (FeCl3), vanilin sulfat, kemudian


(64)

16. Bagan alur penelitian

a. Bagan alur penelitian ekstrak kacang hijau Kacang hijau

Simplisia kacang hijau

Ekstrak kacang hijau

Hasil triturasi n-heksana Uji aktivitas penangkapan

radikal bebas, UV protection dan antibakteri secara kualitatif

Hasil triturasi Kloroform : metanol (7:3) Isolat

Bercak KLT ekstrak kacang hijau yang aktif

Isolat aktif Uji aktivitas penangkapan radikal

bebas, UV protection dan antibakteri secara kualitatif

Proses pembuatan simplisia Ekstraksi : - Maserasi - Penyaringan - Penguapan - Pemekatan

Kromatografi kolom , dengan step gradien

Metode triturasi


(65)

b. Bagan alur penelitian ekstrak kulit dan keping biji kacang hijau

Kacang hijau

Kulit biji kacang hijau

Keping biji kacang hijau

Simplisia kulit biji kacang hijau

Simplisia keping biji kacang hijau

Ekstrak kulit biji kacang hijau

Ekstrak keping biji kacang hijau

Bagian kacang hijau yang bertanggung jawab terhadap aktivitas penangkapan radikal bebas kacang hijau

Pengupasan kacang hijau

Proses pembuatan simplisia

Ekstraksi

-Kromatografi lapis tipis - Uji penangkapan radikal


(66)

42 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Determinasi Sampel

Determinasi sampel dilakukan dengan tujuan untuk memastikan kebenaran identitas dari sampel yang akan digunakan, sehingga kemungkinan kesalahan dalam pengambilan sampel yang akan digunakan dalam penelitian dapat dihindari. Determinasi sampel dilakukan di Bagian Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Berdasarkan hasil determinasi menunjukkan sampel yang digunakan adalah Phaseolus radiatus L. atau dikenal sebagai kacang hijau. Hal ini dibuktikan dengan adanya surat determinasi (lampiran 1) yang dikeluarkan oleh Bagian Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Namun berdasarkan Plant Resources of South-East Asia (2015) disebutkan bahwa Vigna radiata L. merupakan nama sinonim dari Phaseolus radiatus L. (1753). Saat ini beberapa lembaga seperti United States Departement of Agriculture (2015) dan Plant Resources of South-East Asia (2015) menyebutkan bahwa nama spesies dari kacang hijau adalah Vigna radiata L. , oleh sebab itu penulis menggunakan nama Vigna radiata L. sebagai nama spesies dari kacang hijau dalam penelitian ini.


(67)

B. Hasil Pengumpulan dan Penyiapan Bahan

Kacang hijau yang digunakan diperoleh dari PT. Super Indo dengan

batch number : 8-993408-010226, pemilihan kacang hijau dibeli di supermarket ini didasarkan karena penulis mengalami kesulitan menemukan petani kacang hijau dan kacang hijau dengan kualitas yang bagus dipasaran.

Sortasi basah kemudian dilakukan pada kacang hijau tersebut untuk memisahkan sampel kacang hijau dengan pengganggu seperti tanah, debu, dan kacang hijau yang rusak. Selanjutnya pencucian dengan air mengalir dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang melekat di kacang hijau, dilanjutkan dengan pengeringan kacang hijau. Proses pengeringan dilakukan dengan menghamparkan kacang hijau pada tampah dan ditutupi kain hitam yang diberi sedikit ruang sirkulasi udara dibawah sinar matahari, penggunaan kain hitam ini bermaksud agar tidak terjadi kontak langsung dari matahari dan meratakan pemanasan ke kacang hijau. Akhir pengeringan ditandai dengan perubahan warna menjadi lebih gelap dari sebelum dijemur.

Setelah kacang hijau tersebut telah kering dilakukan sortasi kering, untuk menghilangkan pengotor yang mungki mencemari saat proses pengeringan berlangsung. Biji kacang hijau tersebut kemudian diserbuk dan disimpan dalam wadah kedap udara dengan silika penyerap lembab untuk menjaga kelembapan saat penyimpanan serbuk simplisia.

Proses susut pengeringan diakukan pada serbuk simplisia kacang hijau untuk mengetahui kadar air pada simplisia. Prinsip dari susut pengeringan yaitu pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperatur 105ºC selama 30 menit


(68)

atau sampai berat konstan, yang dinyatakan dalam nilai prosen. Metode susut pengeringan identik dengan kadar air, dalam keadaan apabila bahan tidak mengandung minyak menguap dan sisa pelarut organik menguap. Berdasarkan uji susut pengeringan yang telah dilakukan didapatkan kadar air simplisia kacang hijau yaitu 9,05 % b/b dengan hasil perhitungan terlampir (lampiran 3). Kadar air tersebut sudah sesuai dengan ketentuan kadar air ≤ 10% b/b dalam Keputusan Mentri Kesehatan RI NOMOR : 661/IMENKES/SK/VII/1994 tentang persyaratan obat tradisional.

Dalam penelitian ini pembuatan simplisia kulit kacang hijau dan keping biji kacang hijau juga dilakukan, proses diawali dengan pemisahan kulit kacang hijau dengan isi keping biji kacang hijau. Kulit kacang hijau dan keping bijinya kemudian melewati proses pembuatan simplisia yang sama dengan proses simplisia kacang hijau, diawali dengan sortasi basah, pencucian, pengeringan, sortasi kering, penyerbukan dan penyimpanan menggunakan wadah tertutup yang telah diberi silika penyerap lembab.

C. Hasil Ekstraksi 1. Hasil ekstraksi kacang hijau

Ekstraksi merupakan proses perpindahan massa aktif yang awalnya berada didalam sel, kemudian ditarik keluar dengan menggunakan cairan penyari, sehingga terbentuk larutan zat aktif dalam cairan penyari tersebut.


(69)

Simplisia yang telah diserbuk tersebut kemudian di ekstraksi menggunakan etanol 90% v/v, alasan penggunaan etanol 90% v/v karena berdasarkan ketentuan yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia edisi IV, cairan penyari yang diperbolehkan adalah air, etanol, etanol-air atau eter. Proses penyarian pada industri obat tradisional saat ini masih terbatas pada penggunaan cairan penyari air, etanol atau etanol-air. Selain itu, etanol tergolong pelarut yang cenderung universal digunakan, walaupun polar tetap dapat menyari senyawa-senyawa dengan tingkat kepolaran lebih rendah.

Metode yang digunakan dalam ekstraksi adalah maserasi, proses ekstraksi yang dilakukan dengan cara merendam simplisia selama beberapa waktu, umumnya 24 jam dalam suatu wadah tertentu dengan menggunakan satu atau campuran pelarut. Metode maserasi dipilih karena proses ekstraksi berlangsung tanpa adanya proses pemanasan, sehingga kemungkinan adanya senyawa flavonoid yang rusak akibat teroksidasi pada suhu tinggi dapat dihindari. Selain itu, proses maserasi baik untuk isolasi senyawa bahan alam karena dengan adanya proses perendaman bahan tumbuhan dapat menyebabkan pemecahan dinding sel dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dengan pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan maksimal.

Proses maserasi dilakukan dengan diawali dengan memasukkan etanol 90% v/v sebagai cairan penyari pada labu erlenmeyer, dilanjutkan dengan memasukkan serbuk simplisia, bertujuan agar seluruh permukaan serbuk simplisia terbasahi secara merata tanpa terjadi pengendapan dibagian bawah labu. Maserasi


(1)

Lampiran 17. Penimbangan hasil pemekatan isolat hasil kromatografi kolom gradien

a. Penimbangan isolat 1

(gram)

Flakon 17,1008

Flakon + isi 17,1063

Isi 0,0055

Rendemen isolat 1 = ,

, x 100% = 18,1518 % b/b b. Penimbangan isolat 2

(gram)

Flakon 24,9102

Flakon + isi 24,9130

Isi 0,0028

Rendemen isolat 2 = ,

, x 100% = 0,924 % b/b c. Penimbangan isolat 3

(gram)

Flakon 24,9163

Flakon + isi 24,9191

Isi 0,0028

Rendemen isolat 3 = ,


(2)

d. Penimbangan isolat 4

(gram)

Flakon 25,0259

Flakon + isi 25,0268

Isi 0,0009

Rendemen isolat 4 = ,


(3)

Lampiran 18. Gambar hasil uji kualitatif aktivitas antibakteri isolat senyawa kacang hijau

a. Gambar hasil uji kualitatif aktivitas antibakteri dari amoksisilin pada bakteri S. aureus ( A = 5 µg; B = 7,5 µg; C = 10 µg)

b. Gambar hasil uji kualitatif aktivitas antibakteri dari isolat 1 pada bakteri S. aureus ( A = 50 µg; B = 100 µg; C = 200 µg)

c. Gambar hasil uji kualitatif aktivitas antibakteri dari isolat 2 pada bakteri S. aureus ( A = 50 µg; B = 100 µg; C = 200 µg)


(4)

d. Gambar hasil uji kualitatif aktivitas antibakteri dari isolat 3 pada bakteri S. aureus ( A = 50 µg; B = 100 µg; C = 200 µg)

e. Gambar hasil uji kualitatif aktivitas antibakteri dari isolat 4 pada bakteri S. aureus ( A = 50 µg; B = 100 µg; C = 200 µg)

f. Gambar kontrol dalam uji kualitatif antibakteri ( A = kontrol media; B = kontrol pertumbuhan bakteri S. aureus )


(5)

BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi yang berjudul “Isolasi dan Identifikasi Senyawa Aktif Penangkap Radikal Bebas, UV

protection, dan Antibakteri Ekstrak Kacang Hijau (Vigna radiata (L.) R. Wilczek)“ memiliki nama lengkap Agustine Kurniawaty. Penulis lahir di Jakarta, 24 Agustus 1993 dari pasangan Tono Mariono dan Indrianawaty. Penulis telah menyelesaikan pendidikan di Playgroup Kasih Ibu Purwokerto pada tahun 1996 hingga 1997, kemudian penulis melanjutkan pendidikan di TK Santa Maria Purwokerto pada tahun 1997 hingga 1999. Penulis melanjutkan pendidikan dasar di SD Santa Maria Purwokerto pada tahun 1999 hingga 2005, kemudian penulis melanjutkan pendidikan menengah di SMP Susteran Purwokerto pada tahun 2005 hingga 2008 dan SMA Stella Duce 1 Yogyakarta pada tahun 2008 hingga 2011. Penulis melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi di Fakultas Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2011 hingga 2015. Selama menjadi mahasiswa Fakultas Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta, penulis cukup aktif dalam kegiatan kemahasiswaan, kepanitiaan dan kegiatan lain yang terdapat di dalam maupun di luar Universitas Sanata Dharma antara lain: sebagai peserta Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausausahaan (PKM-K) lolos didanai Hibah Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) dengan judul “Mollusca Crispy Sebagai Camillan Sumber Protein dan Peningkatan Kesehatan Otak” (2014); panitia Seminar Hari AIDS Sedunia (2011); ketua panitia Donor Darah Jaringan Mahasiswa Kesehatan Indonesia (2012); Divisi Organisasi Jaringan Mahasiswa Kesehatan Indonesia (2012-2013); Divisi Advokasi Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Farmasi (2012-2013); Wakil Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Farmasi (2013-2014); kordinator Sie Kampanye Komisi Pemilihan Umum Badan Eksekutif Mahasiswa dan Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Farmasi (2013); panitia Titrasi (2012); Steering Committe Titrasi (2013); Asisten Praktikum Kimia Organik (2014); Asisten Praktikum Farmakognosi Fitokimia (2014).


(6)