Pendekatan sifat Pendekatan Kepemimpinan

semula. Dengan kata lain, suatu lingkungan tertentu akan memerlukan dan membentuk pemimpin-pemimpin tertentu pula.

d. Pendekatan Kontingensi

Tikno Lensufiie 2010: 81 menjelaskan bahwa teori situsional dicetuskan oleh Hersey Blanchard 1969 teori ini kemudian dikembangkan oleh Fiedler dan dikatakan bahwa kinerja kelompok ditentukan oleh interaksi antara gaya kepemimpinan dan situasi yang mendukung supaya menciptakan keefektifan kepemimpinan. Dari hasil penelitiannya, Fiedler percaya bahwa pemimpin setidaknya menerapkan satu atau lebih gaya kepemimpinan, yakni task-oriented leadership berorientasi pada penyelesaian tugas dan pencapaian tujuan dan relationship-oriented leadership berorientasi pada relasi, keramahan dengan anggota organisasi. Fiedler mengemukakan tiga faktor situasi yang menentukan gaya kepemimpinan mana yang lebih efektif, task-or-relationship-oriented leadership: 1 faktor relasi antara pemimpin dan anggota leader-member relations berkenaan dengan tingkat kepercayaan dan kepatuhan yang diperoleh pemimpin dari pengikutnya; 2 susunan tugas task structure secara spesifik mengenai karakteristik pekerjaan yang diselesaikan termasuk persyaratan, alternative pemecahan masalah, dan umpan balik dari keberhasilan kerja; dan 3 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI posisi kekuasaan position power tentang kekuasaan yang terdapat dalam kepemimpinan. Variabel yang paling penting dalam suatu situasi adalah relasi antara pemimpin dan anggota. Seorang pemimpin yang baik akan mampu menempatkan dirinya pada posisi yang tepat dalam menyikapi situasi yang dimiliki oleh para pengikutnya. Husaini Usman 2010: 32 menambahkan bahwa kepemimpinan situasional menurut Hersey Blanchard didasarkan selain pengaruh antara perilaku kepemimpinan yang diterapkan, sejumlah pendukungan emosional yang ia berikan, dan tingkat kematangan bawahannya.

B. Kepala Sekolah

Pendidikan nasional di Indonesia memperoleh perhatian utama dari bangsa Indonesia, pendidikan dipandang sebagai alat utama pengembangan social, kultural, ekonomi, dan politik. Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Seperti diungkapkan Supriadi Mulyasa: 25 bahwa: “Erat hubungannya antara mutu kepala sekolah dengan berbagai aspek kehidupan sekolah seperti disiplin, iklim budaya sekolah, dan menurun perilaku nakal anak didik”. Dalam pada itu, kepala sekolah bertanggung jawab atas manajemen pendidikan secara mikro, yang secara langsung berkaitan dengan proses PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI pembelajaran di sekolah. Sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 12 ayat 1 PP 28 tahun 1990 bahwa: “ Kepala sekolah bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya, dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan prasarana. Apa yang diungkapkan di atas menjadi lebih penting, sejalan dengan semakin kompleks tuntutan tugas kepala sekolah, yang menghendaki dukungan kinerja yang semakin efektif dan efisien. Wahjosumidjo 1995: 81 mengungkapkan bahwa kepala sekolah yang berhasil apabila mereka memahami keberadaan sekolah sebagai organisasi yang kompleks dan unik, serta mampu melaksanakan peranan kepala sekolah sebagai seseorang yang diberi tanggung jawab untuk memimpin sekolah. Studi keberhasilan kepala sekolah menunjukkan bahwa kepala sekolah adalah seseorang yang menentukan titik pusat dan irama suatu sekolah. Mulyasa 2009: 98-122 mengacu pada ketetapan Mendiknas tentang peran seorang kepala sekolah, ia pun mengembangkan sebuah paradigma baru tentang peran kepala sekolah, yang disingkatnya dengan EMASLIM. Kepala sekolah harus berfungsi sebagai educator, manager, administrator, supervisor, leader, innovator, dan motivator PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI