Perkembangan Sosial Anak Usia Dini

Michelson 1985 mengemukakan 3 aspek yang terdapat dalam keterampilan sosial, yaitu: 1. Respon verbal, yaitu respon yang disampaikan individu kepada orang lain secara lisan. 2. Respon nonverbal, yaitu setiap respon individu yang tidak diberikan secara lisan. 3. Proses kognitif, yaitu proses kognitif yang dialami individu biasanya menyangkut pemikiran dan ide-ide mengenai tindakan atau sikap yang menyangkut suatu hal. Jadi keterampilan sosial merupakan kemampuan individu yang harus dimiliki anak dalam berinteraksi dengan lingkungan masyarakat disekitarnya baik berupa bercakap-cakap baik verbal maupun non verbal, berteman, bergurau, bergaul dan mengenal tata krama.

2.4 Perkembangan Sosial Anak Usia Dini

Menurut Hurlock 1978: 250 perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Menjadi anak yang mampu bermasyarakat sozialized memerlukan tiga proses. Masing- masing proses terpisah dan sangat berbeda satu sama lain, tetapi saling berkaitan, sehingga kegagalan dalam satu proses akan menurunkan kadar sosialisasi individu, yaitu antara lain: 1. Belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial. Setiap kelompok sosial mempunyai kelompok standar bagi para anggotanya tentang perilaku yang dapat diterima. Untuk dapat bermasyarakat anak tidak hanya harus mengetahui perilaku yang dapat diterima, tetapi juga harus menyesuaikan perilaku dengan patokan yang dapat diterima. 2. Memainkan peran sosial yang dapat diterima. Setiap kelompok sosial mempunyai pola kebiasaan yang telah ditentukan dengan seksama dipatuhi. Sebagai contoh ada peran bersama bagi orang tua dan anak serta bagi guru dan murid. 3. Perkembangan sikap sosial. Untuk bemasyarakatbergaul anak harus menyukai orang dan aktivitas sosial. Jika anak dapat melakukannya akan berhasil dalam penyesuaian sosial yang baik dan diterima sebagai anggota kelompok sosial tempat anak menggabungkan diri. Namun relatif hanya sedikit anak yang benar-benar berhasil dalam ketiga proses sosialisasi. Meskipun demikian anak berharap memperole penerimaan sosial sehingga sesuai dengan tuntutan kelompok. Piaget 1975 dalam dalam Slamet Suyanto 2003: 74 menyatakan keterampilan sosial pada anak menunjukkan adanya sifat egosentrisme yang tinggi pada anak, dimana anak belum dapat memahami perbedaan perspektif pikiran orang lain. Menurut anak orang lain berpikir sebagaimana ia berpikir. Sedangkan Parten 1975 menyebutkan keterampilan sosial anak dapat ditunjukkan hal dari pola bermain pada anak. Sampai usia tiga tahun anak lebih banyak bermain sendiri soliter play. Baru kemudian anak mulai bermain sejenis paralel play, mulai bermain melihat temannya bermain on- looking play dan kemudian bermain bersama cooperative play. Wolfinger 1994 dalam Slamet Suyanto 2003: 74 mengamati adanya kolektif monolog colective tals. Bila anak-anak berkumpul dan sekilas seperti bercakap-cakap, sebenarnya anak bercerita tentang diri masing-masing. Dengan berinteraksi dengan anak yang lain, anak mulai mengenal adanya perbedaan pola pikir dan keinginan dari anak lainnya. Hal itu membuat egosentrismenya semakin berkurang, mengembangkan rasa empati dan melatih kerja sama. Pada usia lima tahun anak pada umumnya sudah dapat bermain secara kooperatif cooperative play Wolfinger,1994. Lev Vygotsky 1896-1934 dalam teori Social-Cognitive Learning Theory berpendapat interaksi sosial memegang peranan terpenting dalam perkembangan kognitif anak. Anak belajar melalui dua tahapan, pertama melalui interaksi dengan orang lain, baik keluarga, teman sebaya, maupun gurunya, kemudian dilanjutkan secara individual yaitu dengan cara mengintegrasikan apa yang anak pelajari dari orang lain ke dalam struktur mentalnya. Tiga hal penting yang digunakan Vigotsky untuk menjelaskan teori belajarnya yaitu: 1. Tools of the mind, yaitu alat yang memudahkan kerja manusia. Alat yang berfungsi untuk mempermudah anak memahami suatu fenomena, memecahkan masalah, mengingat, dan untuk berpikir. 2. Zone of Proximal Development ZPD, yaitu suatu konsep tentang hubungan antara belajar dengan perkembangan bukanlah suatu titik, tetapi suatu daerah, artinya bahwa aspek yang berkembang itu merupakan suatu kisaran. 3. Scaffolding, yaitu bantuan orang yag lebih mampu, lebih mengetahui, dan lebih terampil dalam kisaran ZPD untuk membantu anak agar memperoleh hasil belajar yang lebih tinggi Wood, Brunner, dan Ross, 1976. Dengan scaffolding, tingkat kesulitan masalah yang dipelajari anak sebenarnya tidak berubah menjadi lebih mudah. Bantuan tersebut pada tahap awal memberi petunjuk bagaimana cara melakukan sesuatu. Secara berangsur, bantuan tersebut berkurang karena anak menjadi lebih dapat melakukan hal tersebut secara mandiri. Teori belajar Vygotsky memiliki empat prinsip umum: 1. Anak mengkonstruksi pengetahuan, yaitu menekankan interaksi anak dengan objek fisik dalam proses konstruksi pengetahuan. 2. Belajar terjadi dalam konteks sosial. Konteks sosial terdiri dari tiga tingkatan antara lain: 1. Tingkatan interaktif, yaitu orang atau teman yang sedang berinteraksi dengan anak. Anak merespon orang lain melalui proses berpikir secara berbeda karena perbedaan karakter orang. Dengan demikian siapa yang berinteraksi kepada anak ikut mempengaruhi cara berpikirannya. 2. Tingkat struktural, yaitu meliputi struktur sosial seperti keluarga dan sekolah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seorang ibu yang senantiasa mengajak anaknya bercakap-cakap dan menerangkan berbagai hal kepada anaknya, menyebabkan anaknya memiliki kosa kata yang lebih banyak, dan juga mampu berpikir dalam berbagai kategori dalam menggunakan bahasa yang lebih baik Luria, 1979, Rogof et al, 1984. 3. Tingkat kultural dan sosial, yaitu keseluruhan komponen masyarakat, seperti bahasa, sistem numerik, dan teknologi yang digunakan dalam masyarakat tersebut. Semakin kompleks sistem simbol dari suatu masyarakat, termasuk bahasa dan teknologi, semakin memudahkan anak untuk berpikir. 3. Belajar mempengaruhi perkembangan mental. 4. Bahasa memegang peranan penting dalam perkembangan mental anak. Teori dari Albert Bandura 1963 dalam Slamet Suyanto 2003: 126 dikenal dengan Social Learning Theory Teori Belajar Sosial berpendapat bahwa perilaku, orang, dan lingkungan saling terkait. Bandura juga mengidentifikasi adanya belajar dengan memodelkan perilaku orang lain yang dikenal dengan teori Learning by Modelling. Jadi dalam perkembangan sosial anak usia dini dari beberapa teori di atas dapat disimpulkan bahwa anak awalnya bersifat egosentrisme kemudian lambat laun egosentrisme semakin berkurang, mau bekerja sama dan pada usia pra sekolah anak dapat bermain secara kooperatif. Riset terkini memberikan bukti tangguh bahwa anak-anak yang gagal mengembangkan kompetensi sosial minimal dan ditolak atau diabaikan oleh rekan-rekannya mempunyai resiko, signifkan untuk drop out dari sekolah, dan mengalami masalah kesehatan mental dimasa dewasa Asher, Hymel dan Renshaw, 1984. Riset juga memperlihatkan bahwa intervensi orang dewasa dan pelatihan bisa membantu anak dalam mengembangkan hubungan kemitraan yang lebih baik Asher dan William, 1987; Burton, 1987. Prinsip praktek yang relevan ialah bahwa guru mengenali pentingnya pengembangan hubungan kelompok dan memberikan berbagai kesempatan dan dukungan bagi proyek-proyek kelompok kecil kooperatif yang tidak hanya mengembangkan kemampuan kognitif tetapi juga mempromosikan interaksi rekan sesama.

2.5 Kebutuhan Belajar Keterampilan Sosial Anak Usia Dini