1. Anak dibiarkan makan jajan sembarangan yang banyak mengandung
pewarna dan penyedap makanan seperti: es, soft drink, snack ringan dan lainnya.
2. Di TK Kemala Bhayangkari belum membuat kurikulum sendiri yang
disesuaikan dengan kebutuhan anak 3.
Keadaan kelas yang tidak sesuai kapasitas anak, sehingga kurang leluasa bergerak dan bermain di kelas.
4. Pada saat istirahat guru tidak mengawasi anak melainkan menulis
tabungan. Beberapa hal diatas tidak sesuai dengan prinsip DAP. Menurut Bredekamp
dalam bukunya bahwa prinsip pembelajaran berdasarkan DAP dimana ukuran kelompok kelas, guru berbanding anak diatur seksama. Adapun rasio guru
berbanding anak adalah 25 anak dengan 2 orang guru atau 15 hingga 18 anak dengan seorang guru untuk anak berumur 5, 6, dan 7 tahun. Guru juga harus
menyediakan lingkungan yang sehat, aman dan menyediakan makanan yang bergizi. Perkembangan anak akan meningkat jika anak mempunyai kesempatan
untuk mempraktekkan keterampilan baru yang diperolehnya dan jika anak memperoleh tantangan. Guru sebaiknya memahami dan mengamati secara cermat
perkembangan anak. Dan
4.4.2. Faktor Sarana dan Prasarana
Dalam kegiatan pembelajaran media atau sarana dan prasarana sangat dibutuhkan terutaman kegiatan pembelajaran anak usia 4-6 tahun dimana harus
bersifat konkrit, riil, dan relevan melalui bermain. Berdasarkan hasil observasi tanggal 23 November 2010 di TK Kemala Bhayangkari kapasitas kelas dan
permainan di dalam kelas tidak sesuai dengan jumlah anak didik yang berjumlah 34 anak untuk kelompok B dan 29 anak kelompok A. Hal ini membuat anak
sering bermain di luar kelas atau berebut mainan. Guru juga harus semaksimal mungkin menggunakan media berupa majalah kegiatan anak yang ada untuk
melaksanakan kegiatan pembelajaran walaupun kegiatanya tidak sesuai kemampuan anak.
Hal itu saya temukan pada saat observasi pada hari Rabu, 23 Februari 2011:
Seperti biasa pada pukul 09.00 anak selesai pembelajaran dilanjutkan dengan makan bekal dan bermain. Masih beberapa anak yang
mengerjakan kegiatan. Tiba-tiba salah seorang menangis karena mainannya direbut anak lain. Saya menanyakan kenapa berebut mainan?
“Anak tersebut menjawab habis cuma satu mainanya”. Kemudian masalah itu bisa diselesaikan setelah guru melerai dan memberikan penjelasan.
Sesaat kemudian seorang anak bercerita kepada guru kalau beberapa anak bermain lari-larian di luar sekolah dengan membuka pintu gerbang sekolah
sendiri. Guru segera bertindak dan menyuruh beberapa anak masuk. Kejadian membuat saya bertanya kepada salah seorang anak yang bermain
di luar?
“ habis sekolahnya kecil mainannya itu-itu trus”.
Dari obsevasi diatas dan hasil wawancara, dapat disimpulkan sarana dan prasarana untuk bermain di TK Kemala Bhayangkari masih kurang. Anak tidak
bermain dengan leluasa di sekolah karena terbatasnya alat permainan dan halaman yang sempit.
Namun berbeda dengan TK Negeri Pembina Brebes yang memiliki halaman yang luas, alat permainan yang lengkap dan sarana yang cukup lengkap
sangat mendukung pelaksanaan pendekatan selaras perkembangan dalam pembelajaran keterampilan sosial.
Dalam pembelajaran berdasarkan prinsip DAP sebaiknya guru menggunakan metode bermain yang tidak mengharuskan anak untuk duduk rapi
di meja. Menurut Yuliani 2005 bahwa bermain mempunyai manfaat dapat mengembangkan aspek sosial anak yaitu dengan bermain bersama dapat
membantu anak belajar bersosialisasi, karena denga bermain anak dapat berkomunikasi sehingga anak dapat bersosialisai dengan teman-temannya maupun
orang disekitarnya.
4.4.3. Faktor Anak Didik