Latar Belakang Abdul Muthalib, S.H, M.A.P

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam danatau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis BNPB, 2007. Sejarah mencatat di indonesia pernah terjadi letusan gunung api terbesar di dunia yaitu gunung Tambora di pulau sumbawa Nusa tenggara Barat pada tahun 1815 yang memuntahkan sekitar 1,2 juta ton abu dan material vulkanik. Tahun 1883 gunung Krakatau juga meletus masih pada abad yang sama dan perkirakan Erupsi krakatau memiliki kekuatan sekitar 200 megaton TNT, kira-kira 13.000 kali kekuatan ledakan bom atom yang menghacurkan Hirosima pada perang dunia II BNPB, 2010. Indonesia memiliki lebih dari 500 gunungapi dengan 129 diantaranya aktif yang tersebar di Pulau Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi Utara dan Kepulauan Maluku merupakan sekitar 13 dari sebaran gunung aktif dunia. Berdasarkan Sejarah letusannya gunung api di Indonesia dibagi dalam 3 kategori, yaitu tipe A, type B dan type C. Tipe A adalah gunung api yang tercatat pernah meletus sejak tahun 1600 yang berjumlah 79, type B tidak tercatat sejarah letusannya sejak tahun 1600 tetapi memiliki kawah aktif dan lapangan solfatarafumorala, Universitas Sumatera Utara jumlahnya 29 dan tipe C adalah gunung api yang berupa lapangan sulfatarafumarola, jumlahnya 21 BNPB, 2010. Gunung Sinabung secara geografis terletak di Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara dengan puncak berada pada koordinat 3 o 10’ LU, 98 o Erupsi gunung sinabung pada tahun 2013 terjadi sejak tanggal 3 september dan berlangsung hingga saat ini bahkan aktivitasnya semakin meningkat. Badan Geologi Energi dan Sumber Daya Mineral Repuplik Indonesia menetapkan status erupsi gunung sinabung yaitu : 1 Tanggal 03 Nopember 2013 status gunung sinabung WASPADA level-II dengan rekomendasi masyarakat Desa Sukameriah, Bekerah, Simacem dan Mardinding diungsikan, 2 Tanggal 15 Nopember 2013 erupsi sinabung semakin meningkat status dinaikkan menjadi SIAGA level-III, dengan rekomendasi masyarakat yang bermukim dan beraktivitas di wilayah radius 3 km dari kawah gunung sinabung yaitu Desa Gurunkinayan, Ds Sukameriah, Ds. Berastepu, Dusun Sibintun, Ds Bekerah, Ds Gambar, Ds Simacem, Ds Mardinding dan Dusun Lau Kawar, harus diungsikan, 3 Pada tanggal 19 Desember 2013 status erupsi gunung sinabung ditingkatkan lagi menjadi AWAS Level-IV dengan rekomendasi masyarakat tidak dibenarkan melakukan aktivitas di radius 5 km dari kawah gunung sinabung sehingga sebanyak 17 Desa, 2 dusun dari radius 5 km serta 6 desa diluar radius 5 km diungsikan. 23,5’ BT dengan ketinggian 2.460 meter. Gunung Sinabung merupakan gunung api tipe B. Namun sejak letusan yang terjadi tanggal 27 Agustus 2010 status gunung Sinabung diubah tipenya dari tipe B menjadi tipe A. Universitas Sumatera Utara Status erupsi gunung sinabung yang sampai saat ini tidak jelas kapan akan berakhir dan telah mengalami beberapa kali perpanjangan masa tanggap darurat hingga penelitian ini dituliskan sudah 8 kali perpanjangan masa tanggap darurat. Pengungsi juga terus bertambah serta kerugian yang ditimbulkan sangat besar. Laporan kunjungan kerja Presiden RI ke Kabupaten Karo menyebutkan kerusakan akibat erupsi gunung sinabung, yaitu: Sektor pertanian komoditi pertanian mengalami fuso 10.408 Ha, komoditi perikanan mengalami gagal panen 19,78 Ha, Rumah hunian rusak total 921 unit, rusak sedang dan ringan 1.288 unit, Balai pertemuan Jambur 5 unit, Rumah ibadah Gereja 7 unit dan Mesjid 3 unit, Sarana dan Prasarana Kesehatan 22 unit terdiri dari 2 Puskesmas dan 20 Puskesmas Pembantu, sarana pendidikan 79 ruang, sarana jalan sepanjang 5 km dan sarana pariwisata meliputi shelter dan toilet. Badan Geologi ESDM Republik Indonesia juga telah merekomendasikan akibat dari erupsi gunung sinabung 3 desa yang berada di radius 3 km harus direlokasi yaitu Desa Bekerah, Desa Sukameriah dan Desa Simacem karena berada dekat dengan mulut kawah gunung sinabung. Dampak bencana erupsi gunung Sinabung cukup besar namun menurut Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB bencana gunung sinabung belum dikategorikan sebagai bencana Nasional sebab belum memenuhi persyaratan dalam UU Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana dan dianggap Pemerintah Kabupaten Karo masih mampu mengatasinya serta tidak banyak korban jiwa dibandingkan dengan bencana erupsi di gunung merapi tahun 2010 yang memakan korban jiwa mencapai 114 orang, 218 luka bakar dan 300 ribu orang mengungsi. Universitas Sumatera Utara Komandan Tanggap Darurat erupsi gunung sinabung juga telah beberapa kali berganti. Bupati Kabupaten Karo mengganti Komandan Tanggap Darurat dari Dandim 0205 Tanah Karo karena pindah tugas ke Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Karo tanggal 5 Januari 2014, 3 hari berikutnya diganti lagi dengan Plt. Asisten II Setda Kabupaten Karo. Kondisi seperti ini sangat bepengaruh terhadap penanganan bencana, terlebih banyak pengungsi baru akibat erupsi sinabung, yang datang tidak bisa langsung di tindak lanjuti Namun saat ini yang menjabat sebagai Komandan Tanggap Darurat Pemkab. Karo erupsi Gunung Sinabung adalah Dandim 0205 Tanah Karo, Komandan Satgas Nasional erupsi gunung sinabung adalah Kepala BNPB Pusat serta BPBD Provinsi Sumatera Utara sebagai pendamping. Menurut data Media Centre Pos Komando Tanggap Darurat Erupsi Gunung Sinabung jumlah pengungsi erupsi terus meningkat, penduduk yang mengungsi sampai dengan tanggal 5 Januari 2013 sebanyak 20.491 Jiwa 6.387 KK. Hingga tanggal 9 Februari 2014 pengungsi berjumlah 33.3210 jiwa 10.297 KK dengan kelompok rentan Lansia 2.406 jiwa, Bumil 231 jiwa dan Bayi 1.294 jiwa. Mereka berasal dari empat Kecamatan dan 34 Desa. Jumlah pengungsi ini kemungkinan akan terus bertambah jika aktivitas erupsi Gunung Sinabung tidak menunjukkan penurunan. Bahkan BNPB memprediksi jumlah pengungsi sebanyak 61.001 penduduk dengan wilayah peta terdampak radius 10 km, yang berasal dari 7 kecamatan dan 59 desa di Kabupaten Karo. Banyaknya Universitas Sumatera Utara jumlah pengungsi dan lamanya tinggal dipengungsian tentunya akan berdampak pada kondisi kesehatan para pengungsi. Selama masa tanggap darurat Dinas Kesehatan Kabupaten Karo terus melakukan perbaikan dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pengungsi baik dari segi pelayanan medis maupun data dan informasi. Sejak tanggal 15 Januari 2014 data dan informasi pelayanan kesehatan sudah dapat diakses di Media Centre Sinabung Emergency Respone, Pos Kesehatan Komando sudah didirikan di Pos Komando tanggap darurat erupsi gunung sinabung yang sebelumnya tidak ada. Laporan masa tanggap darurat Dinas Kesehatan Kabupaten Karo di Media Centre Total jumlah kunjungan pasien di pos pelayanan kesehatan mulai 3 Nopember 2013 sd 7 Februari 2014 sebanyak 121.731 kunjungan dengan rincian: penyakit ISPA 77.000 orang 63,2, Gastritis 22.591 orang 18,5, Diare 3.998 orang 3,2, Hipertensi 3.513 orang 2,9, Conjungtivitis 3.248 orang 2,6, Anxietas 1.415 orang 1,25 dan penyakit lain 9.966 orang 8,1. Total jumlah pasien pengungsi rawat jalan yang dirujuk ke RS Kabanjahe mulia September 2013 hingga 15 Januari 2014 sebanyak 301 orang, diagnosa pasien relatif tinggi yaitu conjungtivitis. Korban meninggal 57 orang, terdiri dari 40 orang karena sakit selama dipengungsian yang sebelumnya telah mendapat perawatan di RSU Kabanjahe, RS Adam Malik, RS Evarina Ethaham dan RS Simon. Penyebab kematian pada pengungsi relatif tinggi yaitu Penyakit Jantung Koroner PJK, dan 17 orang meninggal karena awan panas erupsi gunung sinabung. Kejadian ini sangat mengejutkan karena sejak ditetapkan masa tanggap darurat dampak langsung belum Universitas Sumatera Utara pernah sampai menelan korban jiwa. Situasi ini memicu kepanikan masyarakat, pengungsi dan Pemerintah Kabupaten Karo khususnya Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit yang harus menangani korban awan panas. Kejadian bencana erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo terjadi secara mendadak dan diluar perkiraan manusia. Kondisi tersebut menuntut ketersediaan dari tenaga kesehatan yang berkompeten untuk selalu siap bekerja di luar jam kerja rutin dengan perintah atasan yang datang secara mendadak serta bersedia bekerja. Dalam siklus atau mekanisme penanggulangan bencana, ketersediaan tenaga kesehatan merupakan salah satu upaya peningkatan produktivitas sumber daya manusia kesehatan yang dilakukan sebelum kejadian bencana. Hal tersebut tentunya berhubungan dengan keterampilan dan kemampuan dari tenaga kesehatan. Untuk meningkatkan kualitas kerja seseorang diperlukan upaya pendidikan dan pelatihan Sedarmayanti, 2009. Pelayanan kesehatan saat bencana merupakan faktor yang sangat penting untuk mencegah terjadinya kematian, kecacatan dan kejadian penyakit. Kendala yang sering dijumpai salah satunya adalah sumber daya manusia kesehatan yang tidak siap difungsikan. Hal ini terkesan di masyarakat tentang keterlambatan petugas dalam merespon setiap kejadian bencana Depkes RI, 2006. Pos kesehatan pengungsi adalah sarana kesehatan yang bertanggung jawab dalam memberi pelayanan kesehatan dasar bagi pengungsi dengan tujuan untuk memulihkan dan meningkatkan kesehatan di lokasi pengungsi dan sekitarnya, terselenggaranya pelayanan rawat jalan, pelayanan kesehatan ibu dan anak, kesehatan Universitas Sumatera Utara reproduksi, pelayanan kesehatan jiwa dan psikososial, pelayanan gizi, kesehatan lingkungan dan terselenggaranya pémantauan dan pencegahan penyakit menular di lokasi pengungsi Depkes. RI, 2011 . Masalah SDM Kesehatan yang dihadapi dalam penanggulangan krisis akibat bencana di Indonesia, antara lain; 1 minimnya informasi tentang peta kekuatan SDM Kesehatan di daerah rawan bencana, 2 belum semua tenaga setempat termasuk Puskesmas mampu melaksanakan penanggulangan bencana, 3 masih sedikit peraturan yang mengatur penempatan SDM Kesehatan di daerah rawan bencana 4 distribusi SDM Kesehatan masih belum mengacu pada kerawanan suatu wilayah bencana 5 kurangnya minat SDM Kesehatan untuk bertugas di daerah bencana atau konflik karena tidak adanya jaminan keselamatan dan keamanan 6 belum semua daerah mempunyai Tim Reaksi Cepat penanggulangan krisis akibat bencana 7 masih ada daerah yang belum pernah menyelenggarakan pelatihan- pelatihan dalam penanggulangan krisis akibat bencana 8 masih ada daerah yang belum pernah menyelenggarakan gladi penanggulangan krisis akibat bencana 9 pelayanan kesehatan pada saat kejadian bencana seringkali terhambat karena masalah kekurangan SDM Kesehatan 10 butuh waktu yang cukup lama untuk pemulihan bagi SDM Kesehatan yang menjadi korban bencana sehingga mengganggu kelancaran pelaksanaan pelayanan kesehatan di daerah bencana Depkes, 2006. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Guspianto 2012 yang menyatakan pentingnya data dan informasi tentang ketersediaan tenaga yang rasional dan sesuai kebutuhan masyarakat. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti pada 9 Januari 2014 di Kabanjahe titik pengungsi Mesjid Agung, terdapat jumlah pengungsi sebanyak 805 jiwa, GBKP Kota kabanjahe jumlah pengungsi 1.107 jiwa, UKA Universitas Karo 1.125 jiwa. Terlihat lokasi pengungsian yang sempit, persediaan air bersih serta MCK yang kurang baik, tidak sebanding dengan banyaknya pengungsi, saluran pembuangan air tersumbat, kebersihan lingkungan pengungsian kurang, sampah dibeberapa tempat terlihat berserakan menambah aroma yang tidak sedap. Selain itu pengungsi juga masih banyak yang membutuhkan bantuan baik selimut, pakaian maupun obat-obatan. Tidak sedikit dari pengungsi mengeluh tidak bisa tidur karena menggigil kedinginan. Udara dingin dan bercampur abu merupakan ancaman bagi kesehatan para pengungsi terutama kelompok rentan bayi, balita, lansia dan ibu hamil. Pemenuhan kebutuhan akan gizi bagi para pengungsi juga masih jauh dari yang diharapkan. Makanan yang dikonsumsi sebaiknya bukan hanya sebagai penyambung hidup dan pengobat lapar saja tetapi memenuhi aturan gizi seimbang. Siagian 2014 mengatakan Kesulitan yang paling menonjol pada pengungsian erupsi gunung sinabung adalah penginapan, fasilitas mandi – cuci – kakus serta kebutuhan makanan dan minuman yang layak untuk para pengungsi khususnya kelompok risiko tinggi. Masa tanggap darurat yang panjang mulai September 2013 hingga Februari 2014 berdampak pada pengungsi korban erupsi gunung sinabung yang sangat memprihatinkan, para pengungsi mengalami gejala depresi dan stres, umumnya muncul dari para pengungsi akibat dari ketidakpastian sampai kapan mereka harus Universitas Sumatera Utara tinggal dipengungsian, kehilangan keluarga, mata pencaharian, harta benda, tempat tinggal yang rusak, bahkan ada yang berusaha untuk bunuh diri. Penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana bukan hal yang mudah untuk dilaksanakan karena memerlukan penanganan yang serius, terencana dan terpadu. Hasil wawancara dengan koordinator bidang laporan data dan informasi bencana gunung sinabung Kepala Bidang Pengendalian dan PSM Dinas Kesehatan Kabupaten Karo pada survey pendahuluan tanggal 24 Desember 2013 dapat disimpulkan bahwa pelayanan kesehatan pada masa tanggap darurat erupsi gunung sinabung belum mendapat kendala serius. Menindak lanjuti Surat Keputusan Bupati Kabupaten Karo Tentang Satgas penanggulangan bencana gunung sinabung, Dinas Kesehatan Kabupaten Karo membentuk Satuan Tugas Tim Kesehatan Tanggap Darurat Penanganan Bencana Gunung Sinabung yang dibuat dalam bentuk SK Kepala Dinas Kesehatan Nomor 2.1.1330SKXI2013 ditetapkan Nopember 2013. Namun dalam pelaksanaanya Satgas yang dibentuk lebih banyak mengerjakan tugas struktural yang melekat pada jabatan mereka diluar Tugas pokok dan fungsi sebagai Satgas Penanggulangan Bencana dan Pengungsi Gunung Sinabung. Saat survey awal ini dilakukan Pos Kesehatan Komando tidak ada di Pos Komando tanggap darurat melainkan di Dinas Kesehatan , rapat evaluasi yang dilakukan di Pos Komando tanggap darurat tidak diikuti oleh Dinas Kesehatan, data dan informasi terkait dengan kesehatan tidak bisa diakses di Media Centre Sinabung Emergency Respone, hal ini tentu akan mempersulit koordinasi, penyapaian laporan ataupun keluhan dari pengungsi terkait dengan masalah kesehatan termasuk penyaluran bantuan kesehatan. Universitas Sumatera Utara Satgas Kesehatan yang tersusun dalam SK juga tidak menetapkan Tim Penanggulangan Krisis yang seharusnya terdiri dari Tim Reaksi Cepat, Tim Penilaian Cepat Repid Healt AssesmentRHA dan Tim Bantuan Kesehatan serta tupoksi dari masing-masing bidang, sehingga pada pelaksanaanya menjadi tidak sesuai. Pelayanan kesehatan pengungsi dilakukan oleh SDM kesehatan yang ada di Puskesmas. Dinkes sebagai koordinator, memantau dan memfasilitasi pelaksanaan pelayanan. Sementara SDM Kesehatan yang ada di Puskesmas belum terlatih untuk Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana sebab Dinkes. sendiri belum pernah mengadakan pelatihan ataupun gladi terkait penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana. Permasalahan yang terkait dengan ketersediaan SDM kesehatan yang ditemukan pada saat survey awal ke beberapa titik pengungsian yaitu petugas kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada pengungsi adalah tenaga perawat sedangkan dokter yang ditugaskan tidak selalu berada stand by di posko kesehatan karena secara bersamaan juga harus memberikan pelayanan di puskesmas. Pos kesehatan pengungsi hanya diisi oleh petugas kesehatan perawat sebanyak 3 orang dengan pembagian 1 orang shif pagi, 1 orang shif siang dan 1 orang shif malam ditambah petugas pendukung. Depkes RI,2006 telah menetapkan Pedomon pada masa tanggap darurat bencana bahwasannya untuk pelayanan kesehatan bagi pengungsi dengan jumlah sampai 5000 orang dengan pelayanan 24 jam, kebutuhan tenaga yang diusulkan sebagai berikut, dokter 2 orang, perawat 6 orang, bidan 2 Universitas Sumatera Utara orang, sanitarian 1 orang, gizi 1 orang, asisten apoteker 2 orang dan administrasi 1 orang. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, meningkatknya aktivitas erupsi gunung sinabung pada radius 5 km mengakibatkan jumlah pengungsi terus bertambah, masalah kesehatan yang dihadapi juga bertambah, diantaranya 1 meningkatnya angka kesakitan, 2 sanitasi kurang, 3 jumlah MCK dan air bersih tidak sesuai dengan banyaknya pengungsi, 4 tempat pengungsi tidak sesuai dengan banyaknya pengungsi yang ditampung, 5 masalah gizi gizi seimbang kuhususnya kelompok risiko tinggi bayi, balita, ibu hamil dan lansia, 6 masalah psikologispsikososial pengungsi, dan 7 SDM Kesehatan yang bertugas kurang memadai baik dari jumlah, jenis serta kompetensinya. Seiring dengan peningkatan jumlah pengungsi tentunya akan meningkatkan beban kerja yang berdampak pada peningkatan kebutuhan pelayanan kesehatan. Indriana 2009 mengatakan bahwa kebutuhan SDM kesehatan akan meningkat sesuai dengan bertambahnya beban kerja yang diterima. Peningkatan kebutuhan pelayanan kesehatan juga harus dibarengi dengan ketersediaan SDM Kesehatan yang memadai dan berkompetensi dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk menganalisa kebutuhan SDM kesehatan untuk menangani pengungsi pada wilayah terdampak radius 5 km tahun 20132014 serta kebutuhan SDM Kesehatan bila erupsi meluas sampai wilayah radius 10 km. Analisa kebutuhan ini dihitung berdasarkan Pedoman Manajemen Sumber Daya Universitas Sumatera Utara Manusia Kesehatan dalam Penanggulangan Bencana Nomor 066 Tahun 2006 yang dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

1.2 Permasalahan