Analisis Kebutuhan Sumber Daya Manusia Kesehatan dalam Menghadapi Erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo Tahun 2013/2014

(1)

ANALISIS KEBUTUHAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN DALAM MENGHADAPI ERUPSI GUNUNG SINABUNG DI KABUPATEN KARO

TAHUN 2013/2014

TESIS

Oleh SITI ZULAIHA 127032052/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ANALISIS KEBUTUHAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN DALAM MENGHADAPI ERUPSI GUNUNG SINABUNG DI KABUPATEN KARO

TAHUN 2013/2014

TESIS

Diajukansebagai Salah SatuSyarat

untukMemperolehGelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalamProgram StudiIlmuKesehatanMasyarakat

MinatStudiManajemen Kesehatan Bencana padaFakultasKesehatanMasyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh SITI ZULAIHA 127032052/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : ANALISIS KEBUTUHAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN DALAM

MENGHADAPI ERUPSI GUNUNG

SINABUNG DI KABUPATEN KARO TAHUN 2013/2014

Nama Mahasiswa : Siti Zulaiha NomorIndukMahasiswa : 127032052

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Manajemen Kesehatan Bencana

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Muslich Lutfi Nasution, M.B.A, I.D.S) (Suherman, S.K.M, M.Kes Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah Diuji

pada Tanggal :23 Juni 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Muslich Lutfi Nasution, M.B.A, I.D.S Anggota : 1. Suherman, S.K.M, M.Kes

2. Drs. Amir Purba, M.A, Ph.D 3. Abdul Muthalib, S.H, M.A.P


(5)

PERNYATAAN

ANALISIS KEBUTUHAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN DALAM MENGHADAPI ERUPSI GUNUNG SINABUNGDI KABUPATEN KARO

TAHUN 2013/2014

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain. Kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2014

Siti Zulaiha 127032052/IKM


(6)

ABSTRAK

Erupsi Gunung Sinabung yang masih terus berlanjut menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Pelayanan kesehatan pada saat bencana merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk mencegah terjadinya dampak tersebut, khususnya kematian, kecacatan dan kejadian penyakit. Pemenuhan kebutuhan sumber daya manusia kesehatan dalam pelayanan kesehatan di daerah bencana merupakan salah satu upaya yang harus dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan SDM kesehatan dalam penanganan pengungsi dengan wilayah terdampak radius 5 km dan 10 km.

Jenis penelitian adalah observasional dengan pendekatan kualitatif yang didukung data kuantitatif. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara wawancara mendalam, dan observasi ke lapangan, sedangkan data sekunder diperoleh dari Sekretariat BPBD Provinsi Sunatera Utara. Informan utama dalam wawancara mendalam adalah sekretariat BPBD Provinsi Sumatera Utara dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Karo. Triangulasi dilakukan terhadap petugas dinas kesehatan yang berparan dalam penanganan bencana. Instrumen penelitian yang digunakan adalah pedoman wawancara mendalam. Metode analisis data dilakukan dengan cara Triangulasi.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa Jumlah pengungsi terbanyak terjadi pada bulan Februari 2014 dengan jumlah pengungsi sebanyak 33.210 jiwa yang tersebar ke 43 pos pengungsian. Kebutuhan SDM kesehatan dalam menghadapi erupsi sinabung pada radius 5 dan 10 km secara kuantitas belum terpenuhi secara optimal untuk pelayanan kesehatan di pos pengungsian.

Semua tenaga kesehatan yang berperan dalam pelayanan kesehatan di pos pengungsian belum pernah mendapatkan pelatihan penanggulangan bencana.Dinas Kesehatan perlu melakukan peningkatan pengetahuan dan skill SDM kesehatan mengenai manajemen darurat bencana dan manajemen pelayanan kesehatan bencana melalui pelatihan dan pembinaan berkala.


(7)

ABSTRACT

Mount Sinabung eruption, whic is still continuing, has caused for people. Health service during the catastrophe is one of the very important factors in preventing from the damages, particularly from death, physical deject, and ilnes. Fulfilling the need for healh care providers in health service in the disaster area must be carried out. The objective of the research was tifind out the need for health care providers in handling evacuees within a radius of 5 to 10 kilometers of the eruption.

The type of the research was observational qualitative, supported by quantitative data. The prymary data were gathered by conducting in-depth interviews and field observation, while the secondary data were obtained from the secretariat of BPBD (Regional DisasterRespone Board) of Nuorth Sumatera Province and from the Heads of the Health Service of Karo District. Trianggulation was conducted on the personal of the Health Service who were involved in handling the disaster. The instrument of research was the information obtained from the in-depth interviews, while the data were analyzed by using triangulation.

The result of the research showed that the largest number of the evacuees (33.210 people at 43 locations) occurred in February, 2014. The need for health care providers in handling damages from mount Sinabung eruption in a radius of 5 to 10 kilometers in quantitative unmet optimal for health services in the location.

Unfortunately, all health care providers who are involved in conducting health service in the locations had not yet obtained training about handling the disaster. It is recomended that the management of the Health Service improve the health care providers knowledge and skills in the management of handling the disaster and the management of health care in disaster through regula training and developing.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan karunianya-Nya sehingga dapat menyelesaikan Tesis dengan judul : “Analisis Kebutuhan Sumber Daya Manusia Kesehatan dalam Menghadapi Erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo Tahun 2013/2014”. Tesis ini dibuat sebagai persyaratan penyelesaian Studi pada Program Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penyelesaian tesis ini tidak terlepas dari dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulismengucapkan terimakasih dan penghargaan yang tinggi kepada,

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M. & H, M.Sc. (C.T.M), Sp.A (K), sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Muslich Lufti Nasution, M.B.A Selaku Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan moril serta pengetahuan sekaligus memotivasi penulis untuk menyelesaikan Tesis ini dengan tepat waktu.


(9)

5. Suherman, S.K.M. M.Kes selaku Pembimbing II yang telah membuka komunikasi dengan pihak-pihak berkepentingan sekaligus memberikan saran, masukan dan arahan serta motivasi selama penulisan tesis ini.

6. Drs. Amir Purba, M.A. P.hD selaku Pengunji I yang memberikan saran-saran yang konstruktif dalam meningkatkan kualitas Tesis

7. Abdul Muthalib, S.H, M.A.P selaku Penguji II yang sangat berperan dalam menguatkan Tesis ini dengan semua saran yang konstruktif

8. DR. Asren Nasution, M.A,Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sumatera Utara yang telah memberi ijin untuk penulis dalam menelusuri setiap tempat dan informan dalam upaya meningkatkan kualitas Tesis ini.

9. Ir. Subur Tambun, M.M, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Kabupaten Karo, yang telah memberi ijin untuk penulis untuk melakukan penelitian.

10. dr. Jansen Peranginangin, M.Kes Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Karo yang telah memberikan ijin dalam pengambilan data penelitian serta saran kritis untuk meningkatkan kualitas Tesis.

11. Kepala Pos Pemantau Gunung Api Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi yang mau meluangkan waktunya untuk berbagi pengetahuan tentang erupsi Gunung Sinabung

12. Gelora Ginting, A.TD, Kepala UPT ASDP wilayah II Parapat Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Utara selaku Sekretariat Satgas


(10)

Pendampingan BNPB Provinsi Sumatera Utara dalam penaggulangan erupsi gunug sinabung, yang telah banyak memberikan bimbingan dan ide-ide untuk penguatan kualitas Tesis.

13. Kepala Badan PPSDM Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia selaku donatur yang telah memberikan beasiswa bagi penulis untuk mengikuti pendidikan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

14. Ayahanda Mawardi, S.Pd.I dan Ibunda Paini tercinta serta Kakak dan adik-adiku tersayang yang selalu memberi motivasi dan do’a untuk penyelesaian pendidikan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

15. Ananda Muchliza Rizwany dan Machreza Neycha Rizwany tersayang, yang sangat besar pengaruhnya dalam menemani penulis dalam menuntaskan penelitian ini serta memberikan dukungan dan do’a selama mengikuti pendidikan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

16. H. Darwis Nasution yang banyak memberikan dukungan dan motivasi bagi penulis selama mengikuti pendidikan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara 17. Rekan-rekan angkatan Tahun 2012 di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, yang turut membantu dan memberi semangat dalam peneyelesaian tesis ini


(11)

18. Seluruh pihak yang turut berperan dalam proses penyelesaian tesis ini yang namanya tak bisa disebutkan satu-persatu

Semoga seluruh kebaikan, bimbingan dan dukungan yang diberikan semua pihak mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT.

Penulis juga menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan tesis ini, harapan penulis semoga tesis ini dapat bermanfaat dan menjadi masukan bagi pengelola program terkait penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana khususnya erupsi Sinabung dan dapat menjadi sumbangan ilmu pengetahuan bagi dunia pendidikan dan peneliti selanjutnya.

Medan, Juli 2014 Penulis

Siti Zulaiha 127032052/IKM


(12)

RIWAYAT HIDUP

Siti Zulaiha, lahir di Adolina 23 Desember 1976, bertempat tinggal di Jl. Gatot Subroto Vila Tomang Mas I No. 9.S Medan, di karuniai dua orang putri yaitu Muchliza Rizwany (Medan, 06 September 1998) dan Machreza Neycha Rizwany (Medan, 01 Maret 2005).

Riwayat Pendidikan SD Negeri 101936 Batang Terap kecamatan Perbaungan Kabupaten Deli Serdang (1990), SMP Negeri II Kecamatan Perbaungan Kabupaten Deli Serdang (1993), SPK Depkes RI Medan (1995), Sarjana (S1) Psikologi fakultas Psikologi Universitas Medan Area (2005), Strata Dua (S2) di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dengan Minat Studi Manajemen Kesehatan Bencana tahun 2012 sampai dengan saat ini.

Riwayat Pekerjaan Staf RS Umum Tebing TinggiTahun1996-1997, Staf Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 1997 sampai dengan saat ini.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 12

1.3 Tujuan Penelitian ... 13

1.4 Manfaat Penelitian ... 13

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 15

2.1 Sumber Daya Manusia ... 15

2.1.1 Perencanaan Sumber Daya Manusia ... 17

2.1.2. Sistem Perencanaan Sumber Daya Manusia ... 21

2.1.3 Fungsi Perencanaan Sumber Daya Manusia ... 21

2.1.4. Tahapan Perencanaan Sumber Daya Manusia ... 23

2.2 Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan ... 23

2.2.1. Masalah SDM Kesehatan yang Dihadapi dalam Penanggulangan Bencana ... 25

2.2.2. Perencanaan Kebutuhan SDM KesehatanBencana ... 28

2.2.3. Kebutuhan Jumlah Minimal SDM Kesehatan Berdasarkan Jumlah Penduduk/Pengungsi ... 32

2.2.4. Pendayagunaan Tenaga SDM Kesehatan ... 33

2.2.5. Peningkatan dan Pengembangan Tenaga Kesehatan ... 35

2.3 Kompetensi Sumber Daya Manusia Kesehatan ... 38

2.3.1 Pengertian Kompetensi ... 38

2.3.2 Indikator Kompetensi Sumber Daya Manusia ... 39

2.4 Bencana ... 47


(14)

2.5 Gunung Api ... 51

2.5.1. Penetapan Zona Bahaya Gunung Api ... 52

2.5.2. Prosedur Tetap Tingkat Kegiatan Gunungapi ... 53

2.6 Pengungsi Korban Bencana Alam ... 56

2.7 Landasan Teori ... 58

2.8 Alur Penelitian ... 59

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 60

3.1 Jenis Penelitian ... 60

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 60

3.3 Informan Penelitian ... 61

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 63

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 64

3.6 Pengolahan Data ... 64

3.7 Metode Analisis Data ... 65

BAB 4. HASIL PENELITIAN... 66

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 66

4.1.1 Letak Geografis Kabupaten Karo ... 66

4.1.2 Kependudukan ... 68

4.2 Erupsi Gunung Sinabung ... 69

4.2.1 Besaran Erupsi Gunung Sinabung ... 69

4.2.2 Dampak Erupsi Gunung Sinabung ... 76

4.2.3 Kelembagaan dalam Penanganan Erupsi Gunung Sinabung ... 78

4.3. Input Analisis Kebutuhan Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDMK) dalam Menghadapi Erupsi Gunung Sinabung ... 81

4.3.1. Analisis Risiko Wilayah ... 81

4.3.2. Populasi Penduduk dan Pengungsi ... 85

4.3.3. Ketersediaan Fasilitas dan Sumber Daya Manusia Kesehatan ... 89

4.4. Proses Analisis Kebutuhan Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDMK) dalam Menghadapi Erupsi Gunung Sinabung ... 96

4.4.1. Perkiraan Jumlah SDM Kesehatan dengan Pengungsi pada Radius 5 km ... 96

4.4.2. Perkiraan Jumlah SDM Kesehatan dengan Jumlah Pengungsi pada Radius 10 Km ... 102

4.5. Output Analisis Kebutuhan Sumber Daya Manusia Kesehatan dalam Menghadapi Erupsi Gunung Sinabung ... 106


(15)

4.5.1. Kebutuhan SDM Kesehatan pada Radius 5 Km ... 106

4.5.2 Kebutuhan SDMK pada Radius 10 km ... 113

BAB 5. PEMBAHASAN ... 116

5.1. Analisis SDM Kesehatan Berdasarkan Kuantitas ... 116

5.2. Analisis SDM Kesehatan Berdasarkan Kualitas ... 119

5.3. Analisis Koordinasi SDM Kesehatan ... 122

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 134

6.1. Kesimpulan ... 134

6.2. Saran ... 136

DAFTAR PUSTAKA ... 139 LAMPIRAN


(16)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

2.1. Tim Bantuan Kesehatan ... 31

2.2. Kebutuhan Tenaga Bantuan Kesehatan Bencana Gunung Meletus ... 31

2.3. Tingkat Isyarat Gunung Berapi di Indonesia ... 55

3.1. Informan dalam Penelitian Beserta Informasi yang Didapat ... 62

3.2. Variabel dan Definisi Operasional ... 64

4.1. Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Karo ... 68

4.2. Perkembangan Status Gunung Sinabung ... 73

4.3. Perpanjangan Masa Tanggap Darurat Erupsi Gunung Sinabung ... 75

4.4. Estimasi Wilayah Kecamatan/Desa yang Terdampak ErupsipadaRadius 5 Km ... 83

4.5. Estimasi Wilayah Kecamatan/Desa yang Terdampak Erupsi padaRadius 10 Km ... 84

4.6. Jumlah Penduduk Kabupaten Karo Berdasarkan Kecamatan ... 86

4.7. Jumlah Pengungsi Berdasarkan Pos Pengungsian Tanggal 12 Februari 2014 ... 88

4.8. Jumlah Fasilitas dan SDM Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Karo ... 89


(17)

4.10. Perkiraan Kebutuhan SDM Kesehatan Berdasarkan JumlahPengungsi di Pos Pengungsian Radius 5 km ... 98 4.11. Jumlah SDM Kesehatan Berdasarkan Jumlah Pengungsi di

PosPengungsian Radius 5 km ... 100 4.12. Distribusi Dokter Berdasarkan Lokasi Pengungsian dan

JumlahPengungsi ... 102 4.13. Perkiraan Umum SDM Kesehatan pada Radius 10 Km ... 103 4.14. Perkiraan Kebutuhan SDM Kesehatan Berdasarkan Jumlah

Pengungsi di Pos Pengungsian Radius 10 km ... 104 4.15. Gambaran Ketersediaan, Perkiraan Umum SDM Kesehatandengan

Pengungsi Radius 5 km ... 106 4.16. Distribusi Pos Pengungsian Radius 5 Km Berdasarkan Kecamatan ... 109 4.17. Gambaran Ketersediaan, Perkiraan dan Realisasi SDM

Kesehatandengan Pengungsi Radius 5 Km Berdasarkan Pos Pengungsi ... 110 4.18. Gambaran Ketersediaan dan Perkiraan Umum SDM Kesehatanpada

Radius 10 Km ... 113 4.19. Gambaran Ketersediaandan Perkiraan SDM Kesehatan

denganPengungsi Radius 10 Km Berdasarkan Pos Pengungsi ... 115 5.1. Alternatif Penempatan SDM Kesehatan Berdasarkan Zona

PosPengungsi Radius 5 Km ... 125 5.2. Perbandingan Kebutuhan SDM Kesehatan pada Radius 5

kmBerdasarkan Sistem Kordinasi ... 128 5.3. Alternatif Penempatan SDM Kesehatan Berdasarkan Zona

PosPengungsi Radius 10 Km ... 130 5.4. Perbandingan Kebutuhan SDM Kesehatan pada Radius 10


(18)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

2.1. Alur Penelitian ... 59 4.1. Peta Wilayah Kabupaten Karo ... 67 4.2 Peta Erupsi Gunung Sinabung ... 70 4.3. Jumlah Kunjungan dengan Kasus Penyakit Tertinggi di

PosPengungsian Bulan November 2013-Maret 2014 ... 77 4.4. Struktur Satgas Pendampingan Penanggulangan Bencana ... 79 4.5. Grafik Jumlah Pengungsi Tertinggi Berdasarkan Bulan Akibat

Erupsi Sinabung Januari-Maret Tahun 2014 ... 87 5.1. Peta Pelayanan Kesehatan Berdasarkan Zona pada Radius 5 Km ... 128 5.2. Peta Pelayanan Kesehatan Berdasarkan Zona pada Radius 10 Km ... 132


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Pedoman Wawancara ... 144

2. Surat Permohonan Izin Penelitian ... 150

3. Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian ... 155

4. SK Pembentukan Satgas Pendampingan Provinsi Sumatera Utara ... 156

5. SK Bupati Kabupaten Karo ... 163

6. SK Kepala Dinas Kabupaten Karo ... 168


(20)

ABSTRAK

Erupsi Gunung Sinabung yang masih terus berlanjut menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Pelayanan kesehatan pada saat bencana merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk mencegah terjadinya dampak tersebut, khususnya kematian, kecacatan dan kejadian penyakit. Pemenuhan kebutuhan sumber daya manusia kesehatan dalam pelayanan kesehatan di daerah bencana merupakan salah satu upaya yang harus dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan SDM kesehatan dalam penanganan pengungsi dengan wilayah terdampak radius 5 km dan 10 km.

Jenis penelitian adalah observasional dengan pendekatan kualitatif yang didukung data kuantitatif. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara wawancara mendalam, dan observasi ke lapangan, sedangkan data sekunder diperoleh dari Sekretariat BPBD Provinsi Sunatera Utara. Informan utama dalam wawancara mendalam adalah sekretariat BPBD Provinsi Sumatera Utara dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Karo. Triangulasi dilakukan terhadap petugas dinas kesehatan yang berparan dalam penanganan bencana. Instrumen penelitian yang digunakan adalah pedoman wawancara mendalam. Metode analisis data dilakukan dengan cara Triangulasi.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa Jumlah pengungsi terbanyak terjadi pada bulan Februari 2014 dengan jumlah pengungsi sebanyak 33.210 jiwa yang tersebar ke 43 pos pengungsian. Kebutuhan SDM kesehatan dalam menghadapi erupsi sinabung pada radius 5 dan 10 km secara kuantitas belum terpenuhi secara optimal untuk pelayanan kesehatan di pos pengungsian.

Semua tenaga kesehatan yang berperan dalam pelayanan kesehatan di pos pengungsian belum pernah mendapatkan pelatihan penanggulangan bencana.Dinas Kesehatan perlu melakukan peningkatan pengetahuan dan skill SDM kesehatan mengenai manajemen darurat bencana dan manajemen pelayanan kesehatan bencana melalui pelatihan dan pembinaan berkala.


(21)

ABSTRACT

Mount Sinabung eruption, whic is still continuing, has caused for people. Health service during the catastrophe is one of the very important factors in preventing from the damages, particularly from death, physical deject, and ilnes. Fulfilling the need for healh care providers in health service in the disaster area must be carried out. The objective of the research was tifind out the need for health care providers in handling evacuees within a radius of 5 to 10 kilometers of the eruption.

The type of the research was observational qualitative, supported by quantitative data. The prymary data were gathered by conducting in-depth interviews and field observation, while the secondary data were obtained from the secretariat of BPBD (Regional DisasterRespone Board) of Nuorth Sumatera Province and from the Heads of the Health Service of Karo District. Trianggulation was conducted on the personal of the Health Service who were involved in handling the disaster. The instrument of research was the information obtained from the in-depth interviews, while the data were analyzed by using triangulation.

The result of the research showed that the largest number of the evacuees (33.210 people at 43 locations) occurred in February, 2014. The need for health care providers in handling damages from mount Sinabung eruption in a radius of 5 to 10 kilometers in quantitative unmet optimal for health services in the location.

Unfortunately, all health care providers who are involved in conducting health service in the locations had not yet obtained training about handling the disaster. It is recomended that the management of the Health Service improve the health care providers knowledge and skills in the management of handling the disaster and the management of health care in disaster through regula training and developing.


(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (BNPB, 2007).

Sejarah mencatat di indonesia pernah terjadi letusan gunung api terbesar di dunia yaitu gunung Tambora di pulau sumbawa Nusa tenggara Barat pada tahun 1815 yang memuntahkan sekitar 1,2 juta ton abu dan material vulkanik. Tahun 1883 gunung Krakatau juga meletus masih pada abad yang sama dan perkirakan Erupsi krakatau memiliki kekuatan sekitar 200 megaton TNT, kira-kira 13.000 kali kekuatan ledakan bom atom yang menghacurkan Hirosima pada perang dunia II (BNPB, 2010). Indonesia memiliki lebih dari 500 gunungapi dengan 129 diantaranya aktif yang tersebar di Pulau Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi Utara dan Kepulauan Maluku merupakan sekitar 13 % dari sebaran gunung aktif dunia. Berdasarkan Sejarah letusannya gunung api di Indonesia dibagi dalam 3 kategori, yaitu tipe A, type B dan type C. Tipe A adalah gunung api yang tercatat pernah meletus sejak tahun 1600 yang berjumlah 79, type B tidak tercatat sejarah letusannya sejak tahun 1600 tetapi memiliki kawah aktif dan lapangan solfatara/fumorala,


(23)

jumlahnya 29 dan tipe C adalah gunung api yang berupa lapangan sulfatara/fumarola, jumlahnya 21 (BNPB, 2010).

Gunung Sinabung secara geografis terletak di Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara dengan puncak berada pada koordinat 3o 10’ LU, 98o

Erupsi gunung sinabung pada tahun 2013 terjadi sejak tanggal 3 september dan berlangsung hingga saat ini bahkan aktivitasnya semakin meningkat. Badan Geologi Energi dan Sumber Daya Mineral Repuplik Indonesia menetapkan status erupsi gunung sinabung yaitu : (1) Tanggal 03 Nopember 2013 status gunung sinabung WASPADA (level-II) dengan rekomendasi masyarakat Desa Sukameriah, Bekerah, Simacem dan Mardinding diungsikan, (2) Tanggal 15 Nopember 2013 erupsi sinabung semakin meningkat status dinaikkan menjadi SIAGA (level-III), dengan rekomendasi masyarakat yang bermukim dan beraktivitas di wilayah radius 3 km dari kawah gunung sinabung yaitu Desa Gurunkinayan, Ds Sukameriah, Ds. Berastepu, Dusun Sibintun, Ds Bekerah, Ds Gambar, Ds Simacem, Ds Mardinding dan Dusun Lau Kawar, harus diungsikan, (3) Pada tanggal 19 Desember 2013 status erupsi gunung sinabung ditingkatkan lagi menjadi AWAS (Level-IV) dengan rekomendasi masyarakat tidak dibenarkan melakukan aktivitas di radius 5 km dari kawah gunung sinabung sehingga sebanyak 17 Desa, 2 dusun dari radius 5 km serta 6 desa diluar radius 5 km diungsikan.

23,5’ BT dengan ketinggian 2.460 meter. Gunung Sinabung merupakan gunung api tipe B. Namun sejak letusan yang terjadi tanggal 27 Agustus 2010 status gunung Sinabung diubah tipenya dari tipe B menjadi tipe A.


(24)

Status erupsi gunung sinabung yang sampai saat ini tidak jelas kapan akan berakhir dan telah mengalami beberapa kali perpanjangan masa tanggap darurat (hingga penelitian ini dituliskan sudah 8 kali perpanjangan masa tanggap darurat). Pengungsi juga terus bertambah serta kerugian yang ditimbulkan sangat besar. Laporan kunjungan kerja Presiden RI ke Kabupaten Karo menyebutkan kerusakan akibat erupsi gunung sinabung, yaitu: Sektor pertanian (komoditi pertanian mengalami fuso 10.408 Ha, komoditi perikanan mengalami gagal panen 19,78 Ha), Rumah hunian rusak total 921 unit, rusak sedang dan ringan 1.288 unit, Balai pertemuan (Jambur) 5 unit, Rumah ibadah Gereja 7 unit dan Mesjid 3 unit, Sarana dan Prasarana Kesehatan 22 unit terdiri dari 2 Puskesmas dan 20 Puskesmas Pembantu, sarana pendidikan 79 ruang, sarana jalan sepanjang 5 km dan sarana pariwisata meliputi shelter dan toilet. Badan Geologi ESDM Republik Indonesia juga telah merekomendasikan akibat dari erupsi gunung sinabung 3 desa yang berada di radius 3 km harus direlokasi yaitu Desa Bekerah, Desa Sukameriah dan Desa Simacem karena berada dekat dengan mulut kawah gunung sinabung. Dampak bencana erupsi gunung Sinabung cukup besar namun menurut Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB bencana gunung sinabung belum dikategorikan sebagai bencana Nasional sebab belum memenuhi persyaratan dalam UU Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana dan dianggap Pemerintah Kabupaten Karo masih mampu mengatasinya serta tidak banyak korban jiwa dibandingkan dengan bencana erupsi di gunung merapi tahun 2010 yang memakan korban jiwa mencapai 114 orang, 218 luka bakar dan 300 ribu orang mengungsi.


(25)

Komandan Tanggap Darurat erupsi gunung sinabung juga telah beberapa kali berganti. Bupati Kabupaten Karo mengganti Komandan Tanggap Darurat dari Dandim 0205 Tanah Karo karena pindah tugas ke Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Karo tanggal 5 Januari 2014, 3 hari berikutnya diganti lagi dengan Plt. Asisten II Setda Kabupaten Karo. Kondisi seperti ini sangat bepengaruh terhadap penanganan bencana, terlebih banyak pengungsi baru akibat erupsi sinabung, yang datang tidak bisa langsung di tindak lanjuti

Namun saat ini yang menjabat sebagai Komandan Tanggap Darurat Pemkab. Karo erupsi Gunung Sinabung adalah Dandim 0205 Tanah Karo, Komandan Satgas Nasional erupsi gunung sinabung adalah Kepala BNPB Pusat serta BPBD Provinsi Sumatera Utara sebagai pendamping.

Menurut data Media Centre Pos Komando Tanggap Darurat Erupsi Gunung Sinabung jumlah pengungsi erupsi terus meningkat, penduduk yang mengungsi sampai dengan tanggal 5 Januari 2013 sebanyak 20.491 Jiwa (6.387 KK). Hingga tanggal 9 Februari 2014 pengungsi berjumlah 33.3210 jiwa (10.297 KK) dengan kelompok rentan Lansia 2.406 jiwa, Bumil 231 jiwa dan Bayi 1.294 jiwa. Mereka berasal dari empat Kecamatan dan 34 Desa.

Jumlah pengungsi ini kemungkinan akan terus bertambah jika aktivitas erupsi Gunung Sinabung tidak menunjukkan penurunan. Bahkan BNPB memprediksi jumlah pengungsi sebanyak 61.001 penduduk dengan wilayah peta terdampak radius 10 km, yang berasal dari 7 kecamatan dan 59 desa di Kabupaten Karo. Banyaknya


(26)

jumlah pengungsi dan lamanya tinggal dipengungsiantentunya akan berdampak pada kondisi kesehatan para pengungsi.

Selama masa tanggap darurat Dinas Kesehatan Kabupaten Karo terus melakukan perbaikan dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pengungsi baik dari segi pelayanan medis maupun data dan informasi. Sejak tanggal 15 Januari 2014 data dan informasi pelayanan kesehatan sudah dapat diakses di Media Centre

Sinabung Emergency Respone, Pos Kesehatan Komando sudah didirikan di Pos

Komando tanggap darurat erupsi gunung sinabung yang sebelumnya tidak ada. Laporan masa tanggap darurat Dinas Kesehatan Kabupaten Karo di Media Centre Total jumlah kunjungan pasien di pos pelayanan kesehatan mulai 3 Nopember 2013 s/d 7 Februari 2014 sebanyak 121.731 kunjungan dengan rincian: penyakit ISPA 77.000 orang (63,2%), Gastritis 22.591 orang (18,5%), Diare 3.998 orang (3,2%), Hipertensi 3.513 orang (2,9%), Conjungtivitis 3.248 orang (2,6%), Anxietas 1.415 orang (1,25) dan penyakit lain 9.966 orang (8,1%). Total jumlah pasien pengungsi rawat jalan yang dirujuk ke RS Kabanjahe mulia September 2013 hingga 15 Januari 2014 sebanyak 301 orang, diagnosa pasien relatif tinggi yaitu conjungtivitis. Korban meninggal 57 orang, terdiri dari 40 orang karena sakit selama dipengungsian yang sebelumnya telah mendapat perawatan di RSU Kabanjahe, RS Adam Malik, RS Evarina Ethaham dan RS Simon. Penyebab kematian pada pengungsi relatif tinggi yaitu Penyakit Jantung Koroner (PJK), dan 17 orang meninggal karena awan panas erupsi gunung sinabung. Kejadian ini sangat mengejutkan karena sejak ditetapkan masa tanggap darurat dampak langsung belum


(27)

pernah sampai menelan korban jiwa. Situasi ini memicu kepanikan masyarakat, pengungsi dan Pemerintah Kabupaten Karo khususnya Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit yang harus menangani korban awan panas.

Kejadian bencana erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo terjadi secara mendadak dan diluar perkiraan manusia. Kondisi tersebut menuntut ketersediaan dari tenaga kesehatan yang berkompeten untuk selalu siap bekerja di luar jam kerja rutin dengan perintah atasan yang datang secara mendadak serta bersedia bekerja. Dalam siklus atau mekanisme penanggulangan bencana, ketersediaan tenaga kesehatan merupakan salah satu upaya peningkatan produktivitas sumber daya manusia kesehatan yang dilakukan sebelum kejadian bencana. Hal tersebut tentunya berhubungan dengan keterampilan dan kemampuan dari tenaga kesehatan. Untuk meningkatkan kualitas kerja seseorang diperlukan upaya pendidikan dan pelatihan (Sedarmayanti, 2009).

Pelayanan kesehatan saat bencana merupakan faktor yang sangat penting untuk mencegah terjadinya kematian, kecacatan dan kejadian penyakit. Kendala yang sering dijumpai salah satunya adalah sumber daya manusia kesehatan yang tidak siap difungsikan. Hal ini terkesan di masyarakat tentang keterlambatan petugas dalam merespon setiap kejadian bencana (Depkes RI, 2006).

Pos kesehatan pengungsi adalah sarana kesehatan yang bertanggung jawab dalam memberi pelayanan kesehatan dasar bagi pengungsi dengan tujuan untuk memulihkan dan meningkatkan kesehatan di lokasi pengungsi dan sekitarnya, terselenggaranya pelayanan rawat jalan, pelayanan kesehatan ibu dan anak, kesehatan


(28)

reproduksi, pelayanan kesehatan jiwa dan psikososial, pelayanan gizi, kesehatan lingkungan dan terselenggaranya pémantauan dan pencegahan penyakit menular di lokasi pengungsi (Depkes. RI, 2011) .

Masalah SDM Kesehatan yang dihadapi dalam penanggulangan krisis akibat bencana di Indonesia, antara lain; (1) minimnya informasi tentang peta kekuatan SDM Kesehatan di daerah rawan bencana, (2) belum semua tenaga setempat termasuk Puskesmas mampu melaksanakan penanggulangan bencana, (3) masih sedikit peraturan yang mengatur penempatan SDM Kesehatan di daerah rawan bencana (4) distribusi SDM Kesehatan masih belum mengacu pada kerawanan suatu wilayah bencana (5) kurangnya minat SDM Kesehatan untuk bertugas di daerah bencana atau konflik karena tidak adanya jaminan keselamatan dan keamanan (6) belum semua daerah mempunyai Tim Reaksi Cepat penanggulangan krisis akibat bencana (7) masih ada daerah yang belum pernah menyelenggarakan pelatihan-pelatihan dalam penanggulangan krisis akibat bencana (8) masih ada daerah yang belum pernah menyelenggarakan gladi penanggulangan krisis akibat bencana (9) pelayanan kesehatan pada saat kejadian bencana seringkali terhambat karena masalah kekurangan SDM Kesehatan (10) butuh waktu yang cukup lama untuk pemulihan bagi SDM Kesehatan yang menjadi korban bencana sehingga mengganggu kelancaran pelaksanaan pelayanan kesehatan di daerah bencana (Depkes, 2006). Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Guspianto (2012) yang menyatakan pentingnya data dan informasi tentang ketersediaan tenaga yang rasional dan sesuai kebutuhan masyarakat.


(29)

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti pada 9 Januari 2014 di Kabanjahe titik pengungsi Mesjid Agung, terdapat jumlah pengungsi sebanyak 805 jiwa, GBKP Kota kabanjahe jumlah pengungsi 1.107 jiwa, UKA (Universitas Karo) 1.125 jiwa. Terlihat lokasi pengungsian yang sempit, persediaan air bersih serta MCK yang kurang baik, tidak sebanding dengan banyaknya pengungsi, saluran pembuangan air tersumbat, kebersihan lingkungan pengungsian kurang, sampah dibeberapa tempat terlihat berserakan menambah aroma yang tidak sedap. Selain itu pengungsi juga masih banyak yang membutuhkan bantuan baik selimut, pakaian maupun obat-obatan. Tidak sedikit dari pengungsi mengeluh tidak bisa tidur karena menggigil kedinginan. Udara dingin dan bercampur abu merupakan ancaman bagi kesehatan para pengungsi terutama kelompok rentan bayi, balita, lansia dan ibu hamil. Pemenuhan kebutuhan akan gizi bagi para pengungsi juga masih jauh dari yang diharapkan. Makanan yang dikonsumsi sebaiknya bukan hanya sebagai penyambung hidup dan pengobat lapar saja tetapi memenuhi aturan gizi seimbang. Siagian (2014) mengatakan Kesulitan yang paling menonjol pada pengungsian erupsi gunung sinabung adalah penginapan, fasilitas mandi – cuci – kakus serta kebutuhan makanan dan minuman yang layak untuk para pengungsi khususnya kelompok risiko tinggi.

Masa tanggap darurat yang panjang mulai September 2013 hingga Februari 2014 berdampak pada pengungsi korban erupsi gunung sinabung yang sangat memprihatinkan, para pengungsi mengalami gejala depresi dan stres, umumnya muncul dari para pengungsi akibat dari ketidakpastian sampai kapan mereka harus


(30)

tinggal dipengungsian, kehilangan keluarga, mata pencaharian, harta benda, tempat tinggal yang rusak, bahkan ada yang berusaha untuk bunuh diri.

Penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana bukan hal yang mudah untuk dilaksanakan karena memerlukan penanganan yang serius, terencana dan terpadu. Hasil wawancara dengan koordinator bidang laporan data dan informasi bencana gunung sinabung (Kepala Bidang Pengendalian dan PSM) Dinas Kesehatan Kabupaten Karo pada survey pendahuluan tanggal 24 Desember 2013 dapat disimpulkan bahwa pelayanan kesehatan pada masa tanggap darurat erupsi gunung sinabung belum mendapat kendala serius. Menindak lanjuti Surat Keputusan Bupati Kabupaten Karo Tentang Satgas penanggulangan bencana gunung sinabung, Dinas Kesehatan Kabupaten Karo membentuk Satuan Tugas Tim Kesehatan Tanggap Darurat Penanganan Bencana Gunung Sinabung yang dibuat dalam bentuk SK Kepala Dinas Kesehatan Nomor 2.1.1330/SK/XI/2013 ditetapkan Nopember 2013. Namun dalam pelaksanaanya Satgas yang dibentuk lebih banyak mengerjakan tugas struktural yang melekat pada jabatan mereka diluar Tugas pokok dan fungsi sebagai Satgas Penanggulangan Bencana dan Pengungsi Gunung Sinabung. Saat survey awal ini dilakukan Pos Kesehatan Komando tidak ada di Pos Komando tanggap darurat melainkan di Dinas Kesehatan , rapat evaluasi yang dilakukan di Pos Komando tanggap darurat tidak diikuti oleh Dinas Kesehatan, data dan informasi terkait dengan kesehatan tidak bisa diakses di Media Centre Sinabung Emergency Respone, hal ini tentu akan mempersulit koordinasi, penyapaian laporan ataupun keluhan dari pengungsi terkait dengan masalah kesehatan termasuk penyaluran bantuan kesehatan.


(31)

Satgas Kesehatan yang tersusun dalam SK juga tidak menetapkan Tim Penanggulangan Krisis yang seharusnya terdiri dari Tim Reaksi Cepat, Tim Penilaian Cepat (Repid Healt Assesment/RHA) dan Tim Bantuan Kesehatan serta tupoksi dari masing-masing bidang, sehingga pada pelaksanaanya menjadi tidak sesuai. Pelayanan kesehatan pengungsi dilakukan oleh SDM kesehatan yang ada di Puskesmas. Dinkes sebagai koordinator, memantau dan memfasilitasi pelaksanaan pelayanan. Sementara SDM Kesehatan yang ada di Puskesmas belum terlatih untuk Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana sebab Dinkes. sendiri belum pernah mengadakan pelatihan ataupun gladi terkait penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana.

Permasalahan yang terkait dengan ketersediaan SDM kesehatan yang ditemukan pada saat survey awal ke beberapa titik pengungsian yaitu petugas kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada pengungsi adalah tenaga perawat sedangkan dokter yang ditugaskan tidak selalu berada (stand by) di posko kesehatan karena secara bersamaan juga harus memberikan pelayanan di puskesmas. Pos kesehatan pengungsi hanya diisi oleh petugas kesehatan (perawat) sebanyak 3 orang dengan pembagian 1 orang shif pagi, 1 orang shif siang dan 1 orang shif malam ditambah petugas pendukung. Depkes RI,(2006) telah menetapkan Pedomon pada masa tanggap darurat bencana bahwasannya untuk pelayanan kesehatan bagi pengungsi dengan jumlah sampai 5000 orang dengan pelayanan 24 jam, kebutuhan tenaga yang diusulkan sebagai berikut, dokter 2 orang, perawat 6 orang, bidan 2


(32)

orang, sanitarian 1 orang, gizi 1 orang, asisten apoteker 2 orang dan administrasi 1 orang.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, meningkatknya aktivitas erupsi gunung sinabung pada radius 5 km mengakibatkan jumlah pengungsi terus bertambah, masalah kesehatan yang dihadapi juga bertambah, diantaranya (1) meningkatnya angka kesakitan, (2) sanitasi kurang, (3) jumlah MCK dan air bersih tidak sesuai dengan banyaknya pengungsi, (4) tempat pengungsi tidak sesuai dengan banyaknya pengungsi yang ditampung, (5) masalah gizi (gizi seimbang) kuhususnya kelompok risiko tinggi bayi, balita, ibu hamil dan lansia, (6) masalah psikologis/psikososial pengungsi, dan (7) SDM Kesehatan yang bertugas kurang memadai baik dari jumlah, jenis serta kompetensinya.

Seiring dengan peningkatan jumlah pengungsi tentunya akan meningkatkan beban kerja yang berdampak pada peningkatan kebutuhan pelayanan kesehatan. Indriana (2009) mengatakan bahwa kebutuhan SDM kesehatan akan meningkat sesuai dengan bertambahnya beban kerja yang diterima. Peningkatan kebutuhan pelayanan kesehatan juga harus dibarengi dengan ketersediaan SDM Kesehatan yang memadai dan berkompetensi dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana.

Oleh karena itu peneliti tertarik untuk menganalisa kebutuhan SDM kesehatan untuk menangani pengungsi pada wilayah terdampak radius 5 km tahun 2013/2014 serta kebutuhan SDM Kesehatan bila erupsi meluas sampai wilayah radius 10 km. Analisa kebutuhan ini dihitung berdasarkan Pedoman Manajemen Sumber Daya


(33)

Manusia Kesehatan dalam Penanggulangan Bencana Nomor 066 Tahun 2006 yang dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang diatas ditemukan masalah bahwa SDM kesehatan yang bertugas dipelayanan kesehatan pengungsian dan yang tergabung dalam Satgas kesehatan penanggulangan bencana gunung sinabung masih jauh dari standar Pedoman SDM Kesehatan dalam Penanggulangan Bencana Tahun 2006, secara kuantitatif ketersediaan SDM kesehatan di pengungsian terlihat kurang karena hanya ada 1 orang perawat/shif yang ditempatkan di setiap pos , apalagi bila erupsi terjadi pada wilayah terdampak 10 km yang otomatis membutuhkan SDM kesehatan lebih banyak untuk menangani pengungsi. Fenomena ini ditambah lagi dengan permasalahan kualitas yaitu SDM Kesehatan yang bertugas di pos pelayanan kesehatan pengungsi belum pernah mengikuti pelatihan dan gladi penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana, dan ada faktor yang menunjukkan peningkatan status Gunung Sinabung yang akan berdampak pada peningkatan jumlah pengungsi dengan peta terdampak radius 5 km menjadi 10 km. Oleh karena itu perlu dilakukan analisa kebutuhan SDM kesehatan untuk menangani pengungsi pada wilayah terdampak radius 5 km tahun 2013/2014 serta kebutuhan SDM Kesehatan bila erupsi meluas sampai wilayah radius 10 km sehingga judul proposal yang peneliti ajukan adalah Analisa Kebutuhan Sumber Daya Manusia Kesehatan dalam menghadapi erupsi Gunung Sinabung.


(34)

1.3 Tujuan Penelitian

1. Menggambarkan ketersediaan SDM kesehatan dalam menghadapi erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo

2. Menggambarkan realisasi penempatan SDM kesehatan di pos-pos pengungsian akibat erupsi Gunung Sinabung Kabupaten Karo

3. Memperkirakan kebutuhan SDM kesehatan pada radius 5 km menurut Kepmenkes RI No. 66 Tahun 2006 secara umum berdasarkan jumlah pengungsi yang terpusat disatu lokasi penampungan, perkiraan berdasarkan jumlah pengungsi yang tersebar di pos-pos pengungsian dan perkiraan berdasarkan jumlah pengungsi yang tersebar berdasarkan wilayah/zona pelayanan kesehatan. 4. Memperkirakan kebutuhan SDM kesehatan pada radius 5 km menurut

Kepmenkes RI No. 66 Tahun 2006 secara umum berdasarkan jumlah pengungsi yang terpusat disatu lokasi penampungan, perkiraan berdasarkan jumlah pengungsi yang tersebar di pos-pos pengungsian dan perkiraan berdasarkan jumlah pengungsi yang tersebar berdasarkan wilayah/zona pelayanan kesehatan.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan atau informasi bagi pengelola program terkait penanggulangan masalah kesehatan akibat erupsi Gunung Sinabung di lingkungan Pemerintah Kabupaten Karo dalam upaya menyesuaikan jumlah SDM kesehatan.


(35)

2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan ilmu pengetahuan bagi peneliti selanjutnya.


(36)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.2Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia adalah orang-orang yang merancang dan menghasilkan barang dan jasa, mengaswasi mutu, memasarkan produk, dan mengalokasikan sumber daya finansial, serta merumuskan seluruh strategi dan tujuan organisasi (Samsudin dalam Iskandar, 2008). Mustahil organisasi dapat mencapai tujuan organisasi dengan baik, bila tanpa orang-orang yang berkompeten dalam suatu organisasi tersebut. Meskipun sebuah organisasi memiliki sumberdaya lainnya secara kompleks, akan tetapi tanpa adanya sumberdaya manusia yang berkompeten, dan berdedikasi tinggi terhadap organisasi maka sebuah organisasi hanya akan menghasilkan kerugian saja, tanpa menghasilkan suatu produk yang berkualitas.

Menurut Yaslis dalam Iskandar (2008), secara konseptual sumberdaya manusia merupakan makhluk yang unik dan mempunyai karakteristik yang

multikuomplek. Demikian komplek dan uniknya sumberdaya manusia dapat dilihat

dari berbagai aspek, antara lain :

a. Sumber daya manusia kompenen kritis. Artinya tingkat manfaat sumber daya lainnya tergantung bagaimana kita memanfaatkan sumber daya manusia tersebut. Makin tinggi tingkat pemanfaatan sumber daya manusia, makin tinggi tingkat pemanfaatan sumber daya lainnya.


(37)

b. Sumber daya manusia tidak instan. Untuk mendapatkan sumber daya manusia yang handal kita harus melakukan perencanaan dengan seksama agar mendapatkan orang yang berkualitas sesuai dengan organisasi kita.

c. Sumber daya manusia tidak dapat disimpan untuk masa yang akan datang, oleh karena itu kebutuhannya harus direncanakan mulai dari rekruitmen, seleksi dan pendayagunaan sumber daya manusia dengan momen waktu yang dibutuhkan oleh organisasi.

d. Sumber daya manusia adalah subjek yang dapat berubah. Artinya sumber daya manusia juga bisa usang, dimana pengetahuan dan keterampalian tidak berkembang sehingga ketinggalan zaman.

Menurut Fathoni (2006) Sumber Daya Manusia merupakan modal dan kekayaan yang terpenting dari setiap kegiatan manusia. Manusia sebagai unsur terpenting mutlak dianalisis dan dikembangkan dengan cara tersebut. Waktu, tenaga dan kemampuanya benar-benar dapat dimanfaatkan secara optimal bagi kepentingan organisasi, maupun bagi kepentingan individu. Gomes (2003) juga menyatakan bahwa Sumber Daya Manusia adalah satu sumber daya yang terdapat dalam organisasi, mencakup semua orang yang melakukan aktifitas Sumber daya manusia serta merupakan faktor dominan yang harus dipertahankan dalam pelaksanaan pembangunan guna memperlancar pencapaian tujuan pembangunan nasional.

SDM merupakan satu-satunya aset perusahaan yang bernafas atau hidup. Keunikan aset ini disebabkan karena memiliki pikiran, perasaan dan perilaku


(38)

sehingga mampu memberikan sumbangan bagi kemajuan perusahaan secara aktif (Istijanto,2005).

Menurut Illyas (2004) Sumber Daya Manusia sebagai komponen krisits artinya tingkat manfaat sumber daya lainnya bergantung dari SDM. Makin tinggi pemanfaatan SDM, makin tinggi hasil guna sumber daya yang lainnya. Menyadari hal itu maka dapat kita simpulkan bahwa SDM merupakan kunci yang sangat penting demi kemajuan dan keberhasilan suatu organisasi.

2.2.1 Perencanaan Sumber Daya Manusia

Perencanaan diumpamakan sebagai inti manajemen, sebab perencanaan membantu untuk mengurangi ketidakpastiaan diwaktu yang akan datang, sehingga memungkinkan para pengambil keputusan untuk menggunakan sumber daya-sumber daya mereka yang terbatas secara efisien dan efektif (Handoko dalam Iskandar, 2008).

Mullins (2005) Perencanaan SDM dinyatakan sebagai berikut :

“Human resources planning is a strategy for acquisition, utilisation, improvement and retention of an organization’s human resources”.

(Perencanaan SDM adalah strategi memperoleh, memanfaatkan, mengembangkan dan mempertahankan SDM dari suatu organisasi).

Perencanaan SDM adalah proses analisa dan identifikasi yang dilakukan oleh organisasi terhadap kebutuhan SDM, sehingga organisasi dapat mengambil langkah tepat guna mencapai sasaran dan mempunyai gambaran yang jelas akan masa depan serta mampu mengantisipasi kualitas SDM yang diperlukan. Sesuai penjelasan Mangkunegara, (2005) bahwa kegiatan manajemen SDM meliputi proses


(39)

perencanaan, perekrutan dan seleksi, pengorganisasian tim, pengembangan karyawan agar mampu bekerja secara aktif, memotivasi karyawan untuk bekerja serta membuat keputusan dalam rangka mengendalikan kegiatan dan memperbaikan perencanaan bila diperlukan.

Sikula dalam Mangkunegara (2005) mengatakan bahwa: “Perencanaan sumber daya manusia atau perencanaan tenaga kerja didefinisikan sebagai proses menentukan kebutuhan tenaga kerja dan berarti mempertemukan kebutuhan tersebut agar pelaksanaannya berinteraksi dengan rencana organisasi”.

Sedangkan definisi perencanaan SDM menurut Ivancevich (2007) adalah: The

process that helps to provide adequate human resources to achieve future organization objectives. It includes forecasting future needs for employees of various types, comparing these needs with the present workforce, and determining the number or types of employees to be recruited into or phased out of the organization’s employment group. (Suatu proses yang membantu memenuhi SDM yang cukup untuk

mencapai tujuan organisasi di masa yang akan datang. Perencanaan SDM meliputi perkiraan kebutuhan di masa yang akan datang dalam hal pegawai dalam beraneka tipe, membandingkan kebutuhan dengan tenaga kerja saat ini, serta menentukan jumlah atau tipe pegawai yang direkrut atau diberhentikan dari kelompok pegawai organisasi yang bersangkutan).

Menurut Handoko dalam Shara (2008) Perencanaan Sumber Daya Manusia merupakan fungsi utama yang harus dilaksanakan oleh manajemen dalam sebuah organisasi untuk mengambil langkah-langkah tertentu guna menjamin bahwa bagi


(40)

organisasi tersedia tenaga kerja yang tepat waktu dalam rangka mencapai tujuan yang telah dan akan ditetapkan.

Mangku Negara (2005)menyatakan ada Lima komponen model yaitu tujuan sumber daya manusia, perencanaan organisasi, pengauditan SDM, peramalan SDM dan pelaksanaan SDM.

Menurut Gary (2007) perencanaan SDM meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

1. Skill invetory ialah suatu catatan data inventaris secara rinci mengenai karyawan

termasuk catatan pendidikan, pelatihan, penglaman, lama bekerja, posisi kerja sekarang, gaji sekarang dan gambaran sosiodemografik seperti status perkawinan,umur, gender dan gas.

2. Job analysis ialah uraian tugas dan tanggung jawab dari pekerjaan tertentu dan

karakteristik pribadi (pengetahuan dan keterampilan) yang diperlukan untuk menduduki jabatan tertentu agar berprestasi optimal.

3. Replacement chart, ialah suatu diagram yang menggambarkan seluruh jabatan

suatu organisasi, siapa yang menjabat apa saat ini dan siapa yang berpotensi untuk jabatan tersebut di kemudian hari.

4. Expert forecast ialah peramalan yang dibuat oleh para ahli dengan menggunakan

tehnik tertentu didasarkan pada asumsi-asumsi seperti perkembangan organisasi. Perencanaan sumber daya manusia diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat baik bagi unit organisasi maupun bagi pegawai. Manfaat – manfaat tersebut antara lain :


(41)

1. Organisasi dapat memanfaatkan sumber daya manusia yang ada secara lebih baik. Perencanaan sumber daya manusia pun perlu diawali dengan kegiatan inventarisasi tentang sumber daya manusia yang terdapat dalam organisasi.

2. Melalui perencanaan sumber daya manusia yang matang, efektifitas kerja juga dapat lebih ditingkatkan apabila sumber daya manusia yang ada telah sesuai dengan kebutuhan organisasi. Standard Operating Prosedure (SOP) sebagai pedoman yang dimiliki yang meliputi: suasana kerja kondusif, perangkat kerja sesuai dengan tugas masing-masing sumber daya manusia telah tersedia, adanya jaminan keselamatan kerja, semua sistem telah berjalan dengan baik, dapat diterapkan secara baik fungsi organisasi serta penempatan sumber daya manusia telah dihitung berdasarkan kebutuhan dan beban kerja.

3. Produktivitas dapat lebih ditingkatkan apabila memiliki data tantang pengetahuan, pekerjaan, pelatihan yang telah diikuti oleh sumber daya manusia. Dengan mengikutsertakan karyawan dalam berbagai pendidikan dan pelatihan, akan mendorong karyawan untuk meningkatkan produktivitas kerjanya sekaligus meningkatkan kemampuan dan keterampilan sumber daya manusia yang diikuti dengan peningkatan disiplin kerja yang akan menghasilkan sesuatu yang lebih profesional dalam menangani pekerjaan yang berkaitan langsung dengan organisasi.

4. Rencana sumber daya manusia merupakan dasar bagi penyusunan program kerja bagi satuan kerja yang menangani sumber daya manusia dalam organisasi (Rivai, 2004).


(42)

2.1.2. Sistem Perencanaan Sumber Daya Manusia

Berdasarkan buku Rowley dan Jackson (2012) dapat disimpulkan bahwa sistem perencanaan sumber daya manusia terdiri dari empat kegiatan yang saling berhubungan dan terpadu, antara lain :

1. Inventarisasi persediaan sumber daya manusia dilakukan untuk menilai sumber daya yang ada sekarang dan menganalisa penggunaan personalia sekarang.

2. Forecast sumber daya manusia dilakukan untuk memprediksi penawaran dan

pemerintah sumber daya manusia kesehatan diwaktu yang akan datang.

3. Penyusunan rencana-rencana sumber daya manusia, untuk memadukan penawaran dan permintaan personalia dalam perolehan sumber daya manusia yang memiliki kompotensi, penarikan, seleksi, pelatihan, penempatan, transfer, promosi dan pengembangan.

4. Pengawasan dan evaluasi untuk memberikan umpan balik kepada sistem memonitor derajat penyampain tujuan-tujuan dan sarana-sarana perencanaan sember daya manusia .

2.1.3 Fungsi Perencanaan Sumber Daya Manusia

Fungsi Perencanaan SDM menurut Nawawi (2005) adalah untuk memprediksi kondisi tenaga kerja guna memenuhi kebutuhan perusahaan sebagai organisasi yang bersaing dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis sekarang dan di masa mendatang. Oleh karena itu manfaat perencanaan SDM sebagai berikut :


(43)

a. Meningkatkan Sistem Informasi SDM secara terus menerus yang diperlukan dalam memberdayakan SDM secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan perusahaan.

b. Mmeningkatkan pemberdayaan SDM, menyelelaraskan aktivitas SDM dengan sasaran organisasi secara lebih efisien, menghemat tenaga, waktu, biaya serta dapat meningkatkan kecermatan dalam proses penerimaan tenaga kerja, mengembangkan dan menambah informasi SDM.

c. Mempermudah pelaksanaan koordinasi SDM oleh Manajer SDM, dalam usaha memadukan pengelolaan SDM yang merupakan tanggung jawab manajer lainnya, meskipun terbatas pada unit kerja masing-masing.

d. Manfaat jangka panjang memperkirakan kondisi dan kebutuhan pengelolaan SDM dalam jangka waktu 2 sampai 10 tahun mendatang.

e. Manfaat jangka pendek perencanaan untuk posisi/jabatan atau pekerjaan yang lowong pada tahun yang akan datang.

Fungsi perencanaan SDM (Fathoni, 2006) Perencanaan SDM tidak bisa dipercayakan hanya kepada tenaga-tanaga profesional menangani masalah-masalah kepegawaian saja, melainkan harus menyelenggarakan fungsi utama. Keterlibatannya sangat penting dan mutlak karena setiap manajer pada dasarnya merupakan manajer sumber daya manusia.

Sehingga daapat dikatakan bahwa fungsi perencanaan harus mencakup perencanaan SDM untuk satuan kerja yang dipimpinnya, bekerja sama dengan para


(44)

tenaga spesialis yang terdapat dalam satuan tenaga yang mengelola sumber daya manusia dalam organisasi.

2.1.5. Tahapan Perencanaan Sumber Daya Manusia

Menurut Jackson dan Schuler dalam Shara (2008), untuk menuju organisasi yang modern diperlukan langkah-langkah perencanaan SDM yang berkaitan dengan aktivitas SDM meliputi (1) inventarisasi dan analisis data untuk meramalkan permintaan maupun persediaan sumber daya manusia yang diharapkan bagi perencanaan organisasi masa depan, (2) Mengembangkan tujuan perencanaan sumber daya manusia, (3) Merancang dan mengevaluasi program-program yang dapat memudahkan organisasi untuk mencapai tujuan perencanaan sumber daya manusia, (4) Merancang dan mengevaluasi program-program yang sedang berjalan, (5) melihat Kesenjangan dalam perencanaan sumber daya manusia.

2.2 Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan

Dalam Sistim Kesehatan Nasional, terdapat beberapa subsistem yang turut menentukan derajat kesehatan secara nasional yaitu sumber daya manusia (SDM) Kesehatan, upaya kesehatan, pembiayaan, obat dan perbekalan kesehatan, pemberdayaan dan manajemen. Tenaga kesehatan merupakan unsur utama yang mendukung subsistem lainnya. Subsistem sumber daya manusia kesehatan bertujuan pada tersedianya tenaga kesehatan yang bermutu secara mencukupi, terdistribusi dengan adil, serta termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna, untuk


(45)

menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Depkes, 2004).

Upaya penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana merupakan serangkaian kegiatan kesehatan yang mencakup kegiatan pada masa pra bencana meliputi pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, pada masa bencana meliputi tanggap darurat, dan pada masa pasca bencana meliputi pemulihan/rehabilitasi dan rekonstruksi (Depkes RI, 2006).

Sumber daya manusia kesehatan yaitu berbagai jenis tenaga kesehatan klinik maupun nonklinik yang melaksanakan upaya medis dan intervensi kesehatan masyarakat. Kinerja dari sumber daya manusia yang melaksanakan pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, keterampilan dan motivasi yang dimiliki dari sumber daya manusia tersebut. Sumber daya manusia kesehatan memiliki keterkaitan antar masing-masing fungsi suatu organisasi kesehatan dan saling berhubungan diantara fungsi-fungsi tersebut. Untuk mencapai visi dan misi suatu organisasi diperlukan keterampilan dan kemampuan sumber daya manusia yang mampu mendiagnosa permasalahan dan mengintervensi sehingga dapat menemukan penyelesaian dari setiap permasalahan yang menjadi tugas pokok dan fungsi organisasi. Bila tidak dikelola dengan baik maka Sumber daya manusia juga dapat menjadi ancaman bagi pelaksana kebijakan, strategi, program, dan prosedur suatu kegiatan (Depkes RI, 2008)

Sumber Daya Manusia (SDM) kesehatan adalah seseorang yang bekerja secara aktif di bidang kesehatan baik yang memiliki pendidikan formal kesehatan


(46)

maupun tidak yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan dalam melakukan upaya kesehatan. SDM Kesehatan dalam penanganan pengungsi akibat bencana alam perlu dilakukan serangkaian kegiatan perencanaan dan pendayagunaan sehingga mampu bekerja secara aktif di bidang kesehatan dalam melakukan upaya kesehatan pada situasi bencana, serta dibekali minimal pengetahuan umum terkait bencana yang sesuai dengan bidang kerja masing-masing (Depkes RI, 2006).

2.2.1. Masalah SDM Kesehatan yang Dihadapi dalam Penanggulangan Bencana Masalah SDM Kesehatan yang dihadapi dalam penanggulangan krisis akibat bencana di Indonesia (Kemenkes nomor 066, 2006) antara lain:

1. Kurangnya informasi mengenai peta kekuatan SDM Kesehatan di daerah yang terkait dengan bencana.

2. Belum semua tenaga setempat termasuk Puskesmas mampu laksana dalam penanggulangan bencana.

3. Masih sedikit peraturan yang mengatur penempatan SDM Kesehatan di daerah rawan bencana.

4. Distribusi SDM Kesehatan masih belum mengacu pada kerawanan suatu wilayah terhadap bencana.

5. Kurangnya minat SDM Kesehatan untuk bertugas di daerah bencana atau konflik karena tidak adanya jaminan keselamatan dan keamanan.

6. Tidak semua daerah memiliki Tim Reaksi Cepat penanggulangan krisis akibat bencana.


(47)

7. Masih ada daerah yang belum pernah menyelenggarakan pelatihan-pelatihan dalam penanggulangan krisis akibat bencana.

8. Masih ada daerah yang belum pernah menyelenggarakan gladi penanggulangan krisis akibat bencana.

9. Pelayanan kesehatan pada saat kejadian bencana seringkali terhambat karena masalah kekurangan SDM Kesehatan.

10. Butuh waktu lama bagi SDM Kesehatan yang menjadi korban bencana sehingga mengganggu kelancaran pelaksanaan pelayanan kesehatan di daerah bencana.

Sesuai dengan siklus penanggulangan bencana, Kementrian Kesehatan RI Tahun 2006 membagi upaya dalam manajemen SDM kesehatan yang terkait dengan penanggulangan krisis akibat bencana dalam tiga tahap yaitu :

1. Prabencana (pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan)

Penyusunan peta rawan bencana dan peta geomedik sangat penting artinya dalam memperkirakan kemungkinan terjadi bencana, kebutuhan fasilitas pelayanan kesehatan dan ketersediaan SDM kesehatan serta kompetensinya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu :

1) Ancaman (hazard), jenis bahaya bencana apa yang mungkin terjadi. Informasi ini dapat diperoleh dengan melihat keadaan geografis wilayah setempat.

2) Kerentanan (vulnerability), sejauhmana dampak dari bencana terhadap kehidupan masyarakat (khususnya kesehatan). Informasi yang dibutuhkan dalam menilai kerentanan dikaitkan dengan data ketersediaan SDM Kesehatan


(48)

yang dimiliki, contohnya : dokter ahli, dokter umum, perawat, bidan, sanitarian, ahli gizi, dll.

Dalam penyusunan peta rawan bencana sebaiknya dilakukan secara lintas program (melibatkan unit-unit program yang ada di Dinas Kesehatan) dan lintas sektor (melibatkan instansi terkait seperti Pemda, RSU, TNI, POLRI dan Dinas Kesos, PMI, Ormas, LSM, dll). Peta rawan bencana secara berkala dievaluasi kembali dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat.

1) Penyusunan peraturan dan pedoman dalam penanggulangan krisis akibat bencana yang salah satunya terkait dengan penempatan dan

2) Mobilisasi SDM kesehatan.

3) Pemberdayaan tenaga kesehatan disarana kesehatan khususnya Puskesmas dan RS,terutama di daerah rawan bencana.

4) Penyusunan standar ketenagaan, sarana dan pembiayaan.

5) Penempatan tenaga kesehatan disesuaikan dengan situasi wilayah setempat (kerawanan terhadap bencana)

6) Pembentukan Tim Reaksi Cepat (BSB / Brigade Siaga Bencana)

7) Sosialisasi SDM Kesehatan tentang penanggulangan krisis akibat bencana. 8) Pelatihan-pelatihan dan gladi.

9) Pembentukan pusat pelayanan kesehatan terpadu atau PSC (Public Safety

Center) di kabupaten/Kota.

2. Saat bencana (Tanggap Darurat)


(49)

b. Pengorganisasian SDM kesehatan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan. 3. Pasca Bencana (pemulihan/rehabilitasi dan rekonstruksi)

a. Mobilisasi SDM kesehatan sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan b. Pengorganisasian SDM kesehatan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan c. Upaya pemulihan SDM kesehatan yang menjadi korban agar dapat

menjalankan fungsinya kembali.

d. Rekrutmen SDM kesehatan untuk peningkatan upaya penanggulangan krisis akibat bencana pada masa yang akan datang.

e. Program pendampingan bagi petugas kesehatan didaerah bencana 2.2.2. Perencanaan Kebutuhan SDM Kesehatan Bencana

Bencana biasanya terjadi secara tidak terduga dan dapat mengakibatkan jatuhnya korban dalam jumlah besar, diikuti dengan rusaknya infrastruktur. Pada banyak kejadian bencana diikuti dengan terjadinya pengungsian penduduk. Saat bencana terjadi diperlukan tindakan pelayanan kesehatan secara cepat dan tempat untuk mengurangi jumlah korban. Oleh sebab itu kebutuhan SDM untuk penanggulangan masalah kesehatan di daerah bencana perlu memperhatikan hal-hal :

1. Waktu untuk bereaksi yang singkat untuk memberikan pertolongan.

2. Kecepatan dan ketepatan dalam bertindak untuk mengupayakan pertolongan terhadap korban bencana, sehingga jumlah korban dapat diminimalkan.

3. Kondisi penduduk didaerah bencana (geografi, populasi, ekonomi, sosial budaya dan sebagainya).


(50)

5. Kemampuan sumber daya setempat

Menurut buku Pedoman Manajemen Sumber Daya Manusia Kesehatan dalam Penanggulangan Bencana yang dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan tahun 2006. Perencanaan kebutuhan SDM kesehatan dalam penaggulangan krisis akibat bencana mengikuti siklus penanggulangan bencana mulai dari pra, saat dan pasca bencana. Namun yang dianalisa kebutuhannya dalam penelitian ini adalah pada saat bencana

Pada saat terjadi bencana perlu adanya mobilisasi SDM kesehatan yang tergabung dalam suatu tim penanggulangan krisis yang meliputi Tim Gerak Cepat, Tim Penilaian Cepat Kesehatan (Tim RHA), dan Tim Bantuan kesehatan. Sebagai koordinator Tim adalah Kepala Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota (mengacu Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 979 tahun 2001).

Kebutuhan minimal tenaga untuk masing-masing tim tersebut adalah sebagai berikut :

a. Tim Gerak Cepat, merupakan tim yang diharapkan dapat segera bergerak dalam waktu 0-24 jam setelah ada informasi kejadian bencana. Tim Gerak Cepat ini terdiri dari :

1) Pelayanan Medik

a. Dokter Umum / BSB : 1 orang

b. Dokter Spesialis Bedah : 1 orang c. Dokter Spesialis anastesi : 1 orang d. Perawat Mahir(perawat bedah, gawat darurat) : 2 orang


(51)

f. Apoteker/ Asisten Apoteker : 1 orang

g. Sopir Ambulance : 1 orang

2) Surveilans

Epidemiologi / sanitarian : 1 orang

3) Petugas Kominikasi : 1 orang

Tenaga-tenaga diatas harus dibekali minimal pengetahuan umum mengenai bencana yang dikaitkan dengan bidang pekerjaannya masing-masing.

b. Tim RHA, yaitu tim yang bisa diberangkatkan bersamaan dengan Tim Gerak Cepat atau menyusul dalam waktu kurang dari 24 jam. Tim ini minimal terdiri dari

1) Dokter umum : 1 orang

2) Epidemiolog : 1 orang

3) Sanitarian : 1 orang

c. Tim Bantuan kesehatan, yaitu tim yang diberangkatkan berdasarkan kebutuhan setelah tim gerak cepat dan tim RHA kembali dengan laporan hasil kegiatan mereka dilapangan. Tim bantuan kesehatan tersebut terdiri dari:


(52)

Tabel 2.1. Tim Bantuan Kesehatan

No Jenis Tenaga Kompetensi Tenaga

1 Dokter Umun PPGD/GELS/ATLS/ACLS

2 Apoteker dan asisten apoteker Pengelolaan obat dan alkes

3 Perawat ( D3/Sarjana Keperawatan) Emerency Nurcing/PPGD/ BTLS/PONED/PONEK/ICU

4 Perawat mahir Anastesi/emergency nurcing

5 Bidan (D3 kbidanan) APN dan PONED

6 Sanitarian (D3 Kesling/Sarjana Kesmas) Penanganan kualitas air Bersih da kesling

7 Ahli Gizi (D3/D4 Gizi /Sarjana Kesmas) Penanganan gizi darurat 8 Tenagan Surveilans (D3/D4 Kesehatan/

sarjana kesemas)

Surveilens penyakit 9 Entomolog (D3/D4 kesehatan/ Sarjana

Kesmas/ Sarjana Biologi)

Pengendalian vector

Kebutuhan Tenaga Bantuan kesehatan selain dari yang tercantum diatas perlu disesuaikan juga dengan jenis bencana dan kasus yang ada daerah bencana misalnya sebagai berikut :

Tabel 2.2. Kebutuhan Tenaga Bantuan Kesehatan Bencana Gunung Meletus

No Jenis Tenaga Kompetensi Tenaga Jumlah

1

2

3

Dokter Spesialis Bedah umum

Sesuai kebutuhan /rekomend asi tim RHA Penyakit Dalam

Anastesi dan ahli Intensive Care Bedah Plastik

Forensik

Dental Forensik Kesehatan Jiwa

D3 Perawat Mahir Anastesi dan perawat mahir gawat darurat (Emergency Nurcing) dasar dan lanjutan serta perawat mahir jiwa, OK/ICU


(53)

2.2.4. Kebutuhan Jumlah Minimal SDM Kesehatan Berdasarkan Jumlah Penduduk/Pengungsi

Kebutuhan jumlah minimal sumber daya manusia kesehatan untuk penanganan korban bencana adalah sebagai berikut :

Jumlah kebutuhan SDM kesehatan dilapangan untuk jumlah penduduk/ pengungsi antara 10.000 – 20.000 orang.

- Dokter umum : 4 orang

- Perawat : 10-20 orang

- Bidan : 8-16 orang

- Apoteker : 2 orang

- Asisten apoteker : 4 orang - Pranata Labolatorium : 2 orang

- Epidemiolog : 2 orang

- Entomolog : 2 orang

- Sanianitarian : 4-8 orang

Untuk pelayanan kesehatan bagi pengungsi dengan jumlah sampai 5000 orang: - Pelayanan 24 jam, kebutuhan tenaga yang diusulkan sebagai berikut, dokter 2

orang, perawat 6 orang, bidan 2 orang, sanitarian 1 orang, gizi 1 orang, asisten apoteker 2 orang dan administrasi 1 orang.

Pelayanan 8 jam, kebutuhan tenaga yang diusulkan sebagai berikut : dokter 1 orang, perawat 2 orang, bidan 1 orang, sanitarian 1 orang, gizi 1 orang (Depkes RI, 2006).


(54)

2.2.4. Pendayagunaan Tenaga SDM Kesehatan

Menurut buku pedoman manajemen sumber daya manusia (SDM) kesehatan dalam penanggulangan bencana yang dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan RI tahun 2006 mengatakan bahwa pendayagunaan tenaga SDM kesehatan meliputi: 1. Distribusi

Distribusi dalam rangka penempatan SDM kesehatan ditujukan untuk antisipasi pemenuhan kebutuhan minimal tenaga pada pelayanan kesehatan akibat bencana. Penanggung jawab dalam pendistribusikan SDM kesehatan untuk tingkat Provinsi dan Kabupaten / Kota adalah Kepala Dinas Kesehatan

2. Mobilisasi

Mobilisasi SDM kesehatan dilakukan dalam rangka pemenuhan kebutuhan SDM kesehatan pada saat dan pasca bencana bila :

a. Masalah kesehatan yang timbul akibat bencana tidak dapat diselesaikan oleh daerah tersebut sehingga memerlukan bantuan dari daerah lain/ regional

b. Masalah kesehatan yang timbul akibat bencana seluruhnya tidak dapat diselesaikan oleh daerah tersebut sehingga memerlukan bantuan dari regional dan nasional

Langkah-langkah moilisasi yang dilakukan :

a. Menyiagakan SDM kesehatan untuk ditugaskan ke wilaah yang terkena bencana


(55)

b. Menginformasikan kejadian bencana dan meminta bantuan melalui : 1) Jalur administrasi/Depdagri

( Puskesmas – Camat – Bupati – Gubernur – Mendagri) 2) Jalur administrasi/Depkes

(Puskesmas – Dinkes kabupaten/Kota –Dinkes Provinsi – Depkes) 3) Jalur Rujukan Medik

(Puskesmas – RS Kab/Kota – RS Provinsi – RS rujukan wilayah – Ditjen Bina Yanmed/Depkes)

Setiap provinsi dan kabupaten/kota diharapkan telah memiliki Public Safety Centre (PSC) dan tim penanggulangan krisis akibat bancana yang terdiri dari tim RHA, Tim Gerak Cepat dan Tim Bantuan Kesehatan, Hal ini untuk memudahkan pelaksanaan mobilisasi SDM kesehatan pada saat kejadian bencana.Kepala Dinas kesehatan setempat bertindak sebagai penanggung jawab pelaksana mobilisasi SDM kesehatan di wilayah kerjanya.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa distribusi SDM kesehatan dalam penanggulangan krisis akibat bencana harus sesuai dengan kebutuhan minimal tenaga dan pelayanan kesehatan akibat bencana dibawah tanggung jawab Kepala Dinas Kesehatan setempat. Mobilisasi SDM kesehatan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan SDM kesehatan di lokasi bencana jika masalah kesehatan yang muncul akibat bencana tidak bisa diselesaikan oleh pemerintah daerah setempat.


(56)

2.2.5. Peningkatan dan Pengembangan Tenaga Kesehatan

Peningkatan dan pengembangan SDM Kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan untuk penanggulangan bencana. SDM kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan tugasnya secara professional melalui pembinaan yang dilaksanakan secara teratur dan berkesinambungan. Diharapkan kinerja SDM kesehatan dapat meningkat lebih baik. Pembinaan dilaksanakan dengan cara sebagai berikut :

1. Supervisi dan bimbingan teknis secara terpadu untuk menyelesaikan masalah. 2. Pendidikan formal dalam bidang penanggulangan bencana

3. Pelatihan/kursus mengenai teknis medis dan penanggulangan bencana

4. Melakukan gladi posko secara terstruktur, terprogram, terarah dan terkendali serta berkala

5. Pertemuan ilmiah (seminar, workshop, dll)

6. Pembahasan masalah pada rapat intern dalam lingkup kesehatan ataupun secara terpadu lintas sector di berbagai tingkat administrative

Dalam upaya peningkatan kompetensi SDM kesehatan dalam penanggulangan krisis akibat bencana dibutuhkan pelatihan-pelatihan sbb:

1. Pelatihan untuk perawat lapangan (puskesmas) dilokasi pengungsian dan daerah potensial terjadi bencana :

a. Keperawatan kesmas (CHN) khusus untuk masalah kesehatan pengungsi b. Keperwatan gawat darurat dasar (emergency Nurcing)


(57)

d. Penanggulangan kekerasan terhadap perempuan dan anak e. Manajemen penanggulangan krisis akibat bencana (PK-AB) 2. Pelatihan untuk perwat di fasilitas rujukan/RS

a. Keperawatan gawat darurat dasar dan lanjutan (PPGD dan BTLS) b. Keperawatan ICU

c. Keperawatan jiwa d. Keperawatan OK

e. Manajemen keperawatan di RS f. Standar precaution

g. Mahir anastesi h. PONEK

3. Kesehatan reproduksi

a. PONED untuk dokter, bidan dan perawat

b. Pelatihan penanggulangan kekerasan terhadap perempuan dan anak untuk dokter, perawat dan bidan

4. Gizi

a. Penanggulangan masalah gizi dalam keadaan darurat untuk petugas gizi b. Surveilen gizi untuk petugas gizi

c. Konselor gizi untuk petugas gizi d. Tatalaksana gizi buruk

5. Pelayanan medik


(58)

b. APRC untuk dokter

c. Dental Forensik untuk dokter gigi d. DVI untuk dokter dan dokter gigi

e. PONEK untuk dokter spesialis Obgyn RS f. ATLS untuk dokter

g. ACLS untuk dokter

h. BLS untuk SDM Kesehatan 6. Pelayanan penunjang medic :

a. pelatihan fisiotrapi

b. Pelatihan labkes untuk pranata labkes c. Pelatihan untuk radiographer.

7. Pelayanan kefarmasian :

a. perencanaan dan pengelolaan obat terpadu b. pengelolaan obat kabupaten/Kota

c. pengelolaan obat puskesmas

d. pemanfaatan data Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) e. Pelatihan system informasi dan inventarisasi obat bantuan.

8. Manajemen penanggulangan krisis :

a. pelatihan manajemen penanggulangan krisis akibat bencana

b. Pelatihan manajemen penanggulangan krisis pada kedaruratan komplek, c. Public Health In Complek Emergency Course


(59)

e. Pelatihan radio komunikasi.

9. Pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan :

a. pelatihan/kursus dalam dan luar negeri (Public Health On Disaster

Manajement)

b. Pelatihan surveilans epidemiologi dalam keaadaan bencana

c. Pelatihan kesiapsiagaan penanggulangan bencana di Regional center, d. Pelatihan RHA dan Rapid Respon sanitasi darurat

e. Pelatihan asisten dan k o-asisten entomologi f. Pelatihan Ahli Epidemiologi Lapangan (PAEL)

2.3 Kompetensi Sumber Daya Manusia Kesehatan 2.3.1 Pengertian Kompetensi

Menurut Sutrisno (2009) kompetensi merupakan gabungan dari pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dimiliki individu dan tertuang dalam kebiasaan berpikir serta bertindak dan sudah menjadi bagian dari dirinya sehingga mampu melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.

Kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki seseorang berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatan, sehingga tugas dan jabatan dilakukan secara profesional, efektif dan efisien (Departemen Kesehatan, 2008). Kompetensi adalah karakteristik yang mendasari individu dalam melaksanakan tindakan cerdas dan efektif, penuh tanggung jawab sebagai syarat untuk dianggap mampu dan memiliki hubungan kausal atau


(60)

sebab akibat dengan kriteria yang dijadikan pedoman atau kemampuan untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang dilandasi atas keterampilan dan pegetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang mesti dimiliki oleh seorang bidan dalam praktek kebidanan di berbagai pelayanan kesehatan secara aman dan bertanggung jawab sesuai dengan standar sebagai syrarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat (Elfindri, 2011).

Menurut Saifuddin (2004) mendefinisikan bahwa seorang dikatakan berkompeten apabila orang tersebut yang dengan keterampilannya mampu mengerjakan pekerjaan dengan mudah, cepat, intuitif dan sangat jarang atau tidak pernah membuat kesalahan. Dapat dikatakkan bahwa kompetensi adalah keahlian dan karakteristik dasar seseorang yang merupakan kompilasi dari pengetahuan, keterampilan serta sikap yang tertuang dalam bentuk tindakan kinerja optimal dalam melkukan pekerjaanya.

2.3.2 Indikator Kompetensi Sumber Daya Manusia

Menurut Hutapea dan Nurianna (2008), indikator kompetensi yaitu : (a) pengetahuan yang berhubungan dengan pekerjaan pada bidangnya masing-masing yang menyangkut tugas dan tanggung jawabnya dalam bekerja, berkaitan dengan peraturan, prosedur, teknik yang baru dalam oragisasi, mengetahui bagaimana menggunakan informasi, peralatan, dan taknik yang tepat dan benar. (b) keterampilan dan (c) sikap kerja yaitu berkreativitas dalam bekerja.

Dalam konsep kompetensi harus ada “Kriteria Pembanding” (Criterion


(61)

buruknya prestasi kerja seseorang. Kompetensi adalah karateristik dasar seseorang yang ada hubungan sebab-akibatnya dengan kinerja optimal yang telah dilakukannya. Ulrich mengemukakan bahwa kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan atau kemampuan individu yang diperagakan (Hutapea, 2008).

Dari uraian di atas dapat dijelaskan teori tentang pengetahuan, sikap dan keterampilan sebagai berikut:

1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan akumulasi hasil proses belajar baik yang diperoleh secara formal maupun non formal yang memberikan kontribusi pada seseorang didalam penyelesaian masalah, daya cipta, termasuk dalam penyelesaian pekerjaan. Dengan pengetahuan yang luas dan pendidikan yang tinggi seorang akan mampu menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan produktif (Sedarmayanti, 2009 dan Yuniarsih, 2008).

Menurut Tjakraatmadja (2006), pengetahuan adalah informasi yang terstruktur dan terpakai secara merata dan digunakan untuk memberikan arahan agar terjadi proses transformasi (proses kerja) yang efisien dan efektif, sekaligus informasi itu dibutuhkan untuk pengendalian output. Pengetahuan memiliki karakteristik yaitu : (1) Pengetahuan tersimpan dalam otak manusia, yang tersusun dari pengamatan dan pengalaman masa lalunya, yang direkam dan disimpan dalam neuron-neuron di otaknya, (2) Orang yang memiliki banyak pengetahuan adalah orang yang memiliki neuron aktif dalam jumlah banyak, (3) Pengetahuan manusia akan terbentuk jika struktur informasi yang dimiliki dalam neuron-neuronnya cukup untuk memahami


(62)

makna akan sebuah masalah yang dihadapi, (4) Berpikir adalah suatu proses dalam membentuk pengetahuan yang ditentukan oleh struktur informasi yang dimilikinya.

Menurut Prihadi (2004) pengetahuan adalah infomasi yang didapat manusia dari media mana saja yang secara khusus disimpan di otak. Pengetahuan itu sendiri dapat dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu informasi faktual dan informasi konseptual. Pengetahuan faktual terdiri dari dua bagian yaitu (1) mengetahui fakta, obyek, peristiwa dan nama, serta (2) mengetahui apa yang harus dilakukan dalam situasi tertentu (mengetahui prosedur). Demikian pula pengetahuan konseptual juga terdiri atas dua bagian, (1) Konsep, yakni mengerti tentang konsep konkrit (utama) yaitu kata yang mendefenisikan kelas khusus dari obyek yang nyata atau dapat secara langsung ditunjukkan keberadaannya, mengerti tentang konsep yang didefinisikan dan mengerti tentang konsep sistem/skema, (2) Prinsip, yakni mengerti tentang prinsip alam, mengerti tentang prinsip aksi/tindakan dan mengerti tentang sistem aturan.

Dalam proses pengambilan keputusan, pengetahuan berfungsi untuk menentukan konsekuensi-konsekuensi yang melekat pada altenatif-alternatif yang ada. Pengetahuan menjadi alat untuk mengelaborasi permasalahaan yang ada, alternatif-alternatif penyelesaian dan konsekuensi-konsekuensi yang melekat pada masing-masing alternatif. Begitu pentingnya pengetahuan bagi organisasi sehingga memunculkan konsep manajemen pengetahuan. Menurut Sangkala (2007) kesadaran untuk menerapkan pendekatan manajemen pengetahuan ke dalam strategi sangat


(63)

diperlukan karena terbukti organisasi yang menjadikan sumber daya pengetahuan sebagai aset utamanya senantiasa mampu mendorong organisasi untuk lebih inovatif.

Davenport dan Prusak dalam Munir (2008) menyebutkan beberapa komponen kunci dari pengetahuan yaitu : (1) Experience, pengalaman merujuk pada apa yang pernah dilakukan dan dialami di masa lalu, (2) Ground Truth, merujuk pada pengetahuan mengenai apa yang terjadi dan apa yang tidak terjadi, (3) Judgement, kemampuan untuk menalar suatu situasi dan informasi sehingga membentuk pengetahuan baru, (4) Rule of thumb and intuition, dan (5) Values and beliefs.

Dari beberapa teori yang telah dikemukakan di atas, maka pengertian pengetahuan adalah segala informasi yang tersimpan dalam ingatan pikiran atau otak manusia, yang memungkinkan dapat mengeluarkan infomasi itu serta bermanfaat untuk menyelesaikan masalah atau memberi jawaban atas pertanyaan yang muncul dalam kehidupan manusia.

Pengetahuan bisa didapat dari pengalaman pribadi maupun orang lain. Misalnya seorang tenaga kesehatan akan selalu menggunakan sarana radio komunikasi, sejak dia tau bahwa sarana komunikasi seluler selalu sulit digunakan pada awal terjadinya bencana.

2. Sikap

Istilah sikap (attitude) pertama kali diungkapkan oleh Herbert Spencer pada tahun 1862 yang diartikan sebagai status mental seseorang (Azwar, 2004). Sikap adalah kecenderungan yang dipelajari dalam berperilaku secara terus menerus


(64)

menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap suatu objek tertentu (Schiffman, 2004).

Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak terhadap obyek tertentu. Kecenderungan bersifat mendekati atau menjauhi suatu obyek (orang, benda, ide, lingkungan, dan lain-lain), yang didasari pada perasaan penilaian individu yang bersangkutan terhadap obyek tersebut. Perasaan tersebut dapat berupa suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju terhadap obyek dimaksud (Djaali 2008).

Kecenderungan seseorang dalam bertingkahlaku yang dapat dijadikan indikator sikap kerja, yaitu : (1) hasrat ingin tahu terhadap apa saja yang ada disekitarnya, (2) respek kepada fakta dimana seseorang selalu merasa tidak puas dengan penjelasan tanpa fakta yang mendukung, (3) fleksibel dalam berpikir dan bertindak adalah sifat yang tidak kaku, moderat, kompromis, dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan, (4) berpikir kritis, tidak mau mengikuti sesuatu tanpa pemikiran rasional dan kritis, (5) peka terhadap kehidupan/lingkungan yang berarti seorang pekerja sensitif terhadap apa saja yang terjadi disekitarnya (Djaali, 2008).

Menurut Robbins (2007) sikap merupakan pernyataan evaluatif baik dinginkan atau tidak diinginkan tentang suatu obyek, orang, atau peristiwa. Sikap memiliki peran penting dalam sebuah organisasi karena mempengaruhi perilaku orang ketika bekerja. Sikap yang berkaitan dengan pekerjaan membuka jalan evaluasi positif atau negatif yang dipegang oleh para karyawan terhadap aspek-aspek lingkungan kerja meraka. Penelitian organizational behavior fokus pada tiga sikap: (1) kepuasan kerja yang merujuk pada sikap umum individu terhadap pekerjaanya.


(65)

(2) keterlibatan kerja, tingkat dimana seseorang mengaitkan dirinya ke pekerjaannya, secara aktif berpartisipasi di dalamnya, dan menganggap kinerjanya penting bagi nilai dirinya. (3) komitmen keorganisasian, keadaan dimana karyawan mengakitkan dirinya ke organisasi tertentu dan sasaraan-sasarannya, serta berharap mempertahankan keanggotaan dalam organisasi itu.

Berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan di atas, sikap dapat diartikan sebagai kecenderungan seseorang terhadap obyek tertentu, bisa berupa menyukai atau tidak menyukai obyek tersebut. Sikap dalam lingkungan kerja dapat diukur dengan indikator, yaitu : (1) tingkat kehadiran, (2) rasa ingin tahu, (3) ingin berperan dalam pekerjaan, (4) sikap terbuka, dan (5) kedisiplinan.

3. Keterampilan

Keterampilan atau kemampuan dan penguasaan teknik operasional mengenai bidang tertentu, yang bersifat kekaryaan. Keterampilan diperoleh melalui proses belajar dan berlatih. Keterampilan berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan atau menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat teknik, seperti keterampilan mengoperasikan perahu karet, keterampilan mengoperasikan rumah sakit lapangan, dan lain-lain. Dengan keterampilan yang dimiliki seorang sumber daya manusia diharapkan mampu menyelesaikan pekerjaan secara produktif (Yuniarsih, 2008).

Keterampilan sangat besar perannya dalam meningkatkan produktivitas, oleh sebab itu perlu dilakukan berbagai upaya untuk memantapkan sikap mental serta meningkatkan keterampilan sumber daya manusia, guna mewujudkan produktivitas


(66)

kerja (Sedarmayanti, 2009). Pada aspek tertentu bila sumber daya manusia semakin terampil, maka akan lebih mampu bekerja menggunakan fasilitas kerja dengan baik. Sumber daya manusia tersebut akan menjadi lebih terampil apabila mempunyai kecakapan dan yang cukup.

Menurut Chatab (2007), kemampuan setiap pekerja atau individu dapat dikategirikan dalam tiga kelompok keterampilan dasar, yaitu : (1) keterampilan

teknis (technical skill) yang berhubungan dengan aktifitas pelaksanaan pekerjaan; (2) keterampilan konseptual (conceptual skill) yang dapat dibedakan atas : (a)

kecerdasan (intellegence) yaitu kapasitas individu untuk menangkap permasalahan secara menyeluruh dan memahami kaitan antara variabel dan (b) insiatif yaitu kapasitas untuk menemukan hal-hal yang baru; (3) keterampilan perilaku individu dalam berinteraksi (human skill), yaitu kemampuan untuk bekerja dalam sebuah tim.

Keterampilan yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan organisasi terbilang kompleks dan multi dimensi. Daft (2007) membuat tiga kategori keterampilan yang diperlukan untuk mengelola organisasi yaitu :

a. Keterampilan konseptual (conceptual skill), merupakan keterampilan yang melibatkan pemikiran manajer, pengolahan informasi, dan kemampuan perencanaan. Keterampilan ini membutuhkan pengetahuan yang menyeluruh tentang organisasi dan bagaimana organisasi berada dalam lingkungan masyarakat, industri, serta sosial yang lebih luas. Ini berarti kemampuan untuk berpikir strategis, pandangan yang lebih luas dan jangka panjang;


(67)

b. Keterampilan manusia (human skill) adalah keterampilan untuk bekerja dengan dan melalui orang lain, serta secara efektif sebagai anggota kelompok. Keterampilan ini terlihat dari cara berhubungan dengan orang lain, termasuk kemampuan untuk memotivasi, memfasilitasi, mengkoordinasi, memimpin, berkomunikasi, dan menyelesaikan konflik.

c. Keterampilan Teknis (technical skill) adalah keterampilan dalam melaksanakan tugas tertentu. Keterampilan teknis mencakup penguasaan metode, teknik, dan peralatan yang digunakaan di dalam fungsi tertentu seperti rekayasa, manufaktur, teknologi informasi, program komputer, atau keuangan.

Dalam meningkatkan kemampuan/kompetensi tenaga kesehatan yang terlibat dalam penanganan bencana, diperlukan pelatihan yang bersifat teknik medis antara lain Advanced Traumatic Life Support (ATLS)/Pelatihan Penanganan Trauma Tingkat Lanjut, Advanced Cardiology Life Support (ACLS)/Pelatihan Penanganan Jantung Tingkat Lanjut, Basic Traumatic Life Support (BTLS)/Pelatihan Penanganan Trauma Tingkat Dasar, Basic Life Support (BLS)/Pelatihan Bantuan Hidup Tingkat Dasar, Pelatihan Keperawatan Gawat Darurat Dasar (Emergency Nursing), PPGD/GELS (General Emergency Life Support/pelatihan Penanganan Gawat Darurat). Pelatihan ini umumnya diikuti oleh tenaga medis seperti dokter dan perawat agar mampu memberikan pelayanan kesehatan bagi korban atau pengungsi yang diakibatkan bencana. Disamping pelatihan teknik medis ada juga pelatihan yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat seperti pelatihan pelayanan gizi darurat,


(1)

DLampiran 7

FOTO PENGUMPULAN DATA RISET DI POS PELAYANAN KESEHATAN PENGUNGSI ERUPSI GUNUNG SINABUNG KABUPATEN KARO TAHUN

2013/2014


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)