Analisis SDM Kesehatan Berdasarkan Kualitas

telah tersedia, adanya jaminan keselamatan kerja, semua sistem telah berjalan dengan baik, dapat diterapkan secara baik apabila fungsi organisasi serta penempatan sumber daya manusia telah dihitung berdasarkan kebutuhan dan beban kerja. Bila merujuk pada pedoman SDM kesehatan kementerian kesehatan kekurangan SDM kesehatan khususnya dokter di setiap pos termasuk cukup tinggi, bila dokter terdistribusi ke pos-pos pengungsi maka tidak hanya pelayanan kesehatan di pengungsian yang terhambat, pelayanan kesehatan yang berjalan seperti biasa di puskesmas juga akan mengalami hambatan. Hal ini menuntut Dinas Kesehatan untuk mencari alternative dengan cara menambah SDM kesehatan untuk mengisi pos pengungsian dengan berkejasama dengan tim pendampingan yang dibentuk provinsi, atau mengkordinir relawan-relawan dengan basis kesehatan untuk menjaga pos kesehatan di pengungsian. Hal ini sejalan menurut Pinkowski 2008 bahwa tenaga sularelawan secara prinsip yang berasal dari institusi terpercaya seharusnya diantispasi, di rencanakan dan diatur pemberdayaanya agar lebih maksimal dan terkodinir.

5.2. Analisis SDM Kesehatan Berdasarkan Kualitas

Bila melihat ketersediaan yang dimiliki hampir semua SDM kesehatan yang tersedia memenuhi perkiraan sesuai dengan pedoman manajemen SDM kesehatan dalam penanggulangan bencana, akan tetapi bila melihat realitas pelayanan yang terjadi di setiap pengungsian dengan ketersediaan terlihat ada bias. Bias ini sangat dipengaruhi oleh kualitas SDM kesehatan yang bersangkutan. Tenaga dokter yang Universitas Sumatera Utara sangat berlebih ternyata belum maksimal bertugas secara langsung di pos yang sudah ditentukan, sehingga peran-peran tersebut banyak dilakukan oleh petugas non dokter. Kualitas ini sangat dipengaruhi oleh motivasi tenaga kesehatan yang bersangkutan, baik motivasi internal maupun motivasi yang bersifat eksternal. Tenaga kesehatan akan berada di pos pengungsian bila ada faktor dorong dalam konteks ini faktor dorong berasal dari pemimpin institusi. Jumlah yang cukup harus diimbangi dengan kesiapan SDM kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan, kesiapan memberikan pelayanan juga sangat bergantung pada motivasi SDM kesehatan yang bersangkutan. Dalam konteks lain, selain kuantitas SDM kesehatan yang tersedia melebihi standar perencanaan SDM kesehatan, tetapi kualitas SDM kesehatan masih terbatas untuk beberapa hal. Keterbatasan jumlah mempengaruhi jenis maupun kompetensi SDM kesehatan pada pos kesehatan pengungsi, sehingga pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di pengungsian masih bersifat kuratif saja atau hanya berorientasi kepada pengobatan penyakit. Upaya pencegahan penyakit atau preventifnya melalui promosi kesehatan terlihat masih kurang. Meskipun Dinas Kesehatan bekerjasama dengan BTKL telah melakukan pemeriksaan kualitas air bersih dan penyaringan udara. Hal ini seperti yang terlihat pada observasi langsung kondisi kebersihan lingkungan pengungsi rendah, dimana kesadaran pengungsi juga rendah untuk menjaga kebersihan. Dari 9 jenis tenaga kesehatan, enam tenaga kesehatan yang tersedia hampir semuanya berfokus pada pelayanan yang bersifat kuratif, sedangkan pelayanan yang Universitas Sumatera Utara membutuhkan tenaga kesehatan bersifat preventif seperti surveilans, sanitasi, ahli gizi dan Entomolog bahkan hampir tidak ada, sehingga pelayanan yang terjadi cenderung bersifat kuratif. Padahal keberadaan pengungsi sudah lebih dari 2 bulan, artinya upaya-upaya yang bersifat promotif seharusnya bisa menjadi prioritas. Selain kompetensi di atas, kompetensi lainnya yang merupakan syarat untuk pembentukan SDM kesehatan bencana adalah, pemahaman tentang penanganan bencana. Pemahaman ini didapatkan melalui pendidikan dan pelatihan, berdasarkan hasil penelitian Dinas Kesehatan Kabupaten Karo belum pernah mengadakan pelatihan penanggulangan bencana, sehingga pemahaman tentang penanggulangan bencana SDM kesehatan diragukan. Pemahaman tentang penanggulangan bencana akan lebih memudahkan SDM kesehatan guna meningkatkan kesiapsiagaan dalam mengintegrasikan kompetensinya terhadap pelayanan kesehatan khusus di pengungsian, karena ada perbedaan antara pelayanan pada kondisi tidak terjadi bencana dengan pelayanan pada kondisi bencana. Hal ini sejalan dengan penelitian Dewi 2010 bahwa kesiapsiagaan SDM kesehatan akan meningkat 2,5 kali pada tenaga kesehatan yang mendapatkan pelatihan manajemen bencana dibandingkan tenaga kesehatan yang tidak mendapatkan pelatihan. Kondisi juga sesuai dengan pendapat Rivai 2004 bahwa produktivitas dapat lebih ditingkatkan apabila memiliki data tentang pengetahuan, pekerjaan, pelatihan yang telah diikuti oleh sumber daya manusia. Dengan mengikutsertakan pegawai dalam berbagai pendidikan dan pelatihan, akan mendorong karyawan untuk Universitas Sumatera Utara meningkatkan produktivitas kerjanya. Pelatihan yang diberikan akan dapat meningkatkan ketrampilan dari SDM kesehatan, sehingga bila ketrampilan sudah dimiliki maka produktivitas dalam penanggulangan bencana akan lebih baik. Hal ini sesuai menurut Sedarmayanti 2009 yang menyatakan bahwa keterampilan sangat besar perannya dalam meningkatkan produktivitas, oleh sebab itu perlu dilakukan berbagai upaya untuk memantapkan sikap mental serta meningkatkan keterampilan sumber daya manusia, guna mewujudkan produktivitas kerja.

5.3. Analisis Koordinasi SDM Kesehatan