Tingkat Kecukupan Energi dan Kejadian Anemia Tingkat Kecukupan Protein dan Kejadian Anemia

5.2.1. Tingkat Kecukupan Energi dan Kejadian Anemia

Tingkat kecukupan energi cukup dan tidak anemia sebesar 27, sedangkan yang memiliki tingkat kecukupan energi tidak cukup dan tidak anemia sebanyak 18,4. Hasil analisis menggunakan uji Chi-Square diperoleh p-value sebesar 0,284 p-value 0.05, yang berarti bahwa tingkat kecukupan energi tidak berpengaruh signifikan terhadap kejadian anemia pada eks penderita kusta. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Sulistyorini 2006 yang menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan energi dengan kadar hemoglobin pada anak sekolah dasar di SDN Ngreco II Kabupaten Pacitan. Tidak adanya pengaruh yang signifikan antara tingkat kecukupan energi dengan kejadian anemia pada eks penderita kusta dapat disebabkan karena asupan energi yang diperoleh sebagian besar berasal dari pangan sumber karbohidrat sehingga tidak memberikan sumbangan zat besi dalam jumlah besar. Sebagaimana diketahui bahwa pangan yang memberikan kontribusi lebih banyak dalam hubungannya dengan status anemia adalah zat besi. Zat gizi besi merupakan kelompok mineral yang diperlukan, sebagai inti dari hemoglobin, unsur utama sel darah merah. Berdasarkan hasil food recall 24 jam diperoleh gambaran tingkat kecukupan zat gizi yang dapat dijelaskan bahwa rata-rata tingkat kecukupan energi sebesar 2030 kkal. Dimana sebagian besar 44,7 memiliki tingkat kecukupan energi kategori sedang, dan hanya sebanyak 11,6 tingkat kecukupan energi kategori baik. Rendahnya tingkat kecukupan energi disebabkan karena rendahnya jumlah dan Universitas Sumatera Utara kualitas sumber energi yang dikonsumsi terutama beras. Hal ini dikarenakan beras yang mereka dapatkan atau dibeli memiliki kualitas rendah atau tergolong beras miskin raskin. Sumber energi yang bisa mereka konsumsi selain beras adalah jagung dan ubi yang seharusnya dapat mereka tanam sendiri.

5.2.2. Tingkat Kecukupan Protein dan Kejadian Anemia

Sebanyak 35,6 memiliki tingkat kecukupan protein cukup dan tidak mengalami anemia, sedangkan yang memiliki tingkat kecukupan protein tidak cukup dan tidak anemia hanya sebesar 9,4. Hasil analisis menggunakan uji Chi-Square diperoleh p-value sebesar 0,001 p-value ≤ 0.05, yang berarti bahwa tingkat kecukupan protein berpengaruh signifikan terhadap kejadian anemia pada eks penderita kusta. Hasil penelitian ini dapat mendukung penelitian Sulistyorini 2006 yang menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara asupan protein dengan kadar hemoglobin. Menurut Almatsier 2002, tingkat konsumsi protein perlu diperhatikan karena semakin rendah tingkat konsumsi protein maka semakin cenderung untuk menderita anemia. Protein berfungsi dalam pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh. Hemoglobin, pigmen darah yang berwarna merah dan berfungsi sebagai pengangkut oksigen dan karbon dioksida adalah ikatan protein. Protein juga berperan dalam proses pengangkutan zat-zat gizi termasuk besi dari saluran cerna ke dalam darah, dari darah ke jaringan-jaringan, dan melalui membran sel ke dalam sel-sel. Universitas Sumatera Utara Sehingga apabila kekurangan protein akan menyebabkan gangguan pada absorpsi dan transportasi zat-zat gizi. Kekurangan asupan protein dari makanan juga dapat menyebabkan sintesa protein di dalam darah akan terganggu. Dalam darah atau cairan tubuh lain zat besi ditransportasikan oleh protein yang disebut transferrin. Transferrin akan membawa zat besi dalam darah yang akan digunakan pada sintesa hemoglobin. Apabila kadar transferrin dalam darah menurun maka transportasi zat besi tidak dapat berjalan dengan baik dan pada akhirnya kadar hemoglobin dalam darah juga menurun Arisman, 2004. Protein merupakan senyawa yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi dalam tubuh. Bahan pangan yang mempunyai kualitas protein yang baik adalah bahan pangan yang berasal dari hewani, hal ini dikarenakan kandungan protein dari pangan hewani lebih tinggi jika dibandingkan dengan pangan nabati. Selain itu, bahan pangan hewani merupakan bahan pangan dengan daya absorpsi zat besi yang baik. Namun, bahan pangan sumber protein yang sering dikonsumsi oleh responden merupakan bahan pangan nabati yang mempunyai daya serap zat besi rendah seperti tahu dan tempe Arisman, 2004.

5.2.3. Tingkat Kecukupan Zat Besi dan Kejadian Anemia