Sebagaimana yang di kutip Oleh Sudarsono tentang definisi hukum waris yag didefinisikan oleh Ali Affandi, bahwa hukum waris adalah suatu rangkaian
ketentuan-ketentuan dimana berhubungan dengan meninggalnya seseorang, akibatnya didalam bidang kebendaan, diatur, yaitu: akibat dari beralihnya harta peninggalan
dari seorang yang meninggal, kepada ahli waris baik di dalam hubungannya antara mereka sendiri, maupun dengan pihak ketiga.
6
B. Dasar Hukum dan Sumber Hukum Kewarisan
1. Dasar Hukum Kewarisan dalam Fikih Dasar dan sumber utama dari hukum Islam fikih, sebagai hukum agama
Islam adalah nash atau teks yang terdapat dalam al-Quran dan Sunnah Nabi, ayat- ayat al-Quran dan Sunnah-sunnah Nabi yang secara langsung mengatur kewarisan
dan juga ijtihad para ulama. Berikut ini adalah beberapa dasar hukum:
7
a. Al-Quran, merupakan sebagian besar sumber hukum waris yang banyak menjelaskan ketentuan-ketentuan fard tiap-tiap ahli waris, seperti yang tercamtum
dalam Surat An-Nisa ayat 7, 11, 12, 176 dan surat-surat lainnya.
8
Q.S. An-Nisa ayat 7 adalah sebagai berikut:
6
Sudarsono, Hukum Waris dan Sistem Bilateral, Jakarta: Rineka Cipta, 1991, hal. 11-12.
7
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, hal.7.
8
Dian Khairul Umam, Fiqih Mawaris, hal. 15.
Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian pula dari harta peninggalan
ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan Q.S. An-Nisa ayat 7.
Q.S. An-Nisa ayat 11 adalah sebagai berikut:
Allah mensyariatkan bagimu tentang pembagian pusaka untuk anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak
perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang
saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu
mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya saja, Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu
mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. Pembagian- pembagian tersebut di atas sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau dan sesudah
dibayar hutangnya. Tentang orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat banyak manfaatnya bagimu.
ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Q.S. An-Nisa ayat 176 adalah sebagai berikut:
Mereka meminta fatwa kepadamu tentang kalalah. Katakanlah: Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah yaitu: jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak
mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, Maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-
laki mempusakai seluruh harta saudara perempuan, jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, Maka bagi keduanya dua pertiga dari
harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. dan jika mereka ahli waris itu terdiri dari saudara-saudara laki dan perempuan, Maka bahagian seorang saudara laki-
laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan hukum ini kepadamu, supaya kamu tidak sesat. dan Allah Maha mengetahui segala
sesuatu.
Ayat-ayat diatas adalah ayat yang menjelaskan langsung tentang kewarisan dan masih ada banyak lagi ayat-ayat yang berkenaan dengan kewarisan yang
dijadikan sebagai sumber dan juga dasar hukum kewarisan. b. Hadis, yaitu hadis-hadis yang berkenaan dengan hukum waris.
Hadis Nabi yang mengatur tentang kewarisan adalah sebagai berikut: Hadis Dari Muhammad Abdullah Ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhori:
ِْﻦَﻋ ِا
ِﻦْﺑ ٍسﺎﱠﺒَﻋ
َر ِﺿ
َﻲ ُﷲا
َﻋ ْﻨُﮫ
ِﻦَﻋ ﱠﻲِﺒﱠﻨﻟَا
َﺻ ّﻠ
َﻰ ُﷲا
َﻋ َﻠْﯿ
ِﮫ َو
َﺳ ًﻠَﻢ
َﺎﻗ َل
: ﺎَﮭِﻠْھَﺄِﺑ َﺾِﺋاَﺮَﻔْﻟَا اﻮُﻘِﺤْﻟَأ
, ﺎَﻤَﻓ
ﺮَﻛَذ ٍﻞُﺟَر ﻰَﻟْوَﺄِﻟ َﻮُﮭَﻓ َﻲِﻘَﺑ ﱡيِرﺎَﺨُﺒْﻟَا ُهاَوَر
9
9
Al-bukhori, Shahih Bukhari, Kairo: Daar wa Mathba Asy-Syabiy, T.t, juz. IV, hal. 181.
Berikanlah faraidh bagian yang ditentukan itu kepada yang berhak dan selebihnya kepada laki-laki dari keturunan laki-laki yang terdekat.
Hadis Nabi yang diriwayatkan dari Imron bin hussein menurut riwayat Imam Abu Daud:
َﻋ ْﻦ
ِﻋ ْﻤ
َﺮ َنا
ْﺑ ُﺣ ﻦ
َﺴ ْﯿ
ِﻦ َأ
ﱠن َر
ُﺟ َﻞ
َﺗأ َﻨﻟا ﻰ
ِﺒ ﱠﻲ
َﺻ ّﻠ
َﻰ ُﷲا
َﻋ َﻠْﯿ
ِﮫ َو
َﺳ ﱠﻠَﻢ
َﻓ َﻘﺎ
َل َأ
ﱠن ِا
ْﺑ َﻦ
ْﺑ ِا ُِﻦ
ِا ْﺑَﻨ
ِﺘ ْﻰ
َﺎﻣ َت
َﻓ َﻤ
ﺎ ِﻟ
ْﻰ ِﻣ
ْﻦ ِﻣ
ْﯿ َﺮ
ِﺛا ِﮫ
َﻓَﻘ ﺎ
َل َﻟ
َﻚ ﱞﺴﻟا
ُﺪ ِس
واد ﻮﺑأ هاور
10
Dari Umron bin Husain bahwa seorang laki-laki mendatang nabi Saw. Sambil berkata: bahwa anak laki-laki dari anak laki-laki saya meninggal dunia, apa yang
dapat dari harta warisannya. Nabi Berkata: kamu mendapat seperenam. Hadis Nabi Usamah bin Zaid menurut riwayat Tirmidzi:
َﻋ ْﻦ
ُا َﺳ
َﻣﺎ َﺔ
ْﺑ ِﻦ
َز ْﯾٍﺪ
َر ِﺿ
َﻲ ُﷲا
َﻋ ْﻨُﮭ
َﻤ َا ﺎ
ﱠن ﱠﻨﻟا
ِﺒ ﱠﻲ
َﺻ ّﻠ
َﻰ ُﷲا
َﻋ َﻠْﯿ
ِﮫ َو
َﺳ ﱠﻠَﻢ
َﻗ َلﺎ
َﺮِﻓﺎَﻜْﻟَا ُﻢِﻠْﺴُﻤْﻟَا ُثِﺮَﯾ ﺎَﻟ ,
َﻢِﻠْﺴُﻤْﻟَا ُﺮِﻓﺎَﻜْﻟَا ُثِﺮَﯾ ﺎَﻟَو ُر
َو ُها
ﱡﺘﻟا ِﻣﺮ
ِﺬ ْي
.
11
Dari Usamah bin Zaid bahwa Nabi Saw, bersabda: Seorang muslim tidak mewarisi harta orang nonmuslim dan orang nonmuslim pun tidak dapat mewarisi harta orang
muslim. Hadis Nabi dari Abu Hurairah menurut riwayat Imam Ibnu Majah juga
menjelaskan tentang kewarisan yaitu:
َﻋ ْﻦ
ْﻰِﺑ َا ُھ
َﺮ َة َﺮْﯾ
َﻋ ْﻦ
ﱠﻨﻟا ِﺒ
ﱠﻲ َﺻ
ﱠﻰﻠ ُﷲا
َﻋ َﻠْﯿ
ِﮫ َو
َﺳ ﱠﻠْﻢ
َﻗ َلﺎ
: َا
ْﻟَﻘ ﺎ
ِﺗ ٌﻞ
َ ﻻ َﯾ
ِﺮ ٌث
ﮫﺟﺎﻣ ﻦﺑا هاور
12
10
Abu Daud, Sunanu Abi Dawud, Juz II, Kairo: Mustafa Al-Babiy, 152, hal.109.
11
Abu Musa Al-Tirmidziy, Al-Jamiu Ash-Shahih, Juz IV, Kairo: Mustafa al-Babiy, 1938, hal. 432.
12
Ibnu Majah,Juz II, Kairo: Mustafa Al-babiy, t.t hal. 10.
Dari Abu Hurairah dar Nabi Muhammad Saw. Bersabda: orang yang membunuh tidak bisa menjadi ahli waris .
c. Ijtihad Para Ulama
Meskipun Al-Quran dan al-Hadis sudah memberikan ketentuan terperinci mengenai pembagian harta warisan, dalam beberapa hal masih diperlukan adanya
ijtihad. Yaitu terhadap hal-hal yang tidak ditentukan dalam Al-Quran maupun al- Hadis. Misalnya mengenai bagian warisan banci waris, diberikan kepada siapa harta
warisan yang tidak habis terbagi, bagian ibu apabila hanya bersama-sama dengan ayah dan suamin atau istri dan sebagainya.
13
2. Dasar Hukum Kewarisan Perdata
M. Idris Mulyo Menjelaskan dalam bukunya Perbandingan Hukum Kewarisann Islam di Pengadilan Agama dan Kewarisan Menurut Undang-Undang
Hukum Perdata BW di Pengadilan Negeri bahwa dasar hukum dan sumber kewarisan Perdata adalah Kitab Undang-Undang Hukum perdata Burgerlijk
Wetboek, terutama pasal 528, tentang mewaris di-identikka dengan hak kebendaan, sedangka ketentuan dari pasal 584 KUH Perdata menyangkut hak waris sebagai
salah satu cara untuk memperoleh hak kebendaan, oleh karenanya ditempatkan dalam buku ke-II KUH Perdata tentang kebendaan.
14
13
Moh. Muhibbin dan Abdul Wahud, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaharuan Hukum Positif di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hal. 22.
14
M. Idris Ramulyo, Perbandingan Huku Kewarisan Islam di Pengadilan Agama dan Kewarisa Menurut Undang-Undang Hukum Perdata BW di Pengadilan Negeri, Jakarta: Pedoman
Ilmu jaya, 1992, 74.
Berdasarkan pasal 528 BW, hak mewarisi diidentikkan dengan hak kebendaan, sedangkan pasal 584 menyebutkan hak waris sebagai salah satu cara
untuk memperoleh hak kebendaan. Oleh karenanya dalam BW, penempatannya dimasukkan dalam Buku II BW tentang kebendaan Pasal 830 sd 1130.
15
Dapat penulis simpulkan bahwa sumber hukum waris perdata adalah BW Burgerlijk Wetboek terdapat dalam pasal 528 BW yang dijadikan dasar hukum
C. Sistem Kekeluargaan Dalam Hukum Waris