BAB III BIOGRAFI HABIB ABU BAKAR AS-SEGAF
GAMBARAN UMUM YAYASAN TSAQOFAH ISLAMIYAH, BUKIT DURI TEBET,
JAKARTA SELATAN
A. Latar Belakang Kehidupan Dan Keluarga Habib Abu Bakar As-Segaf
Habib Abu Bakar Assegaf yang akrab disapa dengan Wan Bakar merupakan seorang da‟i keturunan Arab sekaligus akademisi yang sekarang masih aktif mengajar di
Yayasan Tsaqofah Islamiyah Bukit Duri Tebet, Jakarta Selatan. Beliau dilahirkan di Jakarta, tepatnya didaerah Tebet yaitu pada hari Senin, tanggal 19 juni 1961. Beliau
merupakan anak bungsu dari dua puluh satu bersaudara, ayahnya adalah seorang ulama besar bernama Habib Abdurrahman Assegaf almarhum yang akrab disapa dengan
Sayyidil Walid dan ibunya bernama Hajjah Barkah almarhumah.
54
Latar belakang keluarga Habib Abu Bakar Assegaf berasal dari keluarga yang agamis, yaitu dari keluarga yang taat beribadah dan mengajarkan anak-anaknya dengan
baik. Terlebih keluarganya sangat tegas dalam hal beribadah dan menuntut ilmu terutama ilmu agama, supaya kelak anak-anaknya menjadi anak yang sholeh-sholehah
dan baik dari segi akhlak, sifat maupun kepribadiannya.
54
Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, Jakarta: 12 Oktober 2010
Itulah sebabnya hampir kesemua anak Sayyidil Walid banyak yang meneruskan jejak beliau yakni menjadi ulama-ulama besar dan berani mendirikan beberapa Majelis
Taklim yang sangat berpengaruh bagi masyarakat sekitar hingga saat ini. Beberapa Majelis Taklim yang mereka dirikan merupakan cabang-cabang dari Yayasan Tsaqofah
Islamiyah, beberapa dari mereka diantaranya
55
: 1.
Al-Habib Muhammad bin Abdurrahman Assegaf pimpinan Majelis Taklim dan PONPES Al-Busyro di Ceger
2. Al-Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf pimpinan Majelis Taklim Al-Afaf
Jakarta 3.
Al-Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf pimpinan Majelis Taklim dan PONPES Al-Kifahi Tsaqofi Jakarta
4. Al-Habib Alwy bin Abdurrahman Assegaf pimpinan Majelis Taklim Zaadul
Muslim Jakarta 5.
Al-Habib Abu Bakar bin Abdurrahman Assegaf pimpinan Yayasan Tsaqofah Islamiyah Jakarta dan Majelis Taklim Al-Busyro Citayam Bogor
Adapun kehidupan berumah tangga Habib Abu Bakar Assegaf dijalaninya bersama istri yang sangat mencintainya dengan penuh kasih sayang yaitu syarifah
Hasinah yang akrab disapa dengan umi Nena. Sejak tahun 1987 ia telah setia menemani Wan Bakar hingga saat ini. Dari perkawinannya, beliau dianugerahkan tiga orang anak,
yaitu dua orang putra yang bernama Hasan, Husein dan satu orang putri yang bernama Aminah.
55
Ustadzah Marwiyah, Staf Pengajar di Yayasan Tsaqofah Islamiyah, Wawancara Pribadi,
Jakarta: 18 September 2010
Sebagai seorang bapak, ia sangat memperhatikan pendidikan bagi ketiga anaknya, karena menurutnya didunia ini hanya ilmu yang bermanfaatlah yang akan
menyelamatkan kita dunia dan akhirat kelak. Selain itu, sebagai seorang muslim, penting mempunyai sifat-sifat keutamaan, terutama sekali muslim yang mempunyai
akhlak mulia, cakap rohani dan jasmaninya., percaya pada diri sendiri dan berguna bagi masyarakat.
Habib Abu Bakar Assegaf mengawali pendidikan formalnya dari bersekolah di SD II Bukit Duri Puteran, Jakarta Selatan selama enam tahun lalu beliau melanjutkan
sekolahnya ketingkat SLTP yaitu di SMP 3 Manggarai, Jakarta Selatan. Setelah lulus dari tingkat SLTP kemudian beliau melanjutkan ketingkat SLTA. Beliau melanjutkan
sekolahnya ke tingkat SLTA tepatnya di SMA 37 didaerah Kebon Baru, Tebet Jakarta Selatan.
Karena hausnya akan ilmu, setelah lulus dari tingkat SLTA, beliau melanjutkan pendidikannya kembali ketingkat Universitas. Beliau melanjutkan pendidikannya
dengan kuliah di Universitas Jayabaya tepatnya di jalan Ahmad Yani daerah Jakarta Utara.
Sebelum menjalani pendidikan formal, beliau bersama kakak-kakaknya terlebih dahulu yang sudah aktif mengikuti pengajian-pengajian yang dipimpin oleh ayahnya
sendiri. Dengan kata lain, beliau lebih banyak berguru ilmu-ilmu agama oleh ayahnya sendiri. Sehingga dalam menjalani pendidikan formal, beliau selingi atau lebih banyak
mengisi waktu luangnya dengan mengikuti pengajian di majelis taklim bersama ayahnya dan kakak-kakaknya. Ketika beliau berusia 45 tahun ditinggal ayahnya tercinta
tepatnya pada tahun 2006. Setelah itu Yayasan Tsaqofah Islamiyah langsung dipimpin oleh beliau sampai sekarang.
56
Habib Abu Bakar Assegaf dimasa mudanya adalah sosok yang paling berani menegakkan kebenaran. Ayahnya mengakui bahwa dirinya kelak akan menggantikan
posisi menjadi khilafah Majelis, dan itu dibuktikan dengan kecerdasan hafalannya yang luar biasa, sebagai tokoh muda dilingkungan ulama saat itu.
Beliau mengawali karir dakwah sebagai seorang guru agama di Majelis Taklim Tsaqofah Islamiyah sejak usia dua puluh satu tahun. Selain itu juga dengan memberikan
ceramah-ceramah agama dalam bentuk yang paling konvensional seperti pengajian- pengajian di Majelis Taklim, khuthbah dan beliau juga aktif berdakwah melalui dakwah
bil khitabah yaitu dengan menulis artikel yang dipublikasikan lewat Internet. Kesemuanya ini merupakan porsi dakwah yang beliau lakukan sesuai dengan caranya
sendiri.
57
Baik buruknya nasib umat kelak, bergantung pada kondisi pemuda dan mahasiswa sekarang ini. Namun, potensi tinggallah potensi. Ibarat pedang yang sangat
tajam; ketajamannya tidak menjadi penentu bermanfaat-tidaknya pedang tersebut. Orang yang menggenggam pedang itu-lah yang menentukannya. Pedang yang tajam
terkadang digunakan untuk menumpas kebaikan dan mengibarkan kemaksiatan, jika dipegang oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Sebaliknya, jika berada di tangan
orang yang bertanggung jawab, ketajaman pedang itu akan membawa manfaat.
56
Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, Jakarta: 12 Oktober 2010
57
Ustadzah Marwiyah, Staf Pengajar di Yayasan Tsaqofah Islamiyah, Wawancara Pribadi,
Jakarta: 18 September 2010
Demikian juga dengan potensi mahasiswa. Potensi yang begitu hebat itu bisa dipergunakan untuk menjunjung tinggi kebaikan, bisa juga untuk memperkokoh
kejahatan dan kedurjanaan. Itulah sebabnya, begitu banyak contoh pemuda-mahasiswa yang berjasa menjadi pilar penentu kemajuan suatu peradaban, tetapi tidak sedikit di
antara mereka yang mengakibatkan runtuhnya sendi-sendi peradaban, dan menghancurkan kemuliaan suatu tatanan kehidupan. Jadi, potensi yang dimiliki oleh
pemuda-mahasiswa haruslah diarahkan untuk menyokong dan mempropagandakan nilai-nilai kebaikan. Seorang mahasiswa muslim tentunya akan berada di garis depan
untuk membela, memperjuangkan, dan mendakwahkan nilai-nilai Islam. Seorang mahasiswa muslim tidak layak hanya berpangku tangan dan bermalas-malasan di tengah
kemunduran umat yang sangat memprihatinkan ini. Seorang mahasiswa muslim jangan sampai menjadi penghalang kemajuan Islam dan perjuangan kaum muslimin.
Na‟udzubillah.
58
Kefasihan dan kearifan yang kita lihat sekarang dalam kiprah dakwah Habib Abu Bakar Assegaf di Yayasan Tsaqofah Islamiyah ternyata adalah buah eksperimen
dilapangan selama hidupnya. Berdekatan dengan para ulama dan Habaib yang juga merupakan kerabat dekat dari ayahnya selama puluhan tahun, membuat Wan Bakar
selalu bersikap tawaddhu‟ tidak jarang dalam setiap kesempatan beliau memuji beberapa kakak-kakaknya dan seniornya yakni Ustadz Roi yang juga merupakan orang
kepercayaan sekaligus murid dari Sayyidil Walid untuk turut mengajar di Madrasah. Selain itu, beliau juga pernah mengikuti beberapa organisasi, diantaranya seperti
organisasi pendaki gunung CMC: Cleap Mountain Club, Organisasi Pengkajian
58
Habib Abu Bakar Assegaf, Wawancara Pribadi, Jakarta: 12 Oktober 2010
Perbandingan Paham Agama di Mesjid Sunda Kelapa pada tahun 1982. Adapun ketika beliau di SMA mengikuti Organisasi Himpunan Pelajar SMA se-Jakarta. Dakwah
adalah suatu yang menurut Habib Abu Bakar mengandung sisi rohani sebagai misi yang suci, sehingga tidak boleh tercampuri oleh motivasi duniawiyah yang bersifat semu.
Kegiatan beliau hingga saat ini lebih banyak disibukkan dengan berdakwah melalui mengajar dan mengisi tausiah-tausiah di Madrasah Tsaqofah Islamiyah dan dibeberapa
Majelis Taklim wilayah Jakarta dan Bogor.
59
B. Sejarah Perkembangan Yayasan Tsaqofah Islamiyah