Pengolahan dan Analisis Data

3.7 Proses Uji Organoleptik

Cara organoleptik terhadap biskuit modifikasi adalah sebagai berikut: 1. Para panelis disediakan air putih sebagai penetral rasa sebelum dan sesudah mencicipi sampel. 2. Setiap sampel biskuit diberi kode masing-masing dalam wadah piring kecil yang bersih agar sampel mudah dinilai oleh panelis. 3. Setiap panelis disajikan sampel dan formulir uji organoleptik yang disediakan sebagai alat penilaian untuk diisi sesuai pendapat masing-masing panelis.

3.8 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penilaian. Metode penilaian di dalam eksperimen ini yaitu penilaian subyektif. Penilaian subyektif merupakan cara penilaian terhadap mutu atau sifat-sifat suatu komoditi dengan menggunakan panelis sebagai instrumen atau alat. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang tingkat kesukaan terhadap biskuit modifikasi tepung biji nangka, tepung kacang merah, dan tepung pisang.

3.8.1 Pengolahan dan Analisis Data

Data yang sudah dikumpulkan, diolah secara manual kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif persentase, kemudian untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan pada masing-masing perlakuan maka digunakan analisis sidik ragam. Analisis deskriptif persentase ini digunakan untuk mengkaji reaksi panelis terhadap suatu bahan yang diujikan. Untuk mengetahui tingkat kesukaan dari panelis dilakukan analisis deskriptif kualitatif persentase yaitu kualitatif yang diperoleh dari Universitas Sumatera Utara panelis harus dianalisis dahulu untuk dijadikan data kuantitatif. Skor nilai untuk mendapatkan persentase dirumuskan sebagai berikut: Keterangan : = skor persentase n = jumlah skor yang diperoleh N = skor ideal skor tertinggi x jumlah panelis Untuk mengubah data skor persentase menjadi nilai kesukaan konsumen, analisisnya sama dengan analisis kualtatif dengan nilai yang berbeda, yaitu sebagai berikut : Nilai tertinggi = 3 suka Nilai terendah = 1 tidak suka Jumlah kriteria yang ditentukan = 3 kriteria Jumlah panelis = 30 orang a. Skor maksimum = jumlah panelis x nilai tertinggi = 30 x 3 = 90 b. Skor minimum = jumlah panelis x nilai terendah = 30 x 1 = 30 c. Persentase maksimum = = d. Persentase minimum = = Universitas Sumatera Utara e. Rentangan = Nilai tertinggi – Nilai terendah = 100 - 33,3 = 66,7 f. Interval persentase = Rentangan : Jumlah criteria = 66,7 : 3 = 22,2 ≈ 22 Berdasarkan hasil perhitungan tersebut maka dapat dibuat interval persentase dan kriteria kesukaan sebagai berikut : Tabel 3.4 Interval Persentase dan Kriteria Kesukaan Persentase Kriteria Kesukaan 78 - 100 Suka 56 – 77,99 Kurang Suka 34 – 55,99 Tidak Suka Setelah mengetahui bagaimana penerimaan panelis terhadap biskuit dengan modifikasi tepung biji nangka, tepung kacang merah, dan tepung pisang yang dihasilkan, langkah selanjutnya adalah mengetahui ada atau tidaknya perbedaan pada organoleptik biskuit dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang, maka dapat dilakukan beberapa tahap uji yaitu : 1. Uji Barlett, dilakukan untuk menguji kesamaan varians populasi. 2. Uji Anova, dilakukan apabila varians populasi dimana sampel ditarik adalah sama homogen. 3. Uji Kruskal Wallis, dilakukan apabila varians populasi dimana sampel ditarik adalah tidak sama. Data yang sudah dikumpulkan, diolah secara manual kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis sidak ragam dengan rumus sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara Uji analisis varians anova, dengan analisis sidik ragam rancangan acak lengkap. Tabel 3.5 Daftar Analisis Sidik Ragam Rancangan Acak Lengkap Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Fa tabel 5 1 Perlakuan r-1=V 1 JKP Galat rt-1-r- 1=V2 JKG F V 1 -V 2 Total rt-1 JKT Keterangan : F : Uji-F r : jumlah perlakuan t : jumlah panelis Rumus : 1. Derajat Bebas db a. db perlakuan = r-1 b. db galat = rt-1-r-1 c. db total = rt-1

2. Faktor Koreksi FK

Faktor koreksi = 3. Jumlah kuadrat JK a. Jumlah kuadrat total = Yij 2 – FK b. Jumlah Kuadrat perlakuan = -FK c. Jumlah kuadrat galat = jumlah kuadrat total - jumlah kuadrat perlakuan Universitas Sumatera Utara

4. Kuadrat Total KT

a. KT Perlakuan = b. KT galat =

5. F Hitung

F Hitung = Bandingkan F hitung dengan F. tabel Lihat tabel F, dimana : pembilang = db perlakuan, penyebut = db galat Bila F. Hitung F. Tabel = H ditolak, H a diterima Bila F. Hitung F. Tabel = H diterima, H a ditolak Dengan menggunakan derajat bebas α 5 Bila F. Hitung F. Tabel berarti ada perbedaan antara perlakuan-perlakuan tersebut. Untuk mengetahui pengaruh perbedaan tiap-tiap perlakuan maka akan dilanjutkan dengan uji ganda Duncan Duncan’s Multiple Range Test. Dengan uji ganda Duncan maka dapat diketahui perlakuan mana yang paling berbeda dengan perlakuan lainnya dan perlakuan mana yang hanya sedikit berbeda dengan perlakuan lainnya. Sy = Kemudian dilanjutkan dengan menghitung range tingkat nyata 5 dengan melihat derajat bebas galat dimana akan diperoleh : LSR = Range x Sy Standar Error Rata-rata Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang yang Dihasilkan Berdasarkan hasil penelitian tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang yang dihasilkan memiliki karakteristik yang berbeda dengan tepung terigu. Perbedaan kedua tepung tersebut dapat dilihat gambar 4.1 berikut ini. Gambar 4.1 Perbedaan Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah, Tepung Pisang Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa warna dari tepung kacang merah memiliki warna yang lebih terang dibandingkan dengan tepung biji nangka, Universitas Sumatera Utara dan tepung pisang serta masing-masing memiliki aroma yang khas. Seperti kacang merah yang beraroma seperti susu, biji nangka yang beraroma seperti daging buah nangka itu sendiri dan pisang kepok yang aromanya harum. Secara kualitas, aroma yang dimiliki oleh masing-masing tepung bebas dari bau asing dan tidak mengganggu aroma biskuit yang dihasilkan. 4.2 Karakteristik Biskuit dengan Modifikasi Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang Berdasarkan kedua perlakuan terhadap biskuit yang dimodifikasi dengan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang maka dihasilkan biskuit yang memiliki karakteristik hampir sama Gambar 4.2 dan Tabel 4.1, kecuali dari segi tekstur dan aroma yang memiliki perbedaan. Tabel 4.1 Karakteristik Biskuit dengan Modifikasi Tepung Biji Nanga, Tepung Kacang Merah, dan Tepung Pisang Karakteristik Biskuit A 1 A 2 A 3 Aroma Khas Biji Nangka lebih dominan Khas kacang merah Khas pisang Rasa Manis khas Nangka Manis, Manis Warna Cokelat tua Cokelat muda Cokelat Tekstur Renyah dan mudah rapuh Lembut dan renyah tidak terlalu rapuh Lembut, dan rapuh Keterangan : A 1 : Biskuit yang dimodifikasi dengan perbandingan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang adalah 7:4:4 A 2 : Biskuit yang dimodifikasi dengan perbandingan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang adalah 4:7:4 A 3 : Biskuit yang dimodifikasi dengan perbandingan tepung biji nangka, tepung kacang merah, dan tepung pisang adalah 4:4:7 Universitas Sumatera Utara Gambar 4.2 Biskuit yang dimodifikasi dengan Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang dengan berbagai Perlakuan Berdasarkan berat bahan dasar biskuit dengan tepung terigu, tepung kacang merah, tepung biji nangka, dan tepung pisang dengan berat 175 gram, menjadi total adonan dengan berat 300 gram dan menghasilkan 2 loyang biskuit dengan berat masing-masing biskuit adalah 10 gram. Ukuran biskuit yang dihasilkan sebelum dan sesudah mengembang juga memiliki perbedaan. Biskuit yang sudah dicetak berdiameter ± 4 cm, namun setelah dipanggang mengembang sekitar 40 menit ukuran diameter biskuit bertambah menjadi ± 5-6 cmbiskuit. Biskuit A 1

7:4:4 Biskuit A

2 4:7:4 Biskuit A 3 4:4:7 Universitas Sumatera Utara 4.3 Analisis Organoleptik Aroma Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang Hasil analisis organoleptik aroma biskuit dengan modifikasi tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang dapat dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini. Tabel 4.2 Hasil Analisis Organoleptik Aroma Biskuit Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang Kriteria Aroma A 1 A 2 A 3 Panelis Skor Panelis Skor Panelis Skor Suka 12 36 40,0 19 57 63,3 15 45 50,0 Kurang Suka 16 24 26,6 11 22 24,4 13 26 28,8 Tidak Suka 2 2 2,2 0,0 2 2 2,2 Total 30 62 68,8 30 79 87,7 30 73 81,0 Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat total skor biskuit skor biskuit pada perlakuan A 2 memiliki skor tertinggi yaitu 79 87,7, sedangkan pada perlakuan A 1 memiliki skor terendah yaitu 62 68,8. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar panelis menyukai aroma biskuit pada perlakuan A 2. Berdasarkan nilai persentasi hasil uji menunjukkan perlakuan A 1 tergolong kurang disukai. Sedangkan perlakuan A 2 dan A 3 tergolong disukai panelis. Hasil analisis sidik ragam terhadap aroma biskuit pada perlakuan A 1, A 2 dan A 3 dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini. Tabel 4.3 Hasil Analisis Sidik Ragam Terhadap Aroma Sumber Keragaman Db JK KT F hitung Keterangan Perlakuan 2 1,4 0,7 4,24 3,11 Ada Perbedaan Galat 87 29,0 0,33 Total 89 30,4 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan analisa sidik ragam seperti terlihat pada tabel 4.3 bahwa ada perbedaan hasil penelitian terhadap aroma biskuit yang dimodifikasi tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang A 1 , A 2 , A 3 dengan F hitung 4,24 F tabel 3,11. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang pada biskuit dengan berbagai variasi memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap aroma biskuit yang dihasilkan. Karena ada perbedaan antara ketiga perlakuan maka dilanjutkan dengan Uji Ganda Duncan dan didapatkan hasilnya yaitu : Tabel 4.4 Hasil Uji Ganda Duncan terhadap Aroma Perlakuan A 1 A 2 A 3 Rata-rata 2,33 2,63 2,43 A 2 – A 1 = 2,63 - 2,33 = 0,30 0,2912 Jadi A 2 A 1 A 2 – A 3 = 2,63 – 2,43 = 0,20 0,3068 Jadi A 2 = A 3 A 3 – A 1 = 2,43 – 2,33 = 0,10 0,2912 Jadi A 3 = A 1 Berdasarkan Uji Duncan seperti hasil tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap aroma biskuit pada biskuit A 2 berbeda dengan aroma biskuit pada biskuit A 1. Namun tingkat kesukaan panelis terhadap aroma biskuit pada biskuit A 3 tidak berbeda dengan kedua perlakuan lainnya. 4.4 Analisis Organoleptik Rasa Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang Hasil analisa organoleptik rasa biskuit yang dimodifikasi tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang dengan skala hedonik dapat dilihat pada tabel 4.5 dibawah ini: Universitas Sumatera Utara Tabel 4.5 Hasil Analisa Organoleptik Rasa Biskuit Tepung Biji Nangka,Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang Kriteria Aroma A 1 A 2 A 3 Panelis Skor Panelis Skor Panelis Skor Suka 9 27 30,0 24 72 80,0 22 66 73,33 Kurang Suka 16 32 35,6 3 6 6,6 8 16 17,78 Tidak Suka 5 5 5,5 3 3 3,3 Total 30 64 71,1 30 81 89,9 30 80 91,l1 Berdasarkan tabel 4.5 di atas, dapat dilihat hasil analisa organoleptik rasa dari ketiga biskuit dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan juga tepung pisang. Skor untuk biskuit pada biskuit A 3 memiliki total skor tertinggi 80 91,11 dengan kriteria kesukaan adalah suka, biskuit pada biskuit A 2 memperoleh skor 81 89,9 dengan kriteria kesukaan adalah suka, sedangkan yang memiliki skor terendah adalah biskuit pada biskuit A 1 yaitu 64 71,1 dengan kriteria kesukaan adalah kurang suka. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar panelis menyukai biskuit dengan perbandingan tepung biji nangka, kacang merah, dan pisang 4:4:7 dan 4:7:4. Hasil analisa sidik ragam terhadap rasa biskuit dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan juga tepung pisang dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut. Tabel 4.6 Hasil Analisa Sidik Ragam terhadap Rasa Sumber Keragaman Db JK KT F hitung Keterangan Perlakuan 2 6,87 3,43 19,08 3,11 Ada Perbedaan Galat 87 31,63 0,36 Total 89 38,5 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan hasil analisa sidik ragam pada tabel diatas, dapat dilihat bahwa nilai F hitung 19,08 F tabel 3,11. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan antara modifikasi tepung biji nangka, tepung kacang merah dan juga tepung pisang terhadap rasa biskuit yang dihasilkan. Oleh karena adanya perbedaan antara biskuit yang dimodifikasi terhadap rasa, maka dilanjutkan dengan Uji Ganda Duncan untuk mengetahui perlakuan mana yang sama dan didapatkan hasilnya seperti tabel dibawah ini : Tabel 4.7 Hasil Uji Ganda Duncan terhadap Rasa Perlakuan A 1 A 2 A 3 Rata-rata 2,13 2,70 2,73 A 2 – A 1 = 2,70 - 2,13 = 0,57 0,2912 Jadi A 2 A 1 A 3 – A 2 = 2,73 – 2,70 = 0,03 0,3068 Jadi A 2 = A 3 A 3 – A 1 = 2,73 – 2,13 = 0,60 0,2912 Jadi A 3 A 1 Berdasarkan Uji Duncan seperti hasil tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap biskuit biskuit dengan sampel A 2 tidak berbeda dengan rasa biskuit pada biskuit A 3 . Namun tingkat kesukaan panelis terhadap rasa biskuit pada biskuit A 1 berbeda dengan kedua perlakuan biskuit lainnya. 4.5 Analisis Organoleptik Warna Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Biji Nangka, Tepung Pisang dan Tepung Kacang Merah Hasil analisa organoleptik warna biskuit dengan modifikasi tepung kacang merah, tepung biji nangka dan tepung pisang dengan skala hedonik dapat dilihat pada tabel 4.8 di bawah ini: Universitas Sumatera Utara Tabel 4.8 Hasil Analisa Organoleptik Warna Biskuit Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang Kriteria Aroma A 1 A 2 A 3 Panelis Skor Panelis Skor Panelis Skor Suka 16 48 53,33 19 57 63,33 22 66 73,33 Kurang Suka 11 22 24,44 11 22 24,45 8 16 17,77 Tidak Suka 3 3 3,33 0 Total 30 73 81,10 30 80 87,78 30 82 91,10 Berdasarkan tabel 4.8 di atas, dapat dilihat hasil analisa organoleptik warna dari ketiga biskuit dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan juga tepung pisang. Skor untuk biskuit pada biskuit A 3 memiliki total skor tertinggi 82 91,10 dengan kriteria kesukaan adalah suka, biskuit pada biskuit A 2 memperoleh skor 80 87,78 dengan kriteria kesukaan adalah suka, sedangkan yang memiliki skor terendah adalah biskuit pada biskuit A 1 yaitu 73 81,10 dengan kriteria kesukaan adalah suka. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar panelis menyukai semua variasi biskuit. Hasil analisa sidik ragam terhadap warna biskuit dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan juga tepung pisang dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut. Tabel 4.9 Hasil Analisa Sidik Ragam terhadap Warna Sumber Keragaman Db JK KT F hitung Keteranga n Perlakuan 2 1,4 0,7 2,33 3,11 Tidak Ada Perbedaan Galat 87 26,2 0,30 Total 89 27,6 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan hasil analisa sidik ragam pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai F hitung 2,33 F tabel 3,11. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara modifikasi tepung biji nangka, tepung kacang merah, dan juga tepung pisang terhadap warna biskuit dan tidak memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap warna biskuit yang dihasilkan. 4.6 Analisis Organoleptik Tekstur Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Biji Nangka, Tepung Pisang, dan Tepung Kacang Merah Hasil analisa organoleptik tekstur biskuit dengan modifikasi tepung kacang merah, tepung biji nangka dan tepung pisang dengan skala hedonik dapat dilihat pada tabel 4.10 di bawah ini: Tabel 4.10 Hasil Analisa Organoleptik Tekstur Biskuit Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah, dan Tepung Pisang Kriteria Aroma A 1 A 2 A 3 Panelis Skor Panelis Skor Panelis Skor Suka 12 36 40,0 20 60 66,7 11 33 36,7 Kurang Suka 12 24 26,7 10 20 22,2 15 30 33,3 Tidak Suka 6 6 6,7 4 4 4,4 Total 30 66 73,3 30 80 88,9 30 67 74,4 Berdasarkan tabel 4.10 di atas, dapat dilihat hasil analisa organoleptik tekstur dari ketiga biskuit dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah, dan juga tepung pisang. Skor untuk biskuit pada biskuit A 2 memiliki total skor tertinggi 80 88,9 dengan kriteria kesukaan adalah suka, biskuit pada biskuit A 3 memperoleh skor 67 74,4 dengan kriteria kesukaan adalah kurang suka, sedangkan yang memiliki skor terendah adalah biskuit pada biskuit A 1 yaitu 66 Universitas Sumatera Utara 73,3 dengan kriteria kesukaan adalah kurang suka. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar panelis menyukai biskuit dengan perbandingan tepung biji nangka, kacang merah, dan pisang 4:7:4. Hasil analisa sidik ragam terhadap warna biskuit dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang dapat dilihat pada tabel 4.11 berikut. Tabel 4.11 Hasil Analisa Sidik Ragam terhadap Tekstur Sumber Keragaman db JK KT F hitung Keterangan Perlakuan 2 4,2 2,1 6,36 3,11 Ada Perbedaan Galat 87 28,7 0,33 Total 89 32,9 Berdasarkan hasil analisa sidik ragam pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai F hitung 6,36 F tabel 3,11. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan antara perlakuan terhadap tektur biskuit yang modifikasi tepung biji nangka, tepung kacang merah, dan juga tepung pisang. Oleh karena adanya perbedaan antara perlakuan A 1, A 2, dan A 3 terhadap tekstur, maka dilanjutkan dengan Uji Ganda Duncan untuk mengetahui tingkat kesukaan mana tekstur pada biskuit. Berdasarkan perhitungan dengan Uji Duncan seperti terlampir pada Lampiran 3. Tabel 4.12 Hasil Uji Ganda Duncan terhadap Tekstur Perlakuan A 1 A 2 A 3 Rata-rata 2,13 2,70 2,73 A 2 – A 3 = 2,67 - 2,23 = 0,44 0,29 Jadi A 2 A 3 A 3 – A 1 = 2,67 – 2,20 = 0,47 0,31 Jadi A 1 A 2 A 3 – A 1 = 2,23 – 2,20 = 0,03 0,29 Jadi A 1 A 3 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan Uji Duncan seperti tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur biskuit pada biskuit A 1 tidak berbeda dengan A 3. Namun tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur biskuit pada biskuit A 2 berbeda dengan kedua perlakuan biskuit dengan modifikasi lainnya. 4.7 Analisa Kandungan Gizi Energi, Protein dan Zat Besi dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Biji Nangka, Tepung Pisang, dan Tepung Kacang Merah Perlakuan yang berbeda dalam penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah, dan tepung pisang dalam pembuatan biskuit juga menghasilkan tepung dengan kandungan zat gizi yang berbeda. Pada penelitian ini dilakukan perhitungan kandungan zat gizi protein dan zat besi pada biskuit melalui uji laboratorium dapat dilihat pada tabel 4.13 di bawah ini: Tabel 4.13 Kandungan Zat Gizi Biskuit Modifikasi per 100 gr No. Zat Gizi Kandungan Gizi Biskuit Biasa A 1 A 2 A 3 1. Protein g 6,9 7,61 9,70 7,08 2. Zat Besi mg 2,2 2,3 2,8 2,15 3. Energi kkal 400 418,4 420,7 410,6 Hasil Uji Laboratorium Dikutip dari Tabel Komposisi Pangan Indonesia, 2009 Berdasarkan tabel 4.13 dapat dilihat bahwa ada perbedaan kandungan zat gizi yang dihasilkan dari biskuit biasa dengan ketiga perlakuan biskuit lainnya. Penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang dalam pembuatan biskuit dapat menambah zat gizi mikro yang hanya sedikit di dalam biskuit biasa. Seperti Fe yang tertinggi adalah pada biskuit A 2 2,8. Hal ini Universitas Sumatera Utara dikarenakan perbandingan penggunaan tepung kacang merah yang tinggi pada formulasi biskuit ini. Kandungan energi yang paling tinggi terdapat pada biskuit A 2 yaitu sebesar 420,7 kkal dan sudah melawati batas minimum kandungan energi pada biskuit yaitu 400 kkal. Sedangkan kandungan protein pada biskuit yang dimodifikasi tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang juga memiliki perbedaan. Kandungan protein pada biskuit yang dimodifikasi juga lebih tinggi dibandingkan dengan biskuit biasa. Kandungan protein tertinggi terdapat pada biskuit A 2 yaitu 9,70 gram, dan yang terendah terdapat pada biskuit tepung A 3 sebesar 2,15 gram. 4.8 Perhitungan Kontribusi Energi, Protein dan Zat Besi Biskuit yang Dimodifikasi Terhadap Kecukupan Energi, Protein dan Zat Besi Remaja Hasil analisa sumbangan zat besi bagi remaja usia 16-18 tahun yang dihasilkan pada masing-masing perlakuan per 100 gram biskuit dapat dilihat pada tabel 4.14 dibawah ini : Tabel 4.14 Hasil Analisa Sumbangan Zat Gizi Biskuit pada Remaja per 100 gram Biskuit Jenis Kelamin Remaja Sumbangan Zat Gizi A 1 A 2 A 3 Energi Protein Besi Energi Protein Besi Energi Protein Besi Laki-laki 15,7 11,5 15,3 15,7 14,7 18,7 15,3 10,7 14,3 Wanita 19,7 12,9 8,9 19,8 16,5 10,8 19,3 12 9,7 Berdasarkan perhitungan sumbangan energi, protein dan zat besi yang diperoleh dari modifikasi biskuit tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang, dapat diketahui bahwa biskuit yang memberikan kontribusi energi, Universitas Sumatera Utara protein dan zat besi yang terbesar terdapat pada biskuit dengan perlakuan A 2 , yaitu dengan sumbangan energi, protein dan zat besi sebesar 15,7, 14,7, dan 18,67 dari kebutuhan energi, protein dan zat besi total remaja putra usia 16-18 tahun, dan sebesar 19,8, 16,5 dan 10,8 dari kebutuhan energi, protein dan zat besi total remaja putri usia 16-18 tahun. Biskuit modifikasi ini dapat dikonsumsi sebagai makanan ringan ataupun pengganti jajanan dan dapat dijadikan alternatif makanan tambahan terhadap kecukupan zat besi pada remaja ataupun dewasa, serta mencegah terjadinya kekurangan energi, protein dan zat besi di dalam tubuh. Universitas Sumatera Utara

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Daya Terima terhadap Aroma Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Biji Nangka, Tepung kacang merah dan Tepung Pisang Berdasarkan nilai skor tertinggi yaitu 79 87,7, pegujian organoleptik terhadap aroma menunjukkan bahwa biskuit dengan perlakuan A 2 paling disukai oleh panelis. Biskuit dengan perlakuan A 2 paling disukai panelis karena memiliki aroma yang paling harum dengan aroma khas tepung kacang merah dibandingkan biskuit dengan perlakuan A 1 dan A 3 dapat dilihat pada tabel 4.2. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam terhadap aroma dari ketiga perlakuan biskuit diperoleh F hitung 4,24 F tabel 3,11 yang bermakna bahwa penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang dengan berbagai variasi memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap aroma biskuit yang dihasilkan. Berdasarkan Uji Duncan dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap aroma biskuit dengan perlakuan A 2 berbeda dengan perlakuan A 1 . Sedangkan biskuit perlakuan A 3 tidak berbeda dengan kedua perlakuan lainnya. Munculnya aroma pada biskuit tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang disebabkan karena bahan-bahan yang digunakan yaitu tepung kacang merah yang paling dominan muncul memiliki aroma yang khas. Aroma adalah bau yang sukar diukur sehingga biasanya menimbulkan pendapat yang berlainan dalam menilai kualitas aromanya. Perbedaan pendapat dapat disebabkan setiap orang Universitas Sumatera Utara memiliki perbedaan penciuman, meskipun mereka dapat membedakan aroma namun setiap orang mempunyai kesukaan yang berlainan. Indera penciuman sangat sensitif terhadap bau dan kecepatan timbulnya lebih kurang 0,8 detik. Kepekaan indera penciuman diperkirakan berkurang oleh adanya senyawa-seyawa tertentu seperti misalnya formaldehida. Kelelahan daya penciuman terhadap bau dapat terjadi dengan cepat Winarno, 1994. 5.2 Daya Terima terhadap Rasa Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang Rasa timbul akibat adanya rangsangan kimiawi yang dapat diterima oleh indera pencicip atau lidah. Rasa adalah faktor yang mempengaruhi penerimaan produk pangan. Jika komponen aroma, warna dan tekstur baik tetapi konsumen tidak menyukai rasanya maka konsumen tidak akan menerima produk pangan tersebut Rahmawan, 2006. Berdasarkan skor tertinggi yaitu 80 91,11, pengujian organolpetik terhadap rasa menunjukkan bahwa biskuit dengan perlakuan A 3 paling disukai oleh panelis. Biskuit dengan perlakuan A 3 lebih disukai oleh panelis karena memiliki rasa yang paling benak dengan rasa manis khas pencampuran pisang dan kacang merah dibandingkan biskuit dengan perlakuan A 1 dan A 2 dapat dilihat pada tabel 4.5. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam terhadap rasa dari ketiga perlakuan pada biskuit diperoleh F hitung 19,08 F tabel 3,11 menunjukkan bahwa penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang dengan berbagai variasi memberi pengaruh nyata yang berbeda terhadap tekstur biskuit yang dihasilkan. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan Uji Duncan, dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap biskuit biskuit dengan sampel A 2 tidak berbeda dengan rasa biskuit pada biskuit A 3 . Namun tingkat kesukaan panelis terhadap rasa biskuit pada biskuit A 1 7:4:4 berbeda dengan kedua perlakuan biskuit lainnya. Rasa biskuit yang dimodifikasi dengan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang pada penelitian ini dipengaruhi terutama oleh tepung kacang merah, dan tepung biji nangka yang kuat dan juga dengan peningkatan persentase penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah, dan tepung pisang. Penambahan berbagai tepung diatas dalam pembuatan biskuit akan mengubah rasa biskuit yang dihasilkan. Penambahan tepung biji nangka yang sedikit, dan penambahan tepung kacang merah dan tepung pisang yang banyak dalam pembuatan biskuit semakin meningkatkan tingkat kesukaan panelis, sementara penambahan tepung biji nangka lebih banyak semakin menurunkan tingkat kesukaan panelis. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Utami 2012, pembuatan biskuit dengan penambahan tepung pisang kepok sebanyak 45 memiliki penilaian tertinggi yaitu dengan skor 86 dan jumlah persentase 95,5. Menurut Ginting 2009 yang dikutip oleh Utami 2012, peningkatan jumlah persentasi hedonik terhadap rasa diikuti pula dengan peningkatan skor hedonik terhadap aroma. Semakin banyak konsentrasi substitusi tepung pisang kepok makan semakin rendah skor penilaian panelis terhadap rasa biskuit pisang kepok. Hal ini berbeda dengan hasil uji organoleptik yang sudah dilakukan pada penelitian ini. Justru semakin banyak penggunaan tepung pisang yang digunakan pada perlakuan A 3 dibandingkan dengan Universitas Sumatera Utara kedua perlakuan lainnya, peningkatan skor penilaian semakin tinggi, dan dalam kategori termasuk disukai oleh panelis. Rasa lebih banyak melibatkan panca indera yaitu lidah, agar suatu senyawa dapat dikenali rasanya, senyawa tersebut harus dapat mengadakan hubungan dengan mikrovilus dan impuls yang terbentuk yang dikirim melalui syaraf ke pusat susunan syaraf. Rasa suatu bahan makanan dipengaruhi oleh senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain. Setiap orang mempunyai batas konsentrasi terendah terhadap suatu rasa agar masih bisa dirasakan. Batas ini tidak sama pada tiap-tiap orang dan threshold seseorang terhadap rasa yang berbeda juga tidak sama. Akibat yang ditimbulkan mungkin peningkatan intensitas rasa atau penurunan intensitas rasa Winarno, 1994. Hal ini juga yang memberikan perbedaan terhadap penilaian yang diberikan oleh panelis sehingga berbagai variasi penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang memberi perbedaan rasa biskuit yang dihasilkan. 5.3 Daya Terima terhadap Warna Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang Uji daya terima terhadap warna menunjukkan bahwa biskuit dengan penambahan tepung biji nangka 26,7, tepung kacang merah 26,7 dan tepung pisang 46,7 disukai oleh panelis karena memiliki persentase tertinggi yaitu 91,1 dapat dilihat 4.8. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan hasil analisis sidik ragam terhadap rasa dari ketiga perlakuan pada biskuit diperoleh F hitung 2,33 F tabel 3,11 menunjukkan bahwa penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang dengan berbagai variasi tidak memberi pengaruh nyata yang berbeda terhadap warna biskuit yang dihasilkan. Penampakan warna suatu bahan pangan merupakan faktor pertama yang dinilai sebelum pertimbangan lain seperti rasa dan nilai gizi. Menurut Winarno 1994, suatu bahan yang dinilai bergizi, enak dan teksturnya sangar baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau member kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya. Warna makanan yang menarik dan tampak alaiah dapat meiningkatkan cita rasa. 5.4 Daya Terima terhadap Tekstur Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang Perbedaan jumlah tepung biji nangka, tepung kacang merah berpengaruh terhadap tingkat kekerasan biskuit. Berdasarkan hasil uji organoleptik terhadap tekstur oleh para panelis menunjukkan bahwa tekstur biskuit dengan perlakuan A 2 medapatkan skor tertinggi yaitu 80 88,9 dengan kategori disukai panelis. Sedangkan tekstur biskuit dengan perlakuan A 1 mendapatkan skor terendah yaitu 66 73,3 dengan kategori kurang disukai panelis. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam terhadap tekstur dari ketiga perlakuan pada biskuit diperoleh F hitung 6,36 F tabel 3,11 menunjukkan bahwa penambahan Universitas Sumatera Utara tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang dengan berbagai variasi memberi pengaruh nyata yang berbeda terhadap tekstur biskuit yang dihasilkan. Berdasarkan Uji Duncan dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap aroma biskuit dengan perlakuan A 3 berbeda dengan perlakuan kedua biskuit lainnya. Namun biskuit A 3 sama dengan perlakuan A 1 . Tanggapan panelis terhadap tektur biskuit memperlihatkan bahwa biskuit dengan perlakuan A 1 adalah biskuit tepung yang paling disukai dari segi teksturnya. Hal ini disebabkan oleh jumlah tepung biji nangka yang digunakan dalam pembuatan biskuit lebih banyak, hingga teksturnya lebih rapuh dibandingkan dengan kedua perlakuan lainnya. Hal ini didukung oleh penelitian Achmad Fadillah 2008, pembuatan roti unyil dengan penambahan tepung biji nangka 55 memiliki penilaian tertinggi karena tekstur roti yang tidak keras dan empuk. Menurut Winarno 1994, tekstur dan konsistensi suatu bahan akan mempengaruhi cita rasa yang ditimbukan bahan tersebut karena dapat mempengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan terhadap sel reseptor olfaktori dan kelenjar air liur. 5.5 Analisis Kandungan Energi, Protein dan Zat Besi Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang Dari hasil analisis kandungan protein dan zat besi pada biskuit dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang menunjukkan adanya peningkatan kandungan energi, protein dan zat besi dibandingkan dengan biskuit biasa. Universitas Sumatera Utara Biskuit dengan perlakuan A 1 , A 2 , dan A 3 dalam setiap 100 gram ± 5 biskuit memiliki kandungan protein masing- masing sebesar 7,61 gram, 9,7 gram dan 7,08 gram, sedangkan kandungan zat besi masing-masing sebesar 2,3 miligram, 2,8 miligram dan 2,15 miligram. Dalam hal ini, protein merupakan suatu zat gizi yang sangat penting bagi tubuh, karena zat gizi ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga sebagai zat pembangun, dan pengatur. Sedangkan besi merupakan zat gizi mikro yang juga sangat penting bagi tubuh, karena berfungsi dalam metabolisme tubuh, pembentukan darah, meningkatkan kemampuan belajar dan konsentrasi serta juga pertumbuhan tubuh bagi remaja. Menurut Tabel Angka Kecukupan Gizi Indonesia 2004, angka kebutuhan gizi rata-rata yang dianjurkan bagi remaja putri 16-18 tahun yaitu protein sebesar 59 gram sehari per orang per hari dan zat besi sebesar 26 miligram, sedangkan bagi remaja putra 16-18 tahun yaitu protein sebesar 66 gram dan zat besi sebesar 15 miligram. Kebutuhan zat besi pada remaja putri lebih tinggi dikarenakan setiap bulannya remaja putri mengalami menstruasi, dan diperparah dengan pola konsumsi remaja putri yang terkadang melakukan diet pengurusan badan sehingga semakin sedikit asupan zat besi yang dapat memenuhi kebutuhan mereka dan mencegah terjadinya anemia defisiensi besi Arisman, 2010. Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa dalam tiap 100 gram biskuit dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang dengan ketiga perlakuan telah mampu menyediakan sumbangan protein 12 - 17 Universitas Sumatera Utara dari total kebutuhan protein, dan juga mampu menyediakan sumbangan zat besi 8 - 15 dari total kebutuhan zat besi per hari per orang. Protein mempunyai peranan yang sangat penting di dalam tubuh. Fungsi utamanya sebagai zat pembangun atau pembentuk struktur sel, misalnya untuk pembentukan otot, rambut, kulit, membran sel, jantung, hati, ginjal dan beberapa organ penting lainnya. Kemudian terdapat pula protein yang mempunyai fungsi khusus, yaitu protein yang katif. Beberapa diantaranya adalah enxim yang bekerja sebagai biokatalisator, hemoglobin sebagai pengangkut oksigen, hormon sebagai pengatur metabolism tubuh dan antibody untuk mempertahankan tubuh dari serangan penyakit. Kacang merah kering memiliki kandungan protein yang sangat tinggi, yaitu mencapai 22,3 gr per 100 gr bahan. Kandungan protein ini hampir setara dengan yang terdapat pada kacang hijau yang lebih populer sebagai sumber protein. Tubuh mendapatkan zat besi melalui makanan. Kandungan zat besi dalam makanan berbeda-beda, dimana makanan yang kaya akan kandungan zat besi adalah makanan yang berasal dari hewani seperti ikan, daging, hati dan ayam. Makanan nabati seperti sayuran hijau tua walaupun kaya akan zat besi, namun hanya sedikit yang dapat diserap dengan baik oleh usus. Biji nangka merupakan salah satu pangan nabati yang memiliki kandungan zat besi tinggi. Walaupun dalam bentuk limbah makanan, kandungan zat besi biji sebesar 1 mg 100 gr bahan, sehingga sangat baik untuk diolah kembali menjadi makanan. Selain biji nangka, kacang merah juga memiliki kandungan zat besi tinggi yaitu Universitas Sumatera Utara sebesar 5,8 mg per 100 gr bahan makanan. Keduanya dapat dipastikan memberikan kontribusi yang tinggi terhadap zat besi pada biskuit yang dihasilkan. Penyerapan zat besi dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya adalah dengan adanya vitamin C gugus SH sulfidri dan asam amino sulfur dapat menngkatkan absorbs karena dapat mereduksi besi dalam bentuk ferri menjadi ferro. Vitamin C dapat meningkatkan absorbsi besi dari makanan melalui pembentukan kompleks ferro askorbat. Kombinasi 200 mg asam askorbat dengan garam besi dapat meningkatkan penyerapan besi sebesar 25 – 50 persen. Pisang kepok memiliki kandungan vitamin C yang cukup tinggi yaitu 36 mg per 100 gr bahan. Walaupun setelah mengalami proses pengeringan hingga menjadi tepung tingkat vitamin C yang tersisa hanya tinggal beberapa persen saja, tapi penggunaan pisang kepok ini selain diharapkan untuk meningkatkan cita rasa, juga untuk membantu meningkatkan penyerapan zat besi yang ada di dalam biskuit yang dimodifikasi dengan tepung biji nangka, tepung kacang merah tepung pisang. Rendahnya asupan zat besi ke dalam tubuh yang berasl dari konsumsi zat besi makanan sehari-hari merupakan salah satu penyebab terjadinya anemia pada remaja, dan biasanya terjadi pada remaja putri. Berdasarkan perhitungan komposisi zat gizi biskuit yang mengacu pada Tabel Komposisi Pangan Indonesia 2009, dapat dilihat kandungan zat gizi biskuit dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang pada perlakuan A 1 , A 2 dan A 3 dalam setiap 100 gram ± 10 keping biskuit memberikan sumbangan energi masing-masing sebesar 418,4 kkal, 420,7 kkal, dan 410,6 kkal. Universitas Sumatera Utara Sehingga diharapkan dapat menyumbangkan energi dari total kebutuhan energi per hari per orang pada remaja. Biskuit dengan penambahan tepung kacang merah, tepung biji nangka dan tepung pisang memiliki keunggulan kandungan gizi pada energi, protein dan zat besi sehingga semakin banyak penambahan tiga jenis tepung diatas maka jumlah konsentrasi kandungan gizi juga semakin tinggi. Oleh karena itu biskuit dengan penambahan tepung kacang merah, tepung biji nangka dan tepung pisang bagus untuk dikonsumsi oleh para remaja untuk memenuhi kebutuhan zat gizi setiap harinya. Universitas Sumatera Utara

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dokumen yang terkait

Uji Daya Terima Roti Tawar Dengan Modifikasi Tepung Jagung dan Kentang dan Kontribusinya Terhadap Kecukupan Energi Pada Anak SD

10 100 138

Uji Daya Terima dan Nilai Gizi Biskuit Yang Dimodifikasi Dengan Tepung Kacang Merah

20 124 124

Analisis Energi dan Protein Serta Uji Daya Terima Biskuit Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele

9 64 154

Perbandingan Berat Kacang Kedelai Tergerminasi dan Biji Nangka dan Konsentrasi Ragi pada Pembuatan Tempe

0 29 76

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG SINGKONG TERFERMENTASI DAN TEPUNG KACANG MERAH TERHADAP KADAR PROTEIN, KADAR SERAT, Pengaruh Substitusi Tepung Singkong Terfermentasi Dan Tepung Kacang Merah Terhadap Kadar Protein, Kadar Serat, Dan Daya Terima Cake.

0 1 18

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG SINGKONG TERFERMENTASI DAN TEPUNG KACANG MERAH TERHADAP KADAR PROTEIN, KADAR SERAT, DAN DAYA Pengaruh Substitusi Tepung Singkong Terfermentasi Dan Tepung Kacang Merah Terhadap Kadar Protein, Kadar Serat, Dan Daya Terima Cake.

0 14 11

Daya Terima Biskuit dengan Modifikasi Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang serta Kontribusinya terhadap Kecukupan Energi, Protein dan Zat Besi Remaja

1 2 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biskuit - Daya Terima Biskuit dengan Modifikasi Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang serta Kontribusinya terhadap Kecukupan Energi, Protein dan Zat Besi Remaja

0 1 24

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Daya Terima Biskuit dengan Modifikasi Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang serta Kontribusinya terhadap Kecukupan Energi, Protein dan Zat Besi Remaja

0 0 10

Daya Terima Biskuit dengan Modifikasi Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah dan Tepung Pisang serta Kontribusinya terhadap Kecukupan Energi, Protein dan Zat Besi Remaja

0 1 16