47
4.6. Perubahan Peluang Distribusi Debit Yang Menyebabkan Banjir
4.6.1. Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan
Berdasarkan hubungan besaran debit dan kejadian banjir pada Sub Bab 4.1.7 didapatkan 2 batas ambang besaran debit yang menyebabkan banjir yaitu
batas ambang I 131 m3dtk dan II 206.5 m3dtk. Berdasarkan kedua batas ambang di atas, dapat dilihat perubahan distribusi debit yang menyebabkan banjir.
Pengaruh perubahan penggunaan lahan pada batas ambang I dan II terhadap perubahan freksuensi debit yang menyebabkan banjir, meningkat seiring
dengan laju perubahan penggunaan lahan dari tahun 2000, 2010 dan 2025 secara distribusi Tabel 25.
Peluang debit hasil simulasi SWAT yang menyebabkan banjir pada batas ambang I dengan penggunaan lahan tahun 2000 adalah 6,68, peluang tersebut
meningkat menjadi 7,28 dengan merubah penggunaan lahan menjadi penggunaan lahan tahun 2010 dan dengan menggunakan penggunaan lahan
skenario tahun 2025 peluang debit yang menyebabkan banjir menjadi 9,36.
Tabel 25. Frekuensi dan peluang debit yang menyebabkan banjir penggunaan lahan
Frekuensi Peluang
Batas Ambang PL
2000 PL
2010 PL
2025 PL
2000 PL
2010 PL
2025
I 131 m3dtk 122
133 171
6,68 7,28
9,36
II 206,5 m3dtk 15
22 36
0,82 1,20
1,97
Catatan: PL Penggunaan Lahan
Peningkatan peluang debit yang menyebabkan banjir juga terjadi pada batas ambang II Tabel 25. Pada simulasi SWAT dengan menggunakan
penggunaan lahan tahun 2000, peluang debit yang menyebabkan banjir sebesar 0,82. Peluang debit yang menyebabkan banjir dengan menggunakan
penggunaan lahan tahun 2010 meningkat menjadi 1,20 dan dengan menggunakan penggunaan lahan tahun 2025 menjadi 1,97.
Sehingga dengan perubahan penggunaan lahan tersebut, pada batas ambang 1 kejadian banjir akan meningkat menjadi sekali dalam 10 tahun pada
tahun 2025 dari sekali dalam 14 tahun dengan penggunaan lahan tahun 2000. Sedangkan pada batas ambang II atau dikaketogikan sebagai kejadian banjir yang
ekstrim, kejadian banjir meningkat dari sekali dalam 121 menjadi sekali dalam 50 tahun pada saat terjadi perubahan penggunaan lahan yang sama dengan
penggunaan lahan tahun 2025.
4.6.2. Pengaruh Perubahan Iklim
Pengaruh perubahan iklim terhadap perubahan distribusi dan peluang debit yang menyebabkan banjir terjadi pada batas ambang I maupun pada batas ambang
48 II, dimana untuk melihat besarnya pengaruh perubahan iklim hanya digunakan
untuk 1 penggunaan lahan saja. Hal ini disebabkan pada setiap penggunaan lahan pengaruh perubahan iklim sama pada saat perhitungan peluang perubahan debit
yang menyebabkan banjir.
Perbedaan frekuensi debit yang menyebabkan banjir batas ambang I dan II untuk 5 periode data iklim dapat dilihat pada tabel 26, dimana peluang tersebut
sangat beragam tergantung kondisi data iklim yang digunakan. Pada batas ambang I, peluang debit yang menyebabkan banjir dari hasil
simulasi SWAT dengan menggunakan data iklim periode 1991-2010 sebesar 19,23, dimana peluang tersebut mengalami kenaikan pada periode tahun 2011-
2030 menjadi 19,58. Peluang debit yang menyebabkan banjir tertinggi terjadi pada periode data iklim tahun 2051-2070 yang sebesar 21,07 atau meningkat
sebesar 9,53 dari periode 1991-2010.
Tabel 26. Frekuensi dan peluang debit yang menyebabkan banjir perubahan iklim
Periode Iklim
Batas Ambang 1991-2010 2011-2030 2031-2050
2051-2070 2071-2090
Frekuensi I 131 m3dtk 1405
1430 1394
1539 1369
II 206,5 m3dtk 723
737 712
773 698
Peluang I 131 m3dtk
19,23 19,58
19,07 21,07
18,74 II 206,5 m3dtk
9,90 10,09
9,75 10,58
9,56
Sedangkan pada batas ambang II, peluang debit yang menyebabkan banjir dari hasil simulasi dengan menggunakan data iklim periode 1991-2010 adalah
sebesar 9,90, peluang tersebut meningkat menjadi 10,09 pada penggunaan data iklim periode 2011-2030. Peningkatan peluang debit yang menyebabkan
banjir paling tinggi juga terjadi pada penggunaan data iklim periode 2051-2070 yang sebesar 10,58 atau meningkat sebesar 6,91 dari periode tahun 1991-
2010.
Pengaruh perubahan iklim tidak signifikan mempengaruhi besar atau kecilnya perubahan kejadian banjir baik pada batas ambang I ataupun 2.
Peningkatan kejadian banjir terjadi pada periode 2051-2070, dimana kejadian banjir meningkat dari sekali dalam 5 tahun menjadi sekali dalam 4 tahun pada
periode tersebut.
Sehingga jika dipadukan antara pengaruh perubahan iklim dan penggunaan lahan, maka dengan perubahan penggunaan lahan tahun 2025 dan
perubahan iklim seperti periode tahun 2051-2071 terjadi peningkatan kejadian banjir dari sekali dalam 14 tahun menjadi sekali dalam 5 tahun.
49
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Penggunaan model SWAT di DAS Citarum Hulu telah layak digunakan, hal ini didukung dengan hasil kalibrasi yang dilakukan telah masuk kriteria layak
digunakan berdasarkan nilai R
2
= 0,771 dan nilai NSI = 0,773, sedangkan hasil validasi juga masuk dalam kriteria layak dengan nilai R
2
= 0,849 dan NSI = 0,801. Berdasarkan data penggunaan lahan tahun 2000, 2010 dan 2025 terjadi
pergeseran fungsi kawasan tangkapan air menjadi kawasan pembangunan. Sebagian besar dari pergesaran tersebut merupakan kawasan hutan, dimana
perubahan tersebut terjadi dari 42 tahun 2000 menjadi 26 tahun 2025.
Besarnya perubahan tersebut menyebabkan terjadi peningkatan debit-debit puncak pada tahun 2010 dan 2025, sehingga menyebabkan peningkatan peluang debit
yang menyebabkan banjir dari sekali dalam 14 tahun menjadi sekali dalam 10 tahun. Peluang debit-debit puncak yang menyebabkan banjir tersebut meningkat
lebih tinggi menjadi sekali dalam 5 tahun dengan memasukkan faktor perubahan iklim pada tahun 2025.
5.2. Saran
SWAT sebagai salah satu model hidrologi masih kurang maksimal dalam menjelaskan pengaruh penggunaan lahan dalam ruang lingkup lokal, salah
satunya disebabkan oleh penggunaan parameter-parameter air tanah yang tidak disesuaikan dengan karateristik tanah dan penggunaan lahannya. Sehingga perlu
dilakukan kajian untuk menghitung parameter-parameter air tanah yang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya laju air permukaan,
dan air tanah dan juga mempengaruhi besarnya debit yang mengalir di sungai.
SWAT juga bisa ditingkatkan penggunaannya dalam proyeksi atau dugaan besarnya debit, sedimen, dan karateristik hidrologi dengan memperbanyak
skenario penggunaan lahan dimasa depan. Salah satunya dengan menggunakan RTRW Rencana Tata Ruang Wilayah yang dikeluarkan oleh pemerintah,
sehingga dengan menggunakan penggunaan lahan dari RTRW tersebut dapat diprediksi karateristik hidrologi yang akan terjadi.
Selain penggunaan lahah, dapat juga ditambahkan model-model iklim yang mengambarkan kondisi masa depan dari skenario-skenario tertentu, karena
pada saat ini telah banyak dikembangkan model-model iklim yang dapat mempresentasikan kondisi dimasa depan.