37 Jumlah  HRU  yang  terbentuk  2577  pada  31  sub-DAS,  dimana  hasil  HRU
yang  terbentuk  memuat  kuantitas  dan  persentase  penggunaan  lahan,  jenis  tanah dan  kemiringan  lahan  di  daerah  DAS  yang  terdeliniasi.  Tampilan  output
pembentukan HRU disajikan pada gambar 23.
4.2.3. Simulasi model SWAT
Model SWAT dijalankan dengan menggunakan data-data input yang telah dipersiapkan  sebelumnya.  Periode  simulasi  dilakukan  dari  tahun  2001  sampai
2005 secara harian dengan fase percobaan penggunaan model warm up model 2 tahun  1999-2000.  Fase  warm  up  model  SWAT  merupakan  suatu  proses  yang
paling  esensial  untuk  menyeimbangkan  kondisi  aliran  dasar  base  flow  saat simulasi  dijalankan,  sehingga  kondisi  keseimbangan  dalam  proses  hidrologi
tercapai.
Output  hasil  proses  simulasi  SWAT  diberikan  dalam  bentuk  harian, bulanan maupun tahunan, dimana file tersebut dapat dilihat pada file output.txt di
dalam folder Txt.InOut.
4.3. Kalibrasi dan Validasi Model SWAT
4.3.1. Kalibrasi
Model  SWAT  merupakan  model  hidrologi  yang  banyak  menggunakan parameter-parameter  dalam  proses  perhitungannya.  Dalam  proses  kalibrasi,
parameter-parameter  ini  dikoreksi  untuk  mendapatkan  nilai  tertentu,  sehingga hasil  proses  perhitunggan  model  bisa  menduga  kondisi  sebenarnya.  Kalibrasi
Model SWAT dilakukan dengan membandingan data debit simulasinya flow out pada file RCH dengan data debit observasi  bulanan tahun 2001 dan 2002 untuk
pos air Nanjung.
Proses  kalibrasi  menggunakan  parameter-parameter  dari  aliran  sungai .bsn, aliran dasar .gw, saluran utama .rte, parameter tingkat HRU .hru,
pengelolaan lahan .mgt dan tanah .sol yang disajikan pada lampiran 13.
Tabel 14. Hasil perbandingan data observasi dan simulasi
Sebelum koreksi Setelah koreksi
R
2
0,517 0,771
NSI 0,153
0,773 Parameter-parameter yang paling mempengaruhi kurva debit hasil simulasi
agar  mendekati  kondisi  debit  observasi  adalah  ALPHA_BNK,  SOL_AWC  dan CN2. Hal ini dikarenakan nilai-nilai parameter ini untuk setiap kategori land use
dan tanah sangatlah mempengaruhi besar-kecilnya debit hasil simulasi.
38
Tabel15. Parameter-parameter yang digunakan untuk proses kalibrasi
Parameter Keterangan
Nilai Akhir
Aliran Sungai MSK_CO1
koefesien pengontrol untuk aliran 4,625
MSK_CO2 koefesien pengontrol untuk aliran
8,625 MSK_X
Faktor pengontrol aliran 0,289
SURLAG Parameter  time lag  suatu DAS
11,637
Aliran Dasar ALPHA BF
Indeks respon dari aliran dasar 0,987
GW DELAY hari Rentang waktu dari turunnya air ke aquifer dangkal
6,25 GW_REVAP
Koefisien air bawah tanah 0,198
GWQMN mm Batas kedalam air penentu terjadinya aliran
+ 2,187
REVAPMN mm Batas kedalaman air penentu terjadinya perkolasi
+ 1,875 HRU
EPCO Faktor kompensasi pengeluaran air transpirasi,
evapotranspirasi dan kadar air tanah 0,269
ESCO Fakto kompensasi evaporasi tanah
+ 0,097 OV_N
Nilai koefisien kekasaran manning “n” 7,132
SLSUBBSN m Panjang lereng rata-rata
1,062
Managemen CN2
Bilangan kurva + 1,115
Tanah
AWC mm mm
-1
Kapasitas air tersedia di lapisan tanah + 0,946
BD g cm
-3
Kerapatan jenis tanah 1,04
K mm jam
-1
Konduktivitas hidrolik dalam keadaan jenuh + 0,5
Saluran Utama
CH_K2 mm hari
-1
Input konduktivitas hidrolik efektif saluran utama 68,741
CH_N2 mm hari
-1
Nilai kekasaran manning pada saluran utama sungai 0,195
ALPHA _BNK hari  Factor alpha aliran untuk penyimpanan air 0,537
Catatan: + ditambahkan terhadap nilai parameter;  dikalikan terhadap nilai parameter
Sebelum  dilakukan  kalibrasi  dapat  terlihat  hasil  simulasi  masih  berada dibawah  data  observasi  tabel  16,  dimana  bedasarkan  hasil  perbandingan  yang
dilakukan  dengan  analisis  excel  didapat  R
2
=  0,513  dan  nilai  NSI  =  0,153  atau termasuk dalam kategori kurang memuaskan kategori pertama dari kategori NSI.
Jika  dilihat  sebaran  data  hubungan  data  simulasi  dan  observasi  terlihat  bahwa seluruh  titik  hubungan  data  simulasi  dan  observasi  masih  berada  dibawah  garis
1:1 gambar 24.
Setelah  dilakukan  proses  kalibrasi,  debit  hasil  simulasi  telah  dapat mengikuti nilai debit observasi tabel 16. Berdasarkan analisis excel, didapat nilai
R
2
= 0,771 dan nilai NSI = 0,773 atau termasuk dalam kategori layak digunakan Kategori ke 3 dari kategori NSI.
39
Tabel 16. Data debit observasi dan simulasi sebelum dan sesudah proses kalirasi [m
3
dtk]
Tahun Obs  Sim_Pra  Sim_Pas    Tahun
Obs  Sim_Pra  Sim_Pas 2001\1
100 83
104    2002\1 151
99 134
2001\2 102
84 99    2002\2
100 87
106
2001\3 102
79 77    2002\3
152 107
105
2001\4 183
79 165    2002\4
148 62
122
2001\5 98
30 89    2002\5
41 55
31
2001\6 62
10 60    2002\6
28 22
11
2001\7 38
3 33    2002\7
28 16
19
2001\8 20
1 29    2002\8
11 9
5
2001\9 29
5 48    2002\9
8 12
9
2001\10 101
34 80    2002\10
8 5
31
2001\11 221
56 107    2002\11
20 26
61
2001\12 68
85 97    2002\12  101
40 109
Catatan:  Obs = Observasi; Sim_Pra = Simulasi sebelum kalibrasi; Sim_Pas = Simulasi setelah proses kalibrasi
Gambar 24. Perbandingan debit observasi dan simulasi bulanan tahun 2001-2002 sebelum kiri dan setelah kanan proses kalibrasi
Berdasarkan  hasil  proses  kalibrasi  terlihat  debit  simulasi  belum  bisa menangkap  semua  nilai-nilai  debit  ekstrim,  seperti  pada  bulan  November  2001
debit  simulasi  hanya  bisa  mencapai  nilai  100  m
3
dtk  pada  saat  debit  observasi berada pada nilai 225 m
3
dtk. Selain  membandingkan  nilai  debit  simulasi  dan  debit  observasi,  juga
dilakukan  perbandingan  nilai  debit  simulasi  dengan  ketinggian  air  yang  dihitung dari  data  observasi  dengan  menggunakan  persamaan  rating  curve  Q  =  a    H  ±
b
c
; Q=debit, H=ketinggian Air. Dari perbandingan tersebut, debit simulasi telah dapat  menjelaskan  besarnya  ketinggian  air  sungai  dengan  tingkat  korelasi  75
R2 = 0.5648 untuk tahun 2000 dan 78 R2 = 0.6164 untuk tahun 2001.
40
Gambar 25. Perbandingan debit simulasi dengan kedalaman air tahunn 2000 kiri dan 2001 kanan
4.3.2. Validasi