35 debit yang menyebabkan banjir, 2 kelompok data tersebut dibuat distribusi yang
akan menentukan ambang batas debit yang menyebabkan banjir. Seperti terlihat pada gambar 26 titik debit pada nilai 131 m
3
dtk merupakan ambang batas pertama debit yang menyebabkan banjir, dimana ambang batas ini masih terdapat
peluang sekitar 20 debit diatas 131 m
3
dtk yang tidak menyebabkan banjir. Besarnya nilai debit disebabkan oleh faktor kejadian lokal, sehingga tidak
berpengaruh terhadap kejadian banjir. Sedangkan titik debit pada nilai 206.5 m
3
dtk merupakan ambang batas kedua, dimana debit yang melewati nilai batas dapat dipastikan terjadi banjir.
Gambar 21. Histogram debit dan kejadian banjir harian : debit yang tidak menyebabkan banjir, : debit yang menyebabkan banjir
4.2. Model Swat
4.2.1. Deliniasi DAS
Proses deliniasi DAS Citarum Hulu menggunakan SWAT dilakukan secara otomatis. Proses deliniasi menggunakan peta jaringan sungai, peta DEM,
dan batasan daerah deliniasi.
36 Proses deliniasi menggunakan ambang batas threshold yang digunakan
adalah 3500 ha, sehingga menghasilkan 31 Sub-DAS dengan total luasan 172045,92 ha Hasil deliniasi batas DAS dan Sub DAS Citarum Hulu dapat dilihat
pada gambar 22.
Gambar 22. Hasil deliniasi DAS Citarum Hulu dengan program SWAT
4.2.2. Pembentukan HRU pada DAS Citarum Hulu
Setiap HRU yang terbentuk oleh deliniasi SWAT merupakan hasil tumpang tindih dari peta jenis penggunaan lahan, jenis tanah dan kemiringan
lereng yang terdapat pada DAS Citarum Hulu. Pembentukan HRU menggunakan kriteria “Multiple HRU’s” dengan persen threshold area jenis penggunaan lahan
0, jenis tanah 0 dan kemiringan lereng 8. Penentuan batas threshold ini didasarkan kepada luasan terkecil dari kategori penggunaan lahan, jenis tanah dan
kemiringan lahan serta tingkat ketelitian yang diinginkan oleh user.
Gambar 23. HRU yang terbentuk melalui proses “creates HRU’s”
37 Jumlah HRU yang terbentuk 2577 pada 31 sub-DAS, dimana hasil HRU
yang terbentuk memuat kuantitas dan persentase penggunaan lahan, jenis tanah dan kemiringan lahan di daerah DAS yang terdeliniasi. Tampilan output
pembentukan HRU disajikan pada gambar 23.
4.2.3. Simulasi model SWAT
Model SWAT dijalankan dengan menggunakan data-data input yang telah dipersiapkan sebelumnya. Periode simulasi dilakukan dari tahun 2001 sampai
2005 secara harian dengan fase percobaan penggunaan model warm up model 2 tahun 1999-2000. Fase warm up model SWAT merupakan suatu proses yang
paling esensial untuk menyeimbangkan kondisi aliran dasar base flow saat simulasi dijalankan, sehingga kondisi keseimbangan dalam proses hidrologi
tercapai.
Output hasil proses simulasi SWAT diberikan dalam bentuk harian, bulanan maupun tahunan, dimana file tersebut dapat dilihat pada file output.txt di
dalam folder Txt.InOut.
4.3. Kalibrasi dan Validasi Model SWAT