27 Tabel 8. Jenis tanah berdasarkan klas Ordo lanjutan
Ordo Sub Ordo
Bentuk Kawasan Kemiringan
Andisols Entisols
Inceptisols Eutric Hapludands
Berombak-bergelombang-berbukit- bergunung
3 - 50 Thaptic Hapludands
Datar agak berombak 1 - 5
Typic Malanudands Berombak-bergelombang
5 - 15 Troporthants
Bergunung 50
Aeric Tropaquepts Datar agak berombak dengan hillock
1 - 8 Andic Dystropepts
Bergelombang-berbukit 15 - 30
Aquic Eutropepts Datar
1 - 3 Fluventic Eutropepts
Datar 1 - 3
Mollisols Oxic Humitropepts
Bergunung 45
Typic Eutropepts Datar agak berombak dengan hillock
1 - 30 Typic Humitropepts
Berombak-bergelombang 5 - 50
Vertic Tropaquepts Datar agak berombak
1 -5 Andic Hapludolls
Berombak-bergelombang 5 - 10
Aquic Hapludolls Berombak-bergelombang
5 - 15 Cumulic Hapludolls
Berombak-bergelombang 3 - 15
Oxic Argludolls Berbukit-bergunung
25 - 60 Typic Hapludolls
Bergelombang-berbukit 10 - 30
Typic Hapludolls Berbukit
20 - 50
Ultisolls Typic Hapludults
Bergelombang-berbukit 8 - 50
Typic Kandiudults Berbukit
15 - 50 Typic Palaudults
Berombak 5 - 8
Typic Rhodudults Bergelombang-berbukit
8 - 15
4.1.3. Iklim di Daerah Penelitian
Terdapat 6 parameter iklim harian yang dibutuhkan sebagai salah satu input untuk menjalankan simulasi model SWAT, yaitu curah hujan, temperature
udara maksimum-minimum, kecepatan angin, kelembaban relatif dan radiasi surya. Gambaran kondisi iklim histori menggunakan data iklim yang diambil dari
stasiun klimatologi Banjaran dari tahun 1999 sampai 2005 Tabel 6 dan data curah hujan dari 18 pos hujan yang ada disekitar DAS citarum hulu. Posisi stasiun
iklim dan pos hujan yang disajikan pada gambar 13.
28
Gambar 13. Posisi stasiun hujan dan pos duga air Nanjung
Sedangkan untuk melihat bagaimana perubahan iklim mempengaruhi kondisi debit di DAS citarum hulu, maka digunakan data global dari Regcm untuk
SRES A1B. Data hasil olahan ini berbentuk grid, dimana setiap grid akan memiliki 6 parameter iklim. Posisi grid data Regcm yang digunakan sebagai input
dalam skenario simulasi SWAT disajikan pada gambar 14.
Gambar 14. Posisi grid Regcm dan pos duga air Nanjung
29
Tabel 9. Rata-rata bulanan data iklim observasi 1999-2005 di Stasiun klimatologi Banjaran
Bulan Trata Tmax
Tmin Hujan
RH Kec. Angin
Radiasi Surya
o
C
o
C
o
C Mm
ms MJ m-2 day-1
1 23,3
28,2 19,4
172,8 81,4
1,3 29,8
2 23,0
27,5 19,7
193,1 81,6
1,4 30,8
3 23,3
28,4 19,6
241,5 81,3
1,1 27,4
4 23,5
28,7 19,5
150,3 81,6
1,0 26,8
5 23,6
29,2 19,1
84,7 79,8
1,0 24,7
6 23,2
28,9 18,4
68,8 77,4
1,0 23,0
7 23,0
29,2 17,8
68,7 74,8
1,1 21,7
8 23,4
29,4 18,0
39,9 71,7
1,2 21,0
9 23,7
29,7 18,5
81,6 73,1
1,3 22,9
10 23,7
29,5 18,9
153,8 75,4
1,1 26,4
11 23,8
28,7 19,7
209,2 81,0
1,0 29,6
12 24,3
28,5 19,5
141,5 79,5
1,2 28,4
4.1.4. Kondisi Hidrologi Daerah Penelitian
Data debit observasi harian pos Nanjung yang digunakan untuk melihat kondisi hidrologi sungai diperoleh dari PDA milik Dinas PU Pengairan dari tahun
1991- 2009 yang terletak di Kecamatan Batujajar_Kabupaten Bandung 06’57
o
LS dan 107’32
o
BT. Pemilihan pos Nanjung sebagai titik outlet dikarenakan titik terakhir pos pemantau tinggi aliran sungai sebelum mencapai Waduk Saguling
yang merupakan tempat bermuara air dari DAS Citarum bagian Hulu. Gambar 15 menunjukkan debit sungai harian untuk pos Nanjung, dimana
debit aliran tertinggi mencapai 554 m
3
dtk yang terjadi pada tanggal 28 April 2007.
Gambar 15. Debit PDA Nanjung tahun 1991-2009
30
4.1.5. Penggunaan Lahan