besar kecilnya produksi yang diperoleh. Sedangkan pengeluaran total usahatani dapat didefinisikan sebagai nilai semua masukan yang habis terpakai atau
dikeluarkan di dalam produksi kecuali biaya tenaga kerja keluarga petani.
3.1.4 Pendapatan Usahatani
Kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai dapat diukur oleh adanya pendapatan tunai usahatani. Pendapatan tunai usahatani merupakan selisih
antara penerimaan tunai usahatani dengan pengeluaran usahatani atau pendapatan usahatani meliputi pendapatan kotor dan pendapatan bersih. Pendapatan kotor
usahatani merupakan ukuran hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam usahatani sedangkan pendapatan bersih merupakan selisih antara
pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani Soekartawi, 1986.
Pendapatan kotor usahatani dibedakan menjadi dua yaitu pendapatan kotor tunai dan pendapatan kotor tidak tunai. Pendapatan kotor tunai didefinisikan
sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani yang tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani yang berbentuk benda dan
yang dikonsumsi. Sedangkan pendapatan kotor tidak tunai merupakan pendapatan bukan dalam bentuk uang, seperti hasil panen yang dikonsumsi atau pembayaran
yang dilakukan dalam bentuk benda.Selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan total pengeluaran usahatani disebut pendapatan bersih usahatani.
Pendapatan bersih usahatani ini mengukur imbaan yang diperoleh keluarga petani akibat dari penggunaan faktor
– faktor produksi atau pendapatan bersih usahatani ini merupakan ukuran keuntungan usahatani yang dapat digunakan
untuk menilai dan membandingkan beberapa usahatani lainnya, maka ukuran yang digunakan untuk menilai usahatani ialah dengan penghasilan bersih
usahatani yang merupakan pengurangan antara pendapatan bersih usahatani dengan bunga pinjaman, biaya yang diperhitungkan dan penyusutan.
3.1.5 Rasio Imbangan Penerimaan dan Biaya RC Ratio
Pendapatan usahatani yang besar bukanlah suatu petunjuk bahwa usahatani tersebut efisien. Suatu usahatani dapat dikatakan layak apabila memiliki
tingkat efisiensi penerimaan yang diperoleh atas biaya yang dikeluarkan hingga
mencapai perbandingan tertentu Soeharjao dan Patong dalam Ridwan, 2008.
Kriteria kelayakan usahatani dapat diukur dengan menggunakan analisis imbangan penerimaan dan biaya RC Ratio yang didasari pada perhitungan
secara finansial. Ratio imbangan penerimaan dan biaya merupakan perbandingan antara
penerimaan revenue dan biaya cost. Analisis ini menunjukan berapa rupiah penerimaan usahatani yang akan diperoleh petani dari setiap rupiah biaya yang
dikeluarkan untuk kegiatan usahatani tersebut. Semakin besar nilai RC Ratio maka semakin besar pula penerimaan usahatani yang akan diperoleh untuk setiap
rupiah biaya yang dikeluarkan. Hal ini dapat dikatakan bahwa usahatani menguntungkan untuk dilaksanakan.
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional