48 dari kelainan atau keterbatasan yang dialaminya. Ketika berada di sekolah
inklusif, para siswa reguler memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk dapat lebih mudah menjalin hubungan atau interaksi sosial dengan teman
sebaya. Hal tersebut dikarenakan, dengan tanpa keterbatasan siswa reguler akan lebih mudah dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan teman
sebaya di sekolah inkluisf. Hal yang sebaliknya, bagi mereka para siswa ABK, perbedaan dan keterbatasan yang dimilikinya menyebabkan mereka
mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan teman sebaya ketika berada di lingkungan sekolah inklusif.
6. Penerimaan Sosial Siswa Reguler terhadap Siswa ABK di Sekolah
Inklusif Penerimaan sosial menjadi dasar bagi terjalinnya hubungan sosial
yang harmonis di lingkungan sosial, begitu pula di lingkungan sekolah inklusif. Sekolah inklusif merupakan sekolah yang menampung semua
siswa di kelas yang sama tanpa membeda-bedakan perbedaan yang ada. Semua siswa baik siswa reguler maupun siswa ABK ditampung dan
digabungkan dalam satu kelas yang sama Stainback dalam Tarmansyah, 2007: 82.
Hubungan sosial yang harmonis di sekolah inklusif salah satunya ditandai dengan adanya sikap saling menerima satu sama lain. Individu
diterima oleh orang lain dan individu menerima orang lain. Hal ini dapat diartikan bahwa seluruh warga sekolah, tidak terkecuali para siswa
49 diharapkan dapat saling menerima satu sama lain terlebih bagi para siswa
reguler dan siswa ABK. Penerimaan sosial sangat berarti bagi seseorang. Hal tersebut
dikarenakan penerimaan sosial menjadi indeks keberhasilan bagi seseorang untuk dapat berperan aktif dalam kelompok sosial dan
menunjukkan derajat rasa suka orang lain untuk bekerja sama dan bermain dengannya Hurlock, 1997: 293. Begitu pula bagi para siswa ABK,
penerimaan sosial para siswa reguler terhadap dirinya menjadi hal yang sangat penting bagi perkembangan dinamika kehidupan siswa ABK. hal
tersebut dikarenakan penerimaan sosial dan pola-pola perilaku teman atau siswa reguler akan mempengaruhi sikap siswa ABK dalam bersosialisasi.
Taylor Arfiani Septiningtyas, 2014: 40 mendefinisikan penerimaan sosial sebagai sikap seseorang dalam memandang orang lain sebagai
individu yang patut dihargai tanpa menilai dan tanpa berusaha mengendalikan. Pendapat lain dikemukakan oleh Leary Arfiani
Septiningtyas: 2014: 40 yang menjelaskan bahwa penerimaan sosial berarti adanya sinyal dari orang lain yang ingin menyertakan, penerimaan
sosial ini terjadi pada kontinum yang berkisar dari menoleransi kehadiran orang lain hingga secara aktif menginginkan seseorang untuk dijadikan
partner dalam suatu hubungan. Hal ini dapat diartikan bahwa sejauhmana penerimaan sosial siswa reguler terhadap siswa ABK dapat ditunjukkan
atau diketahui dari bagaimana sikap siswa reguler dalam memandang
50 siswa ABK dan sejauhmana keinginan siswa reguler untuk menyertakan
dan menjadikan siswa ABK sebagai teman atau partner sosialnya.
D. Kerangka Berpikir