2. Jika data menyebar jauh dari diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal,
maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
b. Pengujian Autokorelasi
Menurut Situmorang dkk.2008 : 78, uji autikorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara
kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode sebelumnya. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan
sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual kesalahan pengganggu tidak bebas dari satu observasi ke observasi
lainnya. Cara yang dapat dilakukan untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi adalah dengan melakukan pengujian Durbin Watson DW atau
percobaan d dari Durbin Watson.
Kriteria pengambilan keputusan dalam pengujian autokorelasi adalah sebagai berikut :
Hipotesis Nol Keputusan
Jika Tidak ada autokorelasi positif
Tolak 0 d dl
Tidak ada autokorelasi positif No Decision
dl ≤ d ≤ du
Tidak ada Korelasi negatif Tolak
4 – dl d 4 Tidak ada Korelasi negatif
No Decision 4 – du
≤ d ≤ 4 - dl Tidak ada autokorelasi positif
atau negatif Tidak Ditolak
du d d4 -du
Universitas Sumatera Utara
c. Pengujian Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terdapat ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan
kepengamatan lainnya. Jika variance dari satu residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya tetap maka terjadi homoskedastisitas, jika berbeda maka
disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang tidak terjadi heteroskedastisitas Situmorang dkk, 2008 : 65.
Dasar analisis untuk menentukan ada atau tidaknya heteroskedastisitas menurut Ghozali 2005 : 110 yaitu :
1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur bergelombang, melebar kemudian menyempit, maka
mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. 2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah
angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
d. Pengujian Multikolinearitas
Menurut Situmorang dkk 2008 : 96 pada mulanya multikolinearitas ini berarti adanya hubungan linear yang “sempurna” atau
pasti, diantara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari model regresi, atau dapat diartikan sebagai hubungan linear antara variabel dari
suatu model regresi adalah sempurna. Kaidah umum yang digunakan untuk mendeteksi multikolinearitas
adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1. Koefisien determinasi tinggi dan signifikansi nilai statisktik t rendah. Jika koefisien determinasi tinggi, maka nilai statistik F tinggi maka hipotesis yang
menyatakan bahwa koefisien slope individu nol tidak ditolak, tetapi uji statistik t menunjukkan bahwa koefisien slope sedikit yang signifikan.
2. Koefisien korelasi antara variabel eksplanatoris tinggi. Meskipun korelasi derajat nol yang tinggi mungkin mengusulkan kolinieritas dalam satu kasus
spesifik. Untuk meletakkan persoalan agar secara teknik, korelasi derajat nol yang tinggi merupakan kondisio yang cukup tapi tidak perlu adanya
kolinieritas karena hal ini dapat terjadi meskipun melalui korelasi derajat nol atau sederhana relatif rendah.
3. Nilai koefisien koralasi parsial tinggi. Sebagai hasilnya disarankan bahwa orang seharusnya melihat tidak hanya pada korelasi derajat nol, tetapi juga
pada koefisien korelasi parsial. Meskipun suatu penelitian korelasi parsial mungkin berguna, tidak ada jaminan bahwa korelasi akan memberikan
petunjuk yang tidak mungkin salah untuk multikolinieritas, karena mungkin saja terdapat R² semua korelasi parsial cukup tinggi.
4. Auxiliary regression. Multiukolinieritas timbul sebagai akibat kombinasi linier dari satu atau lebih variabel regressor, maka variabel regressor yang
mengalami kombinasi linier dengan variabel regressor lainnya diregresikan untuk menghitung R²j, regresi ini disebut auxiliary regression.
5. Untuk mendiagnosa multikolinieritas dapat digunakan eigen value dan condition index.
Universitas Sumatera Utara
6. Tolerance adn variance inflation factor. Nilai VIF yang semakin besar menunjukkan masalah multikolinier yang semakin serius.
Nilai VIF variance inflation factor dan tolerance merupakan uji
yang sering digunakan untuk melihat ada tidaknya multikolinearitas dalam model regresi. Nilai
tolerance 1 - R² menunjukkan variasi variabel independen dijelaskan oleh variabel indpenden lainnya dalam model regresi
dengan mengabaikan variabel dependen. Sedangkan nilai VIF merupakan kebalikan dari nilai
tolerance karena VIF = 1tolerance. Jadi semakin tinggi korelasi antar variabel independen maka semakin rendah nilai
tolerance mendekati 0 dan semakin tinggi nilai VIF. Pedoman umum untuk batasan
nilai VIF dan tolerance agar model regresi terbebas dari persoalan
multikolinearitas adalah dibawah 10 untuk VIF dan diatas 10 untuk tolerance Ghozali, 2005 .
3.7 Pengujian Hipotesis