Penetapan Tersangka Sebagai Tambahan Objek Praperadilan

tersangka seperti dilakukannya penyitaan, penggeledahan dan lain sebagainya. Ketika seseorang merasa haknya dilanggar atas upaya paksa tersebut maka seorang warga negara mempunyai jalur yang dinamakan praperadilan dalam suatu upaya Hukum Acara Pidana Indonesia guna mempertahankan haknya. Praperadilan merupakan salah satu prinsip KUHAP yakni sebagai lembaga control. Adapun praperadilan sebagaimana Pasal 1 butir 10 KUHAP, adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus 50 : 1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka. 2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan. 3. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan. Permintaan ganti kerugian yang diajukan ke praperadilan adalah akibat penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan Pasal 95 50 H aka Astana M.Widya,“Praperadilan dan Hakim Komisaris”,Problematika Pembaruan Hukum Pidana Nasional,Jakarta:Komisi Hukum Nasional RI,2013,h.30-33. dan penjelasan Pasal 95, sedangkan permintaan rehabilitasi yang diajukan ke praperadilan adalah akibat diputus bebas atau diputus lepas Pasal 97. Dengan kata lain, Praperadilan memiliki objek penting didalamnya yakni, Pertama, memeriksa dan memutus sah atau tidaknya upaya paksa yang meliputi penangkapan dan penahanan, Kedua, memeriksa sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan yang dapat dilakukan karena empat hal yaitu nebis in idem atau karena ternyata apa yang disangkakan kepada tersangka merupakan tindak pidana yang telah pernah dituntut dan diadili, dan putusannya sudah memperoleh kekuatan hukum yang tetap, perkara yang disangkakan padanya merupakan perkara yang kadaluwarsa, dan abuse of authority. Ketiga, berwenang memeriksa tuntutan ganti rugi, Keempat, memeriksa permintaan rahabilitasi, Kelima, Praperadilan terhadap tindakan penyitaan. 51 Berdasarkan uraian objek praperadilan yang berlaku sebelum dibatalkannya Pasal 77 huruf a Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, penetapan tersangka tidak masuk dalam klasifikasi objek praperadilan. Namun, jika diperhatikan secara seksama, upaya penyidikan dapatlah dihentikan melalui jalur praperadilan dengan tiga syarat yang telah diuraikan diatas. 51 Yahya Harahap, Pembahasan Permasaahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali,h.4-6. Namun pengajuan pemohon untuk dijadikannya penetapan tersangka sebagai objek praperadilan adalah agar Hukum Acara itu bukan untuk memanjakan orang yang diduga bersalah dan untuk menghindari adanya unfair prejudice atau penyitaan terhadap barang dengan cara melanggar hukum dalam proses penyelidikan dan penuntutan yang tidak berdasarkan atas hukum serta proses peradilan yang memihak unlawful legal evidence. Dan demi memegang teguh keadilan dengan melindungi hak asasi warga negara meskipun ia bersalah. 52 52 Lihat Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 21PUU-XII2014 h.4.

BAB III PROFIL LEMBAGA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK

INDONESIA A. Sejarah Dibentuknya Mahkamah Konstitusi dalam Rangka Reformasi Yudikatif Penanaman paham konstitusi adalah salah satu cara untuk merealisasikan tujuan nasional dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang telah diuraikan sebelumnya. Paham konstitusi disebut dengan konstitusionalisme constitutionalism yakni yang berarti paham atau aliran yang menghendaki pembatasan kekuasaan limited power. Dalam kaitan dengan negara atau pemerintah, konstitusionalime adalah paham atau aliran yang menghendaki pembatasan kekuasaan negara limitation of state power atau pembatasan kekuasaan pemerintahan limitation of power of government atau limited government. 53 Pembatasan kekuasaan tersebutlah yang dibagi dalam tiga pembagian utama dalam UUD 1945, yakni kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan yudikatif. Adanya pembatasan kekuasaan negara dan organ-organ negara dengan cara menerapkan prinsip pembagian kekuasaan secara vertical atau pemisahan kekuasaan secara horizontal. Sesuai dengan hukum besi kekuasaan, setiap kekuasaan pasti memiliki 53 Bagir Manan dan Susi Dwi Harijanti, Memahami Konstitusi „makna dan aktualisasi‟, Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada, 2014, h.146. kecenderungan untuk berkembang menjadi sewenang-wenang, seperti yang dikemukakan oleh Lord Acton: “Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely”. 54 Dalam perspektif historis yuridis, kekuasaan eksekutif dan kekuasaan legislatif mengalami perubahan yang signifikan pasca amandemen UUD 1945, dimana perubahan sistem ketatanegaraan dari parlementer ke presidensil yang cukup mempengaruhi kewenangan dua kekuasaan tersebut. Sedangkan kekuasaan kehakiman, pasca Amandemen UUD 1945 ke-tiga telah mengalami perubahan dari segi substansi dan kelembagaan 55 . Yakni, setelah disahkannya Perubahan Ketiga UUD 1945 maka dalam rangka pembentukan MK, MPR menetapkan MA menjalankan fungsi sementara sebagaimana diatur dalam Pasal III Aturan Peralihan UUD 1945 hasil Perubahan Keempat. DPR dan Pemerintah kemudian membuat Rancangan Undang-Undang mengenai Mahkamah Konstitusi. Setelah pembahasan yang mendalam, DPR dan Pemerintah menyetujui bersama UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi pada 13 Agustus 2003 dan disahkan oleh Presiden pada hari itu 54 Ahmad Syahrizal, Peradilan Konstitusi Suatu Studi tentang Adjudikasi Konstitusional sebagai Mekanisme Penyelesaian Sengketa Normatif, Jakarta: Pradnya Paramita, 2006,h.5. 55 Perubahan tersebut mencangkup, Pertama, reformasi dalam hal indepedensi kehakiman yang dipertegas dan diformalkan dalam Batang Tubuh UUD 1945. Kedua, pembentukan Mahkamah Konstitusi yang merupakan lembaga baru dibentuk setingkat dengan Mahkamah Agung yang hakimnya diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh DPR, dan tiga orang oleh Presiden. Sedangkan ketua dan wakil ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh Hakim-Hasssskim Konstitusi. Ketiga, pembentukan Komisi Yudisial, satu lembaga baru lainnya yang memiliki kewenangan untuk mengusulkan pengangkatan Hakim Agung serta menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Lembaran Negara Nomor 98 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 4316. 56 Berdasarkan landasan konstitusional pula, sejarah berdirinya lembaga MK diawali dengan diadopsinya ide MK Constitutional Court dalam amandemen konstitusi yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat MPR pada tahun 2001 sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan Pasal 24 ayat 2, Pasal 24C, dan Pasal 7B Undang-Undang Dasar 194 hasil Perubahan Ketiga yang disahkan pada 9 Nopember 2001. Ide pembentukan MK merupakan salah satu perkembangan pemikiran hukum dna kenegaraan modern yang muncul di abad ke-20 57 . Ditegaskan dalam Pasal 24 ayat 1 UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan 58 . Dimana kekuasaan kehakiman yang dimaksud adalah kekuasaan kehakiman yang tidak hanya terdiri dari Mahkamah Agung dan 56 Profil Sejarah Berdirinya Lembaga Mahkamah Konstitusi, c.n, http:www.mahkamah konstitusi.go.idindex.php?page.website.ProfilSejarahMK diunduh pada 1 September 2015 pukul 12.45 wib. 57 Profil Sejarah Berdirinya Lembaga Mahkamah Konstitusi, c.n, http:www.mahkamah konstitusi.go.idindex.php?page.website.ProfilSejarahMK diunduh pada 1 September 2015 pukul 13.00 wib. 58 Kedudukan Mahkamah Konstitusi,c.n, http:www.mahkamah konstitusi.go.id index .php?page.website.KedudukanMK diunduh pada 1 September 2015 pukul 19.57. Mahkamah Konstitusi, melainkan juga terdiri dari peradilan-peradilan di bawah Mahkamah Agung. Terbentuknya MK juga tidak lepas dari kacamata perspektif historis, gagasan untuk terdapatnya lembaga yang dapat menguji undang- undang terhadap UUD 1945 nyatanya telah ada sejak Rapat Besar Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan, tanggal 15 Juli 194, yakni ketika Yamin menyampaikan usulan perihal perbandingan undang- undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Dibentuknya Mahkamah Agung pada saat itu, menurut Yamin agar melakukan kekuasaan kehakiman dan membanding undang-undang dengan Undang-Undang Dasar. Dan pendapat Balai Agung disampaikan kepada Presiden, yang mengabarkan berita itu kepada Dewan Perwakilan, dan melakukan aturan pembatalan. 59 Hadirnya Mahkamah Konstitusi, sebagai tanda bahwa telah lahir lembaga yang mampu menguji sustansi undang-undang, yang sebelumnya tidak diakomodir pada masa orde baru. Semua produk undang-undang dapat ditinjau substansinya maupun prosedur pembuatannya. Sehingga hak-hak warga negara dan demokrasi dapat terlindungi dari kemungkinan potensi negatif pembentuk undang-undang yang ingin mereduksi bahkan 59 Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 Buku VI tentang Kekuasaan Kehakiman, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2010,h.17-18.

Dokumen yang terkait

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen Di Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 68 130

Penetapan Luas Tanah Pertanian (Studi Kasus : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/Puu-V/2007 Mengenai Pengujian Undang-Undang No: 56 Prp Tahun 1960 Terhadap Undang-Undang Dasar 1945)

4 98 140

Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi No.92/Puu-X/2012 Ke Dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2014 Tentang Mpr, Dpr, Dpd Dan Dprd

0 54 88

Wacana Pemberlakuan Hukum Pidana Islam Dalam Kompetensi Absolut Peradilan Agama (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 19/Puu-Vi/2008)

0 27 119

Tinjauan Hukum Tentang Praperadilan Atas Status Tersangka Dalam Perkara Pidana Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

0 4 73

ANALISIS HUKUM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI YANG MENOLAK PENGUJIAN MATERIL TErHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1992 TENTANG PERFILMAN.

0 0 6

STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 7/PUU-XI/2013 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI (KAJ.

0 1 1

TESIS IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERKAIT DENGAN PENETAPAN TERSANGKA SEBAGAI OBJEK PRAPERADILAN

0 0 169

IMPLIKASI PENAMBAHAN NORMA PENETAPAN TERSANGKA SEBAGAI OBJEK PRAPERADILAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 21/PUU-XII/2014 TERHADAP SISTEM PERADILAN PIDANA Baktiar Ihsan Agung N 148040013 Hukum Pidana ABSTRAK - IMPLIKASI PENAMBAHAN NORMA PENETAPAN

0 0 8