IMPLEMENTASI TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY) DI PT SINAR MAS AGRO RESOURCES AND TECHNOLOGY
commit to user
IMPLEMENTASI TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY) DI PT SINAR MAS AGRO
RESOURCES AND TECHNOLOGY ( PT SMART Tbk.)
Oleh Eksa Rusdiyana
H0404008
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBALAS MARET
SURAKARTA 2010
(2)
commit to user
i
IMPLEMENTASI TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY) DI PT SINAR MAS AGRO
RESOURCES AND TECHNOLOGY ( PT SMART Tbk.) SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana Pertanian
di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Jurusan/Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian
Oleh :
EKSA RUSDIYANA H0404008
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2010
(3)
commit to user
ii
HALAMAN PENGESAHAN
IMPLEMENTASI TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY) DI PT SINAR MAS AGRO
RESOURCES AND TECHNOLOGY ( PT SMART Tbk.)
Yang dipersiapkan dan disusun oleh: Eksa Rusdiyana
H0404008
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal: 5 Oktober 2010
Susunan Tim Penguji
Ketua Anggota I Anggota II
Surakarta, Oktober 2010 Universitas Sebelas Maret
Fakultas Pertanian Dekan
Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS. NIP. 195512171982031003 Dr. Ir. Kusnandar, MSi
NIP.196707031992031004
Agung Wibowo, SP, MSi NIP.197602262005011003
Ir. Sugihardjo, MS NIP.195903051985031004
(4)
commit to user
iii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT penulis panjatkan atas segala nikmat dan karuniaNya sehingga skripsi dengan judul Implementasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) Di PT Sinar Mas Agro Resources And Technology ( PT SMART Tbk.) bisa tersusun dengan baik. Skripsi ini disusun guna melengkapi salah satu syarat dalam memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penyusunan skripsi ini tentu tidak lepas dari bantuan semua pihak, oleh karenanya penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
2. Dr. Ir. Kusnandar, MSi selaku pembimbing utama dan pembimbing akademis yang telah banyak membantu dan memberikan arahan serta motivasi.
3. Bapak Agung Wibowo, SP. MSi selaku pembimbing pendamping yang telah banyak memberikan masukan
4. Ir. Sugihardjo, MS selaku dosen tamu atas segala masukan yang diberikan 5. Bapak Ibu Dosen dan karyawan Fakultas Pertanian UNS atas ilmu yang
diberikan
6. Keluarga besar PT SMART Tbk Jakarta dan Lampung
7. Bapak dan Ibu serta adik-adik atas semangat dan pengorbanan yang diberikan,
semoga Allah mempertemukan kita kembali di jannahNya
8. Keluarga besar mahasiswa Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian
9. Keluarga besar Forum Ukhuwah dan Studi Islam (FUSI) FP UNS, Biro AAI, Forbes LDK UNS, Puskomda SOLORAYA, MITI Mahasiswa, KSI FP UNS, Mahasiswa berprestasi, Kos Teladan Pondok Ikhwan, LAZIS Jateng Soloraya dll yang menjadi wadah pengembangan diri penulis
(5)
commit to user
iv
10.Keluarga besar aktifis dakwah kampus serta rekan-rekan dalam lingkar perjuangan yang luar biasa jazakumullah atas semangat dan perjuangannya selama ini
11.Adik-adik UKMI UNISRI, adik-adik peternakan, agronomi 2006 yang selama
ini membersamai dalam lingkaran kebaikan
12.Semua tim yang membersamai dalam perjuangan mencapai prestasi di
PIMNAS XX dan XXI, LKTP Jateng, LKTM UNPAD dan UGM, Mawapres, Gelar TTG, PKM DIKTI, DIPA, serta DIKNAS Jateng.
13.Special untuk sahabat Umar Hafidz (THP 2004): jazakallah akhi atas
perjuangan kita selama ini untuk terus mengukir prestasi, atas dukungan fasilitas, kebersamaan serta semua hal yang tidak bisa terungkapkan
14.Special untuk sahabat Abdulrohman (AGB 2005): jazakallah sudah menjadi
saudara seperjuangan yang luar biasa. Jazakallah sudah menemani ke Jakarta , membantu proses seminar, ujian dsb.
15.Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehingga masukan serta saran yang sangat membangun senantiasa penulis nantikan untuk perbaikan. Semoga hasil penelitian ini bisa memberikan manfaat dan inspirasi bagi pembaca maupun calon peneliti berikutnya.
Wassalamualaikum wr.wb
Surakarta, Oktober 2010
(6)
commit to user
v DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
ABSTRAK ... xi
SUMMARY ... xii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 2
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 5
II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Good Corporate Governance ... 6
2. Etika Bisnis Perusahaan ... 8
3. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) ... 10
4.Modal Sosial (Social Capital) dan Pemberdayaan Masyarakat (Community Development) ... 26
B. Kerangka Berfikir ... 35
III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 39
B. Obyek Penelitian ... 40
C. Metode Penentuan Informan ... 41
D. Sumber Data ... ... 43
(7)
commit to user
vi
2. Peristiwa dan Tempat ... ... 43
3. Sumber Data Tertulis ... ... 43
E. Teknik Pengumpulan Data 1. Wawancara ... ... 44
2. Observasi ... ... 44
3. Pencatatan ... ... 45
4. Kajian Dokumen dan Arsip ... ... 46
F. Validitas Data ... 46
G. Teknis Analisis Data 1. Reduksi Data ... 49
2. Penyajian Data ... ... 49
3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi ... ... 50
IV. GAMBARAN UMUM PT SMART Tbk. A. Profil PT SMART Tbk ... 51
B. Standar Implementasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan PT SMART Tbk ... 53
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Budaya Perusahaan dan Implementasi CSR PT SMART Tbk. ... 56
B. Konteks Program CSR PT SMART ... 64
1 Letak Topografi Perkebunan.. ... 64
2 Kondisi Masyarakat Sasaran CSR PT SMART Tbk. ... 65
C . Dukungan Input Perusahaan Menerapkan CSR 1. Sumber Daya Pelaksana Program CSR ... 69
2. Dana Program CSR ... 82
D. Proses Pelaksanaan CSR PT SMART Tbk 1. Pemberian Donasi /Bantuan yang Bersifat Hibah... 85
2. Penguatan Potensi / Daya Masyarakat dengan Partisipasi Masyarakat 86 3. Pelaksanaan Program CSR……… 87
4. Monitoring dan Evaluasi... 112
(8)
commit to user
vii
E.Dampak Pelaksanaan CSR PT SMART Tbk.
1. Bagi Kelompok Sasaran ... 115
2. Bagi Perusahaan ... 116
VI. PENUTUP A. Kesimpulan ... 118
B. Saran ... 118
DAFTAR PUSTAKA ... 119
(9)
commit to user
viii
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1. Interes dan Kepentingan Masing-Masing Stakeholders ... 21
2. Golongan Karyawan dan Subsidi dari Perusahaan ... 76
3. Karakteristik Program CSR PT SMART... . 99
4. Stakeholder Sasaran Program CSR PT SMART...101
(10)
commit to user
ix
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman 1. Hubungan Pekerjaan Sosial Industri (PSI), CSR, dan
Pemberdayaan Masyarakat ... 11
2 Piramida Tanggung Jawab Sosial Perusahaan... 14
3 Stakeholder Map... 20
4 Skema Kerangka Berpikir... 38
5 Triangulasi Data... 48
6. Analisis Data Model Interaktif... 49
7. Struktur Organisasi CSR PT SMART Tbk... 81
8. Tahapan dalam Pengembangan Masyarakat Melalui Program CSR PT SMART... 85
(11)
commit to user
x
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Pedoman Wawancara ... 122
2. Pedoman Observasi ... 127
3. Catatan Lapang ... 129
4. Hasil wawancara di lapang ... 137
5. Rincian Triangulasi ... 171
(12)
commit to user
xi RINGKASAN
EKSA RUSDIYANA, H 0404008. “IMPLEMENTASI TANGGUNG
JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CORPORATE SOCIAL
RESPONSIBILITY) DI PT SINAR MAS AGRO RESOURCES AND TECHNOLOGY ( PT SMART Tbk.)”. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Kusnandar, MSi dan Agung Wibowo, SP, MSi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2010.
Banyak perusahaan bisnis yang dalam upaya mencari keuntungan menggusur populasi lokal, mengakibatkan polusi, serta menyalahgunakan hak asasi pekerja. Hal ini memunculkan suatu tekanan agar bisnis atau perusahaan bertanggung jawab kepada lingkungan sosialnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi tanggung jawab sosial perusahaan di PT SMART Tbk dilihat dari pengaruh budaya perusahaan, komponen konteks (context), input (masukan), proses (process) dan produk atau dampak (output). Metode dasar yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Pemilihan lokasi dilakukan dengan sengaja dengan pengambilan informan dilakukan secara snowball sampling. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi, pencatatan serta kajian dari dokumen dan arsip. Validitas data diketahui dengan menggunakan triangulasi metode, serta teknis analisis data yang digunakan menggunakan model analisis interaktif. Hasil penelitian menunjukkan manajemen PT SMART Tbk telah menunjukkan komitmennya dalam melaksanakan CSR, hal ini bisa dilihat dari budaya perusahaan serta filosofi pemilik perusahaan yang dituangkan dalam visi misi perusahaan. Konteks penentuan program dan sasaran didasarkan pada letak topografi perusahaan perkebunan. Dukungan input perusahaan dalam mengimplementasikan program CSR antara lain sumber daya pelaksanan CSR serta unit pelaksana CSR. Proses implementasi program CSR dilakukan dengan pemetaan sosial masyarakat serta penggalian prioritas kebutuhan masyarakat. Program CSR yang dilaksanakan terbagi menjadi aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi. Dampak implementasi CSR PT SMART antara lain terwujudnya penguatan kapasitas individu, kelompok maupun organisasi serta terbentuknya masyarakat yang menjadi perangkat lindung sosial bagi keberlangsungan usaha perusahaan.
(13)
commit to user
xii SUMMARY
EKSA RUSDIYANA, H0404008. IMPLEMENTATION OF CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY IN THE SINAR MAS AGRO RESOURCES AND TECHNOLOGY (PT SMART Tbk.). Under the guidance of Dr. Ir. Kusnandar, MSi and Agung Wibowo, SP, MSi. Faculty of Agriculture, Sebelas Maret University of Surakarta. 2010
Many business firms in an effort to seek profits displacing local populations, resulting in pollution and abusing the rights of workers. This raises the pressure for a business or company is responsible to the social environment. This study aims to determine the implementation of corporate social responsibility in PT SMART Tbk seen from the influence of corporate culture, the component context (context), input (input), process (process) and the product or impact (output). The basic method used in this study is a qualitative method with case study approach. Site selection was done deliberately to capture the informant conducted in snowball sampling. Methods of data collection was done by interview, observation, recording and review of documents and archives. The validity of the data is known by using the triangulation method, as well as technical analysis of the data used to use an interactive model. The results showed the management of PT SMART Tbk has demonstrated its commitment in implementing the CSR, it can be seen from the corporate culture and philosophy of the company owners as outlined in the company's mission vision. Context and objective determination of the program is based on topographical location of the plantation company. Input support companies in implementing CSR programs among other resources implementation of CSR and CSR implementation unit. The process of implementation of CSR programs conducted by community social mapping and excavation of priority community needs. CSR programs are implemented is divided into environmental, social, and economic. Impact of implementation of CSR PT SMART, among others, the realization of strengthening the capacity of individuals, groups and organizations and formed the community that became the social protection for the continuity of business enterprise.
(14)
commit to user I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemerintah senantiasa berupaya untuk meningkatkan pembangunan sektor ekonomi untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat. Melalui
pertumbuhan ekonomi diharapkan mampu mengatasi permasalahan
ketenagakerjaan. Sebagaimana diketahui bahwa pengangguran terbuka di Indonesia sudah berada di atas tiga puluh juta orang dan dikhawatirkan dapat berdampak pada masalah-masalah sosial lainnya seperti meningkatnya kriminalitas serta kerusuhan sosial. Melalui pertumbuhan ekonomi satu persen saja diharapkan dapat menyerap tenaga kerja sekitar seratus ribu orang (Soeling, 2007). Daya serap tenaga kerja ini bisa meningkat jika sektor riil yang banyak menggunakan tenaga kerja seperti pertanian, perkebunan, pabrik, dan industri dapat ditingkatkan kembali.
Secara historis, banyak perusahaan bisnis yang dalam upaya mencari keuntungan justru mengakibatkan polusi, menggusur komunitas lokal, serta menyalahgunakan hak asasi pekerja. Lingkungan diperlakukan sebagai bahan baku yang digunakan dalam proses produksi sekaligus sebagai tempat yang tidak terbatas untuk membuang limbah industri. Tantangan kedepan adalah bagaimana menciptakan suatu modernisasi yang berbeda, yang ditandai dengan kehidupan bisnis yang tetap melestarikan lingkungan alam.
Sebagai suatu bentuk institusi ekonomi, perusahaan melakukan proses transformasi dengan mengolah faktor-faktor produksi (bahan baku, modal, teknologi) menjadi produk atau jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat dan profit yang diperoleh dari hasil transaksi dipergunakan kembali untuk menjalankan usaha bisnisnya. Semakin besar profit maka akan semakin besar pula peluang bisnis untuk tumbuh dan mengakumulasi kapital untuk ekspansi usahanya. Namun, perlu diperhatikan bahwa bisnis juga merupakan institusi sosial dimana ada puluhan, ratusan bahkan ribuan orang yang mengabdi dengan menawarkan pengetahuan dan ketrampilannya dengan imbalan uang maupun bukan uang.
(15)
commit to user
Dapat dikatakan ada keterkaitan antara perusahaan dengan sistem sosial suatu masyarakat dan dengan unit-unit sosial dalam perusahaan. Dengan persaingan yang cenderung bebas dan hanya berorientasi pasar maka persaingan dalam rangka peningkatan bisnis dengan motif maksimalisasi profit cenderung mengabaikan dampak sosial yang ditimbulkannya. Masyarakat pada akhirnya semakin menyadari bahwa persoalan-persoalan seperti polusi, banjir, bencana alam dan kerusakan lainnya diakibatkan oleh kegiatan bisnis. Disinilah muncul suatu tekanan agar bisnis atau perusahaan mau bertanggung jawab sosial kepada stakeholdernya.
Perusahaan perkebunan Sinar Mas yang berada di bawah manajemen PT SMART Tbk. merupakan perusahaan perkebunan kelapa sawit terbesar dan terintegrasi di Indonesia. Perusahaan yang memiliki banyak karyawan serta senantiasa bersinggungan dengan lingkungan ini menarik untuk diteliti tentang bagaimana pelaksanaan tanggung jawab sosialnya.
B. Perumusan Masalah
Pertumbuhan ekonomi dan bisnis berdampak positif bagi masyarakat
seperti terpenuhinya kebutuhan, berkurangnya pengangguran, serta
peningkatan kualitas hidup. Idealnya semua perusahaan terlepas dari apapun bentuk hukumnya, ukuran, serta jenis usahanya perlu mempraktekkan komitmen tanggung jawab sosialnya. Namun, persoalan mendasar yang sering dikemukakan oleh perusahaan adalah dana yang besar untuk mewujudkan tanggung jawab sosialnya tersebut. Secara teoritis, perusahaan harus memenuhi tanggung jawab ekonomi yaitu mencapai profit, tanggung jawab hukum yaitu memenuhi segala rambu-rambu yang mengatur eksistensi bisnis seperti Undang-Undang Ketenagakerjaan dan tidak kalah penting adalah tanggung jawab sosial.
Perusahaan yang bijak adalah perusahaan yang memiliki nilai-nilai kuat untuk memberikan bantuan tanpa pamrih kepada siapapun baik individual, organisasi dan masyarakat yang membutuhkan uluran tangannya tanpa adanya pembedaan. Perusahaan harus menyadari bahwa selama ini telah menggunakan sumber daya yang banyak dari alam dan masyarakat sehingga
(16)
commit to user
keuntungan yang diperoleh tersebut sudah seharusnya dibagikan kembali. Untuk itulah, diperlukan suatu kesadaran dari perusahaan untuk mengaplikasikan tanggung jawab sosialnya sebagai salah satu bentuk etika bisnis yang baik. Pada dasarnya implementasi program CSR merupakan salah satu ciri perusahaan yang mengaplikasikan tatakelola perusahaan yang baik
atau Good Corporate Governance (GCG). GCG dapat berjalan apabila
individu-individu dalam perusahaan secara internal memiliki sistem nilai
(value system) yang mendorong mereka untuk menerima, mendukung dan
melaksanakan GCG. Nilai-nilai inilah yang disebut sebagai budaya perusahaan. Supaya tanggung jawab sosial dan moral benar-benar terlaksana, diperlukan kondisi internal tertentu dalam perusahaan yang memungkinkan terwujudnya tanggung jawab sosial tersebut.
Banyaknya perusahaan yang telah memulai melaksanakan tanggung jawab sosialnya patut diberikan suatu apresiasi atas kesadarannya tersebut. Namun demikian, perusahaan tidak boleh asal-asalan dalam melaksanakan hal tersebut apalagi hanya untuk alasan menggugurkan kewajiban. Oleh karena itu penting untuk mengetahui dan menilai pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan. Hal ini dimaksudkan agar imbas balik yang diterima oleh masyarakat sasaran sama baiknya dengan yang diterima perusahaan.
Evaluasi program sangat bermanfaat terutama bagi pengambil keputusan karena dengan masukan hasil evaluasi program itulah para pengambil keputusan akan menentukan tindak lanjut dari program yang sedang atau telah dilaksanakan (Arikunto dan Cepi, 2004). Salah satu model evaluasi yang bisa diaplikasikan dalam program ini adalah evaluasi dengan model CIPP (Contect, Input, Process, Product). Model evaluasi ini merupakan model yang paling banyak dikenal dan diterapkan oleh para evaluator, oleh karena itu uraian yang diberikan relatif panjang dibandingkan dengan model-model lainnya. Model CIPP ini dikembangkan oleh Stufflebeam dan kawan-kawan pada tahun 1976 di Ohio State University. CIPP yang merupakan sebuah singkatan dari huruf awal empat buah kata, yaitu: contect evaluation (evaluasi terhadap konteks), input evaluation
(17)
commit to user
(evaluasi terhadap masukan), process evaluation (evaluasi terhadap proses),
dan product evaluation (evaluasi terhadap hasil). Keempat kata yang
disebutkan dalam singkatan CIPP tersebut merupakan sasaran evaluasi yang tidak lain adalah komponen dari proses sebuah program kegiatan. Dengan kata lain, CIPP adalah model evaluasi yang memandang program yang di evaluasi sebagai sebuah sistem (Arikunto dan Cepi, 2004).
Evaluasi dengan model CIPP mampu mendeskripsikan semua unsur yang berperan dalam kegiatan program dengan kekuatan dan kelemahannya, proses kegiatan program, kesenjangan dan keterpaduan antar unsurnya, sehingga mampu menghasilkan saran yang bermanfaat bagi perbaikan dan pengembangan program (Yayasan Indonesia Sejahtera (YIS), 1999). Kerangka evaluasi CIPP inilah yang digunakan untuk melihat implementasi program CSR PT SMART dilihat dari komponen contect, input, process dan
product.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah budaya perusahaan PT SMART mempengaruhi
implementasi tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang dilaksanakannnya?
2. Bagaimana program CSR PT SMART Tbk. dilihat dari komponen context
(kontek)?
3. Bagaimana program CSR PT SMART Tbk. dilihat dari komponen input
(masukan)?
4. Bagaimana program CSR PT SMART Tbk. dilihat dari komponen process
(proses)?
5. Bagaimana program CSR PT SMART Tbk. dilihat dari komponen product
(dampak)? C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengkaji pengaruh budaya perusahaan PT SMART terhadap implementasi
(18)
commit to user
2. Mengkaji program CSR PT SMART Tbk. ditinjau dari komponen context
(konteks).
3. Mengkaji program CSR PT SMART Tbk. dari komponen input (masukan).
4. Mengkaji program CSR PT SMART Tbk. dari komponen process (proses).
5. Mengkaji program CSR PT SMART Tbk. dari komponen product (hasil).
D. Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini diharapkan dapat diperoleh manfaat sebagai berikut:
a. Diharapkan dapat memperluas wawasan dan khasanah pengetahuan
tentang CSR ( Corporate Sosial Responsibility) baik bagi peneliti maupun PT SMART Tbk.
b. Melalui penelitian ini diharapkan PT SMART Tbk. dapat melakukan
review tentang kegiatan Corporate Sosial Responsibility yang telah
dilaksanakan, dan dapat dijadikan acuan bagi pengembangan kegiatan tersebut pada waktu yang akan datang
c. Bagi masyarakat sasaran pelaksanaan program diharapkan bisa menjadi salah satu evaluasi peran serta keterlibatannya dalam program CSR yang telah dijalankan PT SMART.
d. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi salah satu referensi.
(19)
commit to user II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1.Good Corporate Governance
Good Corporate Governance (GCG) umumnya dipahami sebagai
suatu sistem, dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan terutama dalam arti sempit hubungan antara pemegang saham dan dewan komisaris serta dewan direksi demi tercapainya tujuan perusahaan. Dalam arti luas, GCG digunakan untuk mengatur hubungan seluruh kepentingan stakeholders secara proporsional dan mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan signifikan dalam strategi perusahaan sekaligus memastikan bahwa kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat diperbaiki dengan segera.
Terdapat lima prinsip GCG yang bisa dijadikan pedoman dari para pelaku bisnis : 1. Transparency (Keterbukaan Informasi) dimana perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang cukup, akurat, tepat waktu kepada segenap stakeholdersnya. 2. Accountability (Akuntabilitas) yang
menyangkut adanya kejelasan fungsi, struktur, sistem dan
pertanggungjawaban elemen perusahaan sehingga penerapan yang efektif akan semakin memperjelas fungsi, hak dan kewajiban antara pemegang
saham, dewan komisaris, dan dewan redaksi. 3.Responsibility
(Pertanggungjawaban). Bentuk pertanggungjawaban perusahaan adalah kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku, diantaranya pajak, hubungan industrial, kesehatan dan keselamatan kerja, serta penciptaan lingkungan yang kondusif. 4. Independency (Kemandirian): Prinsip ini mensyaratkan agar perusahaan dikelola secara professional tanpa adanya benturan kepentingan, tekanan maupun intervensi pihak manapun yang tidak sesuai dengan perilaku. 5. Fairness (Kesetaraan dan Kewajaran) Prinsip ini menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak stakeholder sesuai peraturan perundangan yang berlaku (Wibisono, 2007).
(20)
commit to user
Corporate Social Responsibility dalam prinsip Good Corporate
Governance (GCG) ibarat dua sisi mata uang. Keduanya sama penting dan
tidak terpisahkan. Salah satu dari empat prinsip GCG adalah prinsip
responsibility (pertanggungjawaban). Tiga prinsip GCG yang lainnya adalah
fairness, transparency, dan accountability. Ada perbedaan yang cukup
mendasar antar prinsip responsibility dengan tiga prinsip GCG lainnya. Tiga prinsip GCG pertama lebih memberikan penekanan terhadap kepentingan pemegang saham perusahaan (shareholders) sehingga ketiga
prinsip tersebut lebih mencerminkan shareholders-driven concept.
Contohnya, perlakuan yang adil terhadap pemegang saham minoritas
(fairness), penyajian laporan keuangan yang akurat dan tepat waktu
(transparency), dan fungsi dan kewenangan RUPS, komisaris, dan direksi
(accountability). Dalam prinsip responsibility, penekanan yang signifikan
diberikan pada kepentingan stakeholders perusahaan. Disini perusahaan
diharuskan memperhatikan kepentingan stakeholders perusahaan,
menciptakan nilai tambah (value added) dari produk dan jasa bagi stakeholders perusahaan, dan memelihara kesinambungan nilai tambah yang diciptakannya (Supomo, 2005).
Memang CSR tidak memberikan dampak finansial secara seketika, tetapi harus diyakini bahwa CSR mampu meningkatkan performa bisnis dalam jangka panjang. Dan, jika masih banyak kalangan yang memandang konsep CSR sebagai program yang tidak menguntungkan (profitable), maka tak urung CSR akan menjadi beban dan tuntutan semata. Sebaliknya, jika CSR di pandang sebagai investasi sosial, maka perusahaan telah mendeklarasikan dirinya telah memiliki good corporate governance (GCG). Suatu perusahaan yang telah mengaplikasikan program CSRnya dengan baik maka sesungguhnya perusahaan tersebut telah memiliki good corporate
governance (GCG). GCG merupakan suatu sistem, dan seperangkat
peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan. Terutama dalam arti sempit, yakni hubungan antara pemegang saham dan dewan komisaris serta dewan direksi demi tercapainya
(21)
commit to user
tujuan korporasi (perusahaan). Dalam arti luas, yaitu mengatur hubungan
seluruh kepentingan stakeholders agar dapat diakomodir secara
proporsional. GCG juga dimaksudkan untuk memastikan bahwa kesalahan-kesalahan dalam strategi korporasi yang terjadi dapat diperbaiki dengan segera (Firman, 2008).
Budaya perusahaan (Corporate culture) adalah kumpulan nilai-nilai
(values) dan unsur-unsur yang menentukan identitas dan perilaku suatu
organisasi perusahaan. Budaya perusahaan merupakan bagian dari strategi perusahaan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan dalam visi dan misi perusahaan. Budaya perusahaan bukan sekedar buku pintar namun
diaplikasikan dalam operasional sehari-hari. Budaya perusahaan
diaktualisasikan melalui melalui penyusunan pedoman kebijakan (policy
guidelines) sehingga diharapkan dapat memaksimalkan kontribusi seluruh
anggota perusahaan dalam mewujudkan visi misi perusahaan. Budaya perusahaan merupakan hasil penggalian dari perjalanan panjang perusahaan dalam menghadapi lingkungan yang terus berubah, dirumuskan dengan dirangsang oleh berbagai inspirasi dari perusahaan lain dan berbagai
tantangan dari luar (Effendi, 2009). 2. Etika Bisnis Perusahaan
Perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban yang bersifat ekonomis dan legal, namun juga kewajiban yang bersifat etis. Etika bisnis merupakan tuntunan perilaku bagi dunia usaha untuk bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Dalam keadaan bersaing ketat memperebutkan pasar demi mengejar keuntungan semaksimal mungkin, tentu mudah terjadi pelanggaran etika, yaitu pelanggran asas-asas etika umum atau kaidah dasar moral, diantaranya: kewajiban berbuat baik
(beneficence, amar ma” ruf), kewajiban tidak berbuat yang melakukan
mudharat (nonmaleficence, do no harm, nahi munkar), menghormati otonomi manusia (respect for person) serta berlaku adil (justice, fairness). Untuk itulah diperlukan tatakelola perusahaan yang baik (Good Corporate
(22)
commit to user
Goverenance) agar perilaku para pelaku bisnis mempunyai arahan yang bisa
dirujuk (Wibisono, 2007).
Dari sudut tanggung jawab sosial, bagaimanapun juga tren-tren yang terjadi menimbulkan berbagai peluang dan ancaman dalam hubungan antara pemeran bisnis dengan lingkungan masyarakat dimana mereka berada, hal ini perlu senantiasa disimak. Sebagian besar masalah sosial yang muncul akan sangat berkaitan dengan etika bisnis. Tentunya perusahaan segan untuk mengeluarkan dana untuk urusan nonbisnis selama pengeluaran bisnis bisa ditunda. Alasannnya adalah: 1.) Interaksi dalam fungsi-fungsi internal perusahaan menghasilkan situasi saling kontrol dan persaingan disamping kerjasama. Seorang manajer akan bersaing dengan manajer lain dalam perusahaan yang sama untuk mendapatkan anggaran belanja yang lebih besar bagi kebutuhan departemennya. 2.) Seorang manajer dalam sebuah perusahaan juga harus memperlihatkan kepada atasannnya bahwa penghasilan kerja mereka terus meningkat dan pengeluaran yng dilakukan adalah pengeluaran yang bisa ditekan. Hal ini seringkali mendapat tempat rendah dalam urutan prioritas adalah pengembangan SDM, pengeluaran yang berkaitan dengan pengendalian limbah atau hal-hal sosial (Candra, 1995).
Etika bisnis memiliki beberapa prinsip,diantaranya (1) prinsip otonomi yaitu seorang pelaku bisnis akan bertindak secara etis manakala diberi kewenangan secara penuh untuk bertindak sesuai apa yang dianggap baik, (2) prinsip kejujuran, misalnya kejujuran dalam pemenuhan syarat-syarat kontrak serta penawaran barang dan jasa dengan mutu dan harga yang relevan (3) prinsip keadilan yang menuntut setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan dan kriteria yang rasional (4) prinsip saling menguntungkan bagi semua yang terlibat dalam bisnis (5) integritas moral yaitu bisnis yang dijalankan mampu menjaga nama baik pemilik maupun perusahaan sendiri (Keraf,1998).
(23)
commit to user
3. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan ( Corporate Sosial Responsibility)
Jones dalam Suharto (2009) menyebutkan bahwa pembangunan kesejahteraan dalam konteks pembangunan nasional dapat didefinisikan sebagai segenap kebijakan dan program yang dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha, civil society untuk mengatasi masalah sosial dan memenuhi kebutuhan manusia melalui pendekatan pekerjaan sosial. Tujuan
pembangunan kesejahteraan, yang pertama dan utama adalah
menanggulangi kemiskinan dalam segala bentuk manifestasinya. Pekerjaan Sosial Industri (PSI) dapat didefinisikan sebagai praktik kegiatan sosial yang secara khusus menangani kebutuhan-kebutuhan kemanusiaan dan sosial di dunia kerja melalui berbagai intervensi dan penerapan metode pertolongan yang bertujuan untuk memelihara adaptasi optimal antara individu dan lingkungannnya, terutama lingkungan kerja. Dalam konteks ini, PSI dapat menangani beragam kebutuhan individu dan keluarga, relasi dan perusahaan, serta relasi yang lebih luas antara tempat kerja dan masyarakat yang dikenal dengan istilah tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Sosial
Responsibility (CSR).
Istilah pekerjaan sosial industri, sesungguhnya memiliki nama lain, misalnya pekerjaan sosial kepegawaian (occupational social worker),
pekerjaan sosial di tempat kerja (social work in the workplace) atau bantuan/pelayanan bagi pegawai (employee assistance). PSI memiliki konsep yang lebih luas dibandingkan dengan konsep tanggung jawab sosial
perusahaan (CSR) maupun pengembangan masyarakat (community
development). PSI mencakup pelayanan sosial yang bersifat internal dan
eksternal. Secara internal, PSI melibatkan program-program bantuan bagi pegawai seperti pelayanan konseling, terapi kelompok dan pengembangan sumber daya manusia. Secara eksternal, PSI berwujud dalam berbagai bentuk program CSR termasuk di dalamnya strategi dan program pengembangan masyarakat, pengembangan kebijakan sosial dan advokasi sosial. Jika dipetakan maka hubungan antara PSI, CSR dan pengembangan masyarakat akan terlihat seperti pada gambar berikut.
(24)
commit to user
Gambar 1. Hubungan Antara PSI, CSR dan Community Development
Tanggung jawab sosial perusahaan ( corporate sosial responsibility)
menurut World Business Council on Sustainable Development (WBSCD) dalam Effendi (2009):
Corporate Social responsibility is the commitment of business to contribute to sustainable economic development, working with employees, their families, the local community and society at large to improve their quality of live”
suatu komitmen dari perusahaan untuk melaksanakan etika keperilakuan ( behavioural ethics) dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan (Sustainable economic
development). Komitmen lainnya ialah meningkatkan kualitas hidup
karyawan dan keluarganya, komunitas lokal serta masyarakat luas. Menurut Cutlip, Center & Brown, program CSR ini pertama kali muncul di Amerika pada tahun 1960-an sampai tahun 1970-an. Pada saat itu industri di negara ini sedang mengalami krisis kepercayaan dari public
PSI
Pelayanan Sosial Internal: Terapi Individu, Terapi Kelompok, Pengembangan Sumber Daya Manusia
Pelayanan Sosial Eksternal: Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, Pengembangan Masyarakat,
Pengembangan Kebijakan Sosial, Advokasi Sosial.
(25)
commit to user
interestnya. Sehingga muncul ide untuk melakukan suatu program yang
membantu masyarakat sekitar. Program diyakini ini bisa berjalan dengan baik dan memberikan efek yang positif di kalangan stakeholders.
Sekarang ini di Indonesia banyak perusahaan nasional mulai melakukan program CSR (Corporate Sosial Responsibility). Indonesia mengalami pertumbuhan penduduk yang sangat pesat, hal ini akan berpengaruh terhadap pembangunan ekonomi masyarakat suatu negara. Menurut Mulyadi, tingginya angka pertumbuhan penduduk yang terjadi di negara berkembang, seperti Indonesia dapat menghambat proses pembangunan. Tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi ini akan menimbulkan banyaknya masyarakat yang berada di garis kemiskinan, tingginya angka pengangguran, dan rendahnya tingkat pendidikan. Pemberian bantuan dari pemerintahpun belum merata. Oleh karena itu, dengan adanya pelaksanaan program CSR ini akan membantu masyarakat dan juga pemerintah dalam mensukseskan program nasional.
Tanggung jawab sosial perusahaan menurut Nickels dkk dalam Soeling (2007) diartikan sebagai perhatian yang dilakukan bisnis untuk kesejahteraan masyarakat. Hal ini mengacu pada keseluruhan cara dimana bisnis berupaya untuk menyeimbangkan komitmennya. CSR merupakan tugas dari perusahaan untuk menciptakan kemakmuran dengan berbagai upaya menghindari untuk menyakiti, melindungi atau meningkatkan, aset-aset masyarakat. CSR diperuntukkan untuk stakeholders baik individu di dalam maupun di luar perusahaan yang masih dianggap relevan dalam arti mereka dianggap terkena dampak baik langsung maupun tidak langsung dari sepak terjang operasional perusahaan.
Pada kenyataannnya, CSR memiliki makna yang berbeda bagi orang yang berbeda pula. Bagi sebagian orang, CSR merupakan prakarsa-prakarsa untuk menaikkan reputasi. CSR juga merupakan tindakan kedermawanan yang mulia. Bagi sebagian yang lain CSR merupakan filosofi yang menjadi gerak dasar operasional perusahaan. CSR juga menunjukkan suatu komponen penting dari komitmen yang lebih luas terhadap pembangunan
(26)
commit to user
yang berkelanjutan dan pengelolaan thriple bottom line ” (People, profit,
planet) dari kinerja sosial, ekonomi dan lingkungan (Hasibuan, 2006).
Pemikiran yang mendasari CSR (Corporate Social Responsibility)
yang sering dianggap sebagai inti dari etika bisnis adalah bahwa perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban-kewajiban ekonomis dan legal (artinya kepada pemegang saham atau shareholder) tapi juga kewajiban-kewajiban kepada masyarakat dan lingkungan. Beberapa hal yang termasuk dalam CSR ini antara lain adalah tatalaksana perusahaan (corporate governance) yang sekarang sedang marak di Indonesia, kesadaran perusahaan akan lingkungan, kondisi tempat kerja dan standar bagi karyawan, hubungan
perusahaan-masyarakat, investasi sosial masyarakat (corporate
philanthrophy). Namun yang paling banyak diterima saat ini adalah
pendapat bahwa yang disebut CSR adalah yang sifatnya melebihi laba, melebihi hal-hal yang diharuskan peraturan dan melebihi sekedar public
relations (Sedyono, 2002).
Carrol dan Bucholtz mengajukan sebuah rumusan mengenai tanggung jawab sosial perusahaan secara menyeluruh yaitu sebagai berikut:
Secara ringkas, rumusan di atas menyatakan adanya tanggung jawab ekonomi yaitu mencari keuntungan, tanggung jawab hukum yaitu mentaati hukum dan Undang-Undang yang berlaku, tanggung jawab etika yaitu berupaya mencari yang baik dan benar dalam tindakan sesuai nilai dan
norma masyarakat, tanggung jawab phylantropi yaitu menjadikan
perusahaan sebagai warga masyarakat yang baik dengan aktif berperan sebagai donasi. Lebih jauh Carrol dan Buchholtz menggambarkannya dalam piramida sebagi berikut :
TOTAL CSR = Economic Responsibility + Legal Responsibility + Ethical Responsibility +
(27)
commit to user
Gambar 2. Piramida Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Piramida CSR di atas, menunjukkan bahwa perusahaan sewajarnya memenuhi tanggungjawab ekonominya. Sebab, dengan profit yang diperoleh ia dapat memenuhi kebutuhan tanggung jawab sosial di atasnya. Jadi peran profit bukan hanya semata-mata untuk meningkatkan kemakmuran pemilik dan para pemegang saham, tetapi sebagian disisihkan sebagai landasan untuk memenuhi tanggung jawab legal, etika serta philanthropinya.
Secara internal bahwa perusahaan adalah badan hukum yang harus memperhatikan kepentingan pemegang saham atau stakeholder, karyawan yang bekerja pada perusahaan tersebut, sedangkan secara eksternal perusahaan harus mentaati ketentuan hukum, menyetor pajak kepada pemerintah dan ikut serta bersama pemerintah memberdayakan masyarakat
(Community Development). Penetapan Undang-undang Nomor 40/ 2007
tentang Perseroan Terbatas yang mencabut undang-undang nomor 1/1995 tentang perseroan terbatas yang disahkan pada tanggal 20 juli 2007 yang lalu, mengatur tentang adanya tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan (Corporate sosial responsibility), sehingga dengan demikian itu merupakan kewajiban yang diperhitungan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya memperhatikan kepatutan dan kewajaran ( Vide/ lihat pasal 74 amandemen UU P.T.). Bahkan dalam pasal yang sama jika perusahaan tidak melakukan hal tersebut akan dikenakan sanksi sesuai dengan paraturan perundang-undangan yang berlaku. Kemudian dalam penjelasan umum
Tanggung jawab Philantropi
Tanggung jawab etika
Tanggung jawab Legal
(28)
commit to user
Undang-undang Perseroan tersebut disebutkan tentang tujuan tanggung jawab sosial dan lingkungan yakni : mewujudkan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat bagi perseroan itu sendiri, komunitas setempat dan masyarakat pada umumnya. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mendukung terjalinnya hubungan perseroan yang serasi, seimbang dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma dan budaya masyarakat setempat, maka ditentukan, perseoan yang menjalankan kegiatan usahanya yang berkaitan dengan sumber daya alam, wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan yang harus dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang dilaksanakan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Kegiatan tersebut dimuat dalam laporan tahunan perseroan.
Belajar dari efektifitas program BUMN yang berkewajiban memberikan sekian persen keuntungan untuk pengembangan UKM misalnya, tentu akan lebih baik jika perusahaan tersebut menyadari sendiri kewajiban sosialnya. Perusahaan harus menyadari bahwa program CSR itu bisa mengambil banyak bentuk. Sebuah perusahaan bisa mensinergiskan upaya-upaya tersebut dalam program dan fungsi rutin yang telah mereka miliki selama ini. Sebuah perusahaan yang memproduksi tepung terigu misalnya, bisa mengkombinasikan program tanggung jawab sosialnya dalam
marketing compaign yang telah mereka miliki seperti pelatihan UKM dan
masyarakat dalam memproduksi makanan ringan. Sebuah perusahaan otomotif bisa memberikan pelatihan teknisi atau montir gratis kepada masyarakat . Atau perusahaan selluler bisa memberikan pelatihan internet bagi para pelajar.
Tanggung jawab sosial perusahaan bisa dijalankan melalui tiga pilar, yaitu sosial, ekonomi dan lingkungan. Kegiatan yang dilakukan berupa
community development kemudian dikembangkan untuk mencapai citra
yang baik di mata para stakeholders perusahaan. Adanya beberapa pihak yang masih memandang pelaksanaan CSR dalam konteks profitabilitas perusahaan merupakan tantangan tersendiri, karena seyogyanya perusahaan
(29)
commit to user
juga harus memperhatikan orang dan lingkungan di sekitarnya. Di sini kemitraan antara perusahaan dengan pemerintah dan masyarakat sipil merupakan kunci keberhasilan pelaksanaan CSR (Pambudi, 2006).
Secara umum, isu CSR mencakup 5 (lima) komponen pokok. Pertama, Hak Asasi Manusia (HAM) ; Bagaimana perusahaan menyikapi masalah HAM dan strategi serta kebijakan apa yang dilakukan oleh perusahaan untuk menghindari terjadinya pelanggaran HAM di perusahaan yang bersangkutan. Kedua, Tenaga Kerja (Buruh) ; Bagaimana kondisi tenaga kerja disuply chain atau di pabrik milik sendiri mulai dari sistem penggajian, kesejahteraan hari tua dan keselamatan kerja, peningkatan ketrampilan dan profesionalisme karyawan, sampai pada soal penggunaan tenaga kerja di bawah umur. Ketiga, Lingkungan hidup ; Bagaimana strategi dan kebijakan yang berhubungan dengan masalah lingkungan hidup. Bagaimana perusahaan mengatasi dampak lingkungan atas produk atau jasa mulai dari pengadaan bahan baku sampai pada masalah buangan limbah, serta dampak lingkungan yang diakibatkan oleh proses produksi dan distribusi produk. Keempat, Sosial - Masyarakat ; Bagaimana strategi dan kebijakan dalam bidang sosial dan pengembangan masyarakat setempat
(Community Development), serta dampak operasi perusahaan terhadap
kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Kelima, Dampak Produk dan Jasa Terhadap Pelanggan ; Apasaja yang dilakukan oleh perusahaan untuk memastikan bahwa produk barang dan jasa bebas dari dampak negatif seperti ; mengganggu kesehatan, mengancam keamanan, dan produk terlarang (Darwin, 2006).
Kotler dan Lee (2005) dalam Surjadi (2008) mengajukan enam pilihan melaksanakan inisiatif sosial perusahaan atau inisiatif menjalankan program CSR yang semuanya terkait dan terfokus pada perusahaan bukan pada masyarakat. Mengapa perusahaan melaksanaan program CSR tetap bermotivasi untuk memenuhi peraturan (karena pemerintah mengharuskan), menaikkan penjualan dan meluaskan pangsa pasar, menguatkan posisi merk, meningkatkan citra dan pengaruh perusahaan, meningkatkan daya tarik
(30)
commit to user
(terutama karyawan atau calon karyawan), menurunkan biaya operasional, menarik bagi investor. Lima dari enam usulan kegiatan CSR Kotler dan Lee juga tidak terlalu jauh dari mencari manfaat bagi perusahaan bukan masyarakat yaitu (1) Alasan promosi; (2) Alasan berhubungan dengan pemasaran; (3) Corporate social marketing; (4) Filantropi atau sumbangan langsung; (5) Menyediakan waktu karyawan untuk kerja sosial; dan (6) Praktek tanggung jawab sosial perusahaan.
Evaluasi program CSR lebih banyak dikaitkan dengan manfaatnya bagi perusahaan seperti diuraikan Kotler dan Lee (2005). Dari enam model praktek CSR Kotler dan Lee, hanya satu yang melihat manfaat bukan untuk perusahaan yaitu perusahaan melaksanakan praktek bisnis dan investasi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan melindungi lingkungan. Meskipun CSR sulit didefinisikan untuk kebutuhan praktis, perusahaan-perusahaan multinasional yang beroperasi di Asia tidak punya pilihan lain kecuali menunjukkan komitmennya melaksanakan CSR-nya. Salah satu alasan kuat, menurut Zinkin (2004), adalah karena perusahaan multi nasional perlu membangun kembali kepercayaan (trust) yang telah hilang
akibat globalisasi dan meningkatnya kecenderungan menghukum
perusahaan-perusahaan dengan perilaku yang tidak bertanggung jawab. Seharusnya program CSR bisa membantu masyarakat bangkit dari kemiskinan serta meningkatkan kepercayaan masyarakat pada perusahaan. Ketika muncul kepercayaan, konflik antara perusahaan dan masyarakat sekitarnya bisa diredam.
Saat ini, sudah sangat jauh berkembang kesadaran baru bahwa dalam mencari laba, dunia bisnis tidak hanya perlu memperhatikan kepentingan pemilik (owner), pemegang saham (stockholder atau shareholder) atau pemodal (investor) semata-mata, tetapi juga pihak-pihak yang terkena dampak dari usaha mereka (stakeholder). Implementasi sebuah kebijakan bisnis secara etis perlu melibatkan stakeholders (Nugroho, 2001). Menurut Pareno (2002) penyebab dari adanya konglomerat hitam dalam industri dikarenakan krisis etika bisnis yang menyebabkan pelaku industri bebas
(31)
commit to user
mengeksploitasi alam maupun memonopoli perdagangan. Keuntungan dari monopoli tersebut tidak dikembalikan pada rakyat dalam bentuk partisipasi aktif dalam pengentasan kemiskinan, melainkan digunakan untuk kepentingan pribadi, kelompok serta keluarga masing-masing. Tanggung jawab sosial mereka sangat tipis, kalaupun ada, hanya sekedar untuk menunjukkan mereka masih peduli pada nasib rakyat, dan untuk menghilangkan tuduhan tidak nasionalistis.
Stakeholders perusahaan dapat didefinisikan sebagai pihak-pihak
yang berkepentingan terhadap eksistensi perusahaan. Termasuk di dalamnya adalah karyawan, pelanggan, konsumen, pemasok, masyarakat dan lingkungan sekitar, serta pemerintah selaku regulator Perbedaan bisnis perusahaan akan menjadikan perusahaan memiliki prioritas stakeholders
yang berbeda. Sebagai contoh, masyarakat dan lingkungan sekitar adalah
stakholders dalam skala prioritas pertama bagi perusahaan pertambangan.
Sementara itu, konsumen adalah Stakeholders dalam skala prioritas utama bagi perusahaan produk konsumen seperti Unilever. Dalam gagasan CSR, perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada
single bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang
direfleksikan dalam kondisi keuangannya (financial) saja. Tanggung jawab perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines yaitu financial, social,
dan lingkungan (Supomo, 2005).
Stakeholders, yang jamak diterjemahkan dengan pemangku
kepentingan adalah pihak atau kelompok yang berkepentingan, baik langsung maupun tidak langsung terhadap eksistensi atau aktivitas perusahaan, dan karenanya kelompok-kelompok tersebut mempengaruhi dan/ dipengaruhi oleh perusahaan (Wibisono, 2008). Menurut Ruslan (1995) ada beberapa stakeholders yang harus diperhatikan oleh perusahaan guna mencapai citra perusahaan yang positif, antara lain : 1.)Pemerintah sebagai pengelola negara yang sangat menentukan eksistensi setiap perusahaan. 2)
Opinion leader yang juga sebagai penentu atau panutan bagi masyarakat
(32)
commit to user
operasional perusahaan. 3) Konsumen atau pengguna jasa yang harus mendapat pelayanan terbaik dan merasa nyaman dan puas. 4) Mitra kerja dan rekanan perusahaan sebagai penunjang keberhasilan bisnis dan usaha perusahaan 5) Para generasi muda sebagai penerus pemimpin bangsa di kemudian hari yang perlu mendapat pembinaan positif 6) Public internal, karyawan, pemilik dan pemegang saham sebagai pengelola atau pekerja perlu diperhatikan sebagai penunjang kekuatan dari dalam perusahaan. 7) Media massa sebagai mitra kerja untuk membentuk opini publik yang menguntungkan.
Rhenald Kasali dalam Wibisono (2007) membagi stakeholders
menjadi sebagai berikut : 1.) Stakeholders internal dan stakeholders
eksternal. Stakeholders internal adalah stakeholders yang berada di dalam
lingkungan organisasi. Misalnya karyawan dan pemegang saham
(shareholders). Sedangkan stakeholders eksternal adalah stakeholders
yang berada di luar lingkungan organisasi seperti penyalur atau pemasok, konsumen atau pelanggan, masyarakat, pemerintah, pers, kelompok social
responsible investor, licensing partner dan lain-lain. 2) Stakeholders
primer, stakeholders sekunder dan stakeholders marginal. Tidak semua elemen dalam stakeholders perlu diperhatikan. Perusahaan perlu menyusun skala prioritas. Stakeholders yang paling penting disebut stakeholders
primer, stakeholders yang kurang penting disebut stakeholders sekunder
dan yang bisa diabaikan disebut stakeholders marginal. Urutan prioritas ini bagi setiap perusahaan berbeda-beda, meskipun produk dan jasanya sama. Urutan ini juga tidak kaku, bisa berubah dari waktu ke waktu. 3.
Stakeholders tradisional dan stakeholders masa depan. Karyawan dan
konsumen bisa disebut sebagai stakeholders tradisional, karena saat ini sudah berhubungan dengan organisasi. Sedangkan stakeholders masa depan ialah stakeholders pada masa yang akan datang diperkirakan akan memberikan pengaruh pada organisasi seperti mahasiswa, peneliti dan konsumen potensial. 4.) Proponent, opponent, dan uncommitted. Diantara
(33)
commit to user
menentang organisasi (opponent) dan ada yang tak peduli atau abai
(uncommitted). Organisasi perlu melihat stakeholders yang berbeda-beda
ini agar dengan jernih dapat melihat permasalahan, menyusun rencana dan strategi untuk melakukan tindakan yang proporsional. 5.) Silent majority dan
vocal minority. Dilihat dari aktivitas stakeholders dalam melakukan
komplain atau mendukung perusahaan, tentu ada yang menyatakan penentangan atau dukungannnya secara vokal (aktif) namun ada pula yang menyatakan secara silent (pasif).
Ilustrasi keterkaitan antara perusahaan dan stakeholders tampak dari
stakeholders map yang diungkapkan Rhenald Kasali sebagai berikut :
Gambar 3. Stakeholders Map Menurut Wibisono (2007)
Pemerintah Pemilik Kelompok
interes khusus
Pemasok Konsumen
Karyawan
Asosiasi bisnis
Pesaing Perusahaan
(34)
commit to user
Secara garis besar kriteria kepuasan masing-masing stakeholders
dapat digambarkan sebagai berikut:
Tabel 1. Interes dan Kepentingan Masing-Masing Stakeholders
STAKEHOLDERS KRITERIA KEPUASAN
1. Pemegang saham
2. Karyawan
3. Konsumen
4. Kreditor
5. Komunitas
6. Pemasok
7. Pemerintah
Prestasi keuangan
Kepuasan kerja, gaji, supervisi Kualitas, pelayanan, lokasi, harga
Creditworthiness
Kontribusi terhadap komunitas Transaksi yang memuaskan Kepatuhan terhadap hukum Sumber : Wibisono, 2007
CSR adalah jawaban atas inisiatif bahwa bisnis tidak hanya berjalan demi kepentingan pemegang saham (shareholders) belaka, tetapi juga untuk
stakeholders, yaitu pekerja, konsumen, pemerintah, masyarakat, dan
lingkungan. Global impact initiative menyebut pemahaman ini sebagai 3P
(Profit, people, planet). Meski tujuan bisnis adalah mencari laba (profit),
perusahaan harus bisa menyejahterakan orang (people), dan menjamin
kelestarian planet ini. CSR seharusnya bisa membuat perusahaan
mengaplikasikan good corporate governance, mematuhi regulasi dan etika, menjunjung transparansi, dan memnuhi harapan stakeholder. Hal inilah yang mengkaitkan bahwa program CSR yang sempurna pasti berkaitan dengan laba. Ini artinya program CSR harus bisa memberi benefit tertentu bagi perusahaan, secara mudah berupa laba.
Tunggal (2008) menyebutkan terdapat empat sikap perusahaan dalam memandang tanggung jawab sosialnya kepada para stakeholdersnya yaitu sikap obstruktif, sikap defensif, sikap akomodatif, serta sikap proaktif. Sikap obstruktif merupakan tindakan untuk berbuat seminimal mungkin
dengan menutupi pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukan.
Perusahaan yang menganut pendapat ini tidak terlalu peduli dengan sikap etis serta menyembunyikan kesalahan. Sikap defensif ditandai dengan pemenuhan persyaratan hukum secara minimum atas komitmennya terhadap kelompok, individu maupun lingkungan sosial. Perusahaan akan melakukan
(35)
commit to user
apasaja untuk mematuhi aturan hukum tetapi tidak lebih dari hal itu. Sikap akomodatif yaitu sikap perusahaan yang bertindak mematuhi aturan hukum dan etisnya tetapi juga mau bertindak lebih jauh pada saat-saat tertentu saja. Sedangkan sikap proaktif merupakan sikap perusahaan yang aktif mencari peluang untuk menyumbang demi kesejahteraan kelompok dan individu dalam lingkungan sosialnya.
Brown dalam Iriantara (2004) menunjukkan langkah yang dilakukan korporat bisnis dalam menyusun program CSR sebagai berikut:
1. Segmentasi. Segmentasi merupakan mekanisme penggolongan sejumlah faktor tertentu yang membedakan karakter audiens. Faktor-faktor yang dapat digunakan tersebut, antara lain:
a. Faktor demografis
Segmentasi dalam hal ini didasarkan pada karakter kependudukan. Di dalamnya termasuk segmentasi berdasar usia/generasi, jenis dan peran gender, serta kelompok suku/etnis.
b. Faktor psikografis
Segmentasi berdasar faktor psikografis membagi audiens berdasar ketertarikan, pendapat, kepentingan, gaya dan nilai hidup.
c. Geografis
Segmentasi geografis mendasarkan penggolongan pada cakupan wilayah tertentu, misalkan pada kategori lokal, regional, nasional dan internasional.
2. Skala prioritas. Proses segmentasi dilakukan untuk menghasilkan sejumlah target audiens yang beragam. Untuk itu, penentuan skala prioritas harus dilakukan. Skala prioritas mengkategorikan audiens dalam kelompok primer, sekunder, atau tersier. Kelompok primer merupakan kelompok yang menjadi sasaran utama dari aktivitas CSR, disusul kelompok sekunder dan kelompok tersier. Kelompok tersier bisa saja hanya menjadi terpaan (exposure) karena perannya yang kecil. Kelompok sekunder sering kali diintepretasi sebagi kelompok tetangga yang memiliki relevansi dengan kelompok primer.
(36)
commit to user
3. Penelitian tentang need, desires, wants, dan interes komunitas. Tahapan ini merupakan langkah yang mutlak dilakukan guna mendapatkan data tentang komunitas yang nantinya digunakan sebagai dasar pertimbangan penyusunan program CSR.
4. Dialog dengan opinion leader dalam komunitas. Ini merupakan salah satu metode yang dapat ditempuh untuk mendapatkan data asli tentang komunitas. Selain pengumpulan data dengan dengan dialog langsung dengan anggota masyarakat, dialog dengan pemuka pendapat juga dianggap representatif untuk mewakili komunitas. Contoh pemuka pendapat adalah pemuka agama, dukun, pemimpin adat, ketua partai, tetua kampung dan sebagainya.
Sedangkan Wahyudi dan Azheri (2008) dalam Rahman (2009) membagi aktifitas CSR ke dalam lima pilar yaitu (1) Building human capital
yang berkaitan dengan internal perusahaan untuk menciptakan SDM yang andal serta pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat (2) Strengtening
economies yaitu perusahaan harus memberdayakan ekonomi masyarakat
sekitar agar terjadi pemerataan kesejahteraan (3) Assesing social chesion
yaitu upaya perusahaan untuk menjaga keharmonisan dengan masyarakat sekitar agar tidak terjadi konflik (4) Encouraging good governance yaitu perusahaan senantiasa berpedoman pada good corporate governance dalam setiap aktivitasnya (5) Protecting the environment yaitu sikap yang mengharuskan perusahaan untuk menjaga kelestarian lingkungan di sekitarnya.
Dalam prakteknya, suatu kegiatan disebut CSR ketika memiliki
unsur berikut yakni (1) Continuity dan Sustainability atau
berkesinambungan dan berkelanjutan hal ini karena CSR merupakan kegiatan yang terencana, sistematis dan dapat dievaluasi. Dalam pengertian ini, maka kegiatan amal yang berdasar trend ataupun insidental tidak bisa disebut sebagai CSR (2) Community Empowernment atau pemberdayaan komunitas. Hal ini bermanfaat untuk membedakan CSR dengan kegiatan yang bersifat charity ataupun philanthrophy semata. Tindakan-tindakan
(37)
commit to user
kedermawanan meskipun membantu komunitas namun pada akhirnya tidak mampu menciptakan kemandirian. Salah satu indikasi dari suksesnya program CSR adalah adanya kemandirian yang lebih dari komunitas dibanding dengan sebelum adanya program CSR (3) Two Ways artinya program CSR bersifat dua arah, perusahaan bukan saja sebagai komunikator semata namun juga harus mampu mendengar aspirasi komunitas (Rahman, 2009).
Tuntutan mengenai implementasi tanggung jawab sosial perusahaan ternyata memunculkan pro dan kontra. Keraf (1998) mengungkapkan alasan yang dilontarkan perusahaan yang menentang tentang CSR ini antara lain (1) tujuan utama bisnis adalah mencari keuntungan yang sebesar-besarnya, dengan melibatkan perusahaan dalam aktifitas sosial maka akan menimbulkan ketidakefisienan bisnis (2) Tujuan yang terbagi-bagi dan harapan yang membingungkan dimana implementasi CSR hanya akan menambah beban perusahaan (3) Biaya keterlibatan sosial yang dalam alasan ini dibebankan kepada masyarakat sasaran program bukan pada perusahaannnya (4) Kurangnya tenaga terampil dalam bidang sosial hal ini karena fokus perusahaan hanya menyediakan tenaga ahli dalam bidang binis saja.
Argumen yang mendukung perlunya keterlibatan sosial perusahaan natra lain (1) kebutuhan dan harapan masyarakat yang semakin berubah. Tidak dapat dipungkiri bahwa tujuan bisnis adalah mencari keuntungan namun bisnis juga harus memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin berubah juga (2) terbatasnya sumber daya alam, hal ini menuntut agar eksploitasi sumber daya alam yang dilakukan perusahaan juga memperhatikan kelestarian lingkungan (3) lingkungan sosial yang lebih baik artinya diperlukan suatu kondisi yang mampu mendukung keberlanjutan usaha perusahaan yang salah satunya adalah dukungan dari lingkungan sosial (4) perimbangan tanggung jawab dan kekuasaan serta (5) analisis kemanfaatan jangka panjang.
(38)
commit to user
Perusahaan memiliki tanggung jawab terkait penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat, membayar pajak, atau memproduksi barang dan jasa yang murah, dan juga memberikan manfaat bagi lingkungan tempatnya beroperasi. Secara tidak langsung perusahaan akan mendapatkan benefit atau feedbact positif atas kepeduliannnya dari lingkungan tersebut. Brande
image atau corporate image yang baik, keamanan dan kenyamanan yang
menjamin kontinuitas operasional perusahaan, adalah sedikit manfaat dari hal tersebut. Belajar dari kasus yanga ada, bisa dilihat perusahaan-perusahaan yang selama ini peduli atas lingkungan sekitarnya relatif tidak terganggu operasionalnya, meski dalam situasi yang amat buruk (Kallla, 2007).
Manfaat aplikasi CSR bagi perusahaan antara lain: 1)
Mempertahankan serta mendongkrak reputasi serta citra merek perusahaan. 2) Mendapatkan lisensi untuk beroperasi secara sosial, 3) Mereduksi resiko bisnis perusahaan, 4) Melebarkan akses sumber daya bagi operasional usaha, 5) Membuka peluang pasar yang lebih luas, 6) Mereduksi biaya, misalnya terkait dampak pembuangan limbah, 7) Memperbaiki hubungan dengan
stakeholders, 8) Memperbaiki hubungan dengan regulator, 9) Meningkatkan
semangat dan produktivitas karyawan, 10) Peluang mendapatkan perusahaan (Untung, 2008).
CSR telah dan akan terus berperan penting dalam wacana dan praktik bisnis di dunia. Dengan berjalannnya waktu, pengertian CSR telah mengalami evolusi, dan kini para pemangku kepentingan menuntut bahwa bisnis mencapai kinerjanya dalam triple bottom line dengan cara yang sesuai dengan nilai-nilai, kepentingan dan harapan masyarakat, dimana perusahaan beroperasi. Karena itu, menjadi penting untuk melakukan komunikasi yang tepat kepada para pemangku kepentingan (Hasibuan, 2006).
(39)
commit to user
4. Modal Sosial (Social Capital) dan Pemberdayaan Masyarakat (Community Development)
Dalam pembangunan, selain modal ekonomi yang terukur juga terdapat modal sosial yang kualitatif dan modal SDM. Modal sosial akan memungkinkan semua modal lain berinteraksi secara optimal. Salah satu bentuk modal sosial yang sering terabaikan ialah TRUST atau saling kepercayaan dengan sesama. Semakin baik kondisi modal sosial maka secara tidak langsung juga turut mempercepat interaksi modal-modal yang lainnya dalam pembangunan (Wahid, 2008).
Teori kapital menurut Field (2003) lebih menitikberatkan pada adanya urusan hubungan “relationship matter.” Pendapat ini menyebutkan bahwa orang akan senantiasa membangun dan menjaga hubungan koneksi untuk bekerja secara bersama-sama. Mereka menyadari bahwa sesuatu tidak mungkin dapat dikerjakan sendiri kalaupun bisa hal tersebut akan sulit terwujud. Dalam hubungan koneksi tersebut, mereka membentuk nilai dan norma bersama dimana semakin banyak orang meyakini dan menganut nilai-nilai yang sama maka semakin besar kapital sosialnya.
Beberapa teori tentang modal sosial (Social Capital) sering mengkaitkan modal sosial dengan teori yang lainnya diantaranya:
Putnam (1993) mendefinisikan modal sosial dari sudut pandang teori ekonomi dikaitkan dengan kelembagaan sosial. Modal sosial diartikan sebagai suatu sifat organisasi sosial, seperti kepercayaan, norma-norma,
jaringan kerja, yang meningkatkan efisiensi masyarakat dengan
memfasilitasi tindakan terkoordinasi. Dalam modal sosial tersebut terdapat tiga komponen penyusun yaitu jaringan sosial, norma-norma, dan kepercayaan sosial (Putnam, 1993). Kalau kapital fisik mengacu pada obyek secara fisik yang nyata dan kapital manusia mengacu pada milik individu yang ada di dalam dirinya, maka kapital sosial mengacu pada hubungan antar-individu yaitu jaringan sosial dan norma-norma saling menghargai dan saling percaya yang muncul dari individu-individu itu. Kapital sosial secara inheren bisa berada di tingkat individu, di tingkat organisasi, atau di tingkat
(40)
commit to user
negara. Perusahaan dan masyarakat bisa dilihat sebagai organisasi yang bisa mengembangkan kapital sosial perusahaan dan kapital sosial masyarakat. Menurut Putnam (2000) setiap organisasi memiliki hubungan yang memungkinkannya berkolaborasi dan bekerja sama (memanfaatkan jaringan, saling percaya, norma, dan nilai-nilai) untuk mencapai keuntungan bersama. Kapital sosial bisa berada di dalam perusahaan antar-berbagai organisasi atau bisa juga di luar persoalan seperti penyuplai, pelanggan, dan juga pembuat peraturan.
Kapital sosial menurut Fukuyama (1995) merupakan kemampuan yang muncul dari adanya kepercayaan di masyarakat baik dalam kelompok sosial yang paling kecil dan dasar (keluarga) maupun kelompok besar dari berbagai rupa kelompok dan negara. Kepercayaan sendiri merupakan harapan yang muncul di dalam komunitas yang berperilaku jujur, dan bekerja sama secara regular yang didasarkan pada norma-norma bersama di
antara anggota komunitas. Lebih jelas lagi, Fukuyama (2001)
mendefinisikan kapital sosial sebagai sebuah norma informal yang ada yang mempromosikan kerja sama antara dua atau lebih individu. Norma yang menentukan kapital sosial ini bisa dari sebuah norma timbal balik antara dua orang hingga yang lebih kompleks yang muncul di dalam hubungan aktual tersebut. Adanya kepercayaan, jaringan, masyarakat madani (civil society), dan lain-lain muncul sebagai hasil dari kapital sosial bukan sebagai kapital sosial itu sendiri.
Narayan dan Pritchett (1997) menulis ada lima manfaat yang akan didapat dengan meningkatnya kapital sosial yaitu: (1) Memajukan pemerintah; (2) Meningkatkan tindakan kerja sama komunitas dan
memecahkan persoalan lokal menyangkut “common property” atau
“kepemilikan bersama”; (3) Menguatkan pertalian atau hubungan antar-individu yang mempercepat penyebaran inovasi; (4) Meningkatkan kualitas dan kuantitas aliran informasi dan mengurangi biaya transaksi; dan (5) Menyatukan risiko dan memungkinkan rumah tangga mengejar kegiatan yang memberikan manfaat lebih tinggi dengan risiko yang lebih tinggi pula.
(41)
commit to user
Narayan dan Prichett (1997) menyimpulkan meningkatnya kapital sosial berpengaruh pada pendapatan keluarga paling tidak antara 20-30%. Berdasarkan pemikiran Narayan dan Pritchett tersebut, bisa disimpulkan jika kegiatan CSR mampu meningkatkan kapital sosial maka bisa disimpulkan program CSR atau kegiatan CSR memberikan manfaat besar bagi masyarakat. Sejalan dengan meningkatnya kapital sosial, tingkat kepercayaan masyarakat pada perusahaan juga akan meningkat. Ketika kepercayaan itu meningkat dengan sendirinya akan mencegah, mengurangi, atau mengatasi konflik antara masyarakat dengan perusahaan, atau antara masyarakat dengan masyarakat, atau antara perusahaan dengan pemerintah daerah. Narayan dan Pritchett (1997) melihat ketika kapital sosial tinggi akan membawa masyarakat pada keberhasilan ekonomi.
Salah satu kelemahan konsep kapital sosial adalah tidak adanya konsensus bagaimana mengukurnya. Kebanyakan ahli mengukur kapital sosial dengan dua pendekatan umum. Pertama kapital sosial diukur melalui sensus grup atau keanggotaan grup di dalam masyarakat tertentu. Kedua kapital sosial diukur menggunakan data survei mengenai kepercayaan dan keikutsertaan sipil (civilengagement).
Narayan dan Pritchett (1997) mengonstruksi pengukuran kapital sosial secara kuantitatif menggunakan survei skala besar. Luke Keele (2005) mengembangkan pengukuran makro kapital sosial. Keele mengukur (1) kehidupan berorganisasi komunitas (community organizational life); (2) keterlibatan dalam persoalan publik (engagement in public affairs); (3) kerelawanan komunitas (community volunteerism); (4) kesosialan informal
(informal sociability); (5) kepercayaan sosial (social trust). Fukuyama
mengukur kapital sosial dengan mengukur tingkat kepercayaan. Ia mendefinisikan kepercayaan sebagai ekspektasi atau harapan yang muncul di dalam masyarakat yang teratur, berperilaku jujur, dan bisa bekerja sama, didasarkan pada norma-norma umum bersama, pada bagian dari komunitas itu. Norma-norma itu bisa saja yang “bernilai” dalam seperti sifat Tuhan
(42)
commit to user
atau keadilan, tetapi bisa juga mencakup norma sekular seperti standar profesional dan pedoman perilaku.
Modal sosial yang terbentuk di lingkungan masyarakat pada dasarnya memiliki unsur pembentuk, diantaranya: 1. Partisipasi Dalam Suatu Jaringan; Masyarakat selalu berhubungan sosial dengan masyarakat yang lain melalui berbagai variasi hubungan yang saling berdampingan dan dilakukan atas prinsip kesukarelaan (voluntary), kesamaan (equality),
kebebasan (freedom) dan keadaban (civility). Kemampuan anggota anggota masyarakat untuk selalu menyatukan diri dalam suatu pola hubungan yang sinergetis akan sangat besar pengaruhnya dalam menentukan kuat tidaknya modal sosial kelompok tersebut. 2. Resiprocity; Modal sosial senantiasa diwarnai oleh kecenderungan saling tukar kebaikan antar individu dalam suatu kelompok atau antar kelompok itu sendiri. 3. Trust atau rasa percaya (mempercayai) adalah suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam hubungan-hubungan sosialnya yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung, paling tidak yang lain tidak akan bertindak merugikan diri dan kelompoknya (Putnam, 2002).
Konsep dan interpretasi mengenai modal sosial memang sangat banyak dan beragam, tetapi tampaknya muncul sebuah konsensus bersama bahwa pada dasarnya modal sosial berarti kemampuan para pelaku (aktor) untuk mengamankan berbagai manfaat (benefits) melalui nilai-nilai luhur keanggotaan dalam jejaring sosial atau struktur-struktur sosial lain. Dalam konteks inilah Grootaert menekankan peran penting berbagai perkumpulan atau asosiasi lokal. Bagi Grootaert, berbagai perkumpulan atau asosiasi lokal tersebut memainkan peran dalam tiga cara. Pertama, berbagi informasi di antara para anggota perkumpulan; kedua, mengurangi berbagai perilaku oportunistik; dan ketiga, memfasilitasi pengambilan keputusan kolektif (Grootaert, 2001). Kapital sosial adalah sebuah kemampuan yang muncul dari hasil penyebaran kepercayaan di masyarakat atau di sebagian dari
(43)
commit to user
masyarakat. Adanya derajat kepercayaan yang tinggi maka memungkinkan munculnya berbagai bentuk variasi hubungan sosial.
Teori dasar tentang pengembangan masyarakat yang menonjol pada saat ini adalah teori ekologi dan teori sumber daya manusia. Teori ekologi mengemukakan tentang batas pertumbuhan untuk sumber-sumber yang tidak dapat diperbahruhi. Sedangkan teori sumber daya manusia memandang mutu penduduk sebagai kunci pembangunan dan pengembangan masyarakat
(community development).
Pengembangan masyarakat (community development) sebagai salah
satu model pendekatan pembangunan (bottoming up approach) merupakan
upaya melibatkan peran aktif masyarakat beserta sumber daya lokal yang ada. Dalam pengembangan masyarakat hendaknya diperhatikan bahwa masyarakat punya tradisi, dan punya adat-istiadat, yang kemungkinan sebagai potensi yang dapat dikembangkan sebagai modal sosial. Community
development juga bisa didefinisikan sebagai pertumbuhan, perkembangan
dan kemajuan masyarakat lingkungan dalam aspek material dan spiritual tanpa merombak keutuhan komunitas dalam proses perubahannya. Keutuhan komunitas dipandang sebagai persekutuan hidup atas sekelompok manusia dengan karakteristik: terikat pada interaksi sosial, mempunyai rasa kebersaman berdasarkan genealogis dan kepentingan bersama, bergabung dalam satu identitas tertentu, taat pada norma-norma kebersamaan, menghormati hak dan tanggung jawab berdasarkan kepentingan bersama, memiliki kohesi sosial yang kuat, dan menempati lingkungan hidup yang
terbatas. Secara umum ada beberapa pendekatan dalam pengembangan
masyarakat, diantaranya adalah: 1) Pendekatan potensi lingkungan, hal ini berkaitan dengan daya dukung lingkungan yang ada pada masyarakat setempat. 2) Pendekatan Kewilayahan, hal ini berkaitan dengan pengembangan terhadap wilayah dalam arti kesesuaian dengan wilayahnya (desa/kota) terhadap hal yang akan dikembangkan. 3) Pendekatan kondisi fisik, lebih pada kondisi fisik manusianya. 4) Pendekatan ekonomi, hal ini berkaitan dengan peningkatan pendapatan masyarakat. 5) Pendekatan
(44)
commit to user
politik. 6) Pendekatan Manajemen, Pendekatan ini dilakukan dengan melakukan pndataan terhadap potensi, kekuatan dan kelemahan yang ada
dalam masyarakat kemudian dilakukan dengan perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan, bugeting dan controlling. Model
pendekatan ini sebenarnya dapat dilakukan dalam masyarakat yang bermacam-macam (pedesaan,perkotaan, marjinal, dan lain-lain). Serta pendekatan sistem yang melibatkan semua unsur dalam masyarakat (Nurcahyo, 2008).
Pemberdayaan masyarakat pada dasarnya merupakan kegiatan terencana dan kolektif dalam memperbaiki kehidupan masyarakat yang dilakukan melalui program peningkatan kapasitas orang terutama kelompok lemah atau kurang beruntung (disanvantage graups) agar mereka memiliki kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya, mengemukakan gagasan, melakukan pilihan-pilihan hidup, melaksanakan kegiatan ekonomi, menjangkau dan memobilisasi sumber, dan berpartisipasi dalam kegiatan sosial. Meskipun pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan terhadap semua kelompok atau kelas masyarakat, namun pada umumnya pemberdayaan dilakukan terhadap kelompok masyarakat yang dianggap lemah atau rentan dalam hal atau aspek (Suharto, 2006):
1. Fisik : orang dengan kecacatan dan kemampuan khusus
2. Psikologis : orang yang mengalami masalah personal dan penyesuaian diri
3. Finansial : orang yang tidak memiliki pekerjaan,modal dan aset yang mampu menopang kehidupannya.
4. Struktural : orang yang mengalami diskriminasi dikarenakan status sosialnya, gender, etnis, orientasi seksual dan pilihan politiknya.
Selanjutnya, melalui program-program pelatihan, pemberian modal usaha, perluasan akses terhadap pelayanan sosial, dan peningkatan kemandirian, proses pemberdayaan diarahkan agar kelompok lemah tersebut memiliki kemampuan atau keberdayaan. Keberdayaan di sini bukan saja dalam arti fisik dan ekonomi melainkan pula dalam arti psikologis dan sosial
(45)
commit to user
seperti memiliki sumber pendapatan yang dapat menopang kebutuhan diri dan keluarganya, mampu mengemukakan gagasan di dalam keluarga maupun di depan umum, memiliki mobilitas yang cukup luas untuk keluar rumah atau wilayah tempat tinggalnya, berpartisipasi dalam kehidupan sosial, mampu membuat keputusan dan menentukan pilihan-pilihan hidupnya.
Pemberdayaan dan partisipasi merupakan strategi yang sangat potensial dalam rangka meningkatkan ekonomi, sosial, dan transformasi budaya. Proses ini pada akhirnya akan menghasilkan pembangunan yang berpusat pada rakyat (Rahmat, 2006). Salah satu jalan yang dilakukan perusahaan agar program CSR yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat sasaran adalah dengan melakukan pola kemitraan. Menurut Tennyson (1998) dalam Wibisono (2007) kemitraan merupakan kesepakatan antar sektor individu, kelompok atau organisasi sepakat bekerjasama untuk memenuhi sebuah kewajiban atau melaksanakan kegiatan tertentu, bersama-sama menanggung resiko maupun keuntungan secara berkala meninjau kembali hubungan kerjasama.
Tiga skenario kemitraan yang disampaikan Tennyson tersebut adalah: a. Pola kemitraan kontra produktif dimana perusahaan masih berpijak pada
pencapaian laba yang maksimal, sedangkan hubungan dengan pemerintah dan masyarakat hanya sekedar pemanis belaka.
b. Pola kemitraan semi produktif, dimana pemerintah atau masyarakat sasaran dianggap sebagai obyek dan masalah di luar perusahaan. Perusahaan tidak mengetahui program pemerintah, pemerintah juga tidak memberikan iklim yang kondusif kepada dunia usaha, dan masyarakat bersifat pasif. Pola kemitraan ini masih mengacu pada kepentingan jangka pendek dan belum atau tidak menimbulkan sense of belonging di pihak masyarakat dan low
benefit di pihak pemerintah. Kerjasama ini lebih mengedepankan
pemerintah dan masyarakat sebagai obyek sehingga kemitraan masih mengedepankan kepentingan sendiri (self interest) perusahaan, bukan
(1)
commit to user
Sedangkan dari kendala eksternal diantaranya dari masyarakat sasaran program CSR sendiri, LSM, maupun pemerintah. Terkadang masyarakat yang telah dibantu melalui program CSR merasa masih kurang diperhatikan sehingga tidak jarang banyak masyarakat yang menuntut perhatian yang lebih lagi dari perusahaan. Sedangkan dari pihak pemerintah, terkadang pemerintah sendiri kurang merespon atau kurang memberikan dukungan pada implementasi CSR perusahaan, aparat pemerintah masih meminta imbalan setiap datang dalam peresmian program, atau perusahaan sering dituntut melaksanakan pembangunan yang kemudian hasilnya diakui sebagai hasil pekerjaan pemerintah. Padahal seharusnya pemerintah menjadi mitra yang baik dalam mengembangkan kegiatan CSR terutama perannnya sebagai salah satu bagian dari tiga mitra potensial yang meliputi perusahaan, pemerintah dan kelompok sasaran.
Implementasi program CSR sendiri memiliki tiga pilihan yaitu dikerjakan sendiri oleh perusahaan, dilaksanakan bersama mitra serta diserahkan kepada pihak tertentu. Biasanya perusahaan yang melaksanakan sendiri didasarkan pada pertimbangan kontrol penuh atas CSR atau melihat minimnya kapasitas manajerial dan teknis para pemangku kepentingan. Sementara pada kondisi lain, perusahaan mungkin berpendapat bahwa perusahaan sendiri tidaklah memiliki kompetensi untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam ranah CSR sehingga lebih baik diserahkan
(dikontrakkan) kepada pihak yang lebih mampu.Masing-masing pendekatan
ekstrim ini memiliki berbagai kekurangan dan kelebihan, namun dalam berbagai literatur tampaknya pendekatan kemitraan (terutama kemitraan tiga sektor) digambarkan sebagai pendekatan yang paling besar kemungkinan keberhasilannnya. Hal ini terutama disebabkan oleh sifat berbagi sumber daya (matching resources) dari pendekatan ini dan dipersyaratkannya kontrol dan transparansi. Pendekatan ini juga lebih meminimumkan duplikasi program, baik dengan pembangunan pemerintah atau pekerjaan dampingan organisasi masyarakat sipil. Hal inilah yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah serta PT SMART dan kelompok sasaran sebagai
(2)
commit to user
mitra yang baik dalam melaksakan program CSR sehingga hasil yang diharapkan dari CSR menjadi optimal.
E. Dampak Pelaksanaan CSR PT SMART
Dampak dari pelaksanaan program CSR yang telah dilaksanakan oleh PT SMART dapat ditinjau dari aspek internal perusahaan serta aspek eksternal (masyarakat sasaran program CSR).
1. Bagi Kelompok Sasaran
CSR mendorong keberlanjutan kemandirian masyarakat melalui upaya-upaya kewirausahaan sosial. Hal ini menjadi tujuan utama yang senantiasa didengungkan diantara garda depan CSR perusahaan yang kesehariannnya erat berinteraksi dengan masyarakat. Pola-pola charity,
filantropi, maupun program pemberdayaan masyarakat secara bertahap
bergeser orintasinya untuk dapat dikelola secara strategis menjadi program CSR yang dapat mengembangkan potensi yang terdapat pada masyarakat menjadi modal kewirausahaan sosial. Hal ini akan menjadi solusi berkelanjutan untuk hidupnya ekonomi riil yang sedikit banyak telah terbukti mampu bertahan di kala krisis.
Melalui program yang dilaksanakan oleh CSR departemen yang tersistem sebagai program pemberdayaan masyarakat, dampaknya memang belum terlihat. Mengingat usia CSR departemen sendiri yang baru satu tahun dibentuk pun demikian dengan programnya, maka dampak efektifitas program CSR yang telah dilaksanakan belum bisa dilihat. Mengutip apa yang disampaikan oleh Bapak Nana bahwa dalam program yang dikelola sebagai pemberdayaan masyarakat hasilnya tidak secara langsung terlihat. Namun yang jelas tentunya program tersebut
memberikan kemanfaatan kepada masyarakat sasaran melalui
peningkatan ekonomi (program pembudidayaan maggot, pemberdayaan pandai besi), peningkatan taraf pendidikan (pendirian sekolah-sekolah di perkebunan) serta adanya jalinan hubungan yang baik yang dibentuk oleh CSR departemen dengan masyarakat maupun pemerintah.
(3)
commit to user 2. Bagi Perusahaan
CSR menjadi bagian dari startegi manajemen, mengutip dari ucapan Gandi Sulistyanto, Managing Director SinarMas. CSR merupakan perangkat lindung sosial (Social hedging) yang diharapkan akan menjadi investasi pengaman aspek sosial pada saat terjadi krisis. Fakta ini bisa dilihat dari kejadian yang ada di perkebunan sebagaimana yang disampaikan oleh Bapak Muiz:
“Kejadian di perkebunan SMART di Sumatera Utara dimana
para petani akan mendemo perusahaan. Mereka sudah mengepung kantor kebun, namun ada warga yang telah dibantu oleh PT SMART dalam operasi bibr sumbing yang kemudian bisa meredam aksi tersebut, sehingga aksi itupun
tidak jadi berlanjut. (Wawancara Rabu: 30 Oktober 2009).
Selain itu implementasi program-program CSR yang dilaksanakan oleh PT SMART yang diimbangi dengan publikasi kegiatannya bisa menunjukkan bahwa perusahaan ini merupakan perusahaan yang menerapkan good corporate governance sehingga para stakeholders pun akan memberikan kepercayaannya. Dari program CSR perusahaan memang tidak akan memperoleh keuntungan, justru hal ini akan mengurangi keuntungan sebagai akibat biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan CSR diambil dari keuntungan yang diperoleh perusahaan. Namun dari kegiatan CSR ini akan diperoleh benefit yaitu meningkatnya citra perusahaan.
Penerjemahan konsep CSR yang selama ini terjadi kental diwarnai oleh aktifitas berbasis community development (CD) yang kerap dilakukan oleh unit usaha, seperti bantuan alam, dukungan acara keagamaan, pembangunan infrastruktur lokal, dan terkadang lebih mengutamakan seremonial yang mengarah pada kepentingan publikasi. Sifat program yang dilakukan biasanya hanya berupa proyek jangka pendek, berdasarkan permintaan pihak tertentu, kuratif dan tidak melalui proses konsultatif dengan masyarakat penerima manfaat, sehingga kemitraan strategis tidak terbangun dan dampak
(4)
commit to user
keberhasilanpun menjadi tidak bisa terukur. Benang merah dari kesemuanya itu menandakan keberlanjutan belum menjadi prinsip dasar program CSR.
Untung (2008) menyampaikan bahwa tujuan awal CSR adalah untuk memberdayakan masyarakat, bukan untuk memperdayai. Pemberdayaan bertujuan untuk mengkreasikan masyarakat mandiri. Memang yang menjadi masalah sering kali pada definisi sosial yang sering diartikan sebagai kedermawanan. Padahal CSR terkait dengan sustainability dan acceptability,
artinya diterima dan berkelanjutan untuk usaha di suatu tempat dalam jangka yang panjang. Selama ini CSR kebanyakan diukur dari sudut berapa besarnya nilai uang yang telah dikeluarkan. Sebenarnya bukan uang saja, melainkan ada nilai intangible yang tidak dapat dinilai dengan uang, misalnya adalah sudah sejauh mana perusahaan proaktif dalam program-prgram CSRnya. Persoalan kata sosial yang kemudian sering diartikan sebagai kedermawanan merupakan sebagian kecil saja dari CSR.
Aktivitas CSR bagi perusahaan yang publik seperti PT SMART apabila dilihat dari investor global yang memiliki idealisme tertentu akan menyebabkan nilai saham meningkat. Investor pada akhirnya akan rela membayar mahal dikarenakan bisnis perusahaan diyakini akan mengarah pada sustainability dan
acceptability serta meminimlakan high risk.
Idealnya sebuah perusahaan yang menjalankan tanggung jawab sosial dengan baik, mampu memahami keinginan yang berkembang di masyarakat
dan mengembangkan terobosan kewiraswastaan (entrepreneurial) yang
didasarkan pada kompetensi keunggulan (distinctive competencies) yang pada akhirnya menjadi keunggulan daya saing untuk mempengaruhi kondisi sosial dimana muara itu semua akan mendongkrak reputasi perusahaan di mata
stakeholdersnya (Suharna, 2006). Inilah yang kemudian menjadi sebuah
pekerjaan rumah yang harus dijawab oleh CSR departemen melalui program CSR yang sedang dijalankannnya.
(5)
commit to user
VI. Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
1. Budaya perusahaan PT SMART Tbk mendukung implementasi CSR
yang diaplikasikan melalui strategi dalam mencapai tujuan visi misi perusahaan
2. Kondisi topografi perkebunan serta kelompok sasaran program menjadi konteks dasar dalam penentuan program CSR. Dalam hal ini belum ada penentuan kelompok sasaran berdasarkan urutan prioritas.
3. Input perusahaan yang terdiri atas sumber daya dan divisi pelaksana CSR serta alokasi dana CSR dari perusahaan sangat mendukung pelaksanaan program CSR
4. Proses pelaksanaan program CSR PT SMART terdiri atas social
mapping (pemetaan sumber daya yang ada di masyarakat), need
assessment (analisis kebutuhan masyarakat), pemberian donasi,
penguatan potensi, pelaksanaan program serta evaluasi. Dalam pelaksanaan CSR, kegiatan yang bersifat pemberdayaan masyarakat serta pola kemitraan dengan pemerintah masih sangat minim
5. Implementasi CSR PT SMART berdampak pada peningkatan
kesejahteraan masyarakat sasaran, penguatan kapasitas individu, kelompok maupun organisasi serta terbentuknya masyarakat yang menjadi perangkat lindung sosial bagi keberlangsungan usaha perusahaan B. Saran
1. Manajemen PT SMART Tbk sebaiknya menentukan kelompok sasaran
program berdasarkan prioritas yang paling banyak bersinggungan dengan aktifitas perusahaan serta lebih memperbanyak program CSR yang bersifat pemberdayaan masyarakat
2. Pemerintah daerah seharusnya berperan sebagai mitra dalam dalam pelaksanaan program CSR khususnya dalam program pemberdayaan masyarakat
(6)
commit to user
3. Perlunya peningkatan peran serta masyarakat sasaran dalam program CSR agar masyarakat memiliki rasa kepemilikan terhadap program untuk mencapai kesejahteraan.