Kondisi Umum Lokasi Penelitian

terukur pada lokasi pengamatan rata-rata sebesar 8,00-8.50 pada semua stasiun pengamatan Huda, 2008. Perairan Indonesia termasuk iklim tropis, salinitas meningkat dari arah barat ke timur dengan kisaran antara 30 – 34‰ Wyrtki, 1961. Namun salinitas di Pulau Kelapa cenderung konstan berkisar antara 32‰-33‰. Arus laut dipengaruhi angin musim barat dan musim timur. Pada musim barat angin bertiup kencang berakibat arus laut yang kuat bergerak dari barat ke timur disertai hujan deras, pada saat ini arus dapat mencapai 4-5 Knot dan tinggi gelombang mencapai 2 meter dan rata-rata 2-4 m tetapi tidak lebih dari 5 meter Muzaki, 2008. Kecepatan arus pada musim barat dapat mencapai lebih dari 0,5 ms dengan kecepatan arus tertinggi berada pada bagian timur Muzaki, 2008. Perairan Kepulauan Seribu juga merupakan air laut yang berasal dari Samudera Pasifik melalui mekanisme Arlindo Arus lintas Indonesia yang membawa material Samudera Pasifik menuju Samudera Hindia pada umumnya, air laut dari Samudera Pasifik merupakan air laut yang hangat dan banyak ditumbuhi plankton yang merupakan salah satu makanan dari foraminifera. Hal ini ditunjukkan dari hasil penelitian Hakim 2011 menyebutkan perairan Indonesia khususnya perairan Utara Jawa memiliki kandungan klorofil-a antara 0,5-1,0 mgm 3 Nilai kandungan klorofil-a yang tinggi di perairan tersebut disinyalir membawa banyak substrat yang mengandung unsur organik dan zat hara lainnya Hakim, 2011. Kondisi lingkungan Pulau Kelapa, Kepulauan Seribu diperkirakan mengalami berbagai perubahan seiring dengan pertumbuhan penduduk yang meningkat dan diikuti dengan berubah fungsinya menjadi obyek wisata dan tempat tinggal penduduk. Hal ini ditandai dengan berbagai masalah seperti pengaruh sampah, tumpahan minyak, deterjen, tingkat erosi dan abrasi tinggi yang secara tidak langsung merusak struktur komunitas foraminifera pada daerah ini. Berbagai spesies foraminifera sangat memerlukan persyaratan hidup yang spesifik untuk dapat tumbuh dan berkembang karena cara hidup dan struktur tubuh yang sederhana memungkinkan foraminifera berperan sebagai rantai pertama yang terkena oleh pencemaran. Karakteristik spesifik itu pula yang memungkinkan foraminifera memberikan respon terhadap kondisi lingkungan hidupnya dalam waktu relatif cepat Rositasari,1996 sehingga foraminifera ini membentuk struktur komunitas yang mampu menggambarkan kondisi lingkungan dan sumberdaya yang terdapat pada daerah ini.

2.7. Karakteristik Sedimen

Seluruh permukaan dasar laut diselimuti oleh partikel-partikel sedimen yang merupakan endapan yang terjadi selama puluhan sampai jutaan tahun yang lalu sehingga menyimpan banyak informasi yang dapat menjelaskan fenomena- fenomena pembentukan sedimen ini terbentuk, termasuk yang berkaitan erat dengan pencemaran seperti kondisi kimia dan fisika perairan, kualitas lingkungan dan biota-biota laut serta pola hidup manusia Hutabarat dan Evans, 1985. Sedimen terbentuk dari hasil pembongkaran dan penguraian batu-batuan serta cangkang dan sisa rangka organisme laut terutama moluska dan foraminifera Supriyadi, 1996. Menurut tipe asalnya sedimen terbagi dalam dua kriteria, yaitu: a. Sedimen Terigenous material endapan berasal dari input daratan dan b. Sedimen Pelagik material endapan berasal dari kolom laut. Partikel sedimen pelagik 85 terdiri dari endapan ooze kurang lebih 30 endapan ooze ini terdiri dari organisme kecil yang keras. Endapan calcareous ini sebagian besar meluas pada dasar laut dan membentuk lapisan berdasarkan umur batuan sedimen. Kebanyakan sedimen calcareous ini berukuran mikroskopis dan mempunyai cangkang yang mengandung CaCO 3. Salah satu komponen biogenik kontributor materi endapan penyusun tipe sedimen ini adalah foraminifera. Foraminifera dalam sedimen laut telah banyak diteliti oleh para peneliti baik di Indonesia maupun di mancanegara dengan berbagai tujuan penelitian dan manfaatnya. Oleh karena itu, Kepulauan Seribu sendiri mempunyai sedimen terdiri dari batu-batu kapur karang, pasir dan kerikil yang mengandung foraminifera dapat dijadikan tempat tujuan penelitian yang ideal Muzaki, 2008.

3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menggunakan sampel sedimen yang diperoleh secara in situdari hasil survey Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan P3GL, Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Kegiatan tersebut merupakan salah satu kerja sama dengan Pemerintah Daerah DKI untuk memperoleh berbagai aspek kelautan di Pulau Kelapa dan Pulau Harapan. Kepulauan Seribu pada koordinat 05 o 39 ’25’’-05 o 39 ’40’’LS dan 106 o 33 ’44”-106 o 35 ’27” BT pada kedalaman kurang dari 20 m Gambar 6. Contoh sedimen diambil pada 15 titik pengamatan dengan rincian posisi ditampilkan dalam Tabel 1. Penelitian berlangsung sejak 1 Oktober 2010 sampai dengan 31 November 2010,meliputi kegiatan koleksi foraminifera, penghitungan jumlah spesies foraminifera. Studi ini dilakukan di Laboratorium Mikropaleontologi. Pusat Penelitian Pengembangan Geologi Kelautan P3GL, Bandung.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan lain yang digunakan adalah: 1. 15 contoh sedimen 2. Air untuk membantu pemisahan spesies foraminifera dari spesimen non foraminifera 3. Perekat organik untuk melekatkan spesimen terpilih dalam foraminiferal plat 22