Klasifikasi Foraminifera Morfologi Foraminifera

Gambar 2. Morfologireticulopodia Foraminifera 2.3. Bioekologi Foraminifera Foraminifera merupakan organisme yang eukariotik uniseluler heterotropik dan sangat tergantung oleh fitoplankton dan alga sehingga termasuk ke dalam Filum Protozoa. Berdasarkan daur hidupnya foraminifera termasuk ke dalam kelompok Holoplankton zooplankton sejati atau organisme plankton di seluruh siklus hidupnya. Foraminifera merupakan 2,5 dari semua hewan Kambrium sampai resen yang diketahui Boltovskoy dan Wright, 1976. Foraminifera hidup di laut tersebar diberbagai karakteristik dan bentuk perairan geografis perairan seperti perairan laut dangkal, perairan laut dalam, perairan estuari, perairan pesisir laut, perairan subur, perairan tercemar, perairan hangat dan perairan dingin kutub. Foraminifera planktonik hidup pada air laut dengan salinitas normal, tidak ditemukan pada air tawar atau pada lingkungan air hypersaline yaitu lingkungan air dengan salinitas sangat tinggi Boltovskoy dan Wright, 1976. Hidup pada zona yang cukup mendapat sinar matahari photic dan sedikit pada zona yang tidak mendapat sinar matahari Batial. Foraminifera planktonik memiliki penyebaran yang luas membuat Foraminifera planktonik sangat baik untuk menentukan umur sedimen. Foraminifera dibedakan menjadi dua kelompok utama, yaitu foraminifera planktonik dan foraminifera benthik. Foraminifera planktonik merupakan organisme yang hidupnya melayang-layang dalam air laut dari zona permukaan sampai kedalaman 1000 m, berukuran antara 50-100 mikron, dengan ciri-ciri utama mempunyai bentuk test bulat berkomposisi gamping hyaline, susunan kamarnya pada umumnya “trochospiral”Gustiantini, 2001. Ukuran cangkang juga ditemukan antara 5 µm sampai ukuran 20 cm. Terdapat sekitar 30-50 spesiesforaminifera planktonik dan masuk ke dalam kelompok dari dua famili yaitu Globigerinidae bentuk spinose dan Globorotalidae bentuk nonspinose. Sebagai contoh, pada sample sedimen di Laut Timor saat ekspedisi VITAL 2005, ditemukan kumpulan foraminifera planktonik sangat melimpah dalam jumlah lebih dari 80 Okvariani, 2002. Di laut dalam seperti Laut Banda, foraminifera planktonik mendominasi sedimen dasar laut dan kelimpahannya dapat mencapai 90 dibandingkan dengan foraminifera benthik di kedalaman lebih dari 1000 meter Van Marle et al.,1987. Foraminifera bentik merupakan organisme yang hidupnya terbatas pada dasar laut bentos. Ciri-ciri utamanya antara lain susunan kamar planispiral, bentuk cangkang yang lebih pipih Streamline, memanjang, komposisi test aglutineous dan arenaceous. Golongan ini hidup di dasar laut mulai dari tepi sampai kedalaman lebih dari 3000 m. Kondisi optimum terjadi pada kedalaman 150-300m, dimana ada ribuan bahkan sepuluh ribu spesimen per meter persegi Boltovskoy dan Wright, 1976. Aktivitas kehidupan dan sebaran foraminifera bentik dipengaruhi oleh faktor abiotik dan biotik dari lingkungan tempat hidupnya, seperti salinitas, suhu, substrat, kedalaman, nutrisi, kandungan organik dalam sedimen, kekeruhan, gelombang dan arus, serta faktor-faktor ekologi lainnya. Kemampuan beradaptasi sangat mempengaruhi kehidupan foraminifera benthik untuk dapat berproduksi dan bertahan di habitatnya, mulai dari perairan dangkal sampai laut dalam Dewi dan Darlan, 2008. Cangkang foraminifera sangat beranekaragam memiliki bentuk rumit dan kompleks karena pengaruh habitatnya. Keunikan foraminifera seperti bentuk, ciri struktur cangkang merupakan kunci dalam mengindentifikasi jenis dan spesies foraminifera Dewi dan Darlan, 2008. Spesies foraminifera yang berhasil diketemukan dan diberi penamaan mencapai sekitar 275.000 spesies dan banyak jenis foraminifera yang masih belum diidentifikasi Loeblich dan Tapan, 1994. Cangkang foraminifera berbentuk partikel biogenis banyak ditemukan di antara partikel non-biogenisseperti mineral, fragmen batuan dan lain-lain. Kumpulan partikel dari spesies tertentu dapat membentuk hamparan pantai berpasir putih. Sebagai contoh, Amphistegina spp. merupakan anggota dari foraminifera yang di pantai-pantai di Hawaii sejak 1500 tahun yang lalu Dewi dan Darlan, 2008. Di Indonesia, foraminifera Shlumbergerella floresianaditemukan di pantai sekitar Kesuma Sari Barbin, 1987 in Renema, 2008 dan menyebar di sekitar Pulau Bali sampai Pulau Lombok Adisaputra, 1998 in Dewi dan Darlan, 2008. Di pesisir Selatan Pulau Jawa di dominasi oleh kumpulan Sphaerogypsina globules yang memberikan warna putih kecoklatan di Pantai sekitar Prigi, Trenggalek, Jawa Timur. Di perairan laut dangkal terutama pada ekosistem terumbu karang foraminifera benthik merupakan salah satu kontributor penting dalam pembentukkan hamparan terumbu karang setelah alga gampingan Boersma, 1978. Antara forminifera benthik dan terumbu karang terjadi simbiosis mutualistis. Foraminifera merupakan organisme yang sangat melimpah di lingkungan termbu karang, untuk memproduksi material biogenik sebagai bahan pembentuk kerangka karang Molengraaff, 1928 dan Wells, 1957, in Tomascik et al., 1997. Foraminifera merekat pada rumput laut, alga dan fragmen koral di Pulau Pari, Teluk Jakarta dan penciri utama lingkungan terumbu didominasi oleh Calcarina Rositasari, 1993. Di paparan Spermonde, Sulawesi Selatan, forminifera membentuk 40-80 sedimen dasar laut Renema, 2008. Selain terumbu karang, foraminifera juga mendiami lingkungan payau, yang umumnya berhutan mangrove, sedimennya berbutir halus, banyak mengandung sisa-sisa tanaman salinitas rendah dan jumlah spesiesnya tidak bervariasi. Trochamina inflate, Miliammina fusca dan Jadammina polystoma merupakan spesies yang umum ditemukan di sekitar hutan mangrove Dewi dan Darlan, 2008. Lingkungan laguna juga sesuai bagi kehidupan foraminifera tertentu karena adanya pengaruh daratan dan lautan dalam perairan itu. Karakteristik organismenya dengan keanekaragaman yang rendah, dicirikan dengan spesies dari genera Rotalia, Ammonia, Elphidium, Ammobaculites, Reophax Textularia Haplophragmoides dan lain-lain. Jumlah individunya juga rendah dan tidak ditemukan foraminifera planktonik Dewi dan Darlan, 2008 Dibandingkan dengan foraminifera planktonik, foraminifera bentik sangat sensitif terhadap berbagai perubahan lingkungan seperti temperatur, salinitas, cahaya, kedalaman, dan kandungan oksigen. Hal ini disebabkan organisme- organisme benthik ini hidup dengan menempelkan diri pada lapisan permukaan sedimen hingga kedalaman beberapa centimeter 5-10 cm, batuan, tumbuh- tumbuhan laut dan karang yang berada di dasar perairan serta berasosiasi dengan terumbu karang sehingga merupakan indikator lingkungan terumbu karang yang sangat potensial Boltovskoy dan Wright, 1976. Alasan lain adalah karena struktur tubuhnya terdiri dari satu sel, menyebabkan organisme ini lebih cepat memberikan respon terhadap berbagai perubahan lingkungan, yang dapat berupa rendahnya spesimen dan terjadinya perubahan morfologi foraminifera itu sendiri Rositasari, 1996.

2.4. Foraminifera Sebagai Bioindikator

Cangkang foraminifera yang keras dan sulit terurai menjadikan foraminifera dijadikan pedoman oleh Geologi sebagai penciri lingkungan pengendapan dan penentuan umur batuan Biostratigrafi dan dalam pencarian sumberdaya minyak, gas alam atau mineral Natsir, 1996. Fenomena-fenomena khusus yang menyebabkan foraminifera memiliki potensi yang besar sebagai indikator menurut Dewi dan Darlan 2008, yaitu: foraminifera memiliki siklus hidup pendek, sehingga memberi respon yang cepat terhadap perubahan lingkungan atau perubahan akibat aktifitas manusia. Terdapatnya kumpulan foraminifera di estuarin mengindikasikan perubahan karena limbah yang masuk ke dalam lingkungan tersebut. Banyak jenis foraminifera oportunistik mendapat keuntungan langsung atau tidak langsung dari jenis polutan tertentu. Keuntungan langsung adalah terdapatnya tambahan nutrisi bagi jenis tersebut seperti senyawa organik, nutrien, bakteri, mineral dan sebagainya. Keuntungan tidak langsung adalah dengan berkurangnya kompetisi dan predasi Dewi dan Darlan, 2008. Keanekaragaman jenis di daerah buangan berkurang, namun pada jarak tertentu akan tercapai keseimbangan yang mengakibatkan tingginya populasi jenis toleran. Deformasi cangkang terdapat secara alamiah, namun lebih banyak ditemukan di perairan yang terpolusi. Sebaran jenis hidup di estuariseharusnya diamati mulai dari sebelum terjadinya pencemaran, namun hal ini tidak memungkinkan karena hampir seluruh estuari saat ini telah mengalami pencemaran. Cara lain adalah dengan mengamati sample hasil spesimen dan membandingkannya. Walaupun telah banyak dilakukan berbagai penelitian yang berkaitan dengan foraminifera sebagai indikator pencemaran, masih banyak hal yang belum terungkap dengan baik. Sebelumnya Rositasari 1993 telah mengungkapkan keunggulan foraminifera sebagai bioindikator yang sangat efektif dan ekonomis dibandingkan biota lain, yaitu: 1. Ditemukan pada hampir semua lingkungan pesisir dalam jumlah jenis yang cukup banyak. Dengan demikian untuk mendapatkan data yang signifikan hanya diperlukan sejumlah kecil sample; 2. Cangkang kosong dari foraminifera dapat bertahan dalam waktu yang lama didalam sedimen, sehingga memudahkan penganalisaan; 3. Siklus reproduksi relatif pendek, sebagian besar hanya mencapai beberapa bulan dan sebagian lain mencapai 1 tahun. Hal tersebut memungkinkan dilakukannya pengamatan pada berbagai bentuk respon organisme ini terhadap lingkungan hidupnya, yang dapat berupa variasi fenotip morfologi yang dapat terlihat dalam waktu relatif singkat. Perubahan morfologi inilah yang banyak digunakan sebagai indikator lingkungan tempat hidupnya; 4. Publikasikan tentang foraminifera dan lingkungan hidupnya telah banyak dibahas dalam beberapa dekade ini sehingga memudahkan dalam mendapatkan sumber acuan. Keberadaanforaminifera akan dapat memberikan gambaran kondisi lingkungan hidupnya yang berbeda. Pada lingkungan perairan dengan tingkat sedimentasi tinggi, distribusi foraminifera akan menunjukkan keanekaragaman jenis yang tinggi dengan tingkat populasi spesimen hidup yang rendah Rositasari, 2009. Penurunan kualitas lingkungan yang terjadi pada lingkungan muara sungai menyebabkan hanya jenis tertentu yang dapat mempertahankan diri dan dapat berkembang di lingkungan ini. Rositasari 2002 menunjukkan bahwa masukan air laut kebeberapa Sungai Ciawi, muara sungai Bekasi, Sungai Dadap, dan sungai Cilincing, memiliki kesamaan beberapa jenis yang mencirikan lingkungan muara sungai, yaitu Ammonia becarii, berbagai jenis Elphidium sp. serta beberapa jenis foraminifera bentik penciri perairan payau seperti Trochammina, Cyclammina, dan Rheopax.