Peranan stakeholder Analisis Stakeholder

c Stakeholder yang memiliki pengaruh tinggi tetapi tidak memiliki kepentingan terhadap mekanisme Context setter. Stakeholder yang termasuk dalam Context setter adalah Dinas Kehutanan NTB dan BKSDA. d Stakeholder pada kuadran ini memiliki pengaruh dan kepentingan yang rendah terhadap mekanisme Crowd. Stakeholder yang termasuk dalam Crowd adalah Dinas Pertanian NTB, Universitas Mataram dan BLHP. Matriks tersebut dapat menjelaskan posisi stakeholder dalam mekanisme pembayaran jasa lingkungan. Kelompok Tani, Asosiasi Pelanggan PDAM, Konsepsi dan WWF sebagai subject harus memiliki inisiatif khusus bila kepentingan mereka ingin dilindungi. Di sisi lain PDAM Menang-Mataram, Institusi Multi Pihak IMP, PT Narmada Awet Muda Swasta, Dishutbun Lombok Barat, Dinas Perikanan dan Kelautan Lobar, SCBFWM, BPDAS Dodokan-Moyosari, Pemerintah Kabupaten Lombok Barat dan Pemerintah Kota Mataram sebagai key player yang menentukan kesuksesan dari berjalannya mekanisme PJL ini. Stakeholder lainnya harus menjalin kerjasama dan hubungan baik dengan key player tersebut. Stakeholder yang berperan sebagai Context setter dalam hal ini Dinas Kehutanan NTB dan BKSDA, membutuhkan manajemen dan monitoring yang hati-hati. Stakeholder ini mampu menghentikan mekanisme, sehingga harus diperhatikan. Sedangkan stakeholder yang menjadi crowd yaitu Universitas Mataram, Dinas Pertanian NTB dan BLHP bukan merupakan subyek dalam mekanisme, sehingga hanya dibutuhkan monitoring dan evaluasi dalam prioritas yang rendah.

5.2.2 Peranan stakeholder

Peranan stakeholder yang wajib ada dalam mekanisme PJL adalah pembeli jasa lingkungan buyers dan penjualpenyedia jasa lingkungan sellers. Untuk memungkinkan terjadinya transaksi dibutuhkan fasilitator sebagai penghubung antara penyedia dan pembeli jasa lingkungan. Peranan yang dibutuhkan bergantung pada kondisi lokasi PJL. Berikut akan dijelaskan beberapa peranan stakeholder yang teridentifikasi pada PJL penyediaan air di Kabupaten Lombok Barat dan Kota Mataram Tabel 12 Tabel 12 Penyedia j Pembeli ja Perantara Pembuat K LSM pend Perguruan 1. Pembel Pem dari jasa l dan instan pembeli j pelanggan disajikan p Gambar Jum pelanggan Kabupaten jasa ling 228.134.0 Lombok U 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000 160000 180000 Peranan sta Perana jasa lingkunga asa lingkungan Fasilitator KebijakanPer dukung n Tinggi i jasa lingku mbeli jasa lin lingkungan nsi internasi asa lingkun n PDAM da pada grafik r 8 Jumlah p mlah pelangg n yang terd n Lombok B gkungan y 00,00 dari K Utara. Untu akeholder an an providers n buyers raturan ungan buye ngkungan d maupun pe ional. Pada ngan adala an potensi pe berikut Ga pelanggan d gan PDAM diri dari 42. Barat, dan 4 ang terkum Kabupaten uk daerah Poten Masya baru 3 Saat in Pembe Perhot IMP I Pemeri WWF Univer ers dalam skema embeli yang a kasus di K ah pelangga elanggan PD ambar 8. dan potensi M Menang-M .690 pelang 4.811 dari K mpul pada Lombok Ba Kota Mata nsi pelanggan S arakat hulu di Kelompok ni: Pelanggan P eli potensial: elan, dan Tem Institusi Multi intah Kabupat Nusa Tenggar rsitas Mataram a PJL bisa m g lain biasa Kabupaten L an PDAM DAM di Ka pelanggan Mataram tah ggan dari K Kabupaten L a tahun 2 arat dan 21 aram dana j n Pelangga Stakeholder i sekitar huta PDAM Menan PT Narma mpat Wisata pihak, PDAM ten Lombok B ra, konsepsi m merupakan anya dari pe Lombok Bar Menang-M abupaten da PDAM Me hun 2010 m Kota Matar Lombok Uta 2010 yaitu .420.000,00 jasa lingku an an sesaot saa ng-Mataram da Awet M M Barat pengguna a emerintah, L rat yang me Mataram. Ju an Kota Mat enang Matar mencapai 6 ram, 20.667 ara. Jumlah u sebesar 0 dari Kabu ungan tidak 47 at ini Muda, aktual LSM, enjadi umlah taram ram 8.168 7 dari h dana Rp. upaten k bisa dicairkan karena adanya protes dari pihak Kota Mataram mengenai dasar penarikan yaitu Peraturan Daerah No.4 Tahun 2007 yang merupakan peraturan daerah Kabupaten Lombok Barat, sehingga peraturan tersebut tidak berlaku di Kota Mataram. Terdapat potensi pembeli jasa lingkungan yang cukup besar di Kabupaten Lombok Barat dan Kota Mataram. Potensi tersebut antara lain Perusahaan air dalam kemasan PT Narmada Awet Muda, PT Metro, Perhotelan, dan tempat- tempat wisata, maupun perusahaan yang menggunakan air dalam jumlah yang besar untuk kegiatan komersial. Untuk ketentuan tersebut maka PDAM Menang- Mataram yang merupakan perusahaan air minum daerah seharusnya menjadi pembeli jasa lingkungan. 2. Penjual atau penyedia jasa lingkungan Pada kasus PJL di kabupaten Lombok barat dan Kota Mataram, Penjual jasa lingkungan adalah kelompok masyarakat di sekitar mata air yang digunakan sebagai bahan baku oleh PDAM dan penggunaan masyarakat di sekitar Hutan Sesaot yang menjadi catchment area dari mata air tersebut. Pada implementasi PJL tahun 2011 dana diberikan kepada 3 kelompok dari 3 desa yang berbeda. Kelompok tersebut adalah kelompok Lebah Suren dari Desa Sedau beranggotakan 80 orang, kelompok Mule Paice dari Desa Batumekar 18 orang, dan Forum Ranget dari Desa Suranadi 70 orang. Beberapa pihak menyebutkan bahwa implementasi di kelompok Lebah Suren dan Mule Paice agak kurang tepat. Hal ini dikarenakan masih banyak kelompok lain yang lokasinya di sekitar mata air yang digunakan oleh PDAM Menang-Mataram. 3. Fasilitator Institusi Multi Pihak IMP merupakan suatu badan independen mitra Pemda dalam pengelolaan jasa lingkungan di Kabupaten Lombok Barat yang anggotanya terdiri dari berbagai pihak Latifah et al 2011. IMP terbentuk berdasarkan Perda No 4 tahun 2007 tentang pengelolaan jasa lingkungan untuk pemanfaatan air dan objek wisata di Kabupaten Lombok Barat. IMP merupakan forum bersama antara instansi terkait, sektor bisnis, wakil masyarakat setempat, LSM, akademisi dan Pelanggan PDAM. IMP dalam menjalankan tugasnya bertanggungjawab kepada Bupati Lombok Barat. Sesuai peranan IMP sebagai mediator, tugas dari IMP sesuai dengan Peraturan Bupati Lombok Barat No. 72009 tentang Susunan Organisasi, Tata Kerja, Tugas dan Wewenang Institusi Multipihak Lobar adalah: 1 Menyusun, merancang serta menetapkan rencana strategis serta tata kelola institusi multipihak, 2 Menjamin pengelolaan, penyaluran serta pembayaran jasa lingkungan untuk upaya-upaya konservasi serta pemberdayaan ekonomi masyarakat, 3 Mengawasi serta mengevaluasi pelaksanaan pengelolaan jasa lingkungan di Lombok barat yang didukung oleh dana jasa lingkungan, 4 Melaporkan pelaksanaan pengelolaan penggunaan dana pembayaran jasa lingkungan ke Bupati serta publik. 5.3 Perkembangan Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan 5.3.1 Mekanisme PJL sebelum adanya peraturan daerah Awal tahun 2000, jasa lingkungan merupakan isu yang hangat dibicarakan di tingkat internasional. Hal ini dipicu karena keberhasilan Costa Rica menerapkan Undang-Undang Jasa Lingkungan yang mengakui hutan sebagai penyedia jasa lingkungan pada tahun 1997. Isu ini dirasa sangat sesuai untuk mengatasi permasalahan krisis dan ketidakmerataan sumberdaya air di Pulau Lombok serta kemiskinan masyarakat hulu. Beberapa LSM sekaligus mengusung isu jasa lingkungan di Lombok. LP3ES beserta Konsepsi mengusung jasa lingkungan untuk dibangun suatu mekanisme persaudaraan antara hulu dan hilir karena latar belakang LSM tersebut yang dekat dengan masyarakat. Pada pihak ini, lebih menyoroti pada distribusi imbal jasa lingkungan. Bagaimana agar masyarakat hilir yang telah menikmati jasa lingkungan berupa air bersih dengan sukarela memberikan imbalan kepada masyarakat hulu yang telah menjaga sumber air. Pendekatan yang digunakan adalah kesadaran masyarakat yang dibangun secara perlahan. Kesepakatan pembayaran dirancang dengan surat kesepahaman atau MoU. WWF Nusa Tenggara mengusung jasa lingkungan dengan pendekatan regulasi. Bagaimana agar jasa lingkungan dapat diterapkan dengan dasar hukum yang jelas. Kesepakatan pembayaran diatur dengan peraturan daerah. Langkah ini dirasa sesuai karena untuk memberikan jaminan kepada mekanisme PJL yang tergolong masih baru sehingga dapat diterapkan dalam jangka panjang. Skema yang terjadi sebelum disahkannya peraturan daerah tentang jasa lingkungan lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 9. Gambar 9 Skema PJL sebelum adanya Peraturan daerah Prasetya et al 2007 LP3ES dan Konsepsi telah berhasil melakukan pendekatan kepada masyarakat hulu. Hal ini karena LP3ES dan Konsepsi sebelumnya memang telah melakukan pendampingan HKm sehingga telah memperoleh kepercayaan dari masyarakat hulu. Secara perlahan usaha yang dilakukan mulai didukung beberapa pihak. Mulai disusun draft MoU untuk kesepakatan pembayaran jasa lingkungan. Pada bulan April 2004 terjadi pemilihan umum daerah di Lombok. Pasca pemilihan umum tersebut, terjadi dua perubahan yang mempengaruhi respon pemerintah daerah terhadap mekanisme pembayaran jasa lingkungan, antara lain: 1. Pergantian anggota legislatif melalui Pemilu 2004 dan mutasi dikalangan birokrat mengakibatkan proses komunikasi kembali ke titik nol. 2. Munculnya UU no 32 tahun 2004 tetang Otonomi Daerah sebagai penggganti UU no 22 tahun 2000 semakin membatasi peluang pengembangan MoU sebagai legal basis jasa lingkungan. Dalam UU otonomi yang baru, pemerintah daerah tidak dapat mengeluarkan surat Bestari Rinjani Payment for Water Service PWS Masyarakat miskin di Kota Mataram Masyarakat hulu Mata air Pelanggan PDAM Pemerintah Daerah D a n a k o n s e r v a s i Independent Body Skema PJL Konsepsi Regulasi imbalan Distribusi imbalan Pembayaran melalui komponen tagihan air PDAM Mengesahkan regulasi daerah Akomodasi penyusunan regulasi, Studi WTP Pendampingan Program pengurangan kemiskinan Meningkatkan kehidupan masyarakat lokal keputusan seperti SKB MoU tanpa didasari dengan adanya Peraturan Daerah. Di sisi lain, UU tersebut juga tidak memperkenankan pemerintah daerah melakukan pungutan atau retribusi dan atau dengan nama lain sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Undang-undang tersebut. Berdasarkan kedua hal diatas, maka legal basis bagi pengembangan jasa lingkungan yang mengkait dua pemda tidak dimungkinkan lagi dengan MoU bahkan alternatif yang paling memungkinkan adalah melalui inisiatif peraturan daerah pada kedua pemerintah daerah. Sehingga sampai pada tahap ini LP3ES dan Konsepsi bekerjasama dengan WWF untuk merintis rancangan regulasi untuk pembayaran jasa lingkungan. Kendala yang dialami dalam penyusunan peraturan daerah PJL adalah belum adanya payung hukum baik di tingkat pusat maupun daerah mengenai jasa lingkungan sebelumnya. Regulasi mengenai PJL di tingkat nasional memang belum ada. PJL hanya disinggung di beberapa perundangan sekilas maupun secara umum biasanya dikaitkan pada aspek pengelolaan hidup. Misalnya PJL disinggung pada Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup khususnya pada pasal 43. Undang-undang ini menyebut PJL pada bagian instrumen ekonomi lingkungan hidup. Perundangan lain yang menyinggung mengenai PJL bisa dilihat pada tinjauan pustaka.

5.3.2 Mekanisme PJL setelah adanya peraturan daerah