BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan di Pulau Lombok
Adanya inisiatif untuk melakukan pembayaran jasa lingkungan PJL antara hulu dan hilir bermula ketika pada tahun 1995 LP3ES melakukan
pendampingan untuk program HKm di Lombok. Selama melakukan pendampingan ke desa-desa, LP3ES menemukan banyak model sederhana
kearifan lokal tentang pembayaran atau berbagi tanggung jawab atas suatu jasa lingkungan yang dilakukan penduduk di beberapa desa di Lombok. Model
sederhana tersebut seperti PAMDES, BUMDES, PLTMH, dan SubakSistem Pengairan Latifah et al 2011.
Permasalahan lingkungan yang timbul pada saat itu adalah kondisi sumberdaya air di Pulau Lombok yang tidak merata serta krisis air yang terjadi
pada musim kemarau. Secara umum terjadi penurunan debit air di Pulau Lombok dalam kurun waktu 10 tahun 1992-2002. Hal ini ditunjukkan oleh penurunan
debit pada tiga sungai sebagai indikator yaitu Sungai Aiknyet, Babak dan Sesaot. Pada tahun 1992 debit air pada ketiga sungai tersebut secara berurutan
27,30 m3detik; 8,44 m3detik dan 16,08 m3detik dan pada tahun 2002 menurun menjadi 10,37 m3detik; 5,68 m3detik dan 9,096 m3detik Markum et al 2004.
Pada tahun 2003, diketahui 40 mata air telah hilang akibat perubahan tata guna lahan menjadi pertanian dan kerusakan hutan di sekitar Rinjani Prasetya et al
2009. DAS Jangkok adalah salah satu DAS di Pulau Lombok yang masuk ke
dalam DAS prioritas dari 22 DAS yang masuk kategori kritis dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah RPJM Departemen Kehutanan Setiawan et al
2010. Padahal fungsi DAS ini adalah mensuplai kebutuhan air untuk 9.697 Ha sawah di Lombok Barat dan 2.873 ha di Kabupaten Lombok Tengah. Sisanya
dimanfaatkan untuk kebutuhan domestik warga Kota Mataram 75 melalui PDAM Mataram dengan memanfaatkan 4 mata air Ranget, Montong, Sarasutha
dan Penimbung. DAS Jangkok memiliki sejumlah potensi alam dan pemanfaatan multi-use oleh masyarakat sekitar maupun pemerintah. Pemanfaatan lahan di
kawasan DAS Jangkok bersifat multi-use yakni aktivitas pengelolaan HKm, perkebunan masyarakat, penambangan pasir dan pariwisata di wilayah hulu,
kemudian aktivitas budidaya pertanian dan perikanan di wilayah tengah dan aktivitas masyarakat di wilayah perkotaan wilayah hilir yang cukup kompleks
seperti budidaya pertanian, perikanan, penambangan pasir, industri dan tempat pembuangan sampah. DAS Jangkok juga telah mengalami degradasi lahan, erosi,
sedimentasi dan penurunan debit sebesar 5,6 setiap tahun SCBFWM 2009. Oleh karena itu DAS Jangkok dipilih menjadi lokasi implementasi PJL.
Bermula dari berbagai permasalahan lingkungan itulah diinisiasi model sederhana pembayaran jasa lingkungan dengan mekanisme persaudaran hulu dan
hilir. Mekanisme pembayaran jasa lingkungan di Lombok Barat dan Kota Mataram telah mulai dirintis sejak lama. Tahap perkembangan dari awal hingga
tercapai Mekanisme PJL di Lombok Barat dan Kota Mataram seperti saat ini, secara ringkas dapat dilihat pada tabel 9.
Tabel 9 Sejarah perkembangan mekanisme PJL di Lombok Barat
Waktu Kegiatan Hasil
Sebelum Tahun 2001
Pendampingan masyarakat hulu Ranget dan Lingsar
Terbentuknya 2 kelompok pelestari air 1. Lingsar Kel. Banyu Lestari
Anggota 25 orang, Kelompok bersedia direlokasi dari Zona II dengan ketentuan
disepakati bersama dengan PDAM 2. Ranget Kel. Forum Ranget
Anggota 37 orang, Ada kesepakatan untuk mengkonservasi sumberdaya air
Tahun 2001 Studi yang dilaksanakan
oleh WWF NTB mengenai Nilai ekonomi Rinjani
Jumlah nilai bruto sumberdaya air Rinjani: Nilai Aktual: 1.061,8 milyar
Nilai Potensial : 11.795,7 milyar Tahun 2002
Studi awal yang dilaksanakan oleh
Konsepsi LP3ES dan PDAM Menang Mataram
mengenai WTP Willingness to Pay
Studi tersebut menghasilkan : • Konsumen RT
95 bersedia membayar dana konservasi air, 3 tidak bersedia, 2 tidak tahutidak
menjawab • Perusahaan skala kecil
89 bersedia membayar dana konservasi air, 11 tidak bersedia
Agustus 2003 Lokakarya Hasil Studi
WTP Ada rencana aksi bersama dalam mendukung
gagasan pengembangan peluang pembayaran air :
1. Pembentukan Working Group 8
stakeholder, audiensi 2.
Mengadakan pertemuan untuk menyusun background paper, draft SKB dan
merancang studi banding
Tabel 9 Sejarah perkembangan mekanisme PJL di Lombok Barat lanjutan
Waktu Kegiatan Hasil
September 2003
Pertemuan working group I tentang draft MoU
Terdapat 2 draft yang berasal dari hasil lokakarya dan usulan draft dari Kabag Hukum
Pemkot Mataram. September
2003 Konsepsi berhasil
memfasilitasi komunikasi penyelesaian konflik warga
Apitaik Lingsar-PDAM Menang-Mataram
Warga Apitaik akan direlokasi dari zone II Mata air Sarasutha ke tempat lain. PDAM
membayar sejumlah Rp. 350 juta untuk pengadaan tanah dan pembangunan
pemukiman.
Oktober 2003 Studi banding working
group ke PDAM Sleman 1.Komitmen pihak-pihak yang berkepentingan
Ada 2 pihak yang dapat menghantarkan gagasan PJL ke pihak eksekutif yaitu PDAM
Menang dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Lombok Barat
2.Konsultasi Publik
Nopember 2003
Workshop pertama memperkenalkan PES
Payment for Environmental Services
April 2004 Adanya Pemilihan Umum,
pergantian personil pemerintahan dan
Perubahan UU Otonomi Daerah
Proses audiensi yang dirintis sebelumnya kembali ke nol. Adanya UU no 32 tahun 2004
tetang Otonomi Daerah sebagai penggganti UU no 22 tahun 2000 semakin membatasi
peluang pengembangan MoU sebagai legal basis jasa lingkungan.
April 2004
Proses inisiasi awal pengembangan jasa
lingkungan kabupaten Lombok Barat
Kerjasama dengan Dishutbun Lobar, WWF Indonesia Program Nusa Tenggara, BKSDA,
BTNGR
September- Oktober 2004
Pertemuan stakeholder
untuk memproses Perda Bahasan awal pembentukan tim penyusun
draft Perda Jasa Lingkungan September
2004 Workshop Asosiasi
Pelanggan Disepakatinya pembentukan asosiasi
pelanggan PDAM sebagai wakil dari masyarakat hilir:
• Bentuk organisasi • Struktur organisasi dan pengurus
• Adanya ADART • Kesepakatan besarnya sumbangan untuk
konservasi air Oktober 2004
Sosialisasi jasa lingkungan kepada 17 kelurahan di
Kota Mataram dan 4 desa di Kabupaten Lombok
Barat
Tahun 2005 Pembentukan
Tim Penyusun Draft Perda Jasa
Lingkungan Kabupaten Lombok Barat Januari
2005 SK Bupati Lombok Barat
No.66007Dishutbun2005
Tahun 2006 •
Deklarasi Kesepakatan Pembayaran Jasa
Lingkungan •
Ujicoba pembayaran jasa lingkungan air untuk
Kelurahan Mataram Timur melalui pelanggan PDAM
• Penandatanganan surat kerjasama Air yang
telah ditandatangani oleh Pemda KotaLobar, DPRD KotaLobar, PDAM, private sector,
instansi pemerintah, media massa, masyarakat hulu, DFID, WWF, Konsepsi, dan Universitas
Mataram untuk membayar jasa lingkungan
Tabel 9 Sejarah perkembangan mekanisme PJL di Lombok Barat lanjutan
Waktu Kegiatan Hasil
Tahun 2007 Pengesahan
Perda No.42007 tentang
Pengelolaan Jasa Lingkungan Lombok Barat
beserta peraturan bupatinya diikuti dengan kampanye
dan sosialisasi program PES
Disahkannya dasar legal dari PJL di Kabupaten Lombok Barat. Terpilihnya
kepengurusan pertama IMP.
Tahun 2008 Diselesaikannya
Kelengkapan Perda Jasa Lingkungan
2 Peraturan Bupati dan 1 Keputusan Bupati : 1. Peraturan Bupati Lombok Barat No.7
Tahun 2009 2. Keputusan Bupati Lombok Barat No.
1072207Dishut2009 3. Peraturan Bupati Lombok Barat No.42
Tahun 2008
Desember 2008 Restrukturisasi
kepengurusan IMP Terpilihnya pengurus IMP kedua
Tahun 2008- 2009
Revisi Kelengkapan Perda Jasa Lingkungan yang
disesuaikan dengan hasil Rapat Umum IMP
Oktober 2009 Penandatanganan
kesepakatan implementasi jasa lingkungan dengan
PDAM Menang-Mataram Dana jasa lingkungan mulai ditarik bulan
November 2009
Februari 2010 Uji coba implementasi di
hulu Penanaman seluas 6 ha
Agustus 2010 Implementasi program jasa
lingkungan Di 3 Kelompok yaitu Kelompok Lebah Suren
Desa Sedau, Kelompok Mule Paice Desa Batumekar, dan Forum Ranget Desa Suranadi
Sumber: hasil wawancara dan penelusuran dokumen
Pada awal kemunculannya, jasa lingkungan ini diusung oleh beberapa pihak. Dari hasil wawancara dan penelusuran dokumen secara garis besar terdapat
dua pihak yang mengusung jasa lingkungan sejak tahun 2001. Pihak pertama yaitu LP3ES Konsepsi yang mengusung konsep jasa lingkungan yang berdasarkan
persaudaraan hulu dan hilir. Konsep ini dibangun karena pihak ini telah lama mendampingi masyarakat hulu. Pihak ini telah berhasil membangun kesadaran
masyarakat hulu akan pentingnya melestarikan hutan dan mengubah beberapa sawah milik masyarakat yang berada di daerah tangkapan air menjadi pekarangan
yang ditanami dengan pohon. Pihak ini berhasil memberikan mediasi konflik antara PDAM menang-Mataram dan merelokasi masyarakat hulu yang tinggal di
zona II sekitar mata air. Pihak ini menggagas pembayaran jasa lingkungan dengan berlandaskan surat kesepahaman MoU. Pihak selanjutnya adalah WWF
yang mengusung konsep jasa lingkungan dengan pendekatan regulasi. WWF
mengadakan audiensi ke beberapa stakeholder di Kabupaten Lombok Barat dan Kota Mataram untuk menghasilkan sebuah peraturan yang berlandaskan hukum.
Berkat pihak inilah berhasil disahkannya Peraturan daerah Kabupaten Lombok Barat No. 4 tahun 2007.
5.2 Analisis Stakeholder