Jumlah dan Status Kepemilikan Tambak

benih bandeng yang terdapat pada biaya variabel memiliki proporsi yang besar, yaitu 21,12 dari total biaya produksi atau sebesar Rp 4.160.000,00. Pada Tabel 19 diketahui bahwa jumlah biaya investasi tambak monokultur udang setiap tahun rata-rata sebesar Rp 2.414.641,00 atau sekitar 7,47 dari total biaya produksi, biaya tetap tambak monokultur udang setiap tahun rata-rata sebesar Rp 4.058.333,00 atau 12,55 dari total biaya produksi, dan biaya variabel tambak monokultur udang setiap tahunnya rata-rata sebesar Rp 25.860.834,00 atau 79,98 dari total biaya produksi. Seluruh lahan tambak monokultur udang yang berstatus sewa diasumsikan berproduksi, maka total biaya investasi yang dikeluarkan selama satu tahun oleh tambak monokultur udang adalah Rp 14.487.852,00, total biaya tetap tambak monokultur udang selama satu tahun adalah Rp 24.350.000,00, dan total biaya variabel yang dikeluarkan oleh tambak monokultur udang selama satu tahun adalah sebesar Rp 155.165.000,00. Tabel 19 Rataan komposisi biaya faktor produksi per hektar tambak monokultur udang di Kelurahan Marunda dalam satu tahun No Jenis Jumlah Rp Presentase 1 Biaya Investasi Bubu 533.333 1,65 Pompa Air 923.611 2,86 Pintu Air dan Laha 533.333 1,65 Jaring 158.333 0,49 Waring 39.000 0,12 Rumah Jaga 216.270 0,67 Cangkul 10.761 0,03 Total Biaya Investasi 2.414.641 7,47 2 Biaya Tetap Biaya Rehab Tambak 2.250.000 6,96 Sewa Alat Panen 350.000 1,08 Sewa Lahan 1.458.333 4,51 Total Biaya Tetap 4.058.333 12,55 3 Biaya Variabel Pembelian Benih Udang 3.316.667 10,26 Pembelian Pakan 11.502.500 35,57 Pembelian Obat 3.142.917 9,72 Pembelian Pupuk 3.533.750 10,93 Bensin 3.315.000 10,25 Upah Tenaga Kerja Panen 1.050.000 3,25 Total Biaya Variabel 25.860.834 79,98 Total Biaya Produksi 32.333.808 100,00 Sumber : Hasil Analisis Data, 2014 Pada tambak monokultur udang biaya investasi yang paling besar proporsinya adalah pompa air, dengan proporsi sebesar 2,86 dari total biaya produksi atau Rp 923.611,00. Pengeluaran biaya tetap terbesar pada tambak monokultur udang terdapat pada biaya rehab tambak dengan proporsi sebesar Rp 2.250.000,00 atau 6,96 dari total biaya produksi. Pembelian pakan yang terdapat pada biaya variabel memiliki proporsi yang besar, yaitu 35,57 dari total biaya produksi atau sebesar Rp 11.502.500,00. Berdasarkan ketiga komposisi rataan biaya faktor produksi tambak polikultur, monokultur bandeng, dan monokultur udang tersebut dapat terlihat bahwa biaya produksi yang di keluarkan oleh petani tambak polikultur lebih kecil jumlahnya dibandingkan dengan biaya produksi petani tambak monokultur udang dan tidak jauh berbeda jumlah biayanya dengan biaya monokultur bandeng. Pada petani tambak polikultur biaya produksi yang dikeluarkan sebesar Rp 24.532.967,00 sedangkan biaya produksi tambak monokultur bandeng sebesar Rp 19.695.358,00 dan biaya produksi tambak monokultur udang sebesar Rp 32.333.808,00. Biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani tambak polikultur dianggap lebih efisien karena dengan biaya produksi yang tidak jauh berbeda serta relatif lebih kecil daripada tambak monokultur, petani tambak dapat memproduksi dua jenis komoditi sekaligus dalam satu lahan. Sedangkan biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani monokultur hanya digunakan untuk memproduksi satu jenis komoditi saja, yaitu ikan bandeng atau udang windu. Ikan bandeng dan udang windu dalam budidaya polikultur dan monokultur memiliki waktu tumbuh selama 3-4 bulan untuk sampai pada ukuran siap jual. Hasil produksi budidaya tambak polikultur maupun monokultur tidak selalu signifikan dari musim ke musim, hal ini dapat dipengaruhi oleh adanya perubahan pada kondisi lahan, perubahan pada suhu air, perubahan cuaca, adanya predator, dan lain-lain. Nilai rata-rata panen tambak dalam satu tahun diperoleh dengan mengalikan hasil panen kg per unit tambak dalam satu tahun dengan harga jual produk Rp yang berlaku di pasar. Rataan panen budidaya polikultur dan monokultur dalam satu tahun disajikan pada Tabel 20 dan untuk penghitungan hasil panen responden yang lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6, Lampiran 12, dan Lampiran 18.

Dokumen yang terkait

DAMPAK SOSIAL EKONOMI DAN LINGKUNGAN LUMPUR LAPINDO TERHADAP PETANI TAMBAK BANDENG DI KABUPATEN SIDOARJO

1 8 17

Pengembangan Kapasitas Komunitas Petani Tambak dalam Upaya Peningkatan Kesejahteraan Rumah Tangga : Kasus Komunitas Petani Tambak Kelurahan Laosu, Kecamatan Bondoala, Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara

0 3 132

Analisis Nilai Land Rent dan Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Tambak Bandeng di Kelurahan Marunda, Jakarta Utara

1 11 114

Pengaruh Kenaikan Muka Air Laut Terhadap Kerugian Ekonomi Masyarakat (Studi Kasus: Kelurahan Kalibaru, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara)

1 15 147

Analisis kadar phosfat dan n-nitrogen (amonia, nitrat, nitrit) pada tambak air payau akibat rembesan lumpur lapindo di sidoarjo, jawa timur

1 12 9

KARAKTERISTIK DEMOGRAFI DAN SOSIAL EKONOMI PETANI TAMBAK DESA SURODADI KECAMATAN SAYUNG KABUPATEN DEMAK.

1 9 79

STRATEGI PETANI TAMBAK DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN EKONOMI MELALUI USAHA TAMBAK KERANG HIJAU DI DESA CAMPUREJO KECAMATAN PANCENG KABUPATEN GRESIK.

5 20 81

POTENSI EKONOMI PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA TAMBAK UDANG WINDU DI KECAMATAN MUARA BADAK KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

0 2 7

Sikap Masyarakat Sekitar Kawasan Marunda terhadap Restorasi Ekologi Hutan Mangrove di Kelurahan Marunda, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara - UNS Institutional Repository

0 0 13

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI TAMBAK IKAN BANDENG MENJADI TAMBAK UDANG VANNAMEI GUNA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PETANI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM (Studi Kasus Pada Petani Tambak Desa Muara Gading Mas Kecamatan Labuhan Maringgai

0 2 147