Analisis Deskriptif Metode Pengambilan Contoh

Marunda dimiliki oleh Angkatan Laut. Masyarakat Kelurahan Marunda hanya sebagai pengelola tambak dengan status kepemilikan sewa.

6.1.2.2 Teknologi Budidaya

Hasil wawancara terhadap 53 petani tambak, mengatakan bahwa sistem tambak yang digunakan di Kelurahan Marunda adalah sistem tambak tradisional. Namun melihat dari kondisi lahan tambak Kelurahan Marunda dengan berdasar pada literatur, sistem budidaya yang digunakan di Kelurahan Marunda adalah perpaduan sistem tambak tradisional dan sistem semi-intensif Kordi, 2010. Padat penebaran tambak di Kelurahan Marunda yaitu sekitar 2.000 ekorha untuk ikan bandeng dan sekitar 10.000 ekorha untuk udang yang dikategorikan sebagai sistem tambak tradisional. Persiapan tambak pun telah dilakukan dengan pengeringan, pengapuran, dan pemupukan. Pengelolaan tambak ini dikenal sebagai tambak tradsional plus. Pengelolaan air di tambak telah menggunakan pompa air meskipun belum dilengkapi dengan adanya kincir. Pakan yang digunakan pun menggunakan pakan alami klekap yang pertumbuhannya dirangsang dengan pemupukan. Pemberian pakan tambahan pun dilakukan secara tidak teratur. Dilihat berdasarkan padat penebaran benih ikan bandeng dan udang, persiapan lahan tambak, pengelolaan air, dan pemberian pakan maka sistem budidaya polikultur yang digunakan di Kelurahan Marunda adalah sistem budidaya tradisional. Penggunaan pompa air yang tergolong pada ciri tambak sistem semi-intensif merupakan salah satu cara petani untuk meningkatkan hasil produksinya agar usaha budidaya tambak polikultur dan monokultur semakin baik lagi.

6.1.2.3 Proses Budidaya

Tambak dapat berfungsi dengan optimal bila lahan tambak dikelola dengan baik. Pengelolaan tambak meliputi pengelolaan lahan, pemberian unsur tambahan, dan pengaturan pengairan. Pengolahan lahan dilakukan dengan melakukan perbaikan bagian-bagian tambak seperti pematang dan pintu air, serta kegiatan utama seperti pengeringan, pembajakan atau pengolahan tanah, pengapuran dan pemupukan. Pada tambak yang beroperasi, dilakukan penyingkiran bahan organik seperti sisa pakan, kotoran udang dan bandeng, organisme dan plankton yang mati, dan lain-lain, yang dapat berdampak buruk pada kualitas air, pertumbuhan, kelangsungan hidup dan kesehatan bandeng serta udang bila dibiarkan. Oleh karena itu, limbah yang mengendap di dasar lahan tambak dapat dihilangkan dengan mengeruk lapisan permukaan tanah untuk kemudian di buang atau diganti. Setelah pencucian, tambak dibiarkan selama 7-10 hari. Pada masa pengeringan sebelum tebar benih, lebih baik mengairi tambak selama beberapa hari untuk membasahi dasar tambak, dan kemudian mengeringkannya kembali. Tambak Kelurahan Marunda sering beroperasi sehingga perlu diberikan masa istirahat agar lahan mampu mengembalikan kualitasnya yaitu sekitar 2 bulan lamanya Kordi, 2010a. Setelah pengeringan, dasar tambak kemudian dibajak hingga kedalaman kira-kira 15 cm. Pengolahan lahan tambak ini membutuhkan bantuan tenaga kerja. Lahan tambak sebesar 1 hektar biasanya membutuhkan bantuan 1-2 orang tenaga kerja dengan upah sebesr Rp 100.000,00 per tenaga kerja. Pengolahan tambak ini bertujuan untuk memperbaiki kondisi tanah agar menjadi subur, meningkatkan pH tanah dan pH air, memperbaiki lapisan tanah dasar yang porous menjadi kedap air, dan memperbaiki dasar pelataran agar pengeringan air sewaktu-waktu lebih lancar Kordi, 2010a. Setelah dilakukan proses pengeringan pada lahan tambak maka proses selanjutnya yang dilakukan adalah proses pemupukan. Pemupukan dibutuhkan untuk merangsang pertumbuhan fitoplankton. Pupuk yang banyak digunakan di Kelurahan Marunda adalah jenis pupuk Urea dan TSP. Setelah proses pemupukan selesai maka dilakukan proses pengapuran. Pengapuran pada lahan tambak dilakukan untuk mengembalikan pH tanah. Pengapuran lahan tambak juga berfungsi untuk membakar jasad-jasad renik penyebab penyakit dan hewan liar, mengendapkan butiran lumpur halus, memperbaiki kualitas tanah, dan meningkatkan fosfor Kordi, 2010a. Tambak yang telah melalui proses persiapan tambak kemudan dilakukan pengisian air secara bertahap agar proses reaksi antara pupuk, kapur, dan air berjalan sempurna. Benih udang kemudian ditebar dengan kepadatan 10.000 ekorha. Setelah sekitar 45 hari, klekap telah mulai bermuculan. Kemudian tebar benih ikan bandeng dengan kepadatan 2.000 ekorha. Selanjutnya yang dilakukan setelah penebaran adalah pemberian pakan, pengontrolan, pergantian air, dan pemupukan. Pemanenan bandeng dilakukan setiap 6 bulan sekali, sedangkan panen udang dilakukan setiap 3-4 bulan sekali. Berdasarkan hasil wawancara, satu hektar lahan tambak dapat menghasilkan bandeng sebanyak kurang lebih 200-500 kgha dengan kisaran harga sekitar Rp 15.000,00 – Rp 20.000,00, sedangkan udang dapat menghasilkan kurang lebih 100-150 kgha dengan kisaran harga Rp 80.000,00 – Rp 100.000,00. Proses pemanenan ini membutuhkan bantuan tenaga kerja panen sebanyak 1-3 orang dengan upah sebesar Rp 100.000,00 per tenaga kerja. Hasil panen yang diperoleh biasanya dijual kepada pengumpul atau tengkulak.

6.1.3 Karakteristik Unit Usaha Terkait

Kegiatan usaha budidaya tambak membutuhkan partisipasi masyarakat lokal untuk mendorong agar usaha budidaya tambak di Kelurahan Marunda semakin maju sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal setempat. Unit usaha terkait yang dijadikan responden dalam penelitian ini sebanyak 6 unit usaha. Responden unit usaha tersebut merupakan masyarakat Kelurahan Marunda dengan rentang usia 33-54 tahun. Jenis usaha yang terdapat di Kelurahan Marunda diantaranya, sebanyak 1 unit kios pakan dan obat, 1 unit kios penjualan benih bandeng dan udang windu, 1 unit warung makan, 1 unit warung es kelapa muda, dan 2 unit toko bahan bangunan. Penerimaan yang berhasil diperoleh pemilik usaha berkisar Rp 10.000.000,00 – Rp 150.000.000,00 per bulan dengan total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 8.400.000,00 – Rp 51.942.000,00 per bulan. Berdasarkan penerimaan dan total biaya tersebut maka dapat diketahui berapa besar pendapatan yang diterima oleh pemilik usaha dalam sebulan. Rincian pendapatan setiap unit usaha disajikan dalam Tabel 13.

Dokumen yang terkait

DAMPAK SOSIAL EKONOMI DAN LINGKUNGAN LUMPUR LAPINDO TERHADAP PETANI TAMBAK BANDENG DI KABUPATEN SIDOARJO

1 8 17

Pengembangan Kapasitas Komunitas Petani Tambak dalam Upaya Peningkatan Kesejahteraan Rumah Tangga : Kasus Komunitas Petani Tambak Kelurahan Laosu, Kecamatan Bondoala, Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara

0 3 132

Analisis Nilai Land Rent dan Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Tambak Bandeng di Kelurahan Marunda, Jakarta Utara

1 11 114

Pengaruh Kenaikan Muka Air Laut Terhadap Kerugian Ekonomi Masyarakat (Studi Kasus: Kelurahan Kalibaru, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara)

1 15 147

Analisis kadar phosfat dan n-nitrogen (amonia, nitrat, nitrit) pada tambak air payau akibat rembesan lumpur lapindo di sidoarjo, jawa timur

1 12 9

KARAKTERISTIK DEMOGRAFI DAN SOSIAL EKONOMI PETANI TAMBAK DESA SURODADI KECAMATAN SAYUNG KABUPATEN DEMAK.

1 9 79

STRATEGI PETANI TAMBAK DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN EKONOMI MELALUI USAHA TAMBAK KERANG HIJAU DI DESA CAMPUREJO KECAMATAN PANCENG KABUPATEN GRESIK.

5 20 81

POTENSI EKONOMI PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA TAMBAK UDANG WINDU DI KECAMATAN MUARA BADAK KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

0 2 7

Sikap Masyarakat Sekitar Kawasan Marunda terhadap Restorasi Ekologi Hutan Mangrove di Kelurahan Marunda, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara - UNS Institutional Repository

0 0 13

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI TAMBAK IKAN BANDENG MENJADI TAMBAK UDANG VANNAMEI GUNA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PETANI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM (Studi Kasus Pada Petani Tambak Desa Muara Gading Mas Kecamatan Labuhan Maringgai

0 2 147