BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keanekaragaman Tumbuhan di Indonesia
Hutan tropika Indonesia diakui sebagai komunitas yang paling kaya akan keanekaragaman spesies tumbuhan di dunia. Indonesia sangat kaya dengan
berbagai spesies flora. Dari 40.000 spesies yang tumbuh di dunia, 30.000 spesies diantaranya tumbuh di Indonesia. Kurang lebih dari 26 telah dibudidayakan dan
sisanya 74 masih tumbuh liar di hutan-hutan Syukur Hernani 1999. Keanekaragaman flora Indonesia tercermin pada pada kekayaan spesies hutan-
hutan tropik basah, baik yang terdapat di dataran rendah maupun di daerah dataran tinggi, yang menutupi kurang lebih 63 luas daratan Indonesia LIPI 1997.
Tetapi keanekaragaman yang luar biasa ini sedang dalam proses kepunahan dengan kecepatan yang sangat menghawatirkan. Sekitar 900.000 ha hutan atau 5
dari luas daratan Indonesia mengalami penggundulan setiap tahun. Diperkirakan laju kerusakan hutan di Indonesia telah meningkat tiga kali lipat sejak awal tahun
1970-an dan hutan yang tersisa kebanyakan diantaranya merupakan spesies hutan yang relatif memiliki keanekaragaman rendah dan sukar dicapai seperti hutan
pegunungan Kartawinata Whitten 1991.
2.2 Tumbuhan Berguna
Tumbuhan berguna merupakan tumbuhan yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Tumbuhan berguna dapat dikelompokkan
berdasarkan pemanfaatannya antara lain tumbuhan sebagai bahan pangan, sandang, bangunan, obat-obatan, kosmetika, alat rumah tangga dan pertanian, tali-
temali, anyam-anyaman, pelengkap upacara adat dan kegiatan sosial, minuman, dan kesenian Kartikawati 2004.
2.2.1 Tumbuhan obat
Tumbuhan obat merupakan spesies yang sebagian, seluruh bagian atau eksudat tanaman tersebut dapat digunakan sebagai obat, bahan atau ramuan obat-
obatan. Tumbuhan obat sangat mudah ditemukan karena banyak spesies yang
dapat tumbuh di lingkungan masyarakat. Menurut Zuhud et al. 2004, tumbuhan
obat adalah seluruh spesies tumbuhan yang diketahui mempunyai khasiat obat, yang dikelompokan manjadi: 1 Tumbuhan obat tradisional, yaitu spesies
tumbuhan yang diketahui atau dipercaya masyarakat mempunyai khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional, 2 Tumbuhan obat modern,
yaitu spesies tumbuhan yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara
medis, 3 Tumbuhan obat potensial, yaitu spesies tumbuhan yang diduga mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat tetapi belum
secara ilmiah atau penggunaannya sebagai bahan obat tradisional sulit diketahui. Contohnya adalah Kayu manis Cinamomum burmanii bagian kulit kayu dan
daun dapat digunakan sebagai penambah nafsu makan, Kenanga Canangium odorata, bunganya dapat digunakan sebagai obat malaria dan sesak nafas,
Pepaya Carica papaya, daunnya dapat digunakan sevagai obat pencernaan Susantyo 2011.
2.2.2 Tumbuhan aromatik
Tumbuhan aromatik yakni tanaman yang mampu mengeluarkan aroma, bisa juga digunakan untuk mengendalikan lalat buah. Diantaranya spesies Selasih
Ocimum, yaitu O.minimum, O.tenuiflorum, O.sanctum dan lainnya. Selain tanaman selasih ada juga tanaman lain, yaitu Melaleuca bracteata dan tanaman
yang bersifat sinergis meningkatkan efektifitas atraktan, seperti Pala Myristica fragans. Semua tanaman ini mengandung bahan aktif yang disukai oleh lalat
buah, yaitu Methyl eugenol, dengan kadar yang berbeda Kardinan 2007. Menurut Heyne 1987, tumbuhan aromatik yaitu tumbuhan penghasil
minyak atsiri, antara lain dari famili poaceae, misalnya Akar wangi Andropogon zizinioides, Lauraceae misalnya Kayu manis Chinnamomum burmanii,
Zingibereceae misalnya Jahe Zingiber officinate, Piperaceae misalnya sirih Piper betle, Santalaceae misalnya Cendana Santalum album, Anonaceae
misalnya Kenanga Canangium odoratum dan sebagainya. Tumbuhan penghasil minyak atsiri bersumber dari daun, batang, bunga, biji, kulit, buah dan akar atau
umbi rhizoma.
2.2.3 Tumbuhan hias
Tumbuhan hias merupakan tumbuhan yang memiliki keindahan bentuk, warnacorak bunga, daun, dan memiliki nilai estetika tersendiri bagi manusia.
Tanaman yang mempunyai nilai hias, baik bagian bunga, tajuk, cabang batang, buah maupun hias aroma dapat dikategorikan sebagai tanaman hias. Bunga
potong pun dapat dimasukkan sebagai tanaman hias. Bagian yang dimanfaatkan orang tidak semata bagian bunga, tetapi kesan keindahan yang dimunculkan dari
setiap bagian tumbuhan tersebut. Selain bunga warna dan aroma, daun, buah, batang. Ramadhany 1994. Contohnya adalah Anggrek Pandan Vanda tricolor,
Eddelweiss Anaphalis javanica, Manis rejo Vaccinium varingfolium Miq, Kantong semar Nephentes Sp Susantyo 2011.
2.2.4 Tumbuhan penghasil pangan
Tanaman penghasil pangan merupakan tanaman yang dapat dikonsumsi oleh manusia baik bagian buah, daun, dan bagian akar. Tetapi untuk tanaman
penghasil pangan ternak disebut pakan. Contohnya buah-buahan, sayur-sayuran, gandum dan padi. Baeberapa spesies tanaman pangan memiliki daerah
penyebaran khususnya dan hanya terdapat didaerah tertentu karena perbedaan iklim dan bentuk topografi bumi. Contohnya adalah spesies Pakis Nephrolepis
hirsutula Presl. bagian pucuk tanaman ini bisa langsung dimakan, Talas Colocasia gigantea Blume Hookf. umbinya dapat direbus dan dimakan, Aren
Arenga pinata Merr. olahan buahnya dapat dijadikan kolang-kaling Susantyo 2011.
2.2.5 Tumbuhan penghasil pakan ternak
Tumbuhan penghasil pakan ternak adalah tumbuhan yang dapat dimakan oleh ternak baik secara langsung atau dicampur dengan makanan lain. Tumbuhan
penghasil pakan ternak harus memiliki nilai gizi yang baik, baik untuk pertumbuhan dan kesehatan ternak. Contohnya adalah kaliandra, dengan
kandungan gizi 3-3,5 N, 30-75 serat, 4-5 abu, dan 2-3 lemak menurut berat kering, serta ketercernaannya 35-40. Contohnya adalah Rumput Teki
Cyperus rotundus Li., Kaliandra Calliandra calothyrsus, Rumput gajah
keluarga rumput rumputan graminae yang telah dikenal manfaatnya sebagai pakan ternak pemamah biak Ruminansia yang alamiah di Asia Tenggara
Anonim 2005.
2.2.6 Tumbuhan penghasil pestisida nabati
Pestisida nabati adalah racun hama yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan yang relatif mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan yang
terbatas Arafah 2005. Pestisida nabati menggunakan bagian tumbuhan yang memiliki
bahan aktif
tunggal atau
majemuk untuk
mengendalikan mikroorganisme pengganggu tumbuhan atau tanaman. Fungsinya bisa sebagai
penolak, penarik, pemandul, pembunuh dan bentuk lainnya. Campuran Lengkuas Alpinia galanga, Jahe Zingiber officinale Rosc, Temulawak Curcuma
xanthorriza Roxb dan Kunir Curcuma longa yang kemudian ditambahkan susu sapi, sari tebu dan babat sapi dapat digunakan sebagai pestisida pengusir serangga
Susantyo 2011
2.2.7 Tumbuhan penghasil bahan pewarna dan tanin
Pewarna Nabati adalah pewarna yang berasal dari tumbuhan. Bahan diestrak dengan jalan fermmentasi, direbus atau secara kimiawi dari sejumlah
kecil zat kimia tertentu yang terkandung di dalam jaringan tumbuhan. Tanin merupakan bahan dari tumbuhan, rasanya pahit dan kelat seringkali berupa
ekstrak dari pegagan terutama daun, buah dan puru yang biasanya digunakan untuk kegiatan penyamakan Husodo 1999.
Pewarna alami di Indonesia yang telah diidentifikasi dan digunakan secara luas dalam berbagai industri seperti pada komoditas kerajinan kayu, bambu,
pandan dan batik katun, sutra, wol. Spesies pewarna alami menghasilkan warna-warna dasar, misalnya: warna merah dari Caesalpinia sp warna biru dari
Indigofera tinctoria, warna jingga dari Bixa orellana dan wana kuning dari Mimmosa pudica. Menurut Husodo 1999 terdapat kurang lebih 150 spesies
pewarna alami di Indonesia yang telah diidentifikasi dan digunakan secara luas dalam berbagai industri seperti pada komoditas kerajinan kayu, bambu, pandan
dan batik katun, sutra, wol.
2.2.8 Tumbuhan penghasil kayu bakar
Hampir semua spesies tumbuhan berkayu dapat dijadikan bahan untuk kayu bakar. Namun tentunya ada beberapa kriteria Sutarno, 1996 :
1. Tahan terhadap kekeringan dan toleran iklim
2. Pertumbuhan tajuk baik, setiap tumbuh pertunasan yang baru
3. Pertumbuhan cepat, volume hasil kayu maksimal tercapai dalam waktu
yang singkat 4.
Kadar air rendah dan mudah dikeringkan 5.
Menghasilkan kayu yang padat dan tahan lama ketika dibakar 6.
Menghasilkan sedikit asap dan tidak beracun apabila dibakar. Akasia deguren Acacia decurens, Puspa Schima walichii, Sengon
Paraserianthes falcataria L. Nielsen adalah beberapa spesies yang biasa digunakan oleh masyarakar sebagai kayu bakar untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari Susantyo 2011.
2.2.9 Tumbuhan penghasil bahan bangunan
Tumbuhan penghasil bahan bangunan oleh masyarakat adat digunakan untuk membuat atau membangun rumah, tempat berkumpul dan beristirahat, dan
sarana ibadat. Katikawati 2004 menyebutkan bahwa bahan bangunan utama pada masyarakat suku Dayak Meratus adalah pohon-pohon dihutan, ada pula rotan
dan bambu.
Spesies-spesies yang
umum digunakan
adalah Sengon
Paraserienthes falcataria, Jati Tectona grandis, ulin Euisderoxylon zwageri, Mahoni Swietenia macrophylla dan sebagainya.
2.2.10 Tumbuhan penghasil tali, anyaman, dan kerajinan
Isdijoso 1992 mengatakan bahwa tumbuhan yang termasuk dalam kelompok sumber bahan sandang, tali-temali, dan anyam-anyaman yaitu : kapas
Gossypium hirsutum, kenaf Hibiscus cannabinus, Rosella Hibiscus sabdariffa, Yute Corchorus capsularis dan C. olitorius, Rami Boehmeria
nivea, Abaca Musa Textilis dan Agavesisal Agave sisalana dan A. cantula.
2.2.11 Tumbuhan untuk keperluan ritual, adat, dan keagamaan
Diantara berbagai macam pengetahuan masyarakat tentang tumbuhan yang dimiliki oleh masyarakat, ada yang bersifat magis, spiritual dan ritual. Salah satu
diantaranya adalah pemanfaatannya di bidang upacara-upacara. Di berbagai etnis tumbuhan-tubuhan yang dipakai dalam upacara berbeda-beda menurut
pengetahuan masyarakat masing-masing. Dalam upacara-upacara adat yang dilakukan terutama yang berkenaan dengan upacara daur hidup. Tumbuhan Sereh
Piper betle L. biasanya digunakan dalam prosesi upacara adat sadranan, Tesek Dodonaea viscosa Jacq digunakan sebagai bahan dasar pembuatan gagang keris,
dan dipercaya memiliki kemampuan untuk menolak serangan dari ilmu hitam, sedangkan potongan kayu dapat digunakan jimat saat bepergian Susantyo 2011.
2.3 Ekosistem Gambut
Indonesia mempunyai hutan rawa gambut terluas keempat di dunia, yaitu seluas ± 17 juta ha, tersebar di Sumatera, Kalimantan, Irian dan sebagian kecil di
daerah Sulawesi. Hasil survey Radjagukguk 1997 mengatakan bahwa daerah gambut yang terluas berada di Pulau Sumatera 8,25 juta Ha, kemudian di Pulau
Kalimantan 6,79 juta Ha dan di Pulau Irian 4,62 juta Ha. Luas lahan gambut di Indonesia cukup besar terluas keempat di dunia bila dibandingkan dengan
negara-negara yang mempunyai lahan gambut di dunia Istomo 1992. Tipe lahan gambut terdapat di daerah Sumatera dekat pantai timur dan merupakan jalur
panjang dari utara ke selatan sejajar dengan pantai timur, di daerah Kalimantan mulai dari bagian utara Kalimantan Barat sejajar pantai memanjang ke selatan
dan ke timur sepanjang pantai selatan sampai ke bagian hilir daerah aliran sungai Barito, dan bagian selatan Irian Jaya terdapat hutan gambut yang luas.
Gambut di Indonesia umumnya merupakan gambut ombrogen, terutama gambut pedalaman yang terdiri atas gambut tebal dan miskin akan unsur hara,
digolongkan ke dalam tingkat mesotrofik dan oligotrofik Radjagukguk 1997. Gambut eutrofik di Indonesia hanya sedikit dan umumnya tersebar di daerah
pantai dan di sepanjang jalur aliran sungai. Tingkat kesuburan gambut ditentukan oleh kandungan bahan mineral dan basa-basa, bahan substratumdasar gambut dan
ketebalan lapisan gambut. Tanah gambut di Indonesia sebagian besar bereaksi masam hingga sangat masam dengan pH kurang dari 4,0.
Pembentukan gambut di beberapa daerah pantai Indonesia diperkirakan dimulai sejak zaman glasial akhir, sekitar 3.000-5.000 tahun yang lalu. Untuk
gambut pedalaman bahkan lebih lama lagi, yaitu sekitar 10.000 tahun yang lalu Brady 1997. Seperti gambut tropis lainnya, gambut di Indonesia dibentuk oleh
akumulasi residu vegetasi tropis yang kaya akan kandungan Lignin dan Nitrogen. Karena lambatnya proses dekomposisi, di ekosistem rawa gambut masih dapat
dijumpai batang, cabang dan akar besar yang belum terdekomposisi secara
sempurna Murdiyarso Suryadipura 2004. Secara fisik, lahan gambut
merupakan tanah organosol atau tanah histosol yang umumnya selalu jenuh air
atau terendam sepanjang tahun kecuali di drainase.
Gambut merupakan suatu tipe tanah yang dibentuk dari sisa-sisa tumbuhan batang, akar, daun dan bagian tubuh tumbuhan lainnya, karena itu kandungan
bahan organik sangat tinggi lebih dari 65 Anwar et al. 1984. Para pengusaha hutan mulai mengkonsentrasikan kegiatan pengusahaan hutan di hutan rawa
gambut setelah mengetahui potensi hutan tanah kering semakin menurun dan setelah ditemukan spesies komersial seperti spesies Ramin Gonystylus
bancanus, Jelutung Dyera costulata dan Pulai Alstonia sp yang biasa ditemukan di hutan rawa gambut. Kondisi tanah gambut yang masam
menyebabkan minimnya ketersediaan fosfor tanah bagi tumbuhan, karena tanah masam fosfor diikat oleh asam-asam organik, hal ini menyebabkan fosfat tidak
tersedia bagi tumbuhan Salisbury Ross 1985. Hutan rawa gambut yang miskin hara tidak mempengaruhi pertumbuhan
spesies pohon pengumpul hara, pohon akan tetap bertumbuh dan berkembang meskipun tanahnya kurang subur selama pohon sudah mengakumulasikan unsur
hara dengan cukup Ekyastuti 1996. Oleh karena itu spesies-spesies pohon yang memiliki akumulasi unsur fosfor yang cukup tinggi perlu dipertimbangkan secara
ekologis dalam pemilihan spesies pohon yang akan ditanam pada lahan rehabilitas hutan rawa gambut. Tumbuhan memerlukan unsur hara fosfor diantaranya untuk
perkembangan akar, mempertahankan vigor tumbuhan, pembentukan benih dan pengontrolan kematangan tumbuhan Tan 1996.
Gambar 1 Gambaran umum penampang lahan gambut tropika dan proses pembentukannya Wibisono Siboro 2005
2.3.1 Karakteristik gambut
Tanah gambut dapat dibedakan menjadi gambut ombrogen dan gambut topogen jika dilihat berdasarkan proses pembentukannya. Ekosistem dengan tanah
gambut ombrogen umum dijumpai dengan karakteristik Wibisono Siboro 2005 :
a. Permukaan tanahnya lebih tinggi dari permukaan air sungai di sekelilingnya.
b. Tumbuhan yang tumbuh di atas tanah gambut ombrogen menggunakan zat hara
dari tumbuhan itu sendiri, dari gambut dan dari air hujan. c.
Umumnya dijumpai didekat pantai dengan kedalaman gambut mencapai 20m. d.
Air drainasenya sangat asam dan miskin zat hara oligotrofik terutama kalsium.
Ekosistem dengan tanah gambut topogen kurang umum dijumpai walaupun semua gambut ombrogen mulai terbentuk sebagai gambut topogen,
adapun karakteristik gambut topogen yaitu: a.
Tumbuhan yang tumbuh di atas tanah gambut topogen mendapat zat haranya dari tanah mineral, air sungai, sisa tumbuhan dan air hujan.
b. Umumnya terdapat di pantai-pantai, di balik bukit-bukit pasir dan daerah
pedalaman yang air drainasenya terhambat, misalnya pada lekukan-lekukan pegunungan.
Tanah gambut juga dipengaruhi oleh sifat fisik gambut tersebut. Sifat fisik tanah gambut sangat dipengaruhi oleh tingkat kematangannya dekomposisi
Tan 1996. Berdasarkan tingkat kematangannyanya gambut dibedakan ke dalam kelas :
a. Fibrik : Bahan gambut ini mempunyai tingkat dekomposisi rendah, pada umumnya memiliki bulk density 0,1 gcm3, kandungan serat ≥34
volumenya, dan kadar air saat jenuh berkisar 850 hingga 3000 dari berat kering oven bahan, warnanya coklat kekuningan, coklat
tua atau coklat kemerah-merahan. b. Hemik : Bahan gambut ini mempunyai tingkat dekomposisi sedang, bulk
density antara 0,13-0,29 gcm3 dan kandungan seratnya normal antara 34 -
≥14 dari volumenya, kadar air maksimum pada saat jenuh berkisar antara 250 - 450, warnanya coklat keabu-abuan tua
sampai coklat kemerah-merahan tua. c. Saprik : Bahan gambut ini mempunyai tingkat kematangan yang paling
tinggi, buldensity ≥0,2 gcm3 dan rata-rata kandungan seratnya 14 dari volumenya, kadar air maksimum pada saat jenuh normalnya
450, warnanya kelabu sangat tua sampai hitam. Berat spesies bobot isi atau bulk density-BD gambut tropis umumnya
rendah 0,1 - 0,3 gcm3 dan sangat dipengaruhi oleh tahapan dalam proses dekomposisi dan kandungan mineral, serta porositas yang tinggi 70 - 95.
Lahan gambut tropis juga dicirikan oleh rendahnya kandungan hara dan tingginya kemasaman. Pada umumnya lahan gambut tropis memiliki pH antara 3 - 4,5
Murdiyarso Suryadipura 2004. Gambut memiliki daya dukung atau daya
tumpu yang rendah karena mempunyai ruang pori besar sehingga kerapatan tanahnya rendah dan bobotnya ringan. Ruang pori total untuk bahan fibrikhemik
adalah 86-91 volume dan untuk bahan hemiksaprik 88-92 , atau rata-rata sekitar 90 volume. Sebagai akibatnya, pohon yang tumbuh di atasnya menjadi
mudah rebah.
2.3.2 Komposisi spesies hutan gambut
Komposisi floristik hutan gambut tergantung pada sifat fisik gambut Samingan 1980. Pada gambut yang bersifat oligotropik lebih miskin akan
spesies daripada hutan gambut yang bersifat eutrofik. Jumlah spesies dalam hutan gambut sangat terbatas mungkin disebabkan oleh pH yang rendah pH= 3,2 serta
tumbuhan bersifat steril. Hutan gambut memiliki keanekaragaman spesies tumbuhan yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan tipe vegetasi hutan
dataran rendah lainnya di daerah tropika Wibisono Siboro 2005.
a b
Keterangan : a. Spesies Meranti Shorea sp yang merupakan salah satu spesies kunci penyusun ekosistem gambut.
b. Spesies Punak Tetrameristra glabra yang merupakan salah satu spesies asli penyusun ekosistem gambut.
Keanekaragaman spesies tumbuhan hutan rawa gambut setara dengan keanekaragaman spesies tumbuhan hutan kerangas dan hutan sub-pegunungan
daerah tropika tetapi masih lebih tinggi dari pada keanekaragaman spesies hutan pegunungan dan bakau Simbolon Mirmanto 2000. Anderson 1963 mencatat
376 spesies tumbuhan dari hutan rawa gambut di Sarawak dan Brunai sedangkan Simbolon Mirmanto 2000 mencatat 310 spesies tumbuhan dari berbagai hutan
rawa gambut di Kalimantan Tengah. Dari penelitian Mirmanto et al. 2000, Mustaid Sambas 1999, Simbolon 2003 dan Suzuki et al. 2000 diacu dalam
Wibisono Siboro 2005, hutan rawa gambut alami di berbagai daerah di Kalimantan mempunyai kerapatan 1300-3200 individu ha, dengan jumlah spesies
antara 65-141 spesies dan total basal area batang pohon dengan diemeter lebih dari 5 cm sebesar 23- 47 m2ha.
Di Sumatera, lebih dari 300 spesies tumbuhan dijumpai di hutan rawa gambut namun beberapa spesies tertentu telah jarang dijumpai. Di dalam kawasan
Taman Nasional Berbak, Jambi baru tercatat sekitar 160 spesies tumbuhan Giesen 2004 akan tetapi jumlah ini diperkirakan masih akan meningkat dengan
semakin meningkatnya intensitas eksplorasi spesies tanaman di kawasan ini. Di kawasan lindung PT. BBHA terdapat 38 spesies dari 17 famili, jumlah ini sangat
sedikit jika dibandingkan dengan jumlah spesies yang umumnya di jumpai di kawasan gambut. Sedikitnya 13 spesies vegetasi penting penyusun hutan rawa
gambut dan 5 diantaranya dalam status dilindungi, masih dijumpai antara lain seperti Meranti Shorea sp, TenamMersawa Anishoptera marginata, Durian
burung Durio carinatus, Dara ‐dara Myristica iners, Ramin Gonystylus
bancanus, MengrisKempas Koompassia malaccensis, Jelutung, Keranji, KetiauNyatoh, Punak, Pulai rawa, Resak Vatica rassak dan Balam Ganua
motleyana Barkah 2005. Dari 13 spesies vegetasi penyusun hutan rawa beberapa diantaranya masih dapat dijumpai di kawasan lindung PT.BBHA, seperti
Meranti Shorea sp, Mersawa Anishoptera marginata, Durian burung Durio carinatus, Dara-dara Myristica iners, Ramin Gonystylus bancanus, Kempas
Koompassia malaccensis, Punak Tetramerista glabra, Resak Vatica rassak dan Balam Ganua motleyana.
Flora hutan gambut meliputi spesies palma, pandanus, podocarpus dan wakil-wakil dari kebanyakan famili yang biasa terdapat di hutan hujan, termasuk
famili Dipterocarpaceae. Spesies-spesies pohon yang terdapat di hutan rawa gambut Kalimantan Tengah Istomo 1992 adalah Ramin Gonystylus bancanus,
Meranti Shorea sp, Milas Palaquium sp, Tanah-tanah Combretocarpus rotundus, Banitan Polytalthia lateriflora, katiu Ganua motleyana, Mentibu
Dactylocladus ochanosiachys, Lamijo Diospyros maingayi, Gronggang Cratoxylon arborescens, Malam-malam Diospyros pendula, Bintangur
Calophylum soulatri, dan Asam-asam Baccaurea bracleata.
2.3.3 Keadaan ekologis
Adapun faktor yang perlu diperhatikan dalam ekosistem gambut adalah keadaan ekologis Soerianegara Indrawan 1998. Keadaan ekologis yang perlu
diperhatikan seperti: a. Iklim, setiap spesies pohon mempunyai persyaratan tumbuh yang berhubungan
erat dengan iklim. Faktor iklim yang mempengaruhi pertumbuhan pohon adalah hujan.
b. Tanah, setiap spesies tanaman membutuhkan kesuburan tanah yang berbeda- beda untuk mendapat pertumbuhan yang maksimal.
c. Ketinggian tempat topografi, setiap spesies tanaman mempunyai kisaran tempat tumbuh terhadap tinggi dari permukaan laut.
d. Intensitas cahaya matahari, setiap spesies tanaman membutuhkan cahaya matahari yang berbeda, ada yang besifat toleran, semitoleran, dan intoleran.
e. Drainase, keadaan drainasi yang buruk akan mengakibatkan sulitnya beberapa spesies tanaman untuk berkembang, bahkan beberapa spesies tanaman tidak
dapat tumbuh di daerah dengan drainase buruk.
2.4 Kawasan Lindung
Kawasan lindung merupakan kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan terhadap sistem penyangga kehidupan yakni untuk
mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Dalam Keputusan Presiden No.32 Tahun
1990 tentang pengelolaan kawasan lindung, pengertian kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk melindungi kelestarian
lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumberdaya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan yang berkelanjutan dan kawasan
bergambut adalah kawasan yang unsur pembentuk tanahnya sebagian besar berupa sisa-sisa bahan organik yang tertimbun dalam waktu yang lama dengan
kriteria tanah bergambut dengan ketebalan 3 meter atau lebih yang terdapat di bagian hulu sungai dan rawa.
Kriteria kawasan hutan lindung menurut Kepres No 32 tahun 1990 adalah a. Kawasan hutan dengan faktor-faktor lereng lapangan, spesies tanah, curah
hujan yang melebihi nilai skor 175, danatau b. Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40 atau lebih, danatau
c. Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian di atas permukaan laut 2.000 meter atau lebih.
Daerah yang termasuk dalam kawasan lindung menurut PP No.26 tahun 2007 adalah
a. Kawasan yang memberikan pelindungan kawasan bawahannya, antara lain, kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, dan kawasan resapan air.
b. Kawasan perlindungan setempat, antara lain, sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danauwaduk, dan kawasan sekitar mata air.
c. Kawasan suaka alam dan cagar budaya, antara lain, kawasan suaka alam, kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya, kawasan pantai berhutan bakau,
taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam, cagar alam, suaka margasatwa, serta kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan
d. Kawasan rawan bencana alam, antara lain, kawasan rawan letusan gunung berapi, kawasan rawan gempa bumi, kawasan rawan tanah longsor, kawasan
rawan gelombang pasang, dan kawasan rawan banjir. e. Kawasan lindung lainnya, misalnya taman buru, cagar biosfer, kawasan
perlindungan plasma nutfah, kawasan pengungsian satwa, dan terumbu karang.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian