Aliran Permukaan dan Tata Guna Lahan

sungai, karena run-off yang besar, debit puncak yang tinggi, waktu respon lebih cepat dan proses sedimentasi sering terjadi selama urbanisasi Cui et al. 2009.

2.4. Pengelolaan Banjir

Pengelolaan banjir dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang mengkoordinasikan pengembangan dan pengelolaan aspek lainnya yang terkait secara langsung maupun tidak langsung dengan tujuan mengoptimalkan kepentingan ekonomi dan kesejahteraan sosial tanpa mengganggu kestabilan ekosistem. Pada prinsipnya ada dua metode pengendalian banjir yaitu metode struktural dan non-struktural sebagaimana tercantum dalam Gambar 2. Menurut Kodoatie dan Sjarief 2010 pada masa lalu metode struktrural lebih diutamakan dibandingkan dengan metode non-struktural. Namun saat ini banyak negara maju mengubah pola pengendalian banjir denagn terlebih dahulu mengutamakan non- struktural, dilanjutkan dengan metode struktural. Gambar 2 Metode pengendalian banjir Kodoatie dan Sugiyono 2006 dalam Kodoatie dan Sjarief 2010 Kondisi tata guna lahan yang sudah padat karena bangunan menyebabkan kenaikan run-off yang signifikan dan pengurangan resapan air. Upaya perbaikan sungai dengan pelebaran akan memberikan pengaruh maksimal dua kali lipat saja, Pengendalian Banjir Metode Struktural Metode Non-struktural Perbaikan dan pengaturan sistem sungai  Sistem jaringan sungai  Perbaikan sungai  Perlindungan tanggul  Sodetan by pass  Floodway Bangunan pengendali banjir  Bendungan dam  Kolam revisi  Pembuatan check dam penangkap sedimen  Bangunan pengurang kemiringan sungai  Groundsill  Retarding basin  Pembuatan polder Pengeloaan DAS  Pengaturan tata guna lahan  Pengendalian erosi  Pengembangan daerah banjir  Pengaturan daerah banjir  Penanganan kondisi darurat  Peramalan banjir  Peringatan bahaya banjir  Asuransi  Law enforcement itupun apabila proses pelebaran sebesar dua kali lipatnya bisa berjalan lancar. Perlu diperhatikan pelebaran sungaidrainase harus dipertahankan secara menyeluruh sampai ke hilir. Bilamana dilakukan pelebaran hanya dilakukan pada daerah hulu tetapi daerah hilir tidak dilebarkan maka akan terjadi penyempitan alur sungai, dan akhirnya daerah hulu kembali ke posisi semula. Selain itu potensi kembali pada lebar sungai semula cukup besar akibat sedimentasi dan morfologi sungai yang belum stabil. Demikian pula kedalaman sungai yang dikeruk menjadi dua kali akan kembali ke kedalaman semula akibat besarnya sedimentasi. Oleh karena itu metode non-struktural harus dikedepankan lebih dahulu Kodoatie dan Sjarief 2010. Van den Hurk et al. 2014 menyimpulkan bahwa pendekatan non- struktural memberikan hasil yang lebih serius dan konsisten dibandingkan pendekatan struktural. Hasil ini diperoleh dengan membandingkan kelembagaan penyelamatan air dan pengembangan spasial antara Belanda dan Kerajaan Inggris menggunakan kerangka Ostrom’s Institutional Analysis and Development IAD. Belanda menyelesaikan permasalahan banjir melalui pembangunan fisik tanggul dan bendungan dan minimalisasi resiko banjir, dengan standar keselamatan yang tinggi dan diakui mempunyai reputasi yang baik sebagai pengelola air selama berabad-abad. Pemerintah Inggris mempunyai kebiasaan yang berbeda dengan Belanda dalam menyelesaikan banjir. Inggris telah memiliki kelembagaan yang kuat dalam penyusunan tata ruang. Oleh karena itu meskipun standar keselamatannya rendah tetapi pendekatan resiko dapat diadaptasikan dalam perencanaan tata ruang melalui modifikasi pilihan lokasi. Inggris memiliki kebijakan pemanfaatan air yang baik, terutama pada saat terjadinya fenomena perubahan iklim seperti peningkatan curah hujan, variabilitas debit sungai dan naik turunnya permukaan air laut.

2.5. Penataan Ruang

Penataan ruang merupakan salah satu pendekatan non-struktural dalam pengelolaan banjir. Penataan ruang adalah upaya aktif manusia untuk mengubah pola dan struktur pemanfaatan ruang dari satu keseimbangan menuju kepada keseimbangan baru yang lebih baik. Sebagai proses perubahan ke arah kehidupan yang lebih baik, maka penataan ruang secara formal adalah bagian dari proses pembangunan, khususnya menyangkut aspek-aspek spasial dari proses pembangunan. Tujuan penataan ruang adalah untuk 1 memenuhi efisiensi dan produktivitas, 2 mewujudkan distribusi sumberdaya guna terpenuhi prinsip pemerataan, keseimbangan dan keadilan dan 3 menjaga keberlanjutan Rustiadi et al. 2009. Unsur penataan ruang menyangkut dua hal, yaitu unsur fisik ruang dan unsur non fisik kelembagaan. Unsur fisik penataan ruang menyangkut pengaturan-pengaturan fisik physical arrangement dan sekaligus produk fisik dari suatu penataan ruang itu sendiri. Unsur fisik meliputi pengaturan pemanfaatan ruang fisik, penataan strukturhierarki pusat-pusat aktivitas sosial ekonomi, penataan jaringan keterkaitan pusat-pusat aktivitas dan pengembangan sistem sarana prasarana. Unsur non fisikkelembagaan institutional arrangement dalam penataan ruang mencakup aspek-aspek mengenai penyusunan aturan-aturan