220
skenario  optimis    erosi    yang    terjadi  menurun  hingga  2,56  tonhatahun, produktivitas  meningkat,  dan  pendapatan  petani  buah-buahan  meningkat
sampai  tahun  2020.  Dan  simulasi  model  pengembangan  tanaman hortikultura  sayuran  berbasis  agroekologi  pada  lahan  berlereng  di  hulu
DAS  Jeneberang,  pada  skenario  optimis  erosi    yang    terjadi  menurun hingga  62,06,  produktivitas  meningkat,  dan  pendapatan  petani  sayuran
meningkat sampai tahun 2019. e.  Pendapatan  petani  rambutan,  pada  skenario  moderat  dan  optimis  untuk
lahan seluas 1 ha sebesar Rp. 34.512.298 per tahun lebih rendah dari pada kebutuhan hidup layak KHL yaitu Rp. 34.732.500 per tahun. Dan petani
kentang,  pada  skenario  moderat  dan  optimis  untuk  lahan  seluas  1  ha sebesar  Rp.  69.341.520  per  tahun  lebih  besar  dari  nilai  kebutuhan  hidup
layak KHL yaitu Rp. 27.698.000 per tahun.
11.2.  Saran
a.  Pengembangan  tanaman  hortikultura  di  hulu  DAS  Jeneberang  ditentukan oleh  atribut-atribut  kunci  pada  dimensi  ekologi  dan  dimensi  sosial  yang
perlu  mendapat  perhatian.  Oleh  karena  itu  perlu  kajian  mendalam mengenai  keterkaitan  antara  atribut  kunci  pada  dimensi  ekologi  meliputi
kondisi  penutupan  lahan,  tingkat  erosi  yang  terjadi,  tingkat  kemiringan lereng, prediksi erosi, ketersediaan bahan organic, kualitas hasil tanaman,
dan  produktivitas  tanaman  hortikultura,  sedangkan  atribut  pada  dimensi sosial  meliputi  intensitas  penyuluhan  dan  pelatihan  mengenai  teknologi
ramah  lingkungan,  adopsi  teknologi  konservasi  tanah,  eksistensi  layanan Pemerintah,  pengetahuan  masyarakat  tentang  lingkungan,  persepsi
masyarakat tentang partisipatori, dan persepsi masyarakat terhadap upaya konservasi tanah.
b.  Pengembangan  komoditas  rambutan  perlu  dilakukan  adopsi  teknologi hasil  pertanian  untuk  meningkatkan  pendapatan  petani  sehingga
mencukupi  nilai  kebutuhan  hidup  layak,  atau  perlu  alternatif-alternatif usaha  lain  budidaya  tanaman  pangan,  peternakan,  atau  perikanan  untuk
meningkatkan taraf hidup petani.
221
c.  Model  dengan  skenario  moderat  yang  telah  dibangun  dapat dipertimbangkan  untuk  diaplikasikan  dalam  pengembangan  tanaman
hortikultura  yang  meminimalkan  degradasi  lahan  dan  meningkatkan produktivitas  lahan  sebagai  kebijakan  daerah  Kabupaten  Gowa  untuk
memanfaatkan  potensi  daerah  dalam  pengembangan  komoditas  buah- buahan dan sayuran.
223
DAFTAR PUSTAKA
Ahamed,  T.R.N.,  K.G.  Rao,  and  J.S.R.  Murthy.  2000.  GIS-based  fuzzy membership model for crop-land suitability analysis. Agricultural System
63 : 75 – 90.
Altieri,  M.  A.  1998.  Applying  agroecology  to  enhance  productivity  of  peasant farming  system  in  Latin  America.  Environ.  Dev.  Sustainability  1  :  197
– 217.
Altieri,  M. A. 2002. Agroecology : the science  of natural resource management for  poor  farmers  in  marginal  environments.  Agriculture,  Ecosystems  and
Environment : 1 – 24.
Amien,  I.  1997.  Karakterisasi  dan  Analisis  Agroekologi.  Pusat  Penelitian Agroklimat. Bogor.
Anyamba,  A.,  J.  P.  Chretein,  J.  Small,  C.  J.  Tucker  and  K.  J.  Linthicum.  2006. Developing Global Climate Change Anomalies Suggest Potential Disease
for 2006 – 2007. International Journal of Health Geographics, 5 : 6 – 10.
Arsanti,  I.W.,  dan  M.  Boehme.  2006.  Sistem  Usahatani  Tanaman  Sayuran  di Indonesia:  Apresiasi  Multifungsi  Pertanian,  Ekonomi,  dan  Eksternalitas
Lingkungan. Seminar Multifungsi Pertanian. Lido 26-27 Juni 2006. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian.
Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor. Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta. Ashari, S. 2006. Hortikultura : Aspek Budidaya. UI Press. Jakarta.
Auerswald,  K.,  G.  Gerl,  and  M.  Kainz.  2006.  Influence  of  Cropping  System  on Harvest Erosion under Potato. Soil  Tillage Research 89 : 22
– 34. Backes,  M.M.  2001.  The  role  of  indigenous  trees  for  the  conservation  of
biocultural  diversity  in  traditional  agroforestry  land  use  system. Agroforestry Systems J. 52 : 119
– 132. Badan  Litbang  Pertanian  Departemen  Pertanian.  2002.  Evaluasi  Kesesuaian
Lahan  Komoditas  Pertanian.  Badan  Litbang  Departemen  Pertanian. Jakarta.
Badan Pusat Statistik [BPS]. 2000. Produksi padi, jagung dan kedelai tahun 2001, 2002, dan 2003.
224
http:www.bps.go.idreleasesProduction_Of_Paddy_Maize_and_Soybean s
Badan Pusat Statistik Kabupaten Gowa [BPS Kabupaten Gowa]. 2001. Kabupaten Gowa. Diakses pada tgl. 28
– 1 – 2008 dari : http:www.inawater.comnewswmview.php?ArtID=1203.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Gowa [BPS Kabupaten Gowa]. 2008. Kabupaten Gowa dalam Angka Tahun 2008. BPS Kabupaten Gowa. Sungguminasa.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Gowa [BPS Kabupaten Gowa]. 2010. Kabupaten Gowa dalam Angka Tahun 2010. BPS Kabupaten Gowa. Sungguminasa.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Gowa [BPS Kabupaten Gowa]. 2010. Kabupaten Gowa. Diunduh tgl. 16 Oktober 2010 dari
http:id.wikipedia.orgwikiKabupaten_Gowa
Bank  Ekspor  Indonesia  [BEI].  2007.  Prospek  Ranum  Hortikultura.  Bank  Ekspor Indonesia. Jakarta.
Basher, L.R. and C. W. Ross. 2001. Role of Wheel Tracks in Runoff Generation and  Erosion  under  Vegetable  Production  on  a  Clay  Loam  Soil  at
Pukekohe, New Zealand. Soil  Tillage Research 62 : 117 – 130.
BP-DAS  Jeneberang  Walanae.  2003.  Penyusunan  Rencana  Teknik  Lapangan Rahabilitasi  Lahan  dan  Konservasi  Tanah  Daerah  Aliran  Sungai  DAS
Jeneberang,  Provinsi  Sulawesi  Selatan.  BP-DAS  Jeneberang  Walanae Provinsi Sulawesi Selatan dan LPPM Universitas Hasanuddin. Makassar.
Bydekerke , L., E. van Ranst, R. Vanmechelen, and R. Groenemans. 1998. Land suitability  assessment  for  Cherimoya  in  southern  Ecuador  using  expert
knowledge and GIS. Agriculture Ecosystems  Environment, 69, 89-98.
CGIAR.  1978.  Farming  System  Research  at  the  International  Agricultural Research Centers. Rome: TAC Secretariat, Agriculture Dept. FAO.
Conway, G.R. 1987. Rapid Rural Appraisal and Agroecosystem Analysis: A Case Study  from  Northern  Pakistan.  Proceeding  of  the  1985  Interational
Confrence on RRA. Rural System Res. and Farming System Res. Project. Khon Kaen, Thailand.
Dariah  A,  H.  Subagyo,  C.  Tafakresnanto,  dan  S.  Marwanto.  2004.  Kepekaan Tanah  Terhadap  Erosi.  Dalam:  Teknologi  Konservasi  Tanah  pada  Lahan
Kering  Berlereng.  Edt.  U.  Kurnia,  A.  Rachman,  dan  A.  Dariah.  Pusat Penelitian  dan  Pengembangan  Tanah  dan  Agroklimat.  Badan  Litbang
Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor.
225
Dariah, A., A. Rachman, dan U. Kurnia. 2004. Erosi dan Degradasi Lahan Kering di  Indonesia.  Dalam:  Teknologi  Konservasi  Tanah  pada  Lahan  Kering
Berlereng.  Edt.  U.  Kurnia,  A.  Rachman,  dan  A.  Dariah.  Pusat  Penelitian dan  Pengembangan  Tanah  dan  Agroklimat.  Badan  Litbang  Pertanian.
Departemen Pertanian. Bogor.
Dariah,  A.  dan  E.  Husen.  2006.  Optimalisasi  Multifungsi  Pertanian  pada Usahatani  Berbasis  Tanaman  Sayuran.  Dalam  Prosiding  Seminar
Multifungsi  dan  Revitalisasi  Pertanian.  Badan  Litbang  Pertanian,  MAFF Japan, dan Asean Secretariat. Jakarta.
Dariah,  A.  2007.  Budidaya  Pertanian  pada  Lahan  Pegunungan.  Warta  Penelitian dan Pengembangan Pertanian Indonesia. 29 1 : 7
– 9. Debermann, A. 2005. The Development of Site Specific Nutrient Management for
Maize  in  Asia.  Workshop  1 –  4  May  2005.  Brastagi  –  Indonesia.
Puslitbang Tanaman Pangan. Desiana.  2006.  Pemodelan  Multikriteria  Untuk  Evaluasi  Kesesuaian  Lahan
Tanaman Perkebunan dan Hortikultura Studi Kasus Daerah Lembang dan Sekitarnya.  Tesis.  Sekolah  Pasca  Sarjana.  Institut  Pertanian  Bogor.
Bogor.
Djaenudin,  D.  dan  M.  Soekardi.  2000.  Potensi  Lahan  untuk  Pengembangan Tanaman  Perkebunan  di  Pulau  Sulawesi.  Prosiding  Temu  Konsultasi
Sumberdaya Lahan untuk Pembangunan Kawasan Timur Indonesia. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Djaenudin,  D.,  H.  Marwan,  A.  Hidayat,  dan  H.  Subagyo.  2003.  Petunjuk  Teknis Evaluasi  Lahan  untuk  Komoditas  Pertanian.  Balitanah,  Puslitbangtanak,
Balitbang Pertanian. ISBN 979-9474-27-2. Djaenudin, D. 2007. Potensi Sumber Daya Lahan untuk Perluasan Areal Tanaman
Pangan di Kabupaten Merauke. Iptek Tanaman Pangan. Vol. 2 No. 2 : 180 – 194.
Giller,  K.E.,  G.  Cadish,  C.  Ehaliotis,  E.  Adams,  W.D.  Sakala,  and  P.L. Mafongoya,  1997.  Building  soil  nitrogen  capital  in  Africa.  In:  Buresh,
R.J.,  Sanchez,  P.A.  and  Calhoun,  F.  Eds,  Replenishing  soil  fertility  in Africa.  SSSA  Special  Publication  No.  51,  Madison,  Wisconsin,  pp.  193-
218.
Halim, A. 2005.  Analisis investasi. Edisi 2. Salemba Empat, Jakarta.
Hardjowigeno,  S.  dan  Widiatmaka.  2007.  Evaluasi  Kesesuaian  Lahan  dan Perencanaan Tataguna Lahan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
226
Hendayana, R. 2003. Aplikasi Metode Location Quotient LQ Dalam Penentuan Komoditas  Unggulan  Nasional.  Informatika  Pertanian  Volume  12:  1-21.
Jakarta.
Hidayat,  A.  dan  A.  Mulyani.  2002.  Lahan  Kering  untuk  Pertanian.  Hlm.  1-34 dalam  Teknologi  Pengelolaan  Lahan  Kering  Menuju  Pertanian  Produktif
dan  Ramah  Lingkungan.  Pusat  Penelitian  dan  Pengembangan  Tanah  dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian.
Hudson, N. 1978. Soil Conservation. Bastford, London. Irianto, G. S., J. Duschesne, F. Forest, P. Perez, C. Cudennec, T. Prasetyo, dan S.
Karama.  1999.  Rainfall-Runoff  Harvesting  For  Controlling  Erosion  and Sustaining  Up  Land  Agriculture  Development.  Selected  Paper  From  The
10th  International  Soil Conservation  Organization  Meeting,  24 – 29 May
1999. p. 431 – 439.
Jackson,  L.,  K.  Bawa,  U.  Pascual,  and  C.  Perrings.    2005.  Agro-Biodiversity.  A new  science  agenda  for  biodiversity  in  support  of  sustainable
agroecosystem. 40 p. http:www.diversitas-international.orgcross_agriculture.html
Jalali, M. 2005. Nitrates  Leaching from Agricultural  Land in Hamadan, Western Iran. Agriculture, Ecosystem and Environment 110 : 210
– 218. Jankauskas, B. and G. Jankauskiene. 2003. Erosion-Preventive Crop Rotation for
Lanscape  Ecological  Stability  in  Upland  Regions  of  Lithuania. Agriculture, Ecosystem and Environment 95 : 129
– 142. Kartodihardjo,  H.,  K.  Murtilaksono  dan  U.  Sudadi.  2004.  Institusi  Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai: Konsep dan Pengantar Analisis Kebijakan. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kay, D. and J. Alder. 1999. Coastal Planning and Management. Routledge, New York.
KEPAS.  1989.  Pendekatan  Agroekosistem  pada  Pola  Pertanian  Lahan  Kering. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Kesaulija, E. M. 1998. Beberapa Model Pendugaan Erosi Pada Areal Hutan Yang Dikonversi  Menjadi  Lahan  Pertanian  dan  Permukiman  di  Sub  Daerah
Aliran Sungai Jeneberang Hulu Sulawesi Selatan. Tesis, IPB. Bogor. Kusumaseta, 1987. Konservasi Tanah dan Air. UI Press. Jakarta.
227
Lavelle,  C.,  J.D.  Smolik  and  C.  Mends.  2001.  Agricultural  Systems  in  The Context of Sustainable Development: The Case of Low-Input Sustainable
Agriculture LISA.
Makaheming,  Y.  2003.  Pola  Pengelolaan  Hutan  pada  Hulu  DAS  Jeneberang Kabupaten  Gowa.  Tesis.  Sistem-Sistem  Pertanian  Kehutanan,  Program
Pascasarjana, Universitas Hasanuddin. Makassar.
Manetsch,  T.  dan  G.L.  Park.  1976.  System  Analysis  and  Simulation  with Application  to  Economic  and  Social  System.  East  Lansing,  Michigan
University.
Mappa,  H.,  S.  Paembonan,  dan  R.  Mustaqiem.  1987.  Pengembangan  Wilayah Terpadu  Daerah  Aliran  Sungai  Jeneberang.  Bulletin  Universitas
Hasanuddin. Vol. IV. Ujung Pandang. McCracken,  R.,  Jennifer  dan  D.  Narayan,  1998.  Participation  and  Social
Assesment: Tools and Techniques . Washington D.C. : The World Bank.
Mize, J. H. dan J.G. Cox. 1968. Essential of Simulation. Englewood Cliffs. New Jersey.
Murtilaksono,  K.  2009. Evaluasi  Kebijakan  Nasional  Pengelolaan  SDA  dan
Lingkungan  di  Daerah  Aliran  Sungai.  Revitalisasi  Kebijakan  Nasional Pengelolaan  Sumberdaya  Alam  dan  Lingkungan  Hidup.  Lokakarya
Nasional  Kerjasama  Sekolah  Pascasarjana  IPB  dengan  Kementerian Lingkungan Hidup RI, Tanggal 19 Maret 2009. Bogor.
Mustafa,  M.,  A.  Rampisela,    dan  R.  Tangkaisari.  1995.  Model  Teknologi Pengendalian  Daerah  Aliran  Sungai  DAS.  Kongres  Nasional  HITI,
Serpong. Jawa Barat.
Mustari, K. 1985. Model dan Simulasi untuk Perencanaan Penggunaan  Lahan di Daerah  Aliran  Sungai  Bila  Walanae  Propinsi  Sulawesi  Selatan  Studi
Kasus  Sub  DAS  Walanae  Bagian  Hulu.  Disertasi.  Program  Pascasarjana IPB, Bogor.
Nurmiaty. 1995. Metode Thornthwaite dan Mather untuk Pendugaan Debit Aliran Sungai Jaleko di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Skripsi Jurusan Ilmu
Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang. OECD.  1993.  Coastal  Zone  Management.  Integreated  Policies.  Organization  for
Economic Co-operation and Development. Paris. Oldeman,  L.  R.  1975.  Agroclimatic  Map  Java.  Contr.  Centr.  Res.  Inst.  Agric.
Bogor. No. 17 CRIA. Bogor.
228
Oluwatosin, G.A., O.D. Adeyolanu, A.O. Ogunkunle, and O.J. Idowu. 2006. From Land  Capability  Classification  to  Soil  Quality:  An  Assessment.  Tropical
and Subtropical Agroecosystems 6: 49-55.
Patten, B.C. 1972. System Analysis and Simulation in Ecology. Academic Press, New York.
Poesen,  J.  1983.  Rainwash  Experiment  on  the  Erodibility  of  Loose  Sediments. Earth Surf. Proc. Landform 6: 285-307.
Pranadji, T. 2006. Model Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan Untuk Pengelolaan Agroekosistem Lahan Kering. Disertasi. IPB. Bogor.
Pusat  Penelitian  Agroekologi  [PPA].  2007.  Pusat  Penelitian  Agroekologi  PPA. Diakses  pada  tgl.  28
–  1  –  2008  dari  :  http:www.lppm-
instiper.comdocument.php?id=ppaPusat  Penelitian  Tanah  [PPT].  1983. Jenis  dan  Macam  Tanah  di  Indonesia  untuk  Keperluan  Survei  dan
Pemetaan Tanah Daerah Transmigrasi.
Pusat  Penelitian  Tanah  dan  Agroklimat  [PUSLITANAK].  1999.  Panduan Metodologi  Analisis  Zona  Agroekologi.  Badan  Penelitian  dan
Pengembangan  Pertanian.  Pusat  Penelitian  Tanah  dan  Agroklimat Proyek Pembinaan Kelembagaan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Bogor.
Reinjntjes,  C.,  B.  Haverkort  dan  A.  W.  Bayer.  1999.  Pertanian  Masa  Depan  : Pengantar  Untuk  Pertanian  Berkelanjutan  dengan  Input  Luar  Rendah.
Kanisus. Jakarta.
Rachman, A., S. H. Anderson, C. Gantzer, and A. L. Thompson. 2003. Influence of Longterm Cropping System on Soil Physical Properties Related to Soil
Erodibility. Soil Sci. Soc. Am. J. 67: 637-644. Rossiter  D.  G.,  and  A.  R.  van  Wambeke.  1997.  Automated  Land  Evaluation
System  ALES  Version  4.65d  User.s  Manual.  Cornell  Univ.  Dept  of  Soil Crop  Atmospheric Sci. SCAS. Ithaca NY, USA.
Sabiham,  S.  2008.  Manajemen  Sumberdaya  Lahan  dalam  Usaha  Pertanian Berkelanjutan.  Dalam  :  Penyelamatan  Tanah,  Air,  dan  Lingkungan.  Edt.:
S.  Arsyad  dan  E.  Rustiadi.Crestpent  Press  dan  Yayasan  Obor  Indonesia. Jakarta.
Said,  A.  2001.  Dinamika  Kondisi  Sosial  Ekonomi  DAS  Jeneberang  Bagi Pengelolaan  Terpadu  Waduk  Bili-Bili.  Profiling  Wilayah  DAS
Jeneberang.  Pusat  Penelitian  Lingkungan  Hidup  PPLH –  UNHAS.
Makassar.
229
Sekretariat Negara. Undang-Undang No. 41 Tahun 1999. Tentang Kehutanan. Shaner,  A.,  B.A.  Steward,  dan  S.  Narain.  1982.  Towards  green  villages  :  a
strategy  for  enviromentally  sound  and  participatory  rural  development. New Delhi.
Shekinah, D. E, S. K. Saha, and R. Rahman. 2004. Land Capability Evaluation for Land  Use  Planning  Using  GIS.  J.  Of  the  Indian  Society  of  Soil  Science,
Vol. 52 : 3 pp. 232 – 237.
Sicat,  R.S.,  E.J.M.  Carranza,  and  U.B.  Nidumolu.  2005.  Fuzzy  modeling  of farmers  knowledge  for  land  suitability  classification.  Agricultural
Systems, 831, 49-75.
Simatupang  P,  T.  Sudaryanto,  A.  Purwanto,  and  Saptana.  1995.  Projection  and Policy Implication of Medium and Long-term Rice Supply and Demand in
Indonesia.  Center  for  Agro-Socioeconomic  Research,  Bogor,  Indonesia and International Food Policy Recearch Institute, Washington, D.C.
Sinukaban, N. 2008. Pembangunan Daerah Berbasis Strategi Pengelolaan Daerah Aliran  Sungai.  Prosiding  Seminar  dan  Kongres  Nasional  MKTI  VI.  17
– 18 Desember 2007. Cisarua-Bogor.
Sitorus, S. R. P. 2004. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Penerbit Tarsito. Bandung. Soehardjan, M. 2001. Success Stories of Lembaga Penelitian Pertanian: Ungaran,
Kendari,Padang Marpayon and IPPTP: Yogyakarta, Kalasey and Mataram. Project  Report  Second  Agricultural  Research  Management  Project
ARMP-II and P.T. Pusat Pengembangan Agribisnis.
Smith,  S.V.,  S.H.  Bullock,  A.H.  Corona,  E.F.  Vizcaino,  M.E.  Rodriguez,  T.G. Kretzschmar,  L.M.  Farfan,  and
J.M.S.  Cesena.  2007.  “Soil  Erosion  and Significanse  for  Carbon  Fluxes  in  a  Mountainous  Mediterranean-Climate
Watershed”. Ecological Applications Journal 17 : 1379 – 1387. Suratmo,  F.G.  2002.  Strategi  dalam  Menghadapi  Masalah  Lingkungan  Dunia.
Handout M.K. PSL 702. Pascasarjana IPB. Bogor. Suriani. 2006. Dam Bilibili, Riwayatmu Kini. Diakses pada tgl. 28
– 1 – 2008 dari : http:www.sinarharapan.co.idberita060322nus04.html.
Susanto,  S.  2006.  Agroekologi  Sebagai  Basis  dalam  Pembangunan  Pertanian Berkelanjutan.  Dalam  :  Revitalisasi  Pertanian  dan  Dialog  Peradaban.
Editor : Jusuf Sutanto dan Tim. Penerbit Kompas. Jakarta.
230
Susilo  S.  B.  2003.  Keberlanjutan  Pembangunan  Pulau-Pulau  Kecil:  Studi  Kasus Kelurahan  Pulau  Panggang  dan  Pulau  Pari,  Kepulauan  Seribu,  DKI
Jakarta. Disertasi Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 185p.
Syafaat,  N.  dan  S.  Friyanto.  2000.  Analisis  Dampak  Krisis  Ekonomi  Terhadap Kesempatan  Kerja  dan  Identifikasi  Komoditas  Andalan  Sektor  Pertanian
di  Wilayah  Sulawesi:  Pendekatan  Input-Output.  Ekonomi  dan  Keuangan Indonesia. Vol. XLVIII No. 4.
Syamsuddin.  2001.  Model  Evaluasi  Keberhasilan  Usahatani  di  Lahan  Kering Studi Kasus Penanaman Jambu Mete di Kabupaten Lombok Barat, Nusa
Tenggara Barat. Disertasi. Program Pascasarjana IPB, Bogor.
Tangkaisari,  R.  1987.  Penelitian  tentang  Tingkat  Erosi  di  Sub  DAS  Jeneberang. Bulletin Penelitian Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang.
The  Word  Bank.  1994.  The  World  Bank  and  Participation:  The  World  Bank- Operations Policy Department.
Tjoneng,  A.  1999.  Kajian  Optimisasi  Penggunaan  Lahan  di  Daerah  Tangkapan Datara Kawasan Bili-Bili, Sulawesi Selatan. Desertasi, IPB. Bogor.
van  Noordwijk,  M.  dan  M.J.  Swift.  1999.  Belowground  biodiversity  and sustainability  of  complex  agroecosystem.  In  :  Gafur,  A.,  Susilo,  F.X.,
Utomo, M., and van Noordwijk, M. Eds. Proceedings of a workshop on Management  of  Agro-biodiversity  in  Indonesia  for  Sustainable  Land  Use
and Global Environmental Benefits. UNILAPUSLITBANGTAN, Bogor, 19-20 August 1999. p 8
– 28. van  Noordwijk,  M.  dan  K.  Hairiah.  2006.  Intensifikasi  Pertanian,  Biodiversitas
Tanah  dan  Fungsi  Agro-ekosistem.  Agrivita  Volume  28  No.  3.  Unibraw, Malang.
Veiche,  A.  2002.  The  Spatial  Variability  of  Erodibility  and  Its  Relation  to  Soil Types: A Study from Northern Ghana. Geoderma 106: 110-120.
Widarjanto.  2007.  Penerapan  Teknologi  Spesifik  Lokasi,  Upaya  Peningkatan Produksi
Pertanian di
Permukiman Transmigrasi.
Puslitbang Ketransmigrasian. Dep. Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Jakarta.
Widjaja Adhi, IP.G. 1987. Tinjauan Sifat Kimia Ultisol dalam Kaitannya dengan Pengapuran dan Efisiensi Pemupukan Fosfat. Pertemuan Upland Working
Group, AARD-IFDC Joint Project. Pusat Penelitian Tanah, Bogor.
Wischmeier,  W.H.,  and  J.V.  Mannering.  1969.  Relation  of  Soil  Properties  to  Its Erodibility. Soil Sci. Am. Proc. 33: 131-137.
231
Zonneveld, L. 2001. A Toolkit for Participation in Local Governance: Learning to make participation work. OxfamNovib.
Zubair,  H.  dan  F.  X.  Djuhartono.  2001.  Model  Pengendalian  Sedimen  untuk Mempertahankan  Kapasitas  Waduk  Bili-Bili,  Sulawesi  Selatan.  Profiling
Wilayah  DAS  Jeneberang.  Pusat  Penelitian  Lingkungan  Hidup  PPLH –
UNHAS. Makassar.
233
Gambar Lampiran 1. Peta satuan lahan di hulu DAS Jeneberang.
234
Tabel Lampiran 2.  Titik pengamatan dan pengambilan sampel tanah di hulu DAS Jeneberang
Satuan Lahan Titik Koordinat
Bujur Timur Lintang Selatan
Zona Agroekologi pada Elevasi  700 m dpl PL1
119
o
36 ’  45”
5
o
13 ’  20”
PL2 119
o
37 ’  51”
5
o
13 ’  35”
PL3 119
o
38 ’  15”
5
o
13 ’  47”
PL4 119
o
39 ’  02”
5
o
14 ’  39”
PL5 119
o
42 ’  58”
5
o
15 ’  45”
PL6 119
o
44 ’  31”
5
o
16 ’  12”
PL7 119
o
46 ’  12”
5
o
14 ’  57”
PL8 119
o
49 ’  21”
5
o
16 ’  20”
Zona Agroekologi pada Elevasi ≥ 700 m dpl SP1
119
o
51 ’  33”
5
o
15 ’  08”
SP2 119
o
52 ’  16”
5
o
15 ’  12”
SP3 119
o
52 ’  44”
5
o
15 ’  17”
SP4 119
o
50 ’  36”
5
o
16 ’  04”
SP5 119
o
52 ’  06”
5
o
16 ’  14”
SP6 119
o
52 ’  16”
5
o
16 ’  29”
SP7 119
o
52 ’  22”
5
o
17 ’  28”
SP8 119
o
53 ’  10”
5
o
17 ’  34”
SP9 119
o
53 ’  36”
5
o
18 ’  15”
SP10 119
o
51 ’  24”
5
o
14 ’  21”
SP11 119
o
51 ’  33”
5
o
13 ’  54”
SP12 119
o
51 ’  51”
5
o
13 ’  27”
SP13 119
o
52 ’  31”
5
o
14 ’  10”
SP14 119
o
53 ’  19”
5
o
14 ’  36”
SP15 119
o
53 ’  52”
5
o
14 ’  29”
SP16 119
o
50 ’  38”
5
o
15 ’  04”
SP17 119
o
50 ’  35”
5
o
17 ’  16”
SP18 119
o
51 ’  13”
5
o
17 ’  36”
SP19 119
o
51 ’  45”
5
o
17 ’  08”
SP20 119
o
51 ’  26”
5
o
16 ’  58”
235
236
237 Tabel Lampiran 5. Matriks kriteria klasifikasi kemampuan lahan Arsyad, 2006
Faktor Penghambat Kelas Kemampuan Lahan
I II
III IV
V VI
VII VII
1.  Lereng permukaan A
B C
D A
E F
G 2.  Kepekaan Erosi
KE
1
,KE
2
KE
3
KE
4
,KE
5
KE
6
1 1
1 1
3.  Tingkat erosi e
e
1
e
2
e
3
2 e
4
e
5
1 4.  Kedalaman tanah
k k
1
k
2
k
3
1 1
1 1
5.  Tekstur lapisan atas t
1
,t
2
,t
3
t
1
,t
2
,t
3
t
1
,t
2
,t
3
,t
4
t
1
,t
2
,t
3
,t
4
1 t
1
,t
2
,t
3
,t
4
t
1
,t
2
,t
3
,t
4
t
5
6.  Tekstur lapisan bawah sda
sda sda
sda 1
sda sda
sda 7.  Permeabilitas
P
2
,P
3
P
2
,P
3
P
2
,P
3
P
2
,P
3
P
1
1 1
P
2
8.  Drainase d
1
d
2
d
3
d
4
d
5
2 2
d 9.  Kerikilbatuan
b b
b
1
b
2
b
3
1 1
b
4
10.  Ancaman banjir O
O
1
O
2
O
3
O
4
2 2
1 11.  Garamsalinitas
3
g g
1
g
2
g
3
2 g
1 1
Catatan :  1 = dapat mempunyai sebarang sifat 2 = tidak berlaku
3 = umumnya terdapat di daerah beriklim kering
238
Tabel Lampiran 6. Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman kubis
Persyaratan PenggunaanKarakteristik
Lahan Kelas Kesesuaian Lahan
S1 S2
S3 N
Temperatur tc Temperatur rata-rata
o
C 13 - 24
24 – 30
10 – 13
30 – 35
5 – 10
35 5
Ketersediaan Air wa Curah hujantahun mm
Kelembaban 350-800
65-90 800-1000
300-350 60-65
90-95 1000
250-300 50-60
95 250
50 Ketersediaan Oksigen
Oa Drainase
Baik-agak terhambat
Agak cepat Terhambat
Sangat terhambat,
cepat Media Perakaran rc
Tekstur Bahan kasar
Kedalaman tanah cm Gambut :
Kematangan + dengan
sisipanpengkayaan Ketebalan
s 15
75 60
140 Saprik+
H, ah 15-35
50-75 60-140
140-200 Saprik
Hemik+ ak
35-55 25-50
140-200 200-400
Hemik Fibrik+
k 55
25 200
400 Fibrik+
Retensi Hara nr KTK liat cmolkg
Kejenuhan basa pH H
2
O C-organik
16 50
6,0-7,8 0,8
≤16 35-50
5,8-6,0 7,8-8,0
≤0,8 -
35 5,8
8 -
Toksisitas xc Salinitas dsm
4,5 4,5-7
7-10 10
Sodisitas xn AlkalinitasESP
15 15-20
20-25 25
Bahaya Sulfidik xs Kedalaman sulfidik cm
75 50-75
50-30 30
Bahaya Erosi eh Lereng
Bahaya erosi 8
Sr 8-16
r-sd 16-30
b 30
Sb Bahaya Banjir fh
Genangan F0
- -
F1 Penyiapan Lahan lp
Batuan permukaan Singkapan batuan
5 5
5-15 5-15
15-40 15-25
40 25
Keterangan : Tekstur : h=halus, ah=agak halus, s=sedang, ak=agak kasar; gambur
: +=gambut dengan sisipanpengkayaan bahan mineral; bahaya erosi : sr=sangat ringan, r=ringan, sd=sedang, b=berat, sb=sangat berat.
Sumber : Badan Litbang Departemen Pertanian, 2002.
239
Tabel Lampiran 7. Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman sawi
Persyaratan PenggunaanKarakteristik
Lahan Kelas Kesesuaian Lahan
S1 S2
S3 N
Temperatur tc Temperatur rata-rata
o
C 16 - 22
22 – 28
13 – 16
28 – 35
4 – 13
35 4
Ketersediaan Air wa Curah hujantahun mm
Kelembaban 250-400
40-80 400-600
200-250 20-40
80-90 600-1.000
150-200 20
90 1.000
150 Ketersediaan Oksigen
Oa Drainase
Baik-agak terhambat
Agak cepat, sedang
Terhambat Sangat
terhambat, cepat
Media Perakaran rc Tekstur
Bahan kasar Kedalaman tanah cm
Gambut : Kematangan
+ dengan sisipanpengkayaan
Ketebalan H, ah, s
15 60
60 140
Saprik+ -
15-35 40-60
60-140 140-200
Saprik Hemik+
ak 35-55
25-40 140-200
200-400 Hemik
Fibrik+ k
55 25
200 400
Fibrik+ Retensi Hara nr
KTK liat cmolkg Kejenuhan basa
pH H
2
O C-organik
16 35
6,0-7,80 1,2
≤16 20-35
5,7-6,0 7,0-7,6
0,8-1,2 -
20 5,7
7,6 0,8
Toksisitas xc Salinitas dsm
1,5 1,5-4,5
4,5-7 7
Sodisitas xn AlkalinitasESP
20 20-35
35-50 50
Bahaya Sulfidik xs Kedalaman sulfidik cm
75 50-75
30-50 30
Bahaya Erosi eh Lereng
Bahaya erosi 8
Sr 8-16
r-sd 16-30
b 30
Sb Bahaya Banjir fh
Genangan F0
- -
F0 Penyiapan Lahan lp
Batuan permukaan Singkapan batuan
5 5
5-15 5-15
15-40 15-25
40 25
Keterangan : Tekstur : h=halus, ah=agak halus, s=sedang, ak=agak kasar; gambur
: +=gambut dengan sisipanpengkayaan bahan mineral; bahaya erosi : sr=sangat ringan, r=ringan, sd=sedang, b=berat, sb=sangat berat.
Sumber : Badan Litbang Departemen Pertanian, 2002.
240
Tabel Lampiran 8. Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman kentang
KualitasKarakteristik Lahan
Kelas Kesesuaian Lahan S1
S2 S3
N1 N2
Temperatur t Temperatur
rata-rata
o
C 16 - 18
14 – 16
18 – 20
12 – 14
20 – 23
Td 23
12 Ketersediaan Air w
Bulan Kering 75mm Curah hujantahun mm
LGP hari 3-7
750-3000 150-270
7-8 3
500-750 120-150
8-9 400-500
90-120 Td
Td 80-90
9 400
80 Media Perakaran r
Drainase Tanah Tekstur
Kedalaman Efektifcm Gambut :
a. Kematangan b. Ketebalan cm
Baik L,SCL,SiL
Si,CL 75
- -
Sedang LS,SL,SiCL,
S, C 50-75
Saprik 100
Agk terhmbt Agak cepat
SiC,Str C,C 30-50
Hemik 100-150
Terhambat Td
20-30 Hemik-
Fibrik 150-200
Sgt trhmbt Sgt cpt
Kerikil,pasir, Liat,masif
20 Fibrik
200 Retensi Hara f
KTK liat cmolkg Kejenuhan basa
pH H
2
O C-organik
≥sedang ≥35
5,5-6,5 ≥0,8
rendah 35
5,5-7,0 5,0-5,5
0,8 Sgt rendah
- 7,0-7,5
4,5-5,0 Td
Td -
7,5-8,0 4,0-4,5
Td -
- 8,0
4,0 Td
Toksisitas x Salinitas
Sodisitas AlkalinitasESP
Kejenuhan Al Kedalaman
Sulfidik cm
2 25
- ≥100
2-3,5 25-35
- 75-100
3,5-6,0 35-45
- 50-75
6,0-7,0 45
- 40-50
7,0 -
- 40
Hara tersedia n Total N
P
2
O
5
K
2
O ≥sedang
≥sedang ≥sedang
Sangat rendah
Rendah Sangat
Rendah -
Sangat rendah
- -
- -
- -
- Bahaya Erosi e
Lereng Bahaya erosi
3 SR
3-8 R
8-15 S
15-25 B
25 SB
Bahaya Banjir b F0
F1 F2
F3 F4
Penyiapan Lahan p Batuan permukaan
Singkapan batuan Konsistensi,besar butir
3 2
- 3-15
2-10 -
15-40 10-25
Sgt keras Sgt teguh
Sgt lekat Td
25-40 -
40 40
Berkerikil, berbatu
Keterangan : Td : Tidak berlaku  Si : Debu  S : Pasir   L : Lempung Str S : Liat berstruktur  Liat masif : liat dari tipe 2:1 vertisol
Sumber : Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007.
241
Tabel Lampiran 9. Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman wortel
Persyaratan PenggunaanKarakteristik
Lahan Kelas Kesesuaian Lahan
S1 S2
S3 N
Temperatur tc Temperatur rata-rata
o
C 16 -18
18 – 20
14 – 16
20 – 23
12 – 14
23 12
Ketersediaan Air wa Curah hujantahun mm
Kelembaban 250-400
40-80 400-600
200-250 20-40
80-90 600-1000
150-200 20
90 1000
150 Ketersediaan Oksigen
Oa Drainase
Baik-agak terhambat
Agak cepat Terhambat
Sangat terhambat,
cepat Media Perakaran rc
Tekstur Bahan kasar
Kedalaman tanah cm Gambut :
Kematangan + dengan
sisipanpengkayaan Ketebalan
Ak, ah 15
75 60
140 Saprik+
s 15-35
50-75 60-140
140-200 Saprik
Hemik+ h
35-55 30-50
140-200 200-400
Hemik Fibrik+
k 55
30 200
400 Fibrik+
Retensi Hara nr KTK liat cmolkg
Kejenuhan basa pH H
2
O C-organik
16 50
6,0-7,0 1,2
≤16 20-50
5,7-6,0 7,0-7,6
0,8-1,2 -
20 5,7
7,6 0,8
Toksisitas xc Salinitas dsm
1,5 1,5-4,5
4,5-7,0 7
Sodisitas xn AlkalinitasESP
20 20-35
35-50 50
Bahaya Sulfidik xs Kedalaman sulfidik cm
75 50-75
50-30 30
Bahaya Erosi eh Lereng
Bahaya erosi 8
Sr 8-16
r-sd 16-30
b 30
Sb Bahaya Banjir fh
Genangan F0
- -
F1 Penyiapan Lahan lp
Batuan permukaan Singkapan batuan
5 5
5-15 5-15
15-40 15-25
40 25
Keterangan : Tekstur : h=halus, ah=agak halus, s=sedang, ak=agak kasar; gambut :
+=gambut dengan sisipanpengkayaan bahan mineral; bahaya erosi : sr=sangat ringan, r=ringan, sd=sedang, b=berat, sb=sangat berat.
Sumber : Badan Litbang Departemen Pertanian, 2002.
242
Tabel Lampiran 10. Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman bawang daun
Persyaratan PenggunaanKarakteristik
Lahan Kelas Kesesuaian Lahan
S1 S2
S3 N
Temperatur tc Temperatur rata-rata
o
C 20 -25
25 – 30
18 – 20
30 – 35
15 – 18
35 15
Ketersediaan Air wa Curah hujantahun mm
350-600 600-800
300-350 800-1600
230-500 1600
250 Ketersediaan Oksigen
Oa Drainase
Baik-agak terhambat
Agak cepat, sedang
Terhambat Sangat
terhambat, cepat
Media Perakaran rc Tekstur
Bahan kasar Kedalaman tanah cm
Gambut : Kematangan
+ dengan sisipanpengkayaan
Ketebalan h, ah, s
15 50
60 140
Saprik+ -
15-35 30-50
60-140 140-200
Saprik Hemik+
ak 35-55
20-30 140-200
200-400 Hemik
Fibrik+ k
55 20
200 400
Fibrik+ Retensi Hara nr
KTK liat cmolkg Kejenuhan basa
pH H
2
O C-organik
16 35
6,0-7,8 1,2
≤16 20-35
5,8-6,0 7,8-8,0
0,8-1,2 -
20 5,8
8,0 0,8
Toksisitas xc Salinitas dsm
2 2 - 3
3 - 5 5
Sodisitas xn AlkalinitasESP
20 20-35
35-50 50
Bahaya Sulfidik xs Kedalaman sulfidik cm
75 50-75
50-30 30
Bahaya Erosi eh Lereng
Bahaya erosi 8
Sr 8-16
r-sd 16-30
b 30
Sb Bahaya Banjir fh
Genangan F0
- -
F0 Penyiapan Lahan lp
Batuan permukaan Singkapan batuan
5 5
5-15 5-15
15-40 15-25
40 25
Keterangan : Tekstur : h=halus, ah=agak halus, s=sedang, ak=agak kasar; gambut :
+=gambut dengan sisipanpengkayaan bahan mineral; bahaya erosi : sr=sangat ringan, r=ringan, sd=sedang, b=berat, sb=sangat berat.
Sumber : Badan Litbang Departemen Pertanian, 2002.
243
Tabel  Lampiran  11.  Kriteria  kesesuaian  lahan  untuk  tanaman  rambutan Nephelium lappaceum L
Persyaratan PenggunaanKarakteristik
Lahan Kelas Kesesuaian Lahan
S1 S2
S3 N
Temperatur tc Temperatur rata-rata
o
C 25 -28
28 – 32
22 – 25
32 – 35
20 – 22
35 20
Ketersediaan Air wa Curah hujantahun mm
2000-3000 1750-2000
3000-3500 1250-1750
3500-4000 1250
4000 Ketersediaan Oksigen
Oa Drainase
Baik-sedang Agak
terhambat Terhambat,
sedang, cepat Sangat
terhambat, cepat
Media Perakaran rc Tekstur
Bahan kasar Kedalaman tanah cm
Gambut : Ketebalan
Ketebalan dengan sisipanpengkayaan
Kematangan h, ah, s
15 100
60 140
Saprik+ -
15-35 75-100
60-140 140-200
Saprik Hemik+
Ah, sh 35-55
50-75 140-200
200-400 Hemik
Fibrik+ k
55 50
200 400
Fibrik+ Retensi Hara nr
KTK liat cmolkg Kejenuhan basa
pH H
2
O C-organik
16 35
5,0-6,0 1,2
≤16 20-35
4,5-5,0 6,0-7,5
0,8-1,2 -
20 4,7
7,5 0,8
Toksisitas xc Salinitas dsm
4 4-6
6-8 8
Sodisitas xn AlkalinitasESP
15 15-20
20-25 25
Bahaya Sulfidik xs Kedalaman sulfidik cm
125 100-125
60-100 60
Bahaya Erosi eh Lereng
Bahaya erosi 8
Sr 8-16
r-sd 16-30
b 30
Sb Bahaya Banjir fh
Genangan F0
F1 F2
F2 Penyiapan Lahan lp
Batuan permukaan Singkapan batuan
5 5
5-15 5-15
15-40 15-25
40 25
Keterangan : Tekstur : h=halus, ah=agak halus, s=sedang, ak=agak kasar; gambut :
+=gambut dengan sisipanpengkayaan bahan mineral; bahaya erosi : sr=sangat ringan, r=ringan, sd=sedang, b=berat, sb=sangat berat.
Sumber : Badan Litbang Departemen Pertanian, 2002.
244
Tabel  Lampiran  12.  Kriteria    kesesuaian    lahan  untuk    tanaman  mangga Mangifera indica L
Persyaratan PenggunaanKarakteristik
Lahan Kelas Kesesuaian Lahan
S1 S2
S3 N
Temperatur tc Temperatur rata-rata
o
C 22 -28
28 – 34
18 – 22
34 – 40
15 – 18
40 15
Ketersediaan Air wa Curah hujantahun mm
Kelembaban 1250-1750
42 1750-2000
1000-1250 36-42
2000-2500 750-1000
30-36 2500
750 30
Ketersediaan Oksigen Oa
Drainase Baik-sedang
Agak terhambat
Terhambat, agak cepat
Sangat terhambat,
cepat Media Perakaran rc
Tekstur Bahan kasar
Kedalaman tanah cm Gambut :
Ketebalan Ketebalan dengan
sisipanpengkayaan Kematangan
h, ah, s 15
100 60
140 Saprik+
- 15-35
75-100 60-140
140-200 Saprik
Hemik+ ak
35-55 50-75
140-200 200-400
Hemik Fibrik+
k 55
50 200
400 Fibrik+
Retensi Hara nr KTK liat cmolkg
Kejenuhan basa pH H
2
O C-organik
16 35
5,5-7,8 1,2
≤16 20-35
5,0-5,5 7,8-8,0
0,8-1,2 -
20 5,0
8,0 0,8
Toksisitas xc Salinitas dsm
4 4-6
6-8 8
Sodisitas xn AlkalinitasESP
15 15-20
20-25 25
Bahaya Sulfidik xs Kedalaman sulfidik cm
125 100-125
60-100 60
Bahaya Erosi eh Lereng
Bahaya erosi 8
Sr 8-16
r-sd 16-30
b 30
Sb Bahaya Banjir fh
Genangan F0
- -
F0 Penyiapan Lahan lp
Batuan permukaan Singkapan batuan
5 5
5-15 5-15
15-40 15-25
40 25
Keterangan : Tekstur : h=halus, ah=agak halus, s=sedang, ak=agak kasar; gambut :
+=gambut dengan sisipanpengkayaan bahan mineral; bahaya erosi : sr=sangat ringan, r=ringan, sd=sedang, b=berat, sb=sangat berat.
Sumber : Badan Litbang Departemen Pertanian, 2002.
245
Tabel  Lampiran  13.    Kriteria      kesesuaian    lahan  untuk    tanaman  pisang  Musa acuminata
COLLA
Persyaratan PenggunaanKarakteristik
Lahan Kelas Kesesuaian Lahan
S1 S2
S3 N
Temperatur tc Temperatur rata-rata
o
C 25 -27
27 – 30
22 – 25
30 – 35
18 – 22
35 18
Ketersediaan Air wa Curah hujantahun mm
Bulan kering bulan Kelembaban nisbi
1500-2500 0 - 3
42 1250-1500
2500-3000 3 - 4
36-42 1000-1250
3000-4000 4 - 6
30-36 1000
4000 6
30 Ketersediaan Oksigen
Oa Drainase
Baik-sedang Agak cepat,
sedang Terhambat
Sangat terhambat,
cepat Media Perakaran rc
Tekstur Bahan kasar
Kedalaman tanah cm Gambut :
Ketebalan Ketebalan dengan
sisipanpengkayaan Kematangan
h, ah, s 15
75 60
140 Saprik+
- 15-35
75 60-140
140-200 Saprik
Hemik+ Ak, sh
35-55 50-75
140-200 200-400
Hemik Fibrik+
k 55
50 200
400 Fibrik+
Retensi Hara nr KTK liat cmolkg
Kejenuhan basa pH H
2
O C-organik
16 50
5,6-7,5 1,5
≤16 35-50
5,2-5,6 7,5-8,0
0,8-1,5 -
35 5,2
8,0 0,8
Toksisitas xc Salinitas dsm
2 2-4
4-6 6
Sodisitas xn AlkalinitasESP
4 4-8
8-12 12
Bahaya Sulfidik xs Kedalaman sulfidik cm
100 75-100
40-75 40
Bahaya Erosi eh Lereng
Bahaya erosi 8
Sr 8-16
r-sd 16-40
b 40
Sb Bahaya Banjir fh
Genangan F0
F1 F2
F2 Penyiapan Lahan lp
Batuan permukaan Singkapan batuan
5 5
5-15 5-15
15-40 15-25
40 25
Keterangan : Tekstur : h=halus, ah=agak halus, s=sedang, ak=agak kasar; gambut :
+=gambut dengan sisipanpengkayaan bahan mineral; bahaya erosi : sr=sangat ringan, r=ringan, sd=sedang, b=berat, sb=sangat berat.
Sumber : Badan Litbang Departemen Pertanian, 2002.
246
Tabel  Lampiran  14.    Kriteria      kesesuaian    lahan  untuk    tanaman  durian  Durio zibethinus
MURR
Persyaratan PenggunaanKarakteristik
Lahan Kelas Kesesuaian Lahan
S1 S2
S3 N
Temperatur tc Temperatur rata-rata
o
C 25 -28
28 – 32
22 – 25
32 – 35
20 – 22
35 20
Ketersediaan Air wa Curah hujantahun mm
Bulan kering bulan Kelembaban nisbi
2000-3000 0 - 3
42 1750-2000
3000-3500 3 - 4
36-42 1250-1750
3500-4000 4 - 6
30-36 1250
4000 6
30 Ketersediaan Oksigen
Oa Drainase
Baik-sedang Agak
terhambat Terhambat,
agak cepat Sangat
terhambat, cepat
Media Perakaran rc Tekstur
Bahan kasar Kedalaman tanah cm
Gambut : Ketebalan
Ketebalan dengan sisipanpengkayaan
Kematangan h, ah, s
15 100
60 140
Saprik+ -
15-35 75-100
60-140 140-200
Saprik Hemik+
Ak 35-55
50-75 140-200
200-400 Hemik
Fibrik+ k
55 50
200 400
Fibrik+ Retensi Hara nr
KTK liat cmolkg Kejenuhan basa
pH H
2
O C-organik
16 35
5,5-7,8 1,2
16 20-35
5,0-5,5 7,8-8,0
0,8-1,2 -
20 5,0
8,0 0,8
Toksisitas xc Salinitas dsm
4 4-6
6-8 8
Sodisitas xn AlkalinitasESP
15 15-20
20-25 25
Bahaya Sulfidik xs Kedalaman sulfidik cm
125 100-125
60-100 60
Bahaya Erosi eh Lereng
Bahaya erosi 8
Sr 8-16
r-sd 16-30
b 30
Sb Bahaya Banjir fh
Genangan F0
- -
F0 Penyiapan Lahan lp
Batuan permukaan Singkapan batuan
5 5
5-15 5-15
15-40 15-25
40 25
Keterangan : Tekstur : h=halus, ah=agak halus, s=sedang, ak=agak kasar; gambut :
+=gambut dengan sisipanpengkayaan bahan mineral; bahaya erosi : sr=sangat ringan, r=ringan, sd=sedang, b=berat, sb=sangat berat.
Sumber : Badan Litbang Departemen Pertanian, 2002.
247
Tabel Lampiran 15. Kode Struktur Tanah Arsyad, 2006
Kelas Struktur Tanah ukuran diameter Kode
Granuler sangat halus  1 mm 1
Granuler halus 1 - 2 mm 2
Granuler sedang – kasar  2 – 10 mm
3 Berbentuk blok, blocky, plat, massif
4
Tabel Lampiran 16. Kode Permeabilitas  Profil Tanah Arsyad, 2006 Kelas Permeabilitas
Kecepatan cmjam Kode
Sangat lambat 0,5
6 Lambat
0,5 – 2,0
5 Lambat
– sedang 2,0
– 6,3 4
Sedang 6,3
– 12,7 3
Sedang – cepat
12,7 – 25,4
2 Cepat
25,4 1
Tabel  Lampiran  17.  Penilaian  kelas  kelerengan  faktor  LS  Hardjowigeno  dan Widiatmaka, 2007
Kemiringan Lereng Nilai LS
– 8 8
– 15 15
– 25 25
– 45 45
0,25 1,20
4,25 9,50
12,00
248
Tabel Lampiran 18. Nilai Faktor tanaman faktor C Arsyad, 2006 No.  Macam Penggunaan
Nilai Faktor
1 Tanah terbukatanpa tanaman
1,0 2
Sawah 0,01
3 Tegalan tidak dispesifikasi
0,7 4
Ubikayu 0,8
5 Jagung
0,7 6   Kedelai
0,399 7   Kentang
0,4 8
Kacang Tanah 0,2
9 Padi
0,561 10
Tebu 0,2
11 Pisang
0,6 12
Akar wangisereh wangi 0,4
13 Rumput bede tahun pertama
0,287 14
Rumput bede tahun kedua 0,002
15 Kopi dengan penutup tanah buruk
0,2 16   Talas
0,85 17
Kebun campuran:- Kerapatan tinggi 0,1
- Kerapatan sedang 0,2
- Kerapatan rendah 0,5
18 Perladangan
0,4 19
Hutan alam : - Serasah banyak
0,001 - Serasah kurang
0,005 20
Hutan produksi :  - Tebang habis 0,5
- Tebang pilih 0,2
21 Semak belukarpadang rumput
0,3 22
Ubikayu + kedelai 0,181
23 Ubikayu + kacangtanah
0,195 24
Padi – Sorghum
0,345 25
Padi – Kedelai
0,417 26
Kacangtanah + Gude 0,495
27 Kacangtanah + Kacang tunggak
0,571 28
Kacangtanah + Mulsa jerami 4 tonha 0,049
29 Padi + Mulsa jerami 4 tonha
0,096 30
Kacangtanah + Mulsa jagung 4 tonha 0,128
31 Kacangtanah + Mulsa Crotalaria 3 tonha
0,136 32
Kacangtanah + Mulsa kacang tunggak 0,259
33 Kacangtanah + Mulsa jerami 2 tonha
0,377 34
Padi + Mulsa Crotalaria 3 tonha 0,387
35 Pola tanam tumpang gilir + Mulsa jerami
0,079 36
Pola tanam berurutan + Mulsa sisa tanaman 0,357
37 Alang-alang murni subur
0,001
249
Tabel Lampiran 19. Nilai Faktor P untuk Berbagai Tindakan Konservasi Tanah No.
Tindakan khusus konservasi tanah Nilai P
1 Teras bangku :
-  Konstruksi baik 0,04
-  Konstruksi sedang 0,15
-  Konstruksi kurang baik 0,35
-  Terras tradisional 0,40
2 Strip tanaman rumput Bahia
0,40 3
Pengolahan tanah dan Penanaman menurut garis kontur : -   Kemiringan 0
– 8 0,50
-  Kemiringan 9 – 20
0,75 -  Kemiringan lebih dari 20
0,90 4
Tanpa tindakan konservasi 1,00
250 Tabel Lampiran 20. Data curah hujan hulu DAS Jeneberang Kecamatan Parangloe ketinggian  700 m dpl
Bulan Tahun
1996 1997
1998 1999
2000 2005
2006 2007
2008 2009
Januari 383
479 133
1156 763
- 987
753,5 719,5
1112 Februari
771 774
282 910
641 -
820 688,5
1110 792,5
Maret 198
276 402
418 538
- 633,5
267,5 490,5
199,5 April
331 84
950 469
225 -
317,5 467
267,5 170,5
Mei 19
42 297
199 212
- 265
274,5 176
184 Juni
34 -
128 162
167 -
150 383,5
124,5 33,5
Juli 41
25 253
241 53
- 34,5
16,5 29
123,5 Agustus
45 -
237 -
- -
18,5 60
10,5 September
76 -
199 2
- 37
20,5 7,5
8,5 Oktober
175 40
303 5
295 256
149,5 94,5
63,5 Nopember
574 170
648 602
- 545
46,5 394
421,5 81
Desember 1238
497 751
724 -
582 822
823,5 540,5
-
251 Tabel Lampiran 21. Data curah hujan hulu DAS Jeneberang Kecamatan Tinggimoncong ketinggian
≥ 700 m dpl
Bulan Tahun
1995 1996
1997 1998
1999 2000
2003 2004
2005 2006
2007 2008
2009 Januari
948 307
364 416
1081 489
685 448
376 1125
822,0 870
1426 Februari
475 386
430 366
969 508
335 798
328 503
736,0 1199
1003 Maret
619 290
825 575
843 363
236 479
274 677
339,0 413,5
171 April
643 78
346 420
431 279
80 209
205 296
565,0 290
155 Mei
169 283
158 143
43 279
34 69
127 197
222,0 185
217 Juni
429 183
555 133
54 303
313 178
52 174
425,0 197
66 Juli
62 127
189 221
69 109
123 12
38 48
75,0 33
112 Agustus
7 12
- 141
- 33
55 69
24 40,0
72 31
September 41
3 -
82 102
16 36
- 41
5,5 22
Oktober 120
41 -
181 334
221 29
- 201
2 81,0
207,5 33
Nopember 986
142 5
270 381
237 256
- 375
67 217,0
372,5 122
Desember 1110
1191 137
177 819
635 1391
- 471
809 768,0
543 896
252
Tabel  Lampiran  22.  Persamaan-persamaan  pada  masing-masing  submodel  dari model  pengembangan  tanaman  hortikultura  berbasis
agroekologi pada lahan berlereng di hulu DAS Jeneberang, Sulawesi Selatan
ABSTRACT
SAIDA.  Development  of  Agroecological  Based  Horticultural  Crops  On  Sloping Land  In  Upstream  of  Jeneberang  Watershed,  South  Sulawesi.  Supervised  by
SUPIANDI  SABIHAM  Main  Supervisor,  SURJONO  HADI  SUTJAHJO  and WIDIATMAKA Co-Supervisors
The aims of this study were to evaluate the land capability and suitability for  horticultural  crops,  to  determine  the  suitable  forest  management  method  to
minimize  the  erosion,  to  determine  the  sustainability  of  horticultural  crops farming, and to formulate model design of agroecology-based horticultural crops
development  on  sloping  land  in  upstream  of  Jeneberang  watershed,  South Sulawesi, conducted from April 2009 until December 2009. The first step of this
study was determination of land capability using USDA method. The second step was  determination  of  land  suitability  using  FAO  method.  The  third  step  was
erotion prediction using USLE method. The forth step was sustainability analysis using  Multi  Dimensional  Scalling  MDS-Rapfarm  method.  The  last  step  was
design the dynamical model using Stella 9.0.2 program analysis.
Classes of land capability in upstream of Jeneberang watershed were class II,  III,  IV,VI  and  VII  with  limiting  factors  of  drainage,    root  zone  barrier,  and
erosion  danger.  Classes  of  actual  land  suitability  for  fruits  commodity  on  land with elevation  700 m above sea level asl were S2 and S3, with limiting factors
of  nutrient  retention,  root  medium  and  erosion  danger,  and  classes  of  potential land  suitability  were  S1,  S2,  and  S3.  Classes  of  actual  land  suitability  for
vegetables  commodity  potato,  mustard,  carrot,  cabbage,  and  scallion  with elevation
≥ 700 m asl were S2, S3, and N, limiting factors of nutrient retention, root medium and erosion danger, and classes of potential land suitability were S1,
S2,  and  S3.  Erosion    happened  in  upstream  of  Jeneberang  watershed  was  2.57 tonhayear until 5.764,82 tonhayear. Farming sustainability index of fruits about
41,90 – 54,41 and vegetables about 39,58 – 64,85. Ecology, economy, institution,
and  technology  dimensions  include  to  enough  sustainable  category,  whereas social dimension include to less sustainable category. Result of leverage Rap-farm
analysis  showed  that  in  43  attributes,  9  attributes  were  sensitive  to  affect  fruits farming and 23 attributes were sensitive to vegetables farming. Dynamical model
simulation  of  fruits  horticultural  development  showed  erosion  reduction, productivity  and  sales  value  improvement  in  year  of  10,  whereas  vegetables
commodity  in  year  of  9.  Moderate  and  optimistic  scenario  more  effective  in decreasing  erosion  and  increasing  productivity  and  sales  value.  Model  scenario
simulation  in  2020  for  rambutan  commodity,  erosion  prediction  at  moderate scenario  was  3,35  tonhayear,  and  optimistic  scenario  was  2,56  tonhayear,
productivity was 6.222,3 kgha  with sales value  Rp.  34.512.298. Model scenario simulation  in  2019  for  potato  commodity,  erosion  prediction  that  happened  at
moderate  scenario  was  27,80  tonhayear,  and  optimistic  scenario  was  21,07 tonhayear,  productivity  was  8.724,43  kgha  with  sales  value  Rp.  34.897.720.
Base  on,  moderate  scenario  can  use  of  development  of  agroecological  based horticultural crops  in Gowa Regency.
Key  words  :  horticultural  development,  sloping  land,  agroecology,  erosion, dynamic model.
RINGKASAN
Pembangunan  pertanian  menjadi  prioritas  utama  dalam  pembangunan wilayah  berorientasi  agribisnis,  berproduktivitas  tinggi,  efisien,  berkerakyatan,
dan  berkelanjutan.  Keberhasilan  pembangunan  pertanian  ditentukan  oleh lingkungan  tempat  tumbuh  komoditas  pertanian  seperti  tanaman  pangan,
hortikultura,  perkebunan,  dan  peternakan.  Agroekosistem  atau  faktor  biofisik seperti  jenis  tanah  dan  iklim  intensitas  cahaya,  curah  hujan,  kelembaban,  dan
suhu  dapat  menjadi  peluang  danatau  masalah  dalam  pengembangan  pertanian, bergantung  kepada  kemampuan  petani  dan  pelaku  agribisnis  lainnya  dalam
menggunakan teknologi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam. Budidaya  tanaman  hortikultura  di  lahan  dataran  tinggi  yang  berlereng
dihadapkan  kepada  faktor  pembatas  biofisik  seperti  lereng  yang  relatif  curam, kepekaan  tanah  terhadap  longsor  dan  erosi,  curah  hujan  yang  relatif  tinggi,  dan
lain-lain.  Kesalahan  dalam  pengelolaan  dan  pemanfaatan  sumberdaya  lahan  di daerah ini dapat menimbulkan kerusakan atau cekaman biofisik berupa degradasi
kesuburan tanah dan ketersediaan air yang dampaknya tidak hanya dirasakan oleh masyarakat di lahan dataran tinggi, tetapi juga di dataran rendah di bawahnya.
Tujuan  penelitian  ini  adalah  mengevaluasi  kemampuan  dan  kesesuaian lahan  untuk  tanaman  hortikultura,  menentukan  metode  pengelolaan  lahan  yang
sesuai untuk meminimalkan terjadinya erosi, menentukan keberlanjutan usahatani tanaman  hortikultura,  dan  merumuskan  disain  model  pengembangan  tanaman
hortikultura berbasis agroekologi pada lahan berlereng di hulu DAS Jeneberang. Penelitian  ini  dilaksanakan  di  bagian  hulu  daerah  aliran  sungai  DAS
Jeneberang  yang  terletak  di  Kabupaten  Gowa,  meliputi  dua  kecamatan  yaitu Kecamatan  Parangloe  elevasi    700  m  dpl  dan  Kecamatan  Tinggi  Moncong
elevasi  700 m dpl. Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Desember 2009.
Pelaksanaan  penelitian  ini  dilakukan  dalam  lima  tahap.  Tahap  pertama adalah  penentuan  kemampuan  lahan  menggunakan  metode  yang  dikembangkan
oleh  USDA.  Tahap  kedua  adalah  penentuan  kesesuaian  lahan  menggunakan metode  FAO.  Tahap  ketiga  adalah  prediksi  erosi  yang  terjadi  menggunakan
metode  USLE.  Tahap  keempat  adalah  analisis  keberlanjutan  menggunakan
metode  Multi  Dimensional  Scalling  MDS-Rapfarm.  Tahap  terakhir,  mendisain model dinamik menggunakan program Stella 9.0.2.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelas kemampuan lahan di hulu DAS Jeneberang  terdiri  dari  lima  kelas.  Lahan  kelas  II  memiliki  faktor  pembatas
drainase subkelas IIw dan faktor pembatas hambatan daerah perakaran subkelas IIs.  Lahan  dengan  kelas  kemampuan  III  memiliki  faktor  pembatas  drainase
subkelas  IIIw,  faktor  pembatas  hambatan  daerah  perakaran  subkelas  IIIs,  dan faktor pembatas bahaya erosi subkelas IIIe. Lahan dengan kelas kemampuan IV
memiliki  faktor  pembatas  bahaya  erosi  subkelas  IVe.  Lahan  dengan  kelas kemampuan  VI  memiliki  faktor  pembatas  bahaya  erosi  subkelas  VIe.  Lahan
dengan  kelas  kemampuan  VII  memiliki  faktor  pembatas  bahaya  erosi  subkelas VIIe.
Komoditas  unggulan  berdasarkan  analisis  LQ  di  daerah  hulu  DAS Jeneberang  adalah  komoditas  buah-buahan  meliputi  rambutan,  mangga,  pisang,
dan durian, sedangkan komoditas sayuran yaitu kentang, wortel, kubis, sawi, dan bawang  daun.  Kelas  kesesuaian  lahan  aktual  untuk  komoditas  unggulan
hortikultura buah-buahan adalah  S2 dan S3, dengan faktor pembatas retensi hara, media  perakaran,  dan  bahaya  erosi.  Kelas  kesesuaian  lahan  potensial  untuk
komoditas  buah-buahan  yaitu  S1,  S2,  dan  S3,  dengan  faktor  pembatas  media perakaran  dan  bahaya  erosi.  Kelas  kesesuaian  lahan  aktual  untuk  komoditas
unggulan  hortikultura  sayuran  adalah    S2,  S3,  dan  N  dengan  faktor  pembatas retensi hara dan bahaya  erosi. Kelas kesesuaian lahan potensial untuk komoditas
hortikultura  sayuran  yaitu  S1,  S2,  S3,  dan  N,  dengan  faktor  pembatas  bahaya erosi.
Hasil  perhitungan  prediksi  erosi  pada  lahan  berlereng  di  hulu  DAS Jeneberang  menunjukkan  bahwa  besarnya  erosi  berkisar  2,57
–  5.764,82 tonhatahun.  Perhitungan  tersebut  diperoleh  dari  nilai  erosivitas  hujan  yang
berkisar  1398,60 –  1562,10,  nilai  erodibilitas  tanah  yang  berkisar  0,04  –  0,58,
nilai  panjang  dan  kemiringan  lereng  yang  berkisar  0,25 –  12,00,  nilai  vegetasi
penutup tanah yang berkisar 0,1 – 0,8, dan nilai faktor pengelolaan lahan berkisar
0,4 –  0,9.  Tingkat  bahaya  erosi  pada  lahan  berlereng  di  hulu  DAS  Jeneberang
yaitu lahan tererosi sangat berat paling luas arealnya yaitu 3.010,26 ha 29,37, lahan  dengan  tingkat  bahaya  erosi  berat  sekitar  2.836,67  ha  27,66,  lahan
dengan  tingkat  bahaya  erosi  sedang  sekitar  2.026,05  ha  19,77,  serta  lahan
dengan tingkat bahaya erosi rendah sekitar   2.377,64 ha 23,20 dari total luas lahan yang ditanami tanaman hortikultura.
Indeks  keberlanjutan  untuk  sistem  usahatani  hortikultura  buah-buahan berkisar  antara  41,90  sampai  54,41.  Dimensi  ekologi  54,41,  dimensi  ekonomi
51,40,  dan  dimensi  kelembagaan  50,64,  termasuk  dalam  status  cukup berkelanjutan,  sedangkan  dimensi  sosial  43,77  dan  dimensi  teknologi  41,90
masuk  dalam  status  kurang  berkelanjutan.  Indeks  keberlanjutan  untuk  sistem usahatani  hortikultura  sayuran  berkisar  antara  39,58  sampai  64,85.  Dimensi
ekonomi  64,85,  dimensi  kelembagaan  56,47,  dan  dimensi  teknologi  56,71 termasuk  dalam  status  cukup  berkelanjutan,  sedangkan  dimensi  ekologi  48,17
dan dimensi sosial 39,58 masuk dalam status kurang berkelanjutan. Simulasi  model  kondisi  eksisting  pengembangan  tanaman  hortikultura
buah-buahan berbasis agroekologi pada lahan berlereng di hulu DAS Jeneberang menunjukkan bahwa  erosi  yang  terjadi sebesar 2,56 tonhatahun, produksi dan
pendapatan  petani  buah-buahan  meningkat  sampai  tahun  2020.  Simulasi  model kondisi  eksisting  pengembangan  tanaman  hortikultura  sayuran  berbasis
agroekologi pada lahan  berlereng di hulu DAS Jeneberang  menunjukkan bahwa erosi  yang  terjadi  sebesar  29,50  tonhatahun,  produksi  dan  pendapatan  petani
sayuran meningkat sampai tahun 2019. Skenario  moderat  merupakan  skenario  yang  dapat  diadopsi  di  masa  yang
akan datang untuk pengembangan tanaman hortikultura buah-buahan dan sayuran berbasis  agroekologi  pada  lahan  berlereng  di  hulu  DAS  Jeneberang,  dengan
pertimbangan  besarnya  erosi  yang  terjadi,  produktivitas,  dan  pendapatan  petani. Pada pertanaman rambutan, skenario moderat memberikan hasil  yaitu erosi yang
terjadi  sebesar  7,49  tonhatahun,  produksi  6.222,3  kghatahun  dan  pendapatan petani Rp. 34.512.298 per tahun. Pendapatan petani rambutan masih lebih rendah
dari  besaran  kebutuhan  hidup  layak  KHL  yaitu  sebesar  Rp.  34.732.500  per tahun. Sedangkan pada  pertanaman kentang, skenario moderat memberikan hasil
yaitu erosi yang terjadi sebesar 27,80 tonhatahun, produksi 17.448,9 kghatahun dua  kali  musim  tanam,  dan  pendapatan  petani  Rp.  69.795.440  per  tahun.
Pendapatan  petani  kentang  lebih  besar  dari  pada  besaran  nilai  kebutuhan  hidup layak KHL yaitu Rp. 27.698.000 per tahun.
I.  PENDAHULUAN 1.1.  Latar Belakang