perubahan pada beberapa organ dari masing- masing kelompok perlakuan dibandingkan dengan kontrol. Perubahan organ dapat dilihat pada tabel VIII.
Beberapa kerusakan jaringan yang timbul akibat keracunan sianida adalah : hiperemia, keadaan dimana terdapat darah secara berlebihan didalam
pembuluh darah pada daerah tertentu. Jika dilihat dengan mata telanjang, maka daerah jaringan atau organ yang mengalami hiperemi berwarna lebih merah
ungu karena bertambahnya darah didalam jaringan. Secara mikroskopis kapiler- kapiler dalam jaringan hiperemia melebar dan penuh berisi darah. Pada dasarnya
terdapat dua mekanisme di mana kongesti dapat timbul : 1 kenaikan jumlah darah yang mengalir ke daerah atau 2 penurunan jumlah darah yang mengalir
dari daerah; hemorhagie, keluarnya darah dari sitem kardiovaskular, disertai penimbunan dalam jaringan atau ruang tubuh atau disertai keluarnya darah dari
tubuh.
1. Hati
Organ hati pada kelompok kontrol KCN mengalami peradangan. Peradangan terjadi karena adanya respon terhadap cedera dan kematian sel yang
merupakan mekanisme pertahanan tubuh. Hal ini mungkin disebabkan karena sianida menyebabkan hipoksia pada sel sehingga selnya mati.
Dapat dilihat pada kelompok kontrol KCN terdapat manifestasi peradangan dan terdapat adanya hiperemi begitu juga pada kelompok kontrol
tiosulfat dan kelompok perlakuan I dan II, sedangkan pada kelompok perlakuan II dan IV tidak terdapat adanya manifestasi peradangan dan tidak ditemui adanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
hiperemi jadi dapat dikatakan bahwa kerusakan organ disini pada kelompok perlakuan dapat membaik dengan meningkatnya dosis antidotumnya.
2. Ginjal
Organ eksresi yang penting adalah ginjal. Ginjal melakukan fungsi vital sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah dan lingkungan dalam tubuh
dengan mengeksresikan solut dan air dalam tubuh, kalau kedua ginjal karena sesuatu hal gagal melakukan fungsinya, maka kematian akan terjadi dalam waktu
3 sampai 4 minggu Price dan Wilson, 1995. Hasil pemeriksaan histopatologi organ ginjal menunjukkan bahwa pada
kelompok kontrol KCN terjadi kerusakan berupa hemorrhagi pada 24 jam. Pada kelompok perlakuan I dan II pemberian senyawa racun KCN 26 mgkgBB
kemudian ditambah dengan pemberian natrium tiosulfat berurutan dosis 0,468 mgkgBB dan 3,279 mgkg BB mengalami kerusakan ginjal yang hampir sama
dengan yang terjadi pada kontrol sianida yaitu terjadi manifestasi hemorrhagi. Hal ini terjadi karena adanya proses peradangan.
3. Paru
Memegang peranan penting dalam proses respirasi. Paru berfungsi untuk mengambil oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Apabila kondisi normal
ini terjadi maka akan mendukung kelancaran dalam proses respirasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel VIII. Hasil Pemeriksaan histopatologi beberapa organ mencit akibat pemberian larutan KCN sebagai senyawa racun dan pada kelompok perlakuan diberikan larutan KCN kemudian diteruskan dengan pemberian senyawa antidotumnya, yaitu natrium tiosulfat.
Organ Kontrol KCN
Kontrol Aquadest
Kontrol Na
2
S
2
O
3
Perlakuan D1 Perlakuan D2
Perlakuan D3 Perlakuan D4
1. Ginjal Glomerolus
dan tubulus normal, terjadi
manifestasi haemorrhagie
Glomerolus dan tubulus
dalam batas normal, tidak
ada radang, tidak ada
erosi Glomerolus
dan tubulus dalam batas
normal Glomerolus
dan tubulusnya normal, terjadi
manifestasi haemorrhagie
Glomerolus dan tubulusnya
normal, terjadi manifestasi
haemorrhagie Glomerolus
dan tubulus dalam batas
normal Glomerolus
dan tubulus dalam batas
normal dan ada hiperemi
sedikit
2. Paru Alveoli dan
bronkeoli dalam batas
normal, septum
interalveolaris menebal dan
ada infiltrasi sel-sel radang
Alveoli dan bronkeoli
dalam batas normal
Alveoli dan bronkeoli
dalam batas normal,
septum interalveolaris
menebal dan ada infiltrasi
sel-sel radang Alveoli dan
bronkeoli dalam batas
normal, septum
interalveolaris menebal dan
ada infiltrasi sel-sel radang
Alveoli dan bronkeoli
dalam batas normal,
septum interalveolaris
menebal dan ada infiltrasi
sel-sel radang Alveoli dan
bronkeoli dalam batas
normal Alveoli dan
bronkeoli dalam batas
normal
3.Hati Hepatosit
normal tersusun radier
mengelilingi vena sentralis
sel hepatosit dalam batas
normal tampak Hepatosit
normal tersusun
radier mengelilingi
vena sentralis sel hepatosit
dalam batas Hepatosit
normal tersusun radier
mengelilingi vena sentralis
sel hepatosit dalam batas
normal tampak Hepatosit
normal tersusun radier
mengelilingi vena sentralis
sel hepatosit dalam batas
normal tampak Hepatosit
normal tersusun radier
mengelilingi vena sentralis
sel hepatosit dalam batas
normal tampak Hepatosit
normal tersusun
radier mengelilingi
vena sentralis sel hepatosit
dalam batas Hepatosit
normal tersusun
radier mengelilingi
vena sentralis sel hepatosit
dalam batas
hiperemi lokal derajat 2
normal tidak tampak
adanya hiperemi,
tidak ada manifestasi
peradangan hiperemi lokal
derajat 2 hiperemi lokal
derajat 1 hiperemi lokal
derajat 2 normal
normal
4. Usus halus Fili intestinal nya
mengalami erosi dan
mukosanya tidak normal
Fili intestinal dan mukosa
dalam batas normal,
mukosa muskularis,
serosa dan kelenjar nya
juga normal, Fili intestinal
dan mukosa nya normal
Fili intestinal nya terdapat
erosi sedikit , dan juga
terdapat adanya
manifestasi peradangan
++ Fili intestinal
nya terdapat erosi , dan juga
terdapat adanya
manifestasi peradangan
++ Fili intestinal
nya terdapat erosi , dan
juga terdapat adanya
manifestasi peradangan
+ Fili intestinal
nya terdapat erosi sedikit ,
dan tapi masih tetap ada
manifestasi peradangan
+
5.Jantung Miokardium
nya dalam batas normal
Miokardium nya dalam
batas normal Miokardium
nya dalam batas normal
Miokardium nya dalam
batas normal Miokardium
nya dalam batas normal
Miokardium nya dalam
batas normal Miokardium
nya dalam batas normal
6. Lambung Aktivitas
kelenjarnya meningkat,
erosi mukosanya
Tunika mukosa
muskularis normal,
aktivitas kelenjarnya
normal Mukosa
lambung erosi, aktivitas
kelenjarnya meningkat
Mukosanya erosi
Mukosa lambung erosi
++ dan terdapat
adanya manifestasi
peradangan Mukosa
lambung mengalami
erosi + aktivitas
kelenjarnya meningkat
Mukosa lambung
mengalami erosi +
a b
c d
e f
g
Gambar 8. Gambaran histopatologi untuk organ hati mencit pembesaran 100X pengecatan hematoksislin-eosin pembedahan 24 jam, perlakuan :
a. KCN 26 mgkgBB. A. hiperemi lokal derajat 2 ++. b. Aquadest, normal, tidak tampak adanya hiperemi, tidak ada manifestasi peradangan.
c. Na
2
S
2
O
3
dosis 160.720 mgkg BB. A. hiperemi lokal derajat 2 ++. d. KCN dosis 26 mgkg BB dengan Na
2
S
2
O
3
dosis 0,468 mgkg BB. A. hiperemi lokal derajat 1 + e. KCN dosis 26 mgkg BB dengan Na
2
S
2
O
3
dosis 3.279 mgkg BB. A. hiperemi lokal derajat 2 ++. f. KCN dosis 26 mgkg BB dengan Na
2
S
2
O
3
dosis 22.960 mgkg BB, normal, tidak tampak adanya hiperemi, tidak ada manifestasi peradangan.
g. KCN dosis 26 mgkg BB dengan Na
2
S
2
O
3
dosis 160.720 mgkg BB, normal, tidak tampak adanya hiperemi, tidak ada manifestasi peradangan.
A A
A
A
organ paru juga mempunyai resiko tinggi terkena zat toksik karena berhubungan langsung dengan lingkungan luar, kerusakan organ paru berupa penebalan septa
alveoli dan terdapat adanya manifestasi sel-sel radang. Selain terjadi pada kelompok kontrol KCN 26 mgkgBB juga terjadi pada kelompok perlakuan I dan
II. Kerusakan tersebut tidak meningkat seiring dengan meningkatnya dosis natrium tiosulfat. Bila dibandingkan dengan kelompok kontrol, adanya zat
antidotum natrium tiosulfat dapat memicu penurunan kerusakan pada organ paru sehingga keadaan organ menjadi semakin membaik.
Pada penebalan septa alveoli ditemukan adanya sel-sel radang dan sel-sel darah merah. Hal tersebut menunjukkan adanya respon terjadinya peradangan.
Pada daerah yang meradang terjadi peningkatan aliran darah dan pembuluh darah menjadi lebih permeabel. Hal tersebut mendorong keluarnya sel-sel darah merah
yang disebut hemorrhagi, kondisi tersebut menyebabkan alveoli sukar berkontraksi. Apabila septa semakin tebal maka daya tampung alveoli terhadap
oksigen akan semakin berkurang sehingga akan mengganggu suplai oksigen. Hal ini menyebabkan pertukaran udara terganggu. Apabila gangguan pada organ ini
semakin parah bisa menyebabkan terjadinya dispnea, dispnea dapat terjadi karena adanya gangguan pertukaran antara oksigen dengan karbondioksida akibat adanya
rangsang atau kerusakan pada organ pernafasan sehingga terjadi peningkatan kerja pernafasan akibat meningkatnya resistensi elastik paru. Hal tersebut terjadi
karena hewan berusaha mengkompensasi ketersediaan oksigen didalam alveoli. Apabila kondisi ini semakin parah, kemungkinan akan menyebabkan kematian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
a b
c d
e f
g
Gambar 9. Gambaran histopatologi untuk organ ginjal mencit pembesaran 100X pengecatan hematoksislin-eosin pembedahan 24 jam, perlakuan :
a. KCN 26 mgkgBB. A. haemorrhagie. b. Aquadest
c. Na
2
S
2
O
3
dosis 160.720 mgkg BB d. KCN dosis 26 mgkg BB dengan Na
2
S
2
O
3
dosis 0,468 mgkg BB. A. haemorrhagie. e. KCN dosis 26 mgkg BB dengan Na
2
S
2
O
3
dosis 3.279 mgkg BB. A. haemorrhagie. f. KCN dosis 26 mgkg BB dengan Na
2
S
2
O
3
dosis 22.960 mgkg BB. g. KCN dosis 26 mgkg BB dengan Na
2
S
2
O
3
dosis 160.720 mgkg BB. A. hiperemi
A A
A A
Dispnea atau sesak nafas merupakan gejala utama dari penyakit kardiopulmonar Price Wilson, 1995 .
4. Jantung