33 memungkinkan karbondioksida terlepas dari darah ke udara bebas Anonim,
1987a. Bagian akhir dari bronkeolus adalah duktus alveolaris, yang tampak dari
adanya sejumlah alveoli atau tidak adanya dinding bronkeolar, dan bagian otot polos menggemb ung menjadi lumen dari duktus alveolaris. duktus alveolaris
berakhir di atria yang kemudian terbagi menjadi dua atau lebih sakus alveolaris. Alveoli adalah bagian terkecil dan terbanyak jumlahnya pada sistem pernafasan.
Pertukaran gas terjadi di alveoli me lewati blood-air barrier Bergman, 1996.
E. Kerusakan Organ
Hiperemi adalah keadaan dimana terdapat darah secara berlebihan didalam pembuluh darah pada daerah tertentu. Jika dilihat dengan mata telanjang,
maka daerah jaringan atau organ yang mengalami hiperemi berwarna lebih merah ungu karena bertambahnya darah didalam jaringan. Secara mikroskopis kapiler-
kapiler dalam jaringan hiperemia melebar dan penuh berisi darah. Pada dasarnya terdapat dua mekanisme di mana kongesti dapat timbul yaitu kenaikan jumlah
darah yang mengalir ke daerah dan penurunan jumlah darah yang mengalir dari daerah. Manifestasi kerusakan organ ini sering ditemukan pada organ hati dan
ginjal. Hemorhagie adalah keluarnya darah dari sitem kardiovaskular, disertai
penimbunan dalam jaringan atau ruang tubuh atau disertai keluarnya darah dari tubuh. Manifestasi kerusakan organ ini sering ditemukan pada organ ginjal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
F. Landasan Teori
Sianida merupakan racun yang kuat dan bekerja sangat cepat, dapat menyebabkan sesak pada bagian dada, berikatan dengan sitokrom oksidase, dan
kemudian memblok penggunaan oksigen secara aerob. Akibat yang ditimbulkan dari racun sianida tergantung pada jumlah paparan dan cara masuknya ke dalam
tubuh, lewat pernapasan atau pencernaan. Racun ini menghambat sel tubuh mendapatkan oksigen sehingga yang paling terpengaruh adalah jantung dan otak.
Pada keracunan sianida, dapat diberikan 50 ml 12,5 gram natrium tiosulfat 25 , secara i.v selama 10 menit dan berikan oksigen 100 selama 12-24 jam, tapi
tidak boleh lebih lama. Natrium tiosulfat merupakan donor sulfur yang mengkonversi sianida
menjadi bentuk yang lebih nontoksik, tiosianat, dengan enzim sulfurtransferase, yaitu rhodanase. Tidak seperti nitrit, tiosianat merupakan senyawa nontoksik, dan
dapat diberikan secara empiris pada keracunan sianida.
G. Hipotesis
Peningkatan dosis natrium tiosulfat dapat lebih efektif digunakan untuk terapi keracunan sianida.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
BAB III . METODE PENELITIAN
METODE PENELITIAN A.
Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis uji antidotum Natrium tiosulfat pada kasus keracunan akut-oral sianida pada mencit jantan galur swiss termasuk dalam penelitian eksperimental
murni dengan rancangan acak lengkap pola searah.
B. Variabel dan Definisi Operasional
Dalam Penelitian uji antidotum Natrium tiosulfat pada kasus keracunan akut-oral sianida pada mencit jantan galur swiss mempunyai variabel utama dan
pengacau.
1. Variabel utama
a. Variabel bebas : dosis natrium tiosulfat, sejumlah mg natrium tiosulfat tiap kg berat badan mencit.
b. Variabel tergantung : keadaan kembalinya kondisi mencit ke keadaan semula dari gejala efek toksik yang timbul dan yang diukur adalah waktu dalam
detik timbulnya lima gejala efek toksik dari keracunan sianida, meliputi: Jantung berdebar, Hilang kesadaran, Gagal nafas, Kejang, Mati akibat