intensitas ini ada batasnya, karena hal sebaliknya mungkin saja terjadi, yaitu pemberian arus yang terlalu tinggi akan mengakibatkan terjadinya peningkatan
jumlah atom-atom yang tidak tereksitasi dalam awan atom dan menyerap emisi yang dipancarkan sehingga dapat terjadi apa yang disebut penyerapan dini dan hal
ini dapat mengurangi intensitas. Tipe nyala untuk Pb yaitu udara : asetilen dengan suhu 2200
o
C Gandjar dan Rohman, 2007. Laju alir asetilen-udara yang digunakan pada penelitian ini
sebagai bahan pembakar dan oksida untuk logam Pb adalah 3 Lmenit dan 2 Lmenit. Asetilen-udara berfungsi membawa sampel dalam bentuk larutan agar
masuk ke dalam sistem pengkabutan yang akan mengubah sampel larutan menjadi aerosol halus uap yang siap masuk ke dalam sistem nyala untuk atomisasi.
Beberapa kelebihan gas pembakar dan oksidator asetilen-udara yaitu dapat memberikan hasil yang maksimal, digunakan untuk berbagai unsur dan memiliki
sensitifitas dan kecermatan yang tinggi. Laju alir gas pembakar dan oksidator yang dibutuhkan tergantung pada ukuran pembakar burner dan komponen-
komponen sampel. Atom-atom dalam nyala tidak merata distribusinya karena di dalam nyala
terdapat beberapa daerah panas. Untuk mengatasi hal ini maka dilakukan optimasi pada tinggi burner. Tinggi burner yang digunakan adalah 1,2 cm.
Ilustrasi nyala pada burner :
Gambar 6. Ilustrasi Nyala Burner Ulfa, 2010
Larutan cuplikan masuk ke dalam daerah A dalam bentuk butir-butir halus tercampur dengan udara-asetilen. Pada daerah B air akan menguap
disebabkan oleh konduksi dan radiasi panas dari daerah C. Dalam daerah C ini terjadi penguapan dan penguraian menjadi atom. Pada daerah ini pula dimulai
proses serapan dan emisi. Atom yang berubah menjadi oksida dalam daerah C, akan keluar melalui daerah D, setelah itu dibuang ke kuncup luar. Optimasi tinggi
pembakar bertujuan untuk mencari daerah C agar pengukuran cukup sensitif.
C. Validasi Instrumen Analisis
Validasi instrumen analisis yang diteliti meliputi linearitas dan limit of detection
LOD atau sensitivitas. Kurva baku Fakultas MIPA UGM dibuat dengan konsentrasi 1 ; 2 ; 4 ; 8 dan 10 ppm. Namun, karena diduga konsentrasi
sampel dibawah konsentrasi kurva baku Fakultas MIPA UGM kemudian dibuat kurva baku dengan konsentrasi yang lebih rendah yaitu dengan konsentrasi 0,1 ;
0,5 ; 1,5 ; 2,0 ; 2,5 dan 3,0 ppm dalam 10 mL. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya ekstrapolasi. Absorbansi yang diperoleh dari kedua kurva baku
kemudian diplot dengan konsentrasi sehingga dihasilkan persamaan regresi dan dihitung parameter validasinya, seperti linearitas, kisaran range dan limit of
detection LOD.
1. Linearitas
Linearitas merupakan salah satu parameter validasi yang menggambarkan kemampuan suatu metode analisis untuk mendapatkan hasil uji
yang proporsional antara jumlah analit dengan respon yang dihasilkan. Linearitas suatu metode ditunjukkan oleh besarnya koefisien korelasi r dari kurva baku.
Koefisien korelasi menggambarkan kedekatan dari suatu data terhadap regresi yang terbentuk dari populasi data yang ada. Koefisien korelasi diperoleh dengan
membuat persamaan regresi linear y = bx + a, dimana y adalah absorbansi dari senyawa uji, b adalah slope, x adalah konsentrasi dan a adalah intersep.
Persamaan regresi yang diperoleh dari kurva baku Fakultas Farmasi USD yaitu Y = 0,0126x + 0,0027 ; r = 0,9992. Menurut Chan, Lam, Lee dan Zhang 2004
kriteria penerimaan untuk koefisien korelasi yaitu ≥ 0,9985, sehingga dalam
penelitian ini parameter linearitas dapat dipenuhi.
Gambar 7. Kurva Baku Pb Fakultas Farmasi USD
2. Kisaran Range
Merupakan interval antara level terendah dan level tertinggi dari jumlah analit dalam sampel yang digunakan dalam suatu metode analisis dan telah
memenuhi linearitas, presisi dan akurasi yang dapat diterima. Level terendah dalam penelitian ini yaitu sebesar 0,1 ppm dan untuk level tertinggi sebesar 3
ppm. Dalam penelitian ini konsentrasi tersebut telah memenuhi linearitas, presisi dan akurasi yang baik.
y = 0,0126x + 0,0027
r = 0,9992
0,005 0,01
0,015 0,02
0,025 0,03
0,035 0,04
0,045
0,5 1
1,5 2
2,5 3
3,5
Absorbansi
Konsentrasi ppm
Kurva Baku Pb Fakultas Farmasi USD
3 . Limit of Detection LOD
Suatu alat dapat dikatakan cukup sensitif apabila alat tersebut mampu mendeteksi konsentrasi terkecil dari suatu analit, semakin kecil konsentrasi yang
bisa dideteksi semakin sensitif instrumen tersebut. LOD merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi dan masih memberikan respon
berbeda signifikan terhadap respon blangko. LOD dapat dihitung secara statistik melalui garis regresi linear dari kurva kalibrasi. LOD dapat dihitung dengan
menggunakan rumus : 3,3
Sa merupakan standar deviasi dari intersep dan slope b merupakan kemiringan, Sa dan b diperoleh dengan menggunakan Polynomial fit Lampiran 6..
Polynomial fit mampu menguji kesesuaian pemodelan hubungan sinyal detektor dengan konsentrasi.
Dari kurva baku Pb Fakultas Farmasi USD diperoleh persamaan regresi Y = 0,0126x + 0,0027 dan diperoleh Sa dan b untuk menghitung LOD. Sa sebesar
0,0005 dan b sebesar 0,0126, sehingga diperoleh LOD sebesar 0,1309 µgmL. Nilai LOD tersebut merupakan kadar analit terendah yang memberikan respon
berbeda signifikan dari respon blanko. Dari nilai LOD tersebut dapat ditentukan nilai absorbansi terkecil dari sistem ini, yaitu dengan mensubstitusikan nilai x =
0,1309 µgmL ke dalam persamaan regresi Y = 0,0126x + 0,0027, sehingga diperoleh nilai Y = 0,0043 atau Absorbansi sebesar 0,0043.
D. Validasi Metode Analisis
Selain validasi intrumen analisis dilakukan juga validasi metode analisis, dimana parameter yang diukur yaitu presisi keterulangan, akurasi kecermatan,
pengaruh prosedur analisis terhadap sampel dan Limit of Quantitation LOQ. Prosedur validasi yang dilakukan yakni dengan menambahkan 10 mL larutan
standar PbNO
3 2
p.a dengan konsentrasi 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm dan 10 ppm ke dalam 2,5 g sampel sebelum proses destruksi dilakukan dan dibuat larutan
blangko dari kapsul cacing obat. Prosedur ini dilakukan sebanyak tiga kali replikasi. Setelah destruksi selesai, sampel disaring dan diencerkan dalam labu
ukur 50 mL sehingga konsentrasi analit dalam sampel menjadi 0,4 ; 0,8 ; 1,2 ; 1,6 dan 2,0 µgmL. Konsentrasi tersebut di plot dengan absorbansi yang dihasilkan
kemudian diperoleh persamaan regresi.
1. Presisi
Pada penelitian ini dilakukan uji repeatability, dimana repeatability merupakan ketepatan keterulangan pada kondisi percobaan yang sama berulang
baik orangnya, peralatannya, tempatnya, maupun waktunya. Analisis repeatibility dapat dilakukan dengan membuat tiga konsentrasi yang berbeda-beda dengan tiga
kali replikasi masing-masing konsentrasi. Pada penelitian ini dibuat 5 konsentrasi dan 1 blangko dengan tiga replikasi. Konsentrasi yang dibuat yaitu 2 ; 4 ; 6 ; 8 dan
10 ppm dalam 10 mL dan setelah proses destruksi diencerkan dalam sampel sebanyak 50 mL sehingga jumlah analit dalam sampel menjadi 0,4 ; 0,8 ; 1,2 ; 1,6
dan 2,0 µgmL. Berikut hasil RSD yang diperoleh :
Tabel VI. Data Presisi
Seri ppm
RSD 0 15,44
2 7,32 4 1,63
6 5,57 8 3,45
10 7,83
RSD diperoleh dengan menggunakan rumus :
Nilai keterulangan atau repeatability yang diperoleh dalam penelitian ini memenuhi syarat, dimana syarat dari RSD yang diperbolehkan untuk jumlah
analit yang digunakan sebesar ≤ 16.
2. Akurasi
Akurasi merupakan salah satu parameter validasi yang menyatakan kesesuaian antara konsentrasi sebenarnya dengan konsentrasi terukur. Akurasi
dari suatu pengukuran dinyatakan dengan recovery. Recovery dihitung dengan menggunakan rumus :
Perolehan Kembali recovery = x 100
Tabel VII. Data Recovery
Seri ppm
Recovery 2 89
4 105,5 6 102,64
8 103,19
10 101,43