Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keterpilihan Calon Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008-2009

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERPILIHAN

CALON KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH DI

KABUPATEN TAPANULI UTARA TAHUN 2008-2009

TESIS

O l e h

LAMTAGON MANALU

097024061/SP

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERPILIHAN

CALON KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH DI

KABUPATEN TAPANULI UTARA TAHUN 2008-2009

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP)

Dalam Program Studi Magister Studi Pembangunan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Oleh

LAMTAGON MANALU

097024061/SP

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis

: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KETERPILIHAN CALON KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH DI KABUPATEN TAPANULI UTARA TAHUN 2008-2009

Nama Mahasiswa : Lamtagon Manalu Nomor Pokok : 097024061

Program Studi : Studi Pembangunan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Prof. Subhilhar, MA, Ph.D Drs. Bengkel Ginting, M.Si

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA Prof. Dr. Badaruddin, M.Si


(4)

Telah diuji pada

Tanggal 20 Januari 2012

PANITIA PENGUJI TESIS:

Ketua

: Prof. Subhilhar, MA, Ph.D

Anggota

: 1. Drs. Bengkel Ginting, M.Si

2. Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA

3. Drs. Tonny P. Situmorang, MA

4. Dr. R. Hamdani Harahap, M. Si


(5)

PERNYATAAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERPILIHAN

CALON KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH DI

KABUPATEN TAPANULI UTARA TAHUN 2008-2009

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 20 Januari 2012

Penulis,


(6)

Jadilah ayah bagi adik-adikmu,

dan ibu bagi saudara-saudaramu

(Japinar Manalu dan Tiurma Rumagorga, 1987)

Tesis yang sederhana ini kupersembahkan kepada : Istriku tercinta, Krista Loisa Damanik, S.Sos dan Anak-anakku tersayang,

Vrede Johannes Tua Manalu dan Miranda Uli Tua Manalu serta Orangtua, Mertua, dan Saudara/i-ku yang terkasih.


(7)

ABSTRAK

Kabupaten Tapanuli Utara, yang merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Sumatera Utara, telah melaksanakan Pilkada, yang untuk pertama kalinya pada 27 Oktober 2008 dan diulang tanggal 13 Pebruari 2009 sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PHPU.D-VI/2008 tanggal 16 Desember 2008, yang dimenangkan oleh pasangan Torang Lumbantobing dan Bangkit Parulian Silaban, SE. Setelah diulang, perolehan suara pasangan Torang Lumbantobing dan Bangkit Parulian Silaban, SE mengalami peningkatan. Pada Pilkada 27 Oktober 2008 perolehan suaranya adalah 46.645 (34,13 %), sedangkan pada pemungutan suara ulang 13 Pebruari 2009, perolehan suaranya meningkat menjadi 51.453 (38.62 %). Dalam hal ini terjadi peningkatan sebesar 4.808 suara (4,49 %).

Penelitian ini, yang dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap 24 (dua puluh empat) orang informan dan Diskusi Kelompok Terfokus (DKT) terhadap 40 (empat puluh) orang, menjawab pertanyaan tentang faktor-faktor apa saja yang menyebabkan keterpilihan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2008 dan yang diulang tahun 2009.

Banyak pihak beranggapan bahwa uang merupakan modal utama untuk memenangkan Pilkada. Tetapi dalam konteks Pilkada Tapanuli Utara ini, tidak sepenuhnya demikian. Dalam Pilkada Tapanuli Utara tahun 2008 dan 2009 yang lalu, keterpilihan Torang Lumbantobing dan Bangkit Parulian Silaban, SE, memang membutuhkan sejumlah uang yang digunakan sebagai “pelumas” untuk menggerakkan mesin politik. Tetapi uang tersebut bukanlah penentu kemenangan mereka karena pasangan lainnya juga mempunyai uang yang diyakini jumlahnya juga besar. Keterpilihan pasangan ini terutama dipengaruhi oleh rekam jejak mereka yang lebih baik dari calon lainnya. Bahkan akibat rekam jejak yang relatif baik ini, para tim sukses dan masyarakat pendukung ikut berperan membiayai berbagai kegiatan kampanye Torang Lumbantobing dan Bangkit Parulian Silaban, SE. Para pendukung ini tidak dibayar tetapi malah membiayai kampanye yang dilakukan pasangan calon tersebut. Faktor lainnya yang menyebabkan keterpilihan calon tersebut adalah dukungan partai politik, kinerja tim sukses, kampanye, peranan tokoh agama dan tokoh masyarakat, dukungan media massa (pers), dan primordial (faktor marga). Kata kunci: Faktor-faktor yang mempengaruhi keterpilihan calon dan Pilkada.


(8)

ABSTRACT

North Tapanuli, which is one of the regencies in North Sumatra Province, has been carrying out elections, which for the first time on October 27, 2008 and repeated on 13 February 2009 in accordance with the Constitutional Court ruling of 16 December 2008 Number 49/PHPU.D-VI/2008, which was won by a couple Torang Lumbantobing and Bangkit Parulian Silaban, SE. After repeated, couples Torang Lumbantobing and Bangkit Parulian Silaban, SE vote increased. On Election October 27, 2008 acquisition of voice is 46,645 (34.13%), whereas the re-voting 13 February 2009, the acquisition of his voice rose to 51,453 (38.62%). In this case there was an increase of 4,808 votes (4.49%).

This study, conducted with in-depth interviews of 24 (twenty four) informants and Focus Group Discussions (FGD) to 40 (forty) people, answering questions about what factors are causing desirability Candidates of Regional Head and Deputy Head of North Tapanuli Regency in 2008 and repeated in 2009.

Many people assume that money is the main capital to win the elections. But in the context of this North Tapanuli election, not entirely so. In North Tapanuli elections in 2008 and 2009, the desirability Torang Lumbantobing and Bangkit Parulian Silaban, SE, does require a certain amount of money that is used as a "lubricant" to move the political machinery. But money is not a decisive victory for the other pair are also believed to have the amount of money too large. Mate desirability is primarily influenced by their track record is better than other candidates. In fact, due to the relatively good track record, the team's success and contributed to public support for campaign finance various activities of Torang Lumbantobing and Bangkit Parulian Silaban, SE. The Proponents are not paid but instead conducted a campaign finance such candidate. Other factors that cause such candidate victory is the desirability of political party support, a successful team performance, the campaign, the role of religious leaders and community leaders, support the mass media (the press), and primordial (factor clan).


(9)

KATA PENGANTAR

Dalam praktek pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah (Pilkada) sekarang ini, banyak faktor yang harus dimiliki pasangan calon untuk dapat memenangkan kompetisi tersebut. Di antaranya adalah modal politik, modal sosial dan modal ekonomi. Masing-masing hal tersebut sejatinya dimiliki oleh pasangan calon secara bersamaan. Sebab bila salah satu tidak dimiliki, maka akan mengakibatkan si calon sulit untuk memenangkan kompetisi demokrasi tersebut. Semuanya signifikan dan sama pentingnya. Selain ketiga hal tersebut, strategi kampanye yang dilakukan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah harus benar-benar menyentuh “akar rumput” sehingga calon pemilih dapat menentukan pilihannya secara tepat.

Dalam tulisan ini, yang merupakan Tesis dengan judul Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keterpilihan Calon Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008-2009 (Factors Affecting Desirability Of Head and Vice Head Regional Candidates In North Tapanuli Regency Year 2008-2009), pada Program Studi Magister Studi Pembangunan, Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Medan, penulis mencoba menguraikan secara sederhana faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keterpilihan pasangan


(10)

Torang Lumbantobing dan Bangkit Parulian Silaban, SE pada Pilkada Tapanuli Utara tahun 2008 dan tahun 2009 yang lalu.

Berbicara tentang faktor yang mempengaruhi keterpilihan pasangan calon, tentulah berbicara tentang hal-hal yang menyangkut kebaikan atau sisi positif dari pasangan yang terpilih tersebut. Demikian juga dalam tesis ini, sesuai dengan judul dan tujuan penelitian, maka penjelasan-penjelasan yang disajikan tentulah merupakan kebaikan atau sisi positif dari pasangan Torang Lumbantobing dan Bangkit Parulian Silaban, SE. Hal ini bukan berarti bahwa pasangan tersebut tidak mempunyai kekurangan, tetapi semata-mata karena pembahasan yang diperlukan sesuai dengan tujuan penelitian adalah hal-hal yang menyangkut kebaikan atau sisi positif pasangan calon tersebut karena itulah yang merupakan faktor yang mempengaruhi keterpilihan mereka.

Namun demikian, penulis sangat menyadari bahwa tesis ini masih amat sederhana dan penuh kekurangan, baik dari segi isi maupun teknik penulisannya sehingga masih dimungkinkan adanya kajian yang lebih mendalam terkait dengan hal-hal yang menyangkut faktor-faktor yang mempengaruhi keterpilihan calon tersebut.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada berbagai pihak yang telah memberikan dukungan


(11)

yang luar biasa kepada penulis sejak masa perkuliahan hingga selesainya penulisan tesis ini:

1. Kepada Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M.Sc (CTM). Sp.A (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, Medan.

2. Kepada Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Sumatera Utara, Medan.

3. Kepada Prof. Dr. M. Arif Nasution dan Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Magister Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara, Medan.

4. Kepada pembimbing, Prof. Subhilhar, MA, Ph. D dan Drs. Bengkel Ginting, M.Si, yang telah memberikan berbagai masukan yang sangat berharga kepada penulis sehingga penulis berhasil menyelesaikan tesis ini.

5. Kepada seluruh staf pengajar dan pegawai pada Program Studi Magister Studi Pembangunan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara Medan, yang selama perkuliahan telah banyak membantu penulis hingga menyelesaikan tesis ini.

6. Kepada seluruh rekan-rekan mahasiswa Program Studi Magister Studi

Pembangunan (MSP) USU, khususnya pada Efendi, Falmer, Manik, Risna, Helmi, dan Emma yang senantiasa memberikan dorongan bagi rampungnya penulisan tesis ini.

7. Kepada Torang Lumbantobing dan Bangkit Parulian Silaban, SE,

Bupati/Wakil Bupati Kabupaten Tapanuli Utara, yang merupakan informan kunci, telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini. Tanpa kesediaan dan dukungannya, tentulah tesis ini akan semakin jauh dari yang diharapkan. 8. Kepada seluruh informan dalam penelitian tesis ini, khususnya kepada Ir. Roy

Mangotang Sinaga dan Ir. Sanggam Hutapea, MM, yang telah bersedia penulis wawancarai dan memberikan informasi yang penulis butuhkan.


(12)

9. Kepada Ketua KPU Sumatera Utara, Irham Buana Nasution, SH, M.Hum yang telah memberikan persetujuan bagi saya untuk melanjutkan studi ke MSP USU.

10. Kepada sahabat-sahabatku Komisioner KPU Kabupaten Tapanuli Utara,

Janpiter Lumbantoruan, SH, Lambas JJ. Matondang, Erids Aritonang, SS, dan Hotman Harianja, ST, yang telah banyak membantu penulis dalam menyajikan tesis ini, juga yang telah senantiasa “memaklumi” saya yang sering

bolos kerja selama perkuliahan hingga selesainya tesis ini.

11.Kepada Sekretaris KPU Tapanuli Utara, John Suhartono Purba, S.Pd, SH, serta seluruh staf yang telah banyak membantu penulis sejak masa perkuliahan hingga penyelesaian tesis ini, khususnya kepada M. Anwar Lumbangaol dan Indah Lumbangaol, serta Parlindungan Manalu, Maruli Nasution, dan Leo Vernando Sinaga, yang telah bersusah payah dan turut serta marhoi-hoi membantu penulis dalam menelusuri data-data terkait penulisan tesis ini. Dang

tarlupahon au halojaon muna i daba.

12.Kepada ayahanda Japinar Manalu yang senantiasa mendorong dan mendoakan saya untuk tetap meraih keberhasilan, asa panaekkon gellengmu sian natorasna, dan menjauhkan ginjang ni roha, dan almarhumah ibunda Tiurma Rumagorga,

huingot do tongtong inong, halojaon dohot haburju on mi, nang pe naung parjolo ho tumopot Tuhan i, hingga akhir hayatmu tidak kenal lelah menopang

“kehidupan” keluarga asa boi sude gellengmu marsikkola.

13.Kepada kakakku tercinta Hetty, Leni, Retno, dan adik-adikku tersayang Labora, Dendi, Dimpos, Semart, Cristina, juga laeku Robinson, Hisar, Daniel, Untor, Tigor, Manson dan anggi boruku Iche, serta semua bereku, yang senantiasa memberikan dorongan sejak masa perkuliahan hingga selesainya tesis ini.

14.Kepada mertuaku, Kalionim br. Purba dan almarhum Wilson Firman Damanik serta seluruh keluarga besar Damanik, yang senantiasa mendoakan dan mendukung saya, meski selama ini saya sering meninggalkan peran sebagai boru karena kuliah dan pekerjaan saya.


(13)

15.Kepada istriku tercinta, Krista Loisa Damanik, S.Sos dan anak-anakku tersayang, Vrede Johannes Tua Manalu dan Miranda Uli Tua Manalu yang senantiasa memberi semangat dan dorongan, dan yang terkadang menjadi “korban” karena waktuku yang tersita sejak kuliah hingga menyelesaikan tesis ini.

Kalian adalah mahkota dan inspirasi dalam hidupku.

16.Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya guna membantu penulis menyelesaikan tesis ini.

Akhirnya penulis mengucapkan semoga tesis ini dapat berguna kelak bagi penulis dan pembaca sekalian. Terimakasih. Horas....!!!

Medan, 20 Januari 2012 Penulis,


(14)

RIWAYAT HIDUP

1. N a m a : LAMTAGON MANALU, S.Si, MSP

2. N I M : 097024061/SP

3. Tempat/Tanggal Lahir : Partungkoan (Taput), 23 September 1971

4. Alamat : Desa Aekraja Kecamatan Parmonangan Kab. Tapanuli

Utara, Sumatera Utara – Indonesia, HP. 08126497283;

5. Pekerjaan : Ketua KPU Kabupaten Tapanuli Utara

6. Nama Istri : Krista Loisa Damanik, S.Sos

7. Nama Anak : 1. Vrede Johannes Tua Manalu

2. Miranda Uli Tua Manalu

8. Nama orang tua : Ayah : Japinar Manalu

Ibu : Tiurma br. Rumagorga (+) 9. Pendidikan :

2012 : Magister Studi Pembangunan, Fak. Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Medan. 1996 : Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

1990 : SMA Negeri 7 Medan.

1987 : SMP Negeri Hutatinggi, Kecamatan Parmonangan

Kabupaten Tapanuli Utara.

1984 : SD Negeri Doloknauli, Kecamatan Parmonangan

Kabupaten Tapanuli Utara.

10. Riwayat Pekerjaan :

Des 2008- sekarang : Ketua KPU Kabupaten Tapanuli Utara.


(15)

Kebijakan (ELSAKA) Medan.

Jun 2006 – Nop 2008 : Field Manager Elsaka untuk Program Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana Alam Gempa Bumi/ Tsunami Kepulauan Nias.

Jan 2005 – Mei 2006 : Field Manager Elsaka untuk Program Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana Alam Gempa Bumi/ Tsunami Propinsi NAD.

Apr 2000-Mar 2003 : Koord. Divisi Advokasi pada Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Sumatera Utara. Tahun 1999 : Koordinator Divisi Indok pada KIPP (Komite

Independen Pemantau Pemilu) Medan-Sumatera Utara.

Okt 1998 – Mar 2000 : Tenaga Pendamping Program Aksi Pemberdayaan Masyarakat Tani di Kabupaten Toba Samosir dan Kab. Tap. Utara, kerjasama USU-IPB-Depkop-Deptan.

Apr 1997-Sept 1998 : Staf Auditor pada PT. Survey Research Indonesia (SRI)

Cabang Medan.

Jan 1997-April 1997 : Marketing Executive pada PT. Dunia Ilmu Satria Medan.

11. Pengalaman Organisasi :

2011 - 2014 : Ketua Forum Senior GMKI, Cabang Tapanuli Utara.

2009 – 2012 : Wakil Sekretaris PTS (Parsadaan Toga Simamora) Kabupaten Tapanuli Utara.

2005 : Pendiri PERAK (Perintis Aspirasi Rakyat), Tapanuli


(16)

2003 : Pendiri ELSAKA (Lembaga Studi dan Advokasi Kebijakan), Medan Sumatera Utara.

1990 - 1996 : Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI)


(17)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN... xvii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

1.5 Kajian Pustaka ... 8

1.6 Defenisi Konsep ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1 Demokrasi dan Pemilu ... 12

2.2 Otonomi Daerah dan Desentralisasi ... 22

2.3 Perilaku Memilih dan Partisipasi Politik ... 26

2.3.1 Perilaku Memilih ... 26

2.3.1.1 Pendekatan Sosiologis ... 27

2.3.1.2 Pendekatan Psikologis ... 30

2.3.2 Partisipasi Politik ... 36

2.4 Sistem Politik Orde Baru dan Pasca-Orde Baru... 39

2.5 Perkembangan Sistem Pemilihan Kepala Daerah ... 43


(18)

2.5.2 Sistem Pemilihan Kepala Daerah Pada Era Orde Baru ... 47

2.5.3 Sistem Pemilihan Kepala Daerah Menurut UU No. 22/1999 ... 50

2.5.4 Sistem Pemilihan Kepala Daerah Menurut UU No. 32 Tahun 2004. 53 2.5.5 Penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah... 56

2.6 Syarat-syarat Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah ... 59

2.6.1 Calon Yang Diusung Partai Politik ... 60

2.6.2 Calon Perseorangan ... 61

2.7 Modal Calon dalam Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.... 62

2.7.1 Modal Politik ... 64

2.7.2 Modal Sosial ... 67

2.7.3 Modal Ekonomi ... 69

2.8 Kampanye ... 73

2.8.1 Pertemuan Terbatas ... 74

2.8.2 Tatap Muka dan Dialog... 75

2.8.3 Melalui Media Massa ... 76

2.9 Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.... 77

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 79

3.1 Jenis Penelitian ... 79

3.2 Lokasi Penelitian ... 79

3.3 Informan Penelitian ... 80

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 81

3.5 Teknik Analisis Data ... 82

3.6 Jalannya Penelitian ... 82

3.7 Sistematika Penulisan ... 83

BAB IV MENUJU KETERPILIHAN DALAM PILKADA TAPANULI UTARA... 86


(19)

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 88 4.1.1 Sejarah Singkat Kabupaten Tapanuli Utara ... 88 4.1.2 Jumlah Kecamatan, Desa/Kelurahan dan Aparatur Pemerintahan

Daerah ... 96 4.1.3 Jumlah dan Kepadatan Penduduk ... 98 4.1.4 Kondisi Sosial Budaya ...

104

4.1.5 Kondisi Sosial Ekonomi ... 106

4.1.6 Pendidikan ... 107

4.1.7 Kondisi Sosial Politik ... 108

4.1.8 Pilkada Langsung Tahun 2008 dan 2009 ... 112

4.2 Deskripsi Informan ... 116

4.3 Profil Pasangan Calon Terpilih ... 121

4.3.1 Profil Torang Lumbantobing ... 121

4.3.2 Profil Bangkit Parulian Silaban, SE ... 126

4.4 Proses Pencalonan ... 128

4.5 Pemungutan Suara dan Sengketa Hasil Pilkada ... 135


(20)

4.5.1 Pemungutan Suara 27 Oktober 2008 ... 136

4.5.2 Sengketa Hasil Pilkada dan Pemungutan Suara Ulang

13 Pebruari 2009 ... 140

4.5.3 Kinerja Penyelenggara (KPU)... 149

4.6 Keunggulan Pasangan Torang Lumbantobing/Bangkit Parulian

Silabaan, SE... 155

4.6.1 Modal Politik... 155

4.6.1.1 Dukungan Partai Politik ... 155

4.6.1.2 Kinerja Tim Sukses ... 160

4.6.1.3 Kampanye... 162

4.6.2 Modal Sosial ... 168

4.6.2.1 Rekam Jejak... 169

4.6.2.2 Peranan Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat... 174

4.6.2.3 Dukungan Media Massa/Pers... 175

4.6.2.4 Primordial (Faktor Marga) ... 178


(21)

4.6.3 Modal Ekonomi (Dukungan Dana) ... 188

4.7 Perbandingan Faktor-faktor ... 192

4.8 Persepsi Calon Lain Terhadap Torang Lumbantobing dan Bangkit

Parulian Silaban,SE... 196

4.9 Keterkaitan Antar Faktor... 199

4.10 Perilaku Memilih di Tapanuli Utara... 201

BAB V PENUTUP ... 206

5.1 Kesimpulan ... 207

5.2 Saran ... 211

DAFTAR PUSTAKA ... 214


(22)

DAFTAR TABEL

No. Judul

Halaman

1. Perubahan Politik Pasca-Orde Baru... 42 2. Nama Bupati Kabupaten Tapanuli Utara dan Masa Bhakti... 94 3. Nama Ketua DPRD Kabupaten Tapanuli Utara dan Masa Bhakti... 95 4. Ibukota Kecamatan, Luas Wilayah dan Jumlah Desa/Kelurahan... 97 5. Luas Wilayah, Rumah Tangga, Penduduk dan Kepadatan Penduduk

Menurut Kecamatan... 99 6. Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin...

101

7. Jumlah Rumah Tangga dan Anggota Rumah Tangga Miskin... 103

8. Daftar Perolehan Suara Sah Partai Politik Yang Memperoleh Kursi Pada Pemilihan Umum Tahun 2004 di Kabupaten Tapanuli Utara.... 109

9. Jumlah Anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2009 Menurut Partai dan Jenis Kelamin... 110

10. Rekapitulasi Jumlah Pemilih yang Memberikan Suara Dengan Jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT)... 111

11. Daftar Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Pada Pilkada Kab. Tapanuli Utara Tahun 2008-2009... 113


(23)

Daerah Kabupaten Tapanuli Utara 27 Oktober 2008... 114

13. Perolehan Suara Sah Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Tapanuli Utara 13 Pebruari 2009... 115

14. Deskripsi Informan Berdasarkan Kategori... 118

15. Deskripsi Informan Berdasarkan Jenis Kelamin... 118

16. Deskripsi Informan Berdasarkan Penghasilan... 119

17. Deskripsi Informan Berdasarkan Pendidikan... 120

18. Deskripsi Informan Berdasarkan Umur... 120

19. Deskripsi Informan Berdasarkan Agama... 121

20. Persentase Perolehan Suara Sah Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu 2004 Kabupaten Tapanuli Utara Yang Mengusung Pasangan Calon Dalam Pilkada Dan Syarat Dukungan Pasangan Calon Perseorangan... 130

21. Persentase Perolehan Jumlah Kursi Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu 2004 Kabupaten Tapanuli Utara Yang Mengusung Pasangan Calon Dalam Pilkada Dan Syarat Dukungan Pasangan Calon Perseorangan... 131


(24)

Kepala Daerah Pada Pilkada Tapanuli Utara 27 Oktober 2008... 137

23. Rekapitulasi DPS, Perubahan DPS dan DPT Pemungutan Suara Ulang Pada Pilkada Kabupaten Tapanuli Utara... 145

24. Perolehan Suara Sah Pemungutan Suara Ulang Pilkada Kabupaten Tapanuli Utara 13 Pebruari 2009... 147

25. Komposisi Komisioner KPU Tapanuli Utara... 150

26. Perbandingan Perolehan Suara Gabungan Partai Politik Pendukung Pasangan Calon Dengan Perolehan Hasil Pada Pilkada Kab. Tapanuli Utara Tahun 2008-2009... 157

27. 20 (Dua Puluh) Besar Komposisi Marga Pemilih Tapanuli Utara... 180

28. Rekapitulasi Per Kecamatan Perolehan Suara Pada Pilkada dan Pemungutan Suara Ulang Di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 dan 2009... 182

29. Perbandingan Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keterpilihan Pasangan Calon... 193

30. Persepsi Calon Lain Terhadap Pasangan Torang Lumbantobing dan Bangkit Parulian Silaban, SE... 198


(25)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul

Halaman

1. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terpilihnya Pasangan

Pemenang... 201


(26)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Pedoman Wawancara kepada Informan... 222

2. Contoh surat peneliti kepada Informan tentang Wawancara... 224

3. Daftar Nama dan Identitas Informan... 225

4. Surat Ketua KPU Tapanuli Utara Nomor 027/KPU-TU/I/2010 tanggal 27 Januari 2010 tentang Permohonan Izin Belajar pada Program Studi Magister Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara... 228

5. Surat Keterangan Ketua KPU Sumatera Utara Nomor

270-291/KPU-SU tanggal 02 Februari 2010 tentang Persetujuan Izin Belajar pada Program Studi Magister Studi Pembangunan di

Universitas Sumatera Utara... 229

6. Surat Ketua Program Magister Studi Pembangunan Fisipol USU Nomor 083/H5.2.1.9.2.2/PPM/2011 tanggal 14 Mei 2011 tentang

Izin Pra Penelitian... 230

7. Surat Sekretaris KPU Tapanuli Utara Nomor 171/KPU-TU/V/2011

tanggal 23 Mei 2011 tentang Izin Pra Penelitian... 231

8. Surat Ketua Program Magister Studi Pembangunan Fisipol USU Nomor 112/UN5.2.1.9.2.2/PPM/2011 tanggal 21 Juli 2011 tentang

Izin Penelitian... 232


(27)

Tanggal 22 Juli 2011 tentang Izin Penelitian... 233

10. Surat Keterangan Sekretaris KPU Tapanuli Utara Nomor 004/KPU-TU.3/I/2012 tanggal 09 Januari 2012 tentang telah

melakukan penelitian di Kantor KPU Tapanuli Utara... 234

11. Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 188.2/2302/Sj tanggal 7 Agustus 2008 tentang Tindak Lanjut Putusan Mahkamah

Konstitusi No. 17/PUU-VI/2008... 235

12. Pendaftaran Bakal Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten

Tapanuli Utara Tahun 2008 (30 Juli s/d 5 Agustus 08)... 237

13. Surat Torang Lumbantobing tanggal 07 Juli 2008 tentang

Pernyataan Pengunduran Diri Sebagai Kepala Daerah Kabupaten

Tapanuli Utara... 238

14. Surat Bupati Tapanuli Utara Nomor 121/4347/TAPEM/VII/08 Tanggal 7 Juli 2008 tentang Penyampaian Surat Pengunduran Diri

Bupati Tapanuli Utara... 239

15. Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 131.12/2124/SJ tanggal 24 Juli 2008 tentang Persetujuan Pengunduran Diri sebagai

Bupati Tapanuli Utara... 240

16. Surat Telegram Menteri Dalam Negeri Nomor 131.12/2123/SJ Tanggal 24 Juli 2008 tentang pelaksana tugas Bupati Tapanuli Utara... 241

17. Surat Torang Lumbantobing tanggal 07 Agustus 2008 tentang Permohonan Peninjauan Kembali/Penarikan Usul Pengunduran Diri Torang Lumbantobing Sebagai Bupati Tapanuli Utara... 242


(28)

18. Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 131.12/2393/SJ tanggal 14 Agustus 2008 tentang Pencabutan Atas Persetujuan

Pengunduran Diri Sebagai Bupati Tapanuli Utara... 243

19. Surat Telegram Menteri Dalam Negeri Nomor 131.12/2394/SJ Tanggal 14 Agustus 2008 tentang pencabutan Surat Telegram Menteri Dalam Negeri Nomor 131.12/2123/SJ tentang pelaksana tugas Bupati Tapanuli Utara... 244

20. Surat Torang Lumbantobing tanggal 07 Agustus 2008 tentang Surat Pernyataan Penarikan Surat Pernyataan Pengunduran Diri Sebagai Kepala Daerah Kabupaten Tapanuli Utara... 245

21. Surat Gubernur Sumatera Utara Nomor 850/3459/K/Tahun 2008 Tanggal 09 Oktober 2008 tentang Izin Cuti Melaksanakan

Kampanye Pemilihan Bupati/Wakil Bupati Tapanuli Utara... 246

22. Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 131.12-189 Tahun 2009 tanggal 5 Maret 2009 tentang Pengesahan

Pemberhentian dan Pengesahan Pengangkatan Bupati Tapanuli Utara Provinsi Sumatera Utara... 248

23. Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 131.12-190 Tahun 2009 tanggal 5 Maret 2009 tentang Pengesahan

Pengangkatan Wakil Bupati Tapanuli Utara Provinsi Sumatera Utara... 250

24. Surat Anggota KPU Tapanuli Utara (Romauli Sihombing, SIP dan Lambas TH Hutasoit), Nomor Istimewa tanggal 21 November 2008


(29)

tentang Proses Pilkada Tapanuli Utara... 252

25. Surat Keputusan KPU Tapanuli Utara Nomor 25 Tahun 2008 Tanggal 23 Nopember 2008 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Tapanuli Utara Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008... 256

’26. Surat Keputusan KPU Tapanuli Utara Nomor 10 Tahun 2009 Tanggal 17 Pebruari 2009 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Tapanuli Utara Periode Tahun 2009-2014... 259


(30)

ABSTRAK

Kabupaten Tapanuli Utara, yang merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Sumatera Utara, telah melaksanakan Pilkada, yang untuk pertama kalinya pada 27 Oktober 2008 dan diulang tanggal 13 Pebruari 2009 sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PHPU.D-VI/2008 tanggal 16 Desember 2008, yang dimenangkan oleh pasangan Torang Lumbantobing dan Bangkit Parulian Silaban, SE. Setelah diulang, perolehan suara pasangan Torang Lumbantobing dan Bangkit Parulian Silaban, SE mengalami peningkatan. Pada Pilkada 27 Oktober 2008 perolehan suaranya adalah 46.645 (34,13 %), sedangkan pada pemungutan suara ulang 13 Pebruari 2009, perolehan suaranya meningkat menjadi 51.453 (38.62 %). Dalam hal ini terjadi peningkatan sebesar 4.808 suara (4,49 %).

Penelitian ini, yang dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap 24 (dua puluh empat) orang informan dan Diskusi Kelompok Terfokus (DKT) terhadap 40 (empat puluh) orang, menjawab pertanyaan tentang faktor-faktor apa saja yang menyebabkan keterpilihan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2008 dan yang diulang tahun 2009.

Banyak pihak beranggapan bahwa uang merupakan modal utama untuk memenangkan Pilkada. Tetapi dalam konteks Pilkada Tapanuli Utara ini, tidak sepenuhnya demikian. Dalam Pilkada Tapanuli Utara tahun 2008 dan 2009 yang lalu, keterpilihan Torang Lumbantobing dan Bangkit Parulian Silaban, SE, memang membutuhkan sejumlah uang yang digunakan sebagai “pelumas” untuk menggerakkan mesin politik. Tetapi uang tersebut bukanlah penentu kemenangan mereka karena pasangan lainnya juga mempunyai uang yang diyakini jumlahnya juga besar. Keterpilihan pasangan ini terutama dipengaruhi oleh rekam jejak mereka yang lebih baik dari calon lainnya. Bahkan akibat rekam jejak yang relatif baik ini, para tim sukses dan masyarakat pendukung ikut berperan membiayai berbagai kegiatan kampanye Torang Lumbantobing dan Bangkit Parulian Silaban, SE. Para pendukung ini tidak dibayar tetapi malah membiayai kampanye yang dilakukan pasangan calon tersebut. Faktor lainnya yang menyebabkan keterpilihan calon tersebut adalah dukungan partai politik, kinerja tim sukses, kampanye, peranan tokoh agama dan tokoh masyarakat, dukungan media massa (pers), dan primordial (faktor marga). Kata kunci: Faktor-faktor yang mempengaruhi keterpilihan calon dan Pilkada.


(31)

ABSTRACT

North Tapanuli, which is one of the regencies in North Sumatra Province, has been carrying out elections, which for the first time on October 27, 2008 and repeated on 13 February 2009 in accordance with the Constitutional Court ruling of 16 December 2008 Number 49/PHPU.D-VI/2008, which was won by a couple Torang Lumbantobing and Bangkit Parulian Silaban, SE. After repeated, couples Torang Lumbantobing and Bangkit Parulian Silaban, SE vote increased. On Election October 27, 2008 acquisition of voice is 46,645 (34.13%), whereas the re-voting 13 February 2009, the acquisition of his voice rose to 51,453 (38.62%). In this case there was an increase of 4,808 votes (4.49%).

This study, conducted with in-depth interviews of 24 (twenty four) informants and Focus Group Discussions (FGD) to 40 (forty) people, answering questions about what factors are causing desirability Candidates of Regional Head and Deputy Head of North Tapanuli Regency in 2008 and repeated in 2009.

Many people assume that money is the main capital to win the elections. But in the context of this North Tapanuli election, not entirely so. In North Tapanuli elections in 2008 and 2009, the desirability Torang Lumbantobing and Bangkit Parulian Silaban, SE, does require a certain amount of money that is used as a "lubricant" to move the political machinery. But money is not a decisive victory for the other pair are also believed to have the amount of money too large. Mate desirability is primarily influenced by their track record is better than other candidates. In fact, due to the relatively good track record, the team's success and contributed to public support for campaign finance various activities of Torang Lumbantobing and Bangkit Parulian Silaban, SE. The Proponents are not paid but instead conducted a campaign finance such candidate. Other factors that cause such candidate victory is the desirability of political party support, a successful team performance, the campaign, the role of religious leaders and community leaders, support the mass media (the press), and primordial (factor clan).


(32)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pembangunan adalah suatu proses untuk memajukan taraf hidup masyarakat dan warganya. Pembangunan bukan hanya semata-mata dalam bentuk fisik. Proses peningkatan demokrasi (demokratisasi) juga merupakan suatu proses pembangunan. Dalam proses demokratisasi tersebut, diharapkan meningkatnya kesadaran politik rakyat dalam memperjuangkan hak-haknya sebagai warga negara.

Salah satu wujud dari demokrasi adalah Pemilihan Umum (Pemilu). Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.1

Susilo Bambang Yudhoyono/Yusuf Kalla adalah presiden dan wakil presiden yang pertama sekali dihasilkan dari Pemilu secara langsung ini. Sementara

Sejak tahun 2005, selain Pemilu yang kita kenal sebelumnya, yaitu Pemilu legislatif, di Indonesia sudah dilaksanakan Pemilu presiden/wakil presiden (Pilpres) dan pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah (Pilkada) secara langsung.


(33)

itu, Pilkada yang pertama kali dilaksanakan adalah Pilkada di Kabupaten Kutai Kartanegara, Propinsi Kalimantan Timur yang menghasilkan Syaukani Hassan Rais/Samsuri Aspar (Partai Golkar) sebagai pasangan calon terpilih dengan perolehan suara mencapai 60,85 %.2

Berbagai pelaksanaan Pilkada lainnya telah terlaksana di Indonesia dengan peserta yang beragam. Awalnya, yang boleh mencalonkan diri sebagai pasangan calon hanyalah yang mendapat dukungan dari partai politik, sesuai dengan Undang-undang nomor 32 tahun 2004.3

Putusan ini merupakan revisi pasal 56 ayat (2) dan pasal 59 ayat (1), (2), dan (3) Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang sebelumnya hanya memberikan kewenangan kepada partai politik atau gabungan partai politik untuk dapat mencalonkan wakilnya sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah. Putusan MK ini kemudian diikuti dengan lahirnya Undang-undang nomor 12 tahun 2008 yang merupakan perubahan kedua dari Undang-undang nomor 32 tahun 2004. Calon perseorangan, yang disebut juga sebagai calon independen

Tetapi perkembangan berikutnya, melalui putusan MK No. 5/PPU-V/2007, pasangan perseorangan pun dimungkinkan mencalonkan diri dengan dukungan sejumlah warga negara yang memiliki hak pilih.

2

Amirudin dan A. Zaini Bisri, Pilkada Langsung, Problem dan Prospek, Sketsa Singkat Perjalanan Pilkada 2005, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006, hal. 81-83.

3


(34)

dijadikan sebagai alternatif calon di luar yang dicalonkan melalui mekanisme partai politik.4

Berdasarkan catatan hasil pelaksanaan Pilkada yang sudah dilakukan, beberapa keberhasilan calon perseorangan atau calon independen yakni Pilkada di Kabupaten Sidoardjo yang dimenangkan pasangan Saifullah-MG Hadi Sutjipto. Meski maju lewat jalur perseorangan, Saifullah-MG Hadi Sutjipto tercatat sebagai

incumbent. Pemenang perseorangan lainnya adalah pada Pilkada Kabupaten Batubara

Propinsi Sumatera Utara, yang dimenangkan oleh OK Arya Zulkarnain-Gong Dibukanya ruang bagi calon perseorangan ini, menyebabkan kompetisi untuk menduduki posisi sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah menjadi semakin ketat dan jumlah pasangan calon pun relatif makin banyak. Tetapi sampai saat ini, yang menjadi pemenang pada kontes Pilkada tersebut umumnya adalah pasangan calon yang diusung oleh partai politik. Hal ini karena umumnya partai politik sudah mempunyai perangkat atau struktur sampai ke tingkat desa yang dapat bekerja untuk memenangkan calon yang diusung partainya, sedangkan calon perseorangan belum memilikinya, dan baru membentuk tim pemenangan atau tim sukses menjelang dilaksanakannya Pilkada. Namun demikian, bukan berarti bahwa pasangan perseorangan tidak ada yang menang.


(35)

Matua Siregar.5 Selanjutnya adalah Ceng Fikri yang berpasangan dengan artis Dicky Chandra, yang saat ini menjabat sebagai Bupati dan Wakil Bupati Garut.6

Adalah harapan kita bersama, baik masyarakat di daerah yang sudah dan akan menggelar perhelatan pesta demokrasi lokal tersebut, pemerintah daerah maupun pemerintah pusat, Pilkada tersebut, proses dan hasilnya memenuhi kriterium akuntabilitas Pemilu, sejalan dengan tuntutan demokrasi. Penentuan kepala daerah melalui mekanisme pemilihan umum bergulir sejak berakhirnya pemerintahan orde baru. Penentuan kepala daerah secara langsung ini juga menjadi bagian dari kebijakan otonomi daerah (desentralisasi), yang mana memberi kebebasan ruang gerak bagi pemerintah daerah untuk mengelola potensi daerahnya, termasuk potensi sumber Semua calon, baik calon yang diusung oleh partai politik maupun calon perseorangan memiliki peluang menang dalam kontes Pilkada sepanjang calon tersebut memiliki modal dalam berkompetisi. Modal tersebut adalah (1) Modal Politik, (2) Modal Sosial, dan (3) Modal Ekonomi. Selain ketiga modal tersebut, calon kepala daerah dan wakil kepala daerah juga harus menerapkan strategi yang tepat dalam memengaruhi calon pemilih, termasuk dalam pemilihan thema saat kampanye. Sementara itu, dalam menentukan pilihannya yang disebut dengan perilaku memilih, pemilih dipengaruhi oleh berbagai pendekatan, di antaranya adalah pendekatan sosiologis dan pendekatan psikologis.

Zulkarnain, Bupati Independen Pertama Indonesia”


(36)

daya manusia (SDM) yang layak menjadi pemimpin. Pemimpin yang mampu memahami potensi, karakteristik, serta visi tentang daerahnya secara holistik. Tentu saja, tuntutan berikutnya adalah pemimpin yang memahami nilai-nilai demokrasi. Karena realitanya, munculnya pemimpin-pemimpin baru melalui mekanisme Pilkada acap kali hanya melahirkan perspektif peluang kekuasaan dan "raja kecil' yang cenderung berkehendak untuk membangun lingkaran kekuasaan semata.

Adanya berbagai pendapat, baik yang setuju maupun yang tidak setuju dengan Pilkada, adalah sah di alam demokrasi sekarang ini. Namun pada hakekatnya, Pilkada diharapkan mampu memperkuat mekanisme reward dan punishment antara kepala daerah dan rakyatnya. Mekanisme reward dan punishment diharapkan tumbuh dan pelan-pelan mengakar dalam praktek dan norma politik di Indonesia, yang antara lain lewat Pilkada. Selain itu, Pilkada juga diharapkan mampu menjadi instrumen untuk meningkatkan participatory democracy sehingga dapat memenuhi semua unsur yang diharapkan. Karena Pilkada adalah bersifat lokal, maka salah satu tujuan Pilkada adalah memperkuat legitimasi demokrasi di tingkat lokal.

Sejak digulirkannya tahun 2005 lalu, Pilkada telah menjadi topik utama berbagai media di tanah air dan menjadi pembicaraan hangat berbagai lapisan masyarakat. Sama halnya dengan daerah lainnya, di Kabupaten Tapanuli Utara, yang merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Sumatera Utara, telah dilaksanakan Pilkada langsung, yang untuk pertama kalinya pada 27 Oktober 2008. Pilkada tersebut diikuti oleh 6 (enam) pasangan calon, yaitu (1) Torang


(37)

Lumbantobing/Bangkit Parulian Silaban, SE, (2) Ir. Roy Mangotang Sinaga/Ir. Djudjung Pangondian Hutauruk, (3) Samsul Sianturi/Drs. Frans A. Sihombing, MM, (4) Ir. Sanggam Hutapea, MM/Ir. Londut Silitonga, (5) Drs. Wastin Siregar/Ir. Soaloon Silitonga, dan (6) Ir. Edward Sihombing/Drs. Alpha Simanjuntak, M. Pd.7

Berdasarkan Rekapitulasi KPU Kabupaten Tapanuli Utara, pasangan calon Torang Lumbantobing/Bangkit Parulian Silaban, SE, ditetapkan sebagai calon terpilih bupati/wakil bupati masa bakti 2009-2014.8

Berdasarkan gugatan tersebut, MK melalui putusan nomor 49/PHPU.D-VI/2008 tanggal 16 Desember 2008 perihal Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Tapanuli Utara, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian dan memerintahkan KPU Kabupaten Tapanuli Utara untuk melaksanakan pemungutan suara ulang paling lama 60 (enam puluh) hari sejak dibacakannya putusan, di 14 (empat belas) kecamatan dari 15 (lima belas) kecamatan se Kabupaten Tapanuli Utara, yaitu Kecamatan Tarutung, Adiankoting, Sipoholon, Siatas Barita, Parmonangan, Siborongborong, Pagaran, Pahae Julu, Pahae Namun karena merasa tidak puas dengan hasil Pilkada tersebut, pasangan calon Ir. Roy Mangotang Sinaga/Ir. Djudjung Pangondian Hutauruk, dkk melakukan gugatan (permohonan) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

7

Keputusan KPU Kabupaten Tapanuli Utara No. 21 tahun 2008, tanggal 28 Agustus 2008.

8


(38)

Jae, Purbatua, Simangumban, Sipahutar, Pangaribuan dan Garoga, tidak termasuk Kecamatan Muara.9

Sebagai penyelenggara Pilkada, KPU Tapanuli Utara pun melaksanakan putusan MK tersebut dan menggelar pemungutan suara ulang pada 13 Pebruari 2009. Dari hasil pemungutan suara ulang tersebut, tidak terjadi perubahan pemenang, bahkan perolehan suara pada Pilkada 27 Oktober 2008 untuk pasangan Torang Lumbantobing/Bangkit Parulian Silaban, SE mengalami peningkatan. Pada Pilkada 27 Oktober 2008 perolehan suaranya adalah 46.645 (34,13 %), sedangkan pada pemungutan suara ulang 13 Pebruari 2009, perolehan suaranya meningkat menjadi 51.453 (38.62 %). Dalam hal ini terjadi peningkatan sebesar 4.808 suara (4,49 %). Selanjutnya, pasangan Torang Lumbantobing dan Bangkit Parulian Silaban, SE ditetapkan sebagai bupati dan wakil bupati Kabupaten Tapanuli Utara masa bhakti 2009-2014.10

1.2Perumusan Masalah

Sekaitan dengan pesta demokrasi di Kabupaten Tapanuli Utara tersebut, maka dalam penelitian ini, yang menjadi permasalahan adalah: Faktor-faktor apa saja

9

Keputusan MK Nomor 49/PHPU.D-VI/2008 tanggal 16 Desember 2008 perihal Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Tapanuli Utara.


(39)

yang menyebabkan keterpilihan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah di Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2008 dan yang diulang tahun 2009?

1.3Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan keterpilihan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah di Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2008 dan yang diulang tahun 2009.

1.4Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah : 1. Manfaat Ilmiah

Meningkatkan pemahaman tentang mekanisme pelaksanaan Pilkada serta pemahaman tentang manfaat dilaksanakannya Pilkada dalam kehidupan bermasyarakat, khususnya di tingkat lokal.

2. Manfaat Praktis

Mengetahui strategi atau upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk memenangkan kompetisi dalam Pilkada.


(40)

1.5Kajian Pustaka

Dalam penelitian ini, untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis tentang Pilkada, penulis melakukan kajian pustaka, baik berupa buku, jurnal, hasil penelitian/riset, undang-undang dan peraturan, makalah, klipping koran/majalah, dokumen resmi yang diterbitkan KPU, maupun bahan lain yang relevan. Sebagian bahan pustaka tersebut diperoleh dalam bentuk fisik (hard copy) dan sebagian lagi diunduh dari internet (soft copy).

1.6Defenisi Konsep

Defenisi konsep dalam penelitian ini adalah : 1. Pemilihan Umum (Pemilu)

Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

2. Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) Langsung Pilkada langsung adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah propinsi dan/atau kabupaten/kota berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar


(41)

Negara Republik Indonesia tahun 1945 untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dilakukan secara langsung oleh rakyat.

3. Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah

Kepala daerah/wakil kepala daerah adalah gubernur/wakil gubernur untuk propinsi, bupati/wakil bupati untuk kabupaten, dan walikota/wakil walikota untuk kota, yang memimpin penyelenggaraan dan bertanggung jawab penuh atas jalannya pemerintahan daerah.

4. Komisi Pemilihan Umum (KPU)

KPU adalah lembaga yang menyelenggarakan pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.

5. Pemilih

Pemilih adalah warga negara yang telah mempunyai hak pilih, berusia sekurang-kurangnya 17 (tujuh belas) tahun, atau sudah pernah menikah, sehat jasmani dan rohani serta tidak sedang dicabut hak pilihnya oleh suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

6. Perilaku Memilih

Perilaku memilih adalah aktifitas pemberian suara oleh individu yang berkaitan erat dengan kegiatan pengambilan keputusan untuk memilih atau tidak memilih (to vote or not to vote) dalam sebuah pemilihan umum, bila pemilih memutuskan untuk memilih (to vote) maka pemilih akan memilih atau mendukung suatu partai politik atau kandidat tertentu.


(42)

7. Modal Politik

Modal politik berarti adanya dukungan politik, baik dari rakyat maupun dari kekuatan-kekuatan politik yang dipandang sebagai representasi dari rakyat.

8. Modal Sosial

Modal soaial adalah berkaitan dengan bangunan relasi dan kepercayaan (trust) yang dimiliki oleh pasangan calon dengan masyarakat yang memilihnya. Termasuk di dalamnya adalah sejauh mana pasangan calon itu mampu meyakinkan para pemilih bahwa mereka itu memiliki kompetensi untuk memimpin daerahnya dan memiliki integritas yang baik. Suatu kepercayaan tidak akan tumbuh begitu saja tanpa didahului oleh adanya perkenalan. Tetapi, keterkenalan atau popularitas saja kurang bermakna tanpa ditindaklanjuti oleh adanya integritas.

9. Modal Ekonomi

Modal ekonomi memiliki makna sebagai “penggerak” dan “pelumas” mesin politik yang dipakai. Modal ekonomi ini tidak hanya dipakai untuk membiayai kampanye, tetapi juga untuk membangun relasi dengan para (calon) pendukungnya, termasuk di dalamnya adalah modal untuk memobilisasi dukungan pada saat menjelang dan berlangsungnya masa kampanye. Di dalam musim kampanye misalnya, membutuhkan uang yang cukup besar untuk membiayai berbagai kebutuhan seperti mencetak poster, mencetak spanduk, membayar iklan, menyewa kendaraan untuk mengangkut pendukung, dan berbagai kebutuhan lainnya termasuk untuk pengamanan.


(43)

10. Tim Sukses

Yang dimaksud dengan tim sukses dalam penelitian ini adalah tim yang dibentuk pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk menggalang dukungan, menjabarkan visi dan misi pasangan calon, dan melakukan upaya lain untuk memenangkan pasangan calon.


(44)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demokrasi dan Pemilu

Demokrasi adalah bentuk atau sistem pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah dengan perantaraan wakilnya, atau disebut juga pemerintahan rakyat.11

Kata demokrasi yang dalam bahasa Inggrisnya democracy berasal dari bahasa Perancis democratie yang baru dikenal abad ke 16, yang dirujuk dari bahasa Yunani (Greek) demokratia yang berasal dari kata demos berarti rakyat (people) dan kratos berarti tanaman (rule)

Demokrasi juga dapat diartikan sebagai gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara.

Demokrasi dan Pemilu sering disederhanakan sebagai dua hal yang sama. Ada klaim bahwa sebuah negara dikatakan demokratis manakala telah dilaksanakannya Pemilu di negara tersebut. Padahal demokrasi tidak identik dengan Pemilu, meskipun keduanya tidak dapat dipisahkan satu dari yang lain. Tidak ada demokrasi tanpa Pemilu, tetapi diselenggarakannya Pemilu bukanlah indikasi dari demokrasi.

12

11

Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2008, Ed. Ketiga, Cetakan Kelima), hlm. 249.

12

. Saat ini, demokrasi identik dengan legitimasi kehidupan politik modern, walaupun makna demokrasi menunjukkan modern yang sangat


(45)

beragam dan luas, mulai dari pemerintah bervisi teknokrat sampai pada konsepsi kehidupan sosial yang ditandai oleh ektensifnya partisipasi politik.

Demokrasi merupakan sebuah konsep yang berarti pemerintahan di mana kekuasaan tertinggi (atau kedaulatan) ada di tangan rakyat atau sering juga dikatakan bahwa demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat atau pemerintahan mayoritas. Salah satu defenisi demokrasi yang paling umum, bahwa demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat di mana kekuasaan tertinggi di tangan rakyat dan dijalankan langsung oleh mereka atau oleh wakil-wakil yang mereka pilih di bawah sistem pemilihan bebas. Dari batasan ini, tampak beberapa unsur penting ciri demokrasi, di antaranya adanya unsur kekuasaan yang dilaksanakan secara langsung atau melalui perwakilan, kedaulan di tangan rakyat, sistem pemilihan yang bebas. Prinsip kedaulatan rakyat dan kebebasan sangat penting dalam konsepsi tersebut di atas. Selain prinsip-prinsip maka demokrasi juga mengandung unsur seperangkat praktek dan prosedur dari sebuah proses pelembagaan kebebasan yang panjang dan berliku.

Dari prakteknya, maka demokrasi dapat dibedakan atas dua bentuk: langsung dan tidak langsung (sering disebut ‘demokrasi perwakilan’). Demokrasi langsung adalah sistem demokrasi yang semua warga biasanya aktif terlibat di dalam pembuatan keputusan-keputusan atau kebijakan-kebijakan yang dihasilkan oleh negara; mereka tidak mewakilkan pandangan, pikiran, atau kepentingan mereka pada orang lain yang mengatasnamakan mereka. Demokrasi langsung adalah yang lebih


(46)

tua atau lebih dikenal sebagai demokrasi masa Yunani kuno atau demokrasi Athena. Demokrasi model ini biasanya dilaksanakan dalam sebuah negara yang kecil dan dengan penduduk yang jumlahnya kecil.

Sedangkan demokrasi tidak langsung bersifat lebih umum dan diberlakukan oleh banyak negara modern saat ini. Jumlah penduduk yang besar dan wilayah negara yang sangat luas menyebabkan lebih dipilihnya model demokrasi tidak langsung atau demokrasi perwakilan ini. Dalam model ini warga akan memilih wakil-wakil atau pejabat-pejabat yang akan membuat keputusan atau kebijakan politik, merumuskan undang-undang dan menjalankan program untuk kepentingan umum atas nama mereka. Warga mewakilkan kepentingan, aspirasi, pikiran, atau pandangan mereka pada para anggota dewan, pemimpin atau pejabat yang mereka pilih melalui Pemilu. Dengan demikian kewenangan yang dimiliki oleh penguasa atau pemerintah baik untuk membuat keputusan atau kebijakan pemerintah dan untuk melaksanakannya diperoleh berdasarkan persetujuan warganya yang diberikan melalui Pemilu.

Pemilu merupakan mekanisme memilih wakil-wakil atau pejabat-pejabat yang akan mengatasnamakan rakyat dalam melaksanakan tugas-tugas mereka. Dengan kata lain ketika warga memilih wakil-wakil atau pejabat-pejabat untuk mewakili mereka di dalam Pemilu maka warga sekaligus memberikan mandat pada para wakil dan pejabat tersebut untuk dan atas nama rakyat, membuat dan mengambil keputusan atau


(47)

kebijakan dan melaksanakan program untuk kepentingan mereka. Untuk memperoleh wakil atau pejabat yang mengatasnamakan rakyat maka pemilihan harus demokratis.

Untuk Indonesia, sejak masa pergolakan politik dalam rangka pencapaian kemerdekaan, para pendiri negara memiliki pandangan yang berbeda-beda dalam menentukan pemikiran politik yang melandasi praktek-praktek kenegaraan dan demokrasi. Secara historis, pelaksanaan (orde) demokrasi di Indonesia telah melampaui 4 (empat) masa dan bentuk, yaitu: demokrasi liberal (1950-1959), demokrasi terpimpin (1959-1966), demokrasi Pancasila (1966-1997), dan demokrasi pasca orde baru (1998-sekarang).

Konsep demokrasi sebagai suatu bentuk pemerintahan sudah lama dikenal, yang diperkirakan pertama kali diterapkan di Yunani kuno, sekitar 2500 tahun lalu.13

Pengertian itu bisa saja bertolak belakang atau bertabrakan, meski tidak jarang juga ditemukan defenisi yang bisa ditarik “benang merahnya”. Sebagai contoh perbedaan ini bisa diamati dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia—sejak merdeka Bisa dipahami, betapa demokrasi menjadi pokok pembahasan yang tidak lekang sepanjang zaman, hingga sekarang. Oleh karena itu, sebagaimana dilihat dari berbagai literatur, pendefenisian secara beragam mengenai demokrasi oleh para ahli dan demikian juga pilihan defenisi oleh negara-negara tertentu, menjadi tidak terelakkan.

13


(48)

hingga sekarang—yang mengenal nama “Demokrasi Terpimpin”, “Demokrasi Pancasila”. Hingga kini, masih menjadi perdebatan yang tiada akhir tentang demokrasi. Ini artinya, demokrasi sebagai konsep masih layak dijelajahi dan dicari bentuk idealnya. Huntington, misalnya, mencatat bahwa pada pertengahan abad ke 20, dalam perdebatan mengenai arti demokrasi muncul tiga pendekatan umum. Sebagai suatu bentuk pemerintahan, demokrasi telah didefenisikan berdasarkan sumber kewenangan bagi pemerintah, tujuan yang dilayani oleh pemerintah, dan prosedur untuk membentuk pemerintahan.14

Tidak ada defenisi tunggal tentang apa itu demokrasi. Namun beberapa defenisi demokrasi berikut ini bisa membantu kita ketika membicarakan Pilkada sebagai sebuah proses politik yang sangat penting di negara kita dewasa ini. Prosedur utama demokrasi, adalah pemilihan para pemimpin secara kompetitif oleh rakyat yang mereka pimpin. Rumusan modern terpenting dari konsep demokrasi ini dikemukakan oleh Yoseph Schumpeter pada tahun 1942. Dalam studi perintisnya,

Capitalism, Socialism, and Democracy, Schumpeter menyatakan secara rinci

kekurangan dari apa yang diistilahkannya “teori demokrasi klasik” yang mendefenisikan demokrasi dengan istilah-istilah “kehendak rakyat [the will of the

people]” (sumber) dan “kebaikan bersama [the common god]” (tujuan). Setelah

meruntuhkan secara efektif pendekatan itu, Schumpeter mengemukakan apa yang ia

14


(49)

namakan “teori lain mengenai demokrasi”. Metode demokratis”, katanya, “adalah prosedur kelembagaan untuk mencapai keputusan politik yang di dalamnya individu memperoleh suara rakyat”.15

Huntington mendefenisikan sistem politik abad ke-20 sebagai demokratis sejauh para pembuat keputusan kolektif yang paling kuat dalam sistem itu dipilih melalui pemilihan umum yang adil, jujur dan berkala, dan di dalam sistem itu para calon secara bebas bersaing untuk memperoleh suara dan hampir semua penduduk dewasa berhak memberikan suara. Dengan demikian, menurut defenisi Huntington, demokrasi mengandung dua dimensi, yakni kompetisi dan partisipasi. Demokrasi juga, kata Huntington lebih lanjut, mengimplikasikan adanya kebebasan sipil dan politik yaitu kebebasan untuk berbicara, menerbitkan, berkumpul dan berorganisasi, yang dibutuhkan bagi perdebatan politik dan pelaksanaan kampanye-kampanye pemilihan itu.16

Lebih lanjut, Huntington menjelaskan, defenisi demokrasi dari sudut prosedur ini memberikan sejumlah patokan yang memungkinkan kita untuk menilai sejauh manakah suatu sistem politik bersifat demokratis, membandingkan sistem-sistem dan menganalisis apakah suatu sistem bertambah atau berkurang demokratis. Bila di sebuah negara masih ada pembatasan hak pilih pada sebagian pihak, maka sistem itu tidak demokratis. Begitu pula, suatu sistem menjadi tidak demokratis apabila oposisi

15

Ibid., hal. 4-5

16


(50)

tidak diperbolehkan di dalam pemilihan umum, atau oposisi itu dikontrol atau dihalang-halangi dalam mencapai apa yang dapat dilakukannya, atau koran-koran oposisi disensor atau dibredel, atau hasilnya menimbulkan pertanyaan mengenai tingkat kompetisi yang diperbolehkan oleh sistem itu. 17

Pendapat Huntington di atas tampaknya tidak jauh berbeda dengan pendapat Robert A. Dahl, yang dikenal sangat intens membahas tema demokrasi. Menurut Dahl, 18

Ketiga, pemahaman yang cerah. Dalam batas waktu yang rasional, setiap

anggota harus mempunyai kesempatan yang sama dan efektif untuk mempelajari kebijakan-kebijakan alternatif yang relevan dan konsekuensi yang mungkin.

Keempat, pengawasan agenda. Setiap anggota harus mempunyai kesempatan

eksklusif untuk memutuskan bagaimana dan apa permasalahn yang dibahas dalam demokrasi adalah suatu sistem politik yang memberikan kesempatan untuk beberapa hal berikut ini. Pertama, partisipasi efektif. Sebelum sebuah kebijakan digunakan oleh asosiasi, seluruh anggota harus mempunyai kesempatan yang sama dan efektif untuk membuat pandangan mereka diketahui oleh anggota-anggota lainnya, sebagaimana seharusnya kebijakan itu dibuat. Kedua, persamaan suara. Ketika akhirnya tiba saat dibuatnya keputusan tentang kebijaksanaan itu, setiap anggota harus mempunyai kesempatan yang sama dan efektif untuk memberikan suara dan seluruh suara harus dihitung sama.

17

Ibid., hal. 6


(51)

agenda. Jadi proses demokrasi yang dibutuhkan oleh tiga kriteria sebelumnya tidak pernah tertutup. Berbagai kebijakan asosiasional tersebut selalu terbuka untuk dapat diubah oleh para anggotanya jika mereka menginginkannya begitu. Kelima, pencakupan orang dewasa. Semua, atau paling tidak sebagian besar orang dewasa yang menjadi penduduk tetap seharusnya memiliki hak kewarganegaraan penuh yang ditunjukkan oleh empat kriteria sebelumnya.

Lebih lanjut lagi, Dahl merumuskan lembaga-lembaga politik dalam pemerintahan demokrasi perwakilan modern sebagai berikut:19

1. Para pejabat yang dipilih. Kendali terhadap keputusan pemerintah mengenai kebijakan secara konstitusional berada di tangan para pejabat yang dipilih oleh warga negara. Jadi, pemerintahan demokrasi skala besar yang modern merupakan perwakilan;

2. Pemilihan umum yang bebas, adil dan berkala. Para pejabat yang dipilih ditentukan dalam pemilihan umum yang sering kali diadakan dan dilaksanakan dengan adil, di mana tindakan pemaksaan agak jarang terjadi;

3. Kebebasan berkumpul. Warga negara berhak menyatakan pendapat mereka sendiri tanpa adanya bahaya hukuman yang keras mengenai masalah-masalah persamaan politik yang didefenisikan secara luas, termasuk kritik terhadap para pejabat, pemerintah, rezim, tatanan sosial ekonomi dan ideologi yang ada;

4. Akses ke sumber-sumber informasi alternatif. Warga negara berhak mencari sumber-sumber informasi alternatif dan bebas dari warga lain, para ahli, surat kabar, majalah, buku, telekomunikasi dan lain-lain. Lagi pula, sumber-sumber informasi alternatif yang ada secara nyata tidak berada di bawah kendali pemerintah atau kelompok politik lain yang berusaha mempengaruhi keyakinan dan tingkah laku masyarakat dan sumber-sumber alternatif ini secara efektif dilindungi undang-undang;

5. Otonomi asosiasional. Untuk mencapai hak mereka yang beraneka ragam itu, termasuk hak yang diperlukan untuk keefektifan tindakan lembaga-lembaga politik demokrasi, maka warga negara juga berhak membentuk perkumpulan atau

19


(52)

organisasi yang relatif bebas, termasuk partai politik dan kelompok kepentingan yang bebas;

6. Hak warga negara yang inklusif. Tak seorang dewasa pun yang menetap di suatu negara dan tunduk pada undang-undang tersebut dapat diabaikan hak-haknya, hal ini diberikan kepada warga lainnya dan diperlukan kelima lembaga politik yang baru saja disebutkan. Hak-hak tersebut meliputi hak memberikan suara untuk memilih para pejabat dalam pemilihan umum yang bebas dan adil; hak untuk mencalonkan diri dalam pemilihan; hak untuk bebas berpendapat; hak untuk membentuk dan berpartisipasi dalam organisasi politik; hak untuk mendapatkan sumber informasi yang bebas; dan hak untuk berbagai kebebasan dan kesempatan lainnya yang mungkin diperlukan bagi keberhasilan tindakan lembaga-lembaga politik pada demokrasi skala besar.

Tidak jauh berbeda dengan Dahl maupun Huntington, dalam pembahasan lainnya, Linz & Stepan, mendefenisikan demokrasi sebagai berikut:20

Berdasarkan sejumlah indikator demokrasi yang dikemukakan sejumlah ilmuwan politik, Afan Gaffar mencoba menyimpulkan sejumlah persyaratan untuk

Kebebasan hukum untuk merumuskan dan mendukung alternatif-alternatif politik dengan hak yang sesuai untuk bebas berserikat, bebas berbicara, dan kebebasan dasar lain bagi setiap orang, persaingan yang bebas dan anti kekerasan di antara para pemimpin dengan keabsahan periodik bagi mereka untuk memegang pemerintahan; dimasukkannya seluruh jabatan politik yang efektif di dalam proses demokrasi; dan hak untuk berperan serta bagi semua anggota masyarakat politik, apapun pilihan mereka. Secara praktis, ini berarti kebebasan untuk mendirikan partai-partai politik dan menyelenggarakan pemilihan umum yang bebas dan jujur pada jangka waktu tertentu tanpa menyingkirkan jabatan politis efektif apapun dari akuntabilitas pemilihan yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.

20

Juan J. Linz & Stepan, “Mendefinisikan dan Membangun Demokrasi” dalam Juan Linz et al., Menjauhi


(53)

mengamati apakah sebuah political order merupakan sistem yang demokratis atau tidak, yakni:21

1. Akuntabilitas. Dalam demokrasi setiap pemegang jabatan yang dipilih oleh rakyat harus dapat mempertanggungjawabkan kebijaksanaan yang hendak dan telah ditempuhnya. Tidak hanya itu, ia juga harus dapat mempertanggungjawabkan ucapan, perilaku dalam kehidupan yang pernah, sedang dan bahkan akan dijalaninya. Pertanggungjawaban tersebut tidak hanya menyangkut dirinya, tetapi juga menyangkut keluarganya dalam arti luas;

2. Rotasi kekuasaan. Dalam demokrasi, peluang akan terjadinya rotasi kekuasaan harus ada, dan dilakukan secara teratur dan damai. Jadi, tidak hanya satu orang yang selalu memegang jabatan, sementara peluang untuk orang lain tertutup sama sekali;

3. Rekrutmen politik yang terbuka. Untuk memungkinkan terjadinya rotasi kekuasaan, diperlukan satu sistem rekrutmen politik yang terbuka. Artinya, setiap orang yang memenuhi syarat untuk mengisi suatu jabatan politik yang dipilih oleh rakyat mempunyai peluang yang sama dalam kompetisi untuk mengisi jabatan tersebut. Dalam negara yang tidak demokratis, rekrutmen politik biasanya dilakukan secara tertutup, hanya dinikmati oleh segelintir orang saja; 4. Pemilihan umum. Dalam sebuah negara yang demokratis, Pemilu dilaksanakan

secara teratur. Setiap warga negara yang sudah dewasa mempunyai hak untuk memilih dan dipilih dan bebas menggunakan haknya tersebut sesuai dengan kehendak hati nuraninya. Warga bebas menentukan partai atau calon yang didukungnya, tanpa ada rasa takut atau paksaan dari orang lain. Pemilih juga bebas mengikuti segala macam aktivitas pemilihan, termasuk di dalamnya kegiatan-kegiatan kampanye dan menyaksikan perhitungan suara;

5. Menikmati hak-hak dasar. Dalam suatu negara yang demokratis, setiap warga masyarakat dapat menikmati hak-hak dasar mereka secara bebas, termasuk di dalamnya hak menyatakan pendapat, hak berkumpul dan berserikat dan hak menikmati pers yang bebas. Hak untuk menyatakan pendapat dapat digunakan untuk menentukan preferensi politiknya, tentang suatu masalah, terutama menyangkut dirinya dan masyarakat sekitarnya. Dengan kata lain, ia punya hak untuk ikut menentukan agenda yang diperlukan. Hak untuk berkumpul dan berserikat dapat diwujudkan dengan memasuki berbagai organisasi politik dan nonpolitik tanpa dihalang-halangi oleh siapa pun dan institusi manapun. Kebebasan pers dalam masyarakat yang demokratis mempunyai makna bahwa masyarakat dunia pers dapat menyampaikan informasi apa saja yang dipandang

21


(54)

perlu, sepanjang tidak mempunyai elemen menghina, menghasut, ataupun mangadu-domba sesama warga masyarakat.

Untuk melengkapi beberapa teori demokrasi di atas, berikut indikatornya, perlu kiranya dicatat satu hal penting lagi menyangkut hakekat demokrasi, yakni tersedianya mekanisme cheks & balances dalam berbagai proses politik. Dalam sistem politik demokrasi, menurut Ramlan Surbakti,22

2.2 Otonomi Daerah dan Desentralisasi

terdapat distribusi kekuasaan yang relatif merata di antara kelompok sosial dan lembaga pemerintahan. Situasi ini akan menimbulkan persaingan dan saling kontrol antara kelompok yang satu dan kelompok yang lainnya, antara lembaga pemerintah yang satu dengan lembaga yang lain (legislatif, eksekutif dan yudikatif), dan antara kelompok sosial dan lembaga pemerintahan. Akan tetapi, pada pihak lain, kelompok-kelompok sosial maupun lembaga-lembaga pemerintah mempunyai suatu kesadaran dan kesepakatan bahwa kekuasaan hanya sebagai sarana untuk mencapai kesejahteraan masyarakat umum. Maka untuk mewujudkan kesejahteraan umum diperlukan kesediaan untuk berkompromi dan bekerja sama, bahwa pemerintah sebagai lembaga yang memadai untuk menyelenggarakan kesejahteraan umum. Jadi, persaingan dan saling kontrol di antara pusat-pusat kekuasaan akan melahirkan konflik, sedangkan kesadaran dan kesepakatan akan melahirkan konsensus.


(55)

Otonomi daerah (desentralisasi) bisa diartikan dalam berbagai cara sesuai dengan perspektif masing-masing. Rodinelli dan Cheema mendefenisikan otonomi daerah adalah sebagai berikut :23

Otonomi daerah atau desentralisasi akan membawa sejumlah manfaat bagi masyarakat di daerah ataupun pemerintah nasional. Shabbir Cheema dan Rondinelli

Decentralization is the transfer of planning, decision-making, or administrative authority from the central government to its field organizations, local administrative units, semi autonomous and parastatal (italics in original) organization, local government or non-governmental orgainzation.

(Otonomi daerah adalah proses pelimpahan wewenang perencanaan, pengambilan keputusan atau pemerintahan dari pemerintah pusat kepada organisasi unit-unit pelaksana daerah, kepada organisasi semi-otonom dan parastatal (teks aslinya berhuruf miring), ataupun kepada pemerintah daerah atau organisasi non pemerintah.

Di Indonesia, salah satu wujud pengembangan desentralisasi dalam hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah adalah otonomi daerah. Hal ini berarti bahwa desentralisasi mengacu kepada pembentukan sebuah area (teritory) yang disebut sebagai daerah otonom yang berkedudukan sebagai tempat wewenang diserahkan atau diatur, diurus, dan dilaksanakan. Daerah tersebut memiliki hak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Namun demikian desentralisasi (otonomi) tidaklah menghapuskan kekuasaan pemerintah pusat.

23

Said, M. Mas’ud, Arah Baru Otonomi Daerah Indonesia, Malang, UPT Penerbitan Univ. Muhammadiyah, 2008, hal. 5.


(56)

menyampaikan paling tidak ada empat belas (14) alasan yang merupakan rasionalitas dari desentralisasi, yaitu:24

1. Desentralisasi dapat merupakan cara yang ditempuh untuk mengatasi

keterbatasan karena perencanaan yang bersifat sentralistik dengan

mendelegasikan sejumlah kewenangan, terutama dalam perencanaan

pembangunan, kepada pejabat di daerah yang bekerja di lapangan dan tahu betul masalah yang dihadapi masyarakat. Dengan desentralisasi maka perencanaan dapat dilakukan sesuai dengan kepentingan masyarakat di daerah yang bersifat heterogen.

2. Desentralisasi dapat memotong jalur birokrasi yang rumit serta prosedur yang sangat terstruktur dari pemerintah pusat.

3. Dengan desentralisasi fungsi dan penugasan kepada pejabat di daerah, maka tingkat pemahaman serta sensitivitas terhadap kebutuhan masyarakat daerah akan meningkat. Kontak hubungan yang meningkat antara pejabat dengan masyarakat setempat akan memungkinkan kedua belah pihak untuk memiliki informasi yang lebih baik, sehingga dengan demikian akan mengakibatkan perumusan kebijaksanaan yang lebih realistis dari pemerintah.

4. Desentralisasi akan mengakibatkan terjadinya “penetrasi” yang lebih baik dari pemerintah pusat bagi daerah-daerah yang terpencil atau sangat jauh dari pusat, di mana sering kali rencana pemerintah tidak dipahami oleh masyarakat setempat atau dihambat oleh elite lokal, dan di mana dukungan terhadap program pemerintah sangat terbatas.

5. Desentralisasi memungkinkan representasi yang lebih luas dari berbagai kelompok politik, etnis, keagamaan di dalam perencanaan pembangunan yang kemudian dapat memperluas kesamaan dalam mengalokasikan sumber daya dan investasi pemerintah.

6. Desentralisasi dapat meningkatkan kapasitas pemerintahan serta lembaga private di daerah, yang kemudian dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk mengambil alih fungsi yang selama ini dijalankan oleh departemen yang ada di pusat. Dengan desentralisasi maka peluang bagi masyarakat di daerah untuk meningkatkan kapasitas teknis dan manajerial.

7. Desentralisasi dapat meningkatkan efisiensi pemerintahan di pusat dengan tidak lagi pejabat puncak di pusat menjalankan tugas rutin karena hal itu dapat diserahkan kepada pejabat daerah. Dengan demikian, pejabat di pusat dapat menggunakan waktu dan energi mereka untuk melakukan supervisi dan pengawasan terhadap implementasi kebijaksanaan.

24


(57)

8. Desentralisasi juga dapat menyediakan struktur di mana berbagai departemen di pusat dapat dikoordinasi secara efektif bersama dengan pejabat daerah dan sejumlah NGOs di berbagai daerah. Propinsi, kabupaten, dan kota dapat menyediakan basis wilayah koordinasi bagi program pemerintah, khususnya di dunia ke III di mana banyak sekali program pedesaan yang dijalankan.

9. Struktur pemerintahan yang didesentralisasikan diperlukan guna melembagakan partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan implementasi program. Struktur seperti itu dapat merupakan wahana bagi pertukaran informasi yang menyangkut

kebutuhan masing-masing daerah kemudian secara bersama-sama

menyampaikannya kepada pemerintah.

10. Dengan menyediakan model alternatif cara pembuatan kebijaksanaan,

desentralisasi dapat meningkatkan pengaruh atau pengawasan atas berbagai aktifitas yang dilakukan oleh elite lokal, yang sering kali tidak simpatik dengan program pembangunan nasional dan tidak sensitif terhadap kebutuhan kalangan miskin di pedesaan.

11. Desentralisasi juga menghantarkan kepada administrasi pemerintahan yang mudah disesuaikan, inovatif, dan kreatif. Pemerintah daerah dapat memiliki peluang untuk menguji inovasi, serta bereksperimen dengan kebijaksanaan yang baru di daerah-daerah tertentu tanpa harus menjustifikasinya kepada seluruh wilayah negara. Kalau mereka berhasil maka dapat dicontoh oleh daerah yang lainnya.

12. Desentralisasi perencanaan dan fungsi manajemen dapat memungkinkan

pemimpin di daerah menetapkan pelayanan dan fasilitas secara efektif di tengah-tengah masyarakat, mengintegrasikan daerah-daerah yang terisolasi, memonitor dan melakukan evaluasi implementasi proyek pembangunan dengan lebih baik dari pada yang dilakukan oleh pejabat di pusat.

13. Desentralisasi dapat memantapkan stabilitas politik dan kesatuan nasional dengan memberikan peluang kepada berbagai kelompok masyarakat di daerah untuk berpartisipasi secara langsung dalam pembuatan kebijaksanaan, sehingga dengan demikian akan meningkatkan kepentingan mereka di dalam memelihara sistem politik.

14. Desentralisasi dapat meningkatkan penyediaan barang dan jasa di tingkat lokal dengan biaya yang lebih rendah, karena hal itu tidak lagi menjadi beban pemerintah pusat karena sudah diserahkan kepada daerah.

Selain dampak positif (alasan rasional) desentralisasi atau otonomi dalam sistem pemerintahan atau pola hubungan atara pemerintah pusat dan pemerintah


(58)

daerah sebagaimana dijelaskan di atas, desentralisasi atau otonomi juga mengandung kelemahan, antara lain:25

1. Karena besarnya unsur pemerintahan, struktur pemerintahan bertambah kompleks sehingga dapat mempersulit koordinasi.

2. Keseimbangan dan keserasian antara bermacam-macam kepentingan dan daerah dapat lebih mudah terganggu.

3. Khusus mengenai desentralisasi teritorial, dapat mendorong timbulnya apa yang disebut daerahisme atau provinsialisme.

4. Keputusan yang diambil memerlukan waktu yang lama karena memerlukan

perundingan yang bertele-tele, dan

5. Dalam menyelenggarakan desentralisasi diperlukan biaya lebih banyak dan sulit memperoleh keseragaman/uniformitas dan kesederhanaan.

Namun demikian, di Indonesia, pilihan otonomi merupakan pilihan yang sangat strategis dalam rangka memelihara nation state (negara bangsa) yang sudah lama kita bangun, dan kita pelihara. Dengan otonomi kita dapat mengembalikan harkat, martabat, dan harga diri masyarakat di daerah, karena masyarakat di daerah selama puluhan tahun bahkan sejak kemerdekaan telah mengalami proses marginalisasi.

2.3 Perilaku Memilih dan Partisipasi Politik

2.3.1 Perilaku Memilih

Perilaku memilih adalah aktifitas pemberian suara oleh individu yang berkaitan erat dengan kegiatan pengambilan keputusan untuk memilih atau tidak


(59)

memilih (to vote or not to vote) dalam sebuah pemilihan umum, bila pemilih memutuskan untuk memilih (to vote) maka pemilih akan memilih atau mendukung suatu partai politik atau kandidat tertentu.26

26

Ramlan Surbakti, op. cit, hal. 185-186.

Beragam fenomena politik dapat dilihat dengan menggunakan pendekatan tingkah laku (behavioral approach). Salah satu aspek tingkah laku politik itu adalah tingkah laku pemilih, yang khusus membahas tingkah laku individual warga negara dalam hubungannya dengan kegiatan pemilihan umum. Persoalan ini menyangkut serangkaian kegiatan untuk membuat keputusan apakah memilih atau tidak memilih dalam pemilihan umum dan kalau memutuskan untuk memilih apakah memilih partai atau kandidat A ataukah partai atau kandidat B. Persoalan memilih dan tidak memilih merupakan hak seorang warga negara. Di Indonesia hak memilih dikenal dengan hak pilih aktif yakni hak yang dimiliki seseorang untuk ikut dalam memberikan suara pada saat pemilihan umum. Memilih dan tidak memilih juga dapat dikategorikan sebagai partisipasi politik sepanjang kegiatan tersebut dilakukan secara sadar.

Untuk menjelaskan perilaku memilih, ada dua model pendekatan yang umum digunakan, yaitu pendekatan sosiologis dan pendekatan psikologis.


(60)

Pendekatan sosiologis merupakan produk Eropa yang disebut juga Mazhab Columbia (Columbia School). Dipelopori oleh kajian Lazarsfeld (1948) yang mengemukakan tiga faktor yang mempengaruhi perilaku memilih, agama, tempat tinggal (desa-kota) dan status ekonomi. 27 Pendekatan sosiologis menempatkan kegiatan pemilih dalam kaitan konteks sosial yakni, latar belakang demografi dan sosial ekonomi seperti: jenis kelamin, tempat tinggal (desa-kota), pendidikan, pekerjaan, kelas dan agama. 28 Singkatnya, karakteristik sosial masyarakat menentukan pilihan politiknya. Menurut Gaffar, kelemahan dari pendekatan sosiologis terletak pada metodologinya. Bagaimana mengukur dan memastikan konsep kelas atau konsep pendidikan misalnya? 29

Faktor aliran merupakan salah satu contoh pendekatan sosiologis. Menurut Afan Gaffar, politik aliran merupakan orientasi dan perilaku keagamaan yang mendasari pembentukan organisasi sosial dan politik. Perbedaan orientasi keagamaan mengakibatkan orang-orang “abangan” memiliki orientasi politik yang berbeda dengan orang-orang “santri”. Orang-orang abangan cenderung memilih partai politik yang tradisional, sekuler dan nasionalistik, sedangkan orang-orang santri cenderung memilih partai-partai Islam.30

27

Dennis Kavanagh, Political Science and Political Behavior, London: George Allen & Unwin, 1983, hal 84.

28

Gaffar, Afan, Javanese Voters. A Case Study of Election Under a Hegemonic Party System, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1992, hal. 4.

29

Ibid, hal. 7.

30

Peranan aliran dalam menjelaskan perilaku memilih pasca orde baru terdapat dua pendapat yang berbeda. Dwight Y. King, menyatakan


(61)

pada pemilu 1999 aliran masih mampu menjelaskan perilaku memilih di Indonesia,31 namun penelitian William Liddle dan Saiful Mujani menyatakan pemilu 1999 dan 2004, aliran tidak begitu penting lagi peranannya dalam menjelaskan perilaku memilih.32

Model pendekatan sosiologis menggambarkan peta kelompok masyarakat dan setiap kelompok dilihat sebagai basis dukungan terhadap partai tertentu, setiap kelompok dalam masyarakat mempunyai tujuan, memiliki pemimpin aktivitas rutin

Model pendekatan sosiologis menjelaskan bahwa karakteristik sosial dan pengelompokan-pengelompokan sosial mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dalam menentukan perilaku memilih. Pengelompokan sosial seperti umur (muda-tua), jenis kelamin (laki-laki), agama dan semacamnya, dianggap memiliki peran yang cukup menentukan dalam membentuk perilaku memilih. Untuk itu pemahaman terhadap pengelompokan sosial baik secara formal, seperti keanggotaan seseorang dalam organisasi keagamaan, organisasi profesi, maupun pengelompokan informal seperti keluarga, pertemanan, ataupun kelompok-kelompok kecil lainnya, merupakan suatu yang sangat vital dalam memahami perilaku kelompok, karena kelompok-kelompok ini memiliki peranan besar dalam membentuk sikap, persepsi dan orientasi seseorang.

31

King, Dwight Y, Half-Hearted Reform: Electoral Institutions and the Struggle for Democracy in Indonesia, (Westport: Praeger, 2003), Chapter 6.

32

).Liddle, R. William dan Saiful Mujani, Leadership, Party and Religion: Explaining Voting Behavior in Indonesia. Lihat www. Isi.or.id.


(1)

Situmenag, Doangsa PL, Dalihan Natolu: Sistem Sosial Kemasyarakatan Batak Toba, Jakarta: Kerabat, 2007

Suleman, Zulfikri, Demokrasi Untuk Indonesia, Pemikiran Politik Bung Hatta, Jakarta: Kompas, 2010.

Sugiyono, Prof. Dr. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, Bandung: Alfabeta, 2008.

Surbakti, Ramlan, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: Grasindo, 2010.

Syaukani, HR, H, Drs, dkk., Otonomi Daerah, Dalam Negara Kesatuan, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2002.

Tim Redaksi Fokus Media, Himpunan Peraturan Perundang-undangan tentang Administrasi Kependudukan, Fokus Media, Bandung, 2007.

Tim Redaksi Lima Bintang, Undang-undang Otonomi Daerah, Surabaya: Lima Bintang. Tocqueville, Alexis de, Tentang Revolusi, Demokrasi dan Masyarakat, (terj. Yusi A.

Pareanom), Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2005.

Tunggal, Hadi Setia, SH., Undang-undang Pemerintah Daerah Beserta Perubahannya, Jakarta: Harvarindo, 2008.

Wacana: Jurnal Ilmu Sosial Transformatif, Edisi 21, Tahun VI 2005, Pilkadal, Yogyakarta: Insist Press, 2005.

Wahidin, Samsul, Prof. DR. SH. MS., Mengawasi Pemilihan Umum Kepala Daerah, Hukum Pemerintahan Daerah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.

Wedyanto, FN, Bodhi dan Seprini (Penyunting), Pilkada dan Demokrasi Arus Bawah, Dokumentasi Politik Terpilihnya Zul As-Sunaryo Pada Pilkada Kota Dumai 2005-2010, Pekanbaru-Riau: Indonesian Society for Democracy and Peace (ISDP), 2006.

Widjaja, HAW, Prof. Drs. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, Jakarta: Rajawali Perss, 2009.

Widjaja, HAW, Prof. Drs. Otonomi Desa, Merupakan Otonomi yang Asli, Bulat dan Utuh, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010.


(2)

Yuda, AR, Hanta, Presidensialisme Setengah Hati: Dari Dilema ke Kompromi, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010.

Bahan dari Internet (web site) dan Surat Kabar:

artikel “ OK Arya Zulkarnain, Bupati Independen Pertama Indonesia”

“Keberhasilan Calon Independen Bisa Dilihat Dari Pilkada”

Kompas, 13 Agustus 2010.

Sinar Indonesia Baru (SIB), 20 Januari 2010.

Surat-surat, Peraturan dan Keputusan :

Surat bernomor Istimewa tanggal 21 November 2008 tentang Proses Pilkada Tapanuli Utara yang dibuat oleh 3 (tiga) orang komisioner KPU Tapanuli Utara (Romauli Sihombing, SIP, Tunggul Simorangkir, SH, M.Hum, dan Lambas TH Hutasoit) yang ditujukan kepada Ketua KPU Pusat dan ditandatangani oleh Romauli Sihombing, SIP dan Lambas TH Hutasoit.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 151 tahun 2000 tentang Tata Cara Pemilihan, Pengesahan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Peraturan Pemerintah RI No. 49 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, Dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, Eko Jaya, Jakarta, 2008.

Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Beracara dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah.

Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara Nomor 09 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2010-2014.


(3)

Keputusan KPU Kabupaten Tapanuli Utara Nomor 01 Tahun 2008 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Waktu Penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008.

Keputusan KPU Tapanuli Utara Nomor 07 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Keputusan KPU Kabupaten Tapanuli Utara Nomor 01 Tahun 2008 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Waktu Penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008.

Keputusan KPU Kabupaten Tapanuli Utara No. 21 tahun 2008, tanggal 28 Agustus 2008 tentang Penetapan Nomor Urut Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah peserta Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008.

Keputusan KPU Kabupaten Tapanuli Utara No. 25 tahun 2008, tanggal 23 Nopember 2008 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Tapanuli Utara Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008.

Surat Keputusan KPU Tapanuli Utara Nomor 10 Tahun 2009 tanggal 17 Februari 2009 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Tapanuli Utara Periode 2009-2014.

Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-III/2005 tentang uji materi pasal 59 ayat (1) undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang diajukan oleh Mayjen. Purn. Ferry Tinggoy, Ketua DPW Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) beserta 11 pemohon lainnya.

Keputusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 17/PUU-VI/2008 tentang Pengujian Undang-undang Nomor 32 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah terhadap Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945.

Keputusan MK Nomor 49/PHPU.D-VI/2008 tanggal 16 Desember 2008 perihal Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Tapanuli Utara.


(4)

Pedoman Wawancara Kepada Informan

1. Menggali riwayat hidup pasangan Torang Lumbantobing dan Bangkit Parulian Silaban, SE sejak kecil hingga terpilih menjadi Bupati-Wakil Bupati.

2. Menggali aktivitas Torang Lumbantobing saat menjadi Ketua DPRD Taput dan Bupati Taput periode pertama.

3. Menggali aktivitas Bangkit Parulian Silaban, SE saat menjadi Wakil Ketua DPRD Taput.

4. Menggali sejauh mana modal (politik, sosial, ekonomi) yang dimiliki calon.

5. Menggali apa keunggulan yang dimiliki pasangan Torang Lumbantobing dan Bangkit Parulian Silaban, SE dari pasangan lain.

6. Menggali strategi kampanye yang dilakukan pasangan Torang Lumbantobing dan Bangkit Parulian Silaban, SE.

7. Menggali struktur dan kinerja Tim Sukses pasangan Torang Lumbantobing dan Bangkit Parulian Silaban, SE.

8. Menggali peranan parpol pendukung dalam upaya pemenangan Torang Lumbantobing dan Bangkit Parulian Silaban, SE.

9. Menggali jumlah biaya yang dikeluarkan pasangan Torang Lumbantobing dan Bangkit Parulian Silaban, SE.

10. Menggali apakah pengaruh keluarga (istri, dll) berperan dalam upaya pemenangan Torang Lumbantobing dan Bangkit Parulian Silaban, SE.

11. Menggali kinerja (netralitas) KPU dan jajarannya dalam penyelenggaraan Pilkada. 12. Menggali netralitas PNS dalam penyelenggaraan pilkada.

13. Menggali kebaikan dan keburukan jika incumbent menjadi pasangan calon. 14. Menanyakan apakah informan pengurus atau simpatisan salah satu partai politik.


(5)

15. Menggali mengapa informan mendukung pasangan Torang Lumbantobing dan Bangkit Parulian Silaban, SE, mengapa bukan calon yang lain (jika memilih pasangan Torang Lumbantobing dan Bangkit Parulian Silaban, SE).

16. Menggali kepada informan apa yang istimewa dari pasangan Torang Lumbantobing dan Bangkit Parulian Silaban, SE.

17. Menggali mengapa informan tidak mendukung pasangan Torang Lumbantobing dan Bangkit Parulian Silaban, SE (jika tidak mendukung).

18. Menggali kepada informan apakah ada keterkaitan antara yang memilih partai politik pada pemilihan legislatif dengan yang memilih bupati/wakil bupati pada Pilkada. 19. Menggali respon informan terhadap visi dan misi serta program pasangan Torang

Lumbantobing dan Bangkit Parulian Silaban, SE.

20. Menggali kepada informan apakah visi dan misi serta program Torang Lumbantobing dan Bangkit Parulian Silaban, SE dijadikan alasan untuk memilih pasangan itu.

21. Menggali kepada informan sejauh mana pentingnya pengalaman Torang Lumbantobing dan Bangkit Parulian Silaban, SE dalam membangun Tap. Utara.

22. Menggali kepada informan seperti apa bupati yang diharapkan masyarakat, mengapa dia mangharapkan seperti itu.

23. Menggali kepada informan tentang money politik, apakah informan senang atau tidak menerima kalau ada calon memberikam materi.

24. Menggali kepada informan sejauh mana informasi yang dia peroleh mengenai adanya praktik money politik.

25. Menggali kepada informan sejauh mana faktor marga dalam mendukung keterpilihan Torang Lumbantobing dan Bangkit Parulian Silaban, SE.

26. Menggali kepada informan faktor apa yang paling mempengaruhi pemilih dalam menetapkan pilihannya kepada Torang Lumbantobing dan Bangkit Parulian Silaban. 27. Menggali kepada informan apa saja hal-hal positif dan negatif dari pasangan Torang


(6)

Tarutung, Agustus 2011

Kepada Yth:

... ... Di

Tempat.

Dengan Hormat,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : LAMTAGON MANALU NIM : 097024061/SP

Pekerjaan : Mahasiswa Pasca Sarjana Pada Program Studi Magister Studi Pembangunan (MSP) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Memohon kesediaan bapak/ibu untuk meluangkan waktu wawancara dalam rangka pengumpulan data dan informasi guna penulisan Tesis saya yang berjudul FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERPILIHAN CALON KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH DI KABUPATEN TAPANULI UTARA TAHUN 2009-2009. Adapun jadwal wawancara tersebut akan dikonfirmasi lebih lanjut. Demikian surat ini saya sampaikan, atas kesediaan dan kerja sama yang baik saya ucapkan terima kasih.

Hormat saya,

Lamtagon Manalu

Tembusan :

1. Ketua Program Studi MSP Fisipol USU 2. Ketua KPU Tapanuli Utara


Dokumen yang terkait

Pemetaan Daerah Pemilihan

0 52 7

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Masyarakat Tidak Menggunakan Hak Pilihnya Pada Pemilihan Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2013 (Studi Kasus : Kecamatan Bandar Kabupaten Simalungun)

2 62 126

Perilaku Pemilih Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2013 Di Kecamatan Medan Helvetia

0 54 79

Etnisitas Dan Pilihan Kepala Daerah (Suatu Studi Penelitian Kemenangan Pasangan Kasmin Simanjuntak dan Liberty Pasaribu di Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir)

3 45 67

Perilaku Memilih Birokrat Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2010

1 48 200

Political Marketing Partai Politik Dalam Pemilihan Umum Presiden 2009 Di Sumut Studi Kasus: DPD Sumut Partai Demokrat

0 42 107

Pengaruh Isu Politik yang Berkembang Saat Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 Terhadap Preferensi Politik Pemilih (Studi Kasus: Mahasiswa Universitas Sumatera Utara dan Universitas HKBP Nomennsen)

0 40 170

Faktor-Faktor yang Melatarbelakangi Terjadinya Konflik Antara Empat Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Padang 2008 dengan KPU Kota Padang (Studi Kasus : Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kota Padang 2008).

0 1 8

Proses, Kriteria dan Faktor yang Mempengaruhi Rekrutmen Calon Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Oleh Partai Politik di Kabupaten Pesisir Selatan.

0 0 6

Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Keterpilihan Kepala Daerah Petahana pada Pemilihan Umum Kepala Daerah 2015 - UNS Institutional Repository

0 0 15