Latar Belakang Hubungan Karakteristik Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan Tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan adalah hak fundamental setiap warga. Setiap individu, keluarga, dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggung jawab mengatur agar masyarakat terpenuhi hak hidup sehatnya termasuk bagi masyarakat miskin dan tak mampu. Hal ini sesuai dengan falsafah dasar negara Pancasila terutama sila kelima yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan juga ditegaskan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan akses terhadap informasi, edukasi, dan fasilitas pelayanan kesehatan untuk meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Kesadaran tentang pentingnya kesehatan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan sosial masyarakat, membuat pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang jaminan perlindungan sosial. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional SJSN menjadi suatu bukti yang kuat bahwa pemerintah dan pemangku kepentingan terkait memiliki komitmen yang besar untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyatnya. Selain itu, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 ini juga mengamanatkan bahwa program jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk dan program jaminan kesehatan tersebut akan diatur oleh suatu badan penyelenggara jaminan sosial. Badan penyelenggara jaminan sosial kemudian diatur dalam Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial BPJS. BPJS terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Universitas Sumatera Utara Kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan merupakan badan hukum publik yang ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia. BPJS Kesehatan diresmikan pada tanggal 31 Desember 2013 dan mulai beroperasi sejak tanggal 1 Januari 2014. Peserta program Jaminan Kesehatan Nasional JKN terdiri atas 2 kelompok yaitu: Peserta Penerima Bantuan Iuran PBI jaminan kesehatan dan Peserta Bukan Penerima Bantuan Iuran. Berdasarkan situs resmi BPJS Kesehatan pada Bulan Februari 2015 jumlah peserta JKN ada sebanyak 138.524.669 jiwa dari total jumlah penduduk Indonesia sebanyak 237,6 juta jiwa. Penduduk miskin Indonesia pada tahun 2014 ada sebanyak 27.727.780 jiwa. Dan provinsi yang memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak di Indonesia yaitu Jawa Timur 4.748.420, Jawa Tengah 4.561.830, Jawa Barat 4.238.960, Sumatera Utara 1.360.600, dan Lampung 1.143.930 Website Resmi Badan Pusat Statistik, bps.go.id. Penerima Bantuan Iuran PBI jaminan kesehatan adalah fakir miskin dan orang tidak mampu sebagai peserta program jaminan kesehatan. Untuk pembayaran iurannya, peserta PBI jaminan kesehatan dibayar oleh pemerintah. Iuran jaminan kesehatan bagi penduduk miskin dan tidak mampu akan dibayarkan pemerintah sebesar Rp 19.225 per orang per bulan. Dengan jumlah yang demikian banyak, maka diperlukan biaya yang sangat besar untuk membiayai pelayanan kesehatan peserta PBI jaminan kesehatan. Orang yang sudah memiliki asuransi kesehatan akan merasa terjamin untuk mengakses layanan kesehatan sesuka hati mereka. Kepemilikan asuransi Universitas Sumatera Utara dan biaya premi yang sangat terjangkau atau gratis memang baik di satu sisi untuk menjamin ekuitas, namun menyimpan efek buruk di sisi lain. Hal ini membuat orang menjadi merasa terjamin mengenai masa depan layanan kesehatannya dan menyebabkan orang menjadi tidak peduli akan perilaku beresiko terhadap kesehatannya. Hal tersebut dikenal sebagai moral hazard. Oleh karena iuran kepesertaan telah dibayarkan oleh pemerintah, maka tidak jarang peserta PBI jaminan kesehatan menjadi tidak peduli terhadap resiko yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit. Hal inilah yang menimbulkan persepsi yang salah pada pola pikir masyarakat. Persepsi yang buruk terhadap resiko adalah perilaku seseorang yang tidak peduli terhadap resiko, bahkan cenderung ugal- ugalan atau urakan. Nyman dalam Widiyanto 2014 menyebut persepsi yang buruk terhadap resiko ini sebagai bahaya moral atau moral hazard, yang secara sederhana dideskripsikan sebagai carelessness or indifference to a loss kecerobohan atau ketidakpedulian terhadap kerugian. Selain itu merujuk kepada defenisi moral hazard yang dikemukakan oleh Manning yang dikutip Dreher 2004 disebutkan bahwa moral hazard dibedakan atas moral hazard langsung dan moral hazard tidak langsung. Moral hazard langsung terjadi pada kasus dimana peserta asuransi menjadi tidak berhati- hati setelah mengikuti program asuransi, sedangkan moral hazard tidak langsung terjadi ketika sistem dari asuransi yang menyebabkan timbulnya moral hazard secara langsung. Menurut Cutler 1998 terdapat dua tipe moral hazard di asuransi pelayanan kesehatan. Pertama, moral hazard yang diakibatkan dari perbuatan dan Universitas Sumatera Utara tingkah laku peserta asuransi. Hal ini diakibatkan karena pihak asuransi mungkin saja tidak mendorong sepenuhnya peserta asuransi melakukan pencegahan sehingga peserta asuransi memiliki sedikit motivasi untuk menjaga dirinya untuk berperilaku hidup sehat, pada kasus ini telah terjadi moral hazard karena pelayanan kesehatan diberikan pada peserta asuransi yang tidak melakukan tindakan preventif untuk menghindari pengobatan. Kedua, moral hazard yang diakibatkan oleh pihak asuransi. Pihak asuransi mungkin saja mendorong peserta asuransi untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang tidak diperlukan atau tidak krusial mendesak seperti meminta tambahan hari untuk berobat atau meminta tambahan tindakan yang seharusnya tidak diperlukan. Dari kedua kasus di atas, pihak asuransi baik pemerintah ataupun swasta mengalami kerugian karena mereka harus membayar lebih banyak dari pada premi yang mereka terima. Salah satu perilaku beresiko terhadap kesehatan adalah merokok. Tidak jarang beberapa jenis asuransi kesehatan swasta mencamtumkan beberapa syarat yang terkait dengan perilaku kesehatan dalam pendaftaran asuransinya, seperti perilaku merokok. Hal ini dilakukan guna mengurangi terjadinya moral hazard dalam penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan oleh peserta asuransi yang disebabkan perilaku beresiko kesehatan tersebut. Tidak jarang pula beberapa asuransi swasta membedakan premi asuransi antara peserta yang merokok dengan peserta yang tidak merokok. Menurut Notoadmojo 2003, perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang organisme terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta Universitas Sumatera Utara lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu perilaku pemeliharaan kesehatan, periaku pencarian pengobatan, dan perilaku kesehatan lingkungan. Selain itu perlu diketahui bahwa sumber dana yang digunakan oleh pemerintah untuk membayar iuran peserta PBI berasal dari dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara APBN dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah APBD. Sumber pendapatan APBN salah satunya berasal dari pajak masyarakat. Bayangkan jika seorang yang peduli terhadap kesehatannya membiayai orang yang tidak peduli akan perilaku beresiko kesehatannya seperti orang yang merokok. Hal ini sangat bertentangan dengan etika. Oleh sebab itu dibutuhkan kesadaran masyarakat terhadap pelanggaran etika tersebut. Merokok merupakan salah satu perilaku beresiko yang dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan. Hal ini dikarenakan adanya berbagai zat berbahaya yang terkandung dalam rokok, seperti nikotin, tar, karbon monoksida, dll. Merokok tidak hanya mengganggu kesehatan orang yang merokok namun juga orang yang berada di sekitarnya atau sering disebut sebagai perokok pasif. Penyakit yang dapat ditimbulkan akibat perilaku merokok antara lain kanker mulut, kanker kandung kemih, penyakit jantung, dan bahaya terhadap kehamilan. Selain itu penyakit yang juga dapat ditimbulkan pada perokok pasif yaitu kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, asma, alergi, dan gangguan pada wanita hamil. Bahkan ada penelitian yang mengatakan bahwa perokok pasif jauh lebih rentan terhadap bahaya rokok dikarenakan paparan asap rokok yang dihirupnya. Universitas Sumatera Utara Data World Health Organization WHO tahun 2013 menunjukkan bahwa Indonesia menduduki peringkat ketiga dengan prevalensi merokok dewasa di atas 15 tahun yang paling tinggi. Prevalensi laki-laki yang merokok di Indonesia ada sebanyak 61 persen dan prevalensi perempuan yang merokok sebanyak 5 persen. Di peringkat pertama dan kedua negara dengan prevalensi merokok yang paling tinggi yaitu Kiribati dan Yunani. Perilaku merokok di Indonesia sendiri berdasarkan hasil Riskesdas 2013 cenderung meningkat. Pada tahun 2007 jumlah perokok penduduk 15 tahun keatas sebanyak 34,2 persen dan meningkat menjadi 36,3 persen pada tahun 2013. Sebanyak 64,9 persen laki-laki dan 2,1 persen perempuan masih menghisap rokok pada tahun 2013. Proporsi terbanyak perokok aktif setiap hari berada pada kelompok umur 30-34 tahun sebesar 33,4 persen. Rerata jumlah batang rokok yang dihisap setiap harinya adalah 12,3 batang setara satu bungkus, bervariasi dari yang terendah 10 batang di DI Yogyakarta dan tertinggi di Bangka Belitung 18 batang. Penduduk Sumatera Utara sendiri menghisap sebanyak 14,9 batang rokok setiap harinya. Berdasarkan jenis pekerjaan, petaninelayanburuh adalah perokok aktif setiap hari yang mempunyai proporsi terbesar 44,5 dibandingkan kelompok pekerjaan lainnya. Dari hasil data tersebut tampak bahwa kelompok keluarga termiskin justru mempunyai prevalensi merokok lebih tinggi dari pada kelompok terkaya. Berdasarkan website resmi Badan Pusat Statistik ditemukan bahwa komoditi makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada Garis Kemiskinan yaitu beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, mie instan, dll. Rokok kretek filter Universitas Sumatera Utara merupakan salah satu komoditi makanan yang memberikan sumbangan terbesar kedua terhadap Garis Kemiskinan. Menurut hasil BPS tersebut banyak penduduk miskin yang membelanjakan pendapatannya untuk hal-hal yang berdampak buruk bagi kesehatan diantaranya pengeluaran untuk rokok. Porsi belanja rokok yang semakin besar tersebut tentunya akan mengurangi kemampuan keluarga untuk mencukupi kebutuhan lain, seperti makanan, biaya pendidikan anak, biaya kesehatan dan upaya meningkatkan gizi anak- anak dan keluarga. Hal inilah yang dapat mengakibatkan kemiskinan dan secara signifikan dapat menurunkan standar hidup keluarga miskin. Selain itu menurut Kosen yang dikutip Surjono,dkk 2013 dalam Jurnal Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Kementerian Keuangan Republik Indonesia BPPK, pengeluaran tembakau di Indonesia secara makro pada tahun 2010 menyebabkan pengeluaran yang tidak perlu sebesar 231,27 trilyun rupiah, yang terdiri dari 138 trilyun rupiah untuk pembelian rokok, 2,11 trilyun rupiah untuk biaya perawatan medis rawat inap dan rawat jalan, dan 91,16 trilyun rupiah kerugian akibat kehilangan produktivitas karena kematian premature dan morbiditas-disabilitas. Sementara realisasi penerimaan cukai hasil tembakau pada tahun 2010 hanya sebesar 63 trilyun rupiah. Provinsi Sumatera Utara memiliki jumlah penduduk sebanyak 12.937.868 jiwa dan dari total tersebut proporsi penduduk umur lebih dari 10 tahun yang merupakan perokok setiap hari sebanyak 24,2 persen dan perokok kadang-kadang sebanyak 4,2 persen Riset Kesehatan Dasar, 2013. Dari total jumlah penduduk di Provinsi Sumatera Utara, yang termasuk ke dalam kategori peserta Penerima Universitas Sumatera Utara Bantuan Iuran PBI ada sebanyak 4.192.297 orang. Selain itu terdapat 571 puskesmas yang tersebar di Provinsi Sumatera Utara yang menjadi fasilitas kesehatan tingkat pertama dari program JKN. Penelitian- penelitian terdahulu yang juga membahas tentang hubungan karakteristik peserta Penerima Bantuan Iuran PBI dengan perilaku merokok seperti penelitian Aisyah 2014 tentang hubungan karakteristik peserta Jaminan Kesehatan Nasional JKN Penerima Bantuan Iuran PBI dengan perilaku merokok di wilayah kerja Puskesmas Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan dan persepsi peserta PBI terhadap perilaku merokok, namun ada hubungan antara umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan pengetahuan peserta PBI terhadap perilaku merokok. Pada karakteristik pengeluaran K1 peserta PBI, kebutuhan rokok merupakan kedua terpenting dibandingkan dengan pendidikan. Penelitian kedua adalah penelitian Siyoto 2013 tentang perilaku merokok penerima Jamkesmas Penerima Bantuan Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial PBI BPJS di Kota Kediri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden penerima jamkesmas PBI diragukan untuk masuk kriteria miskin PBI, dikarenakan masyarakat memiliki pengeluaran pendapatan di atas UMR, kemampuan belanja tembakau rata-rata Rp 268.948,-, sebanyak 21,7 persen peserta PBI di Kota Kediri berpendidikan SMUsederajat, dan sebanyak 94,1 persen memiliki rumah sendiri. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian besar 63 penerima jamkesmasPBI BPJS adalah perokok dan pengeluaran untuk tembakau menempati urutan kedua terbesar dalam pengeluaran Universitas Sumatera Utara keluarga penerima jamkesmas PBI BPJS setelah pengeluaran untuk kebutuhan makan sehari-hari. Berdasarkan Profil Kesehatan Sumatera Utara tahun 2013, Kota Medan memiliki jumlah penduduk sebanyak 2.097.610 jiwa dan memiliki 39 Puskesmas yang tersebar di setiap kecamatan. Hasil survei pendahuluan yang dilakukan terhadap pegawai Dinas Kesehatan Kota Medan didapatkan bahwa sebanyak 253.483 warga miskin Kota Medan masuk ke dalam kategori PBI yang sumber iurannya berasal dari Pemerintah Kota Medan, kurang lebih 74.000 warga miskin Kota Medan masuk ke dalam kategori PBI yang sumber iurannya berasal dari APBD Provinsi, dan kurang lebih 400.000 warga miskin Kota Medan masuk ke dalam kategori PBI yang sumber iurannya berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara APBN. Kecamatan Medan Belawan merupakan salah satu kecamatan yang berada di wilayah pinggir Kota Medan yang secara administrasi memiliki 6 kelurahan. Jumlah penduduk di Kecamatan Medan Belawan ada sebanyak 123.399 jiwa. Selain itu Kecamatan Medan Belawan merupakan kecamatan yang memiliki jumlah keluarga miskin paling banyak di Kota Medan, yaitu sebanyak 8.222 Kepala Keluarga. Puskesmas Belawan merupakan salah satu puskesmas yang bertanggungjawab menangani wilayah Kecamatan Medan Belawan dan berada di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Medan. Puskesmas Belawan menangani sebanyak 6 kelurahan dengan jumlah penduduk 123.399 jiwa. Pekerjaan mayoritas penduduk di daerah ini adalah nelayan. Infeksi Saluran Pernafasan Akut Universitas Sumatera Utara ISPA merupakan urutan pertama dari sepuluh penyakit terbesar di Puskesmas Belawan. Survei awal yang dilakukan di Puskesmas Belawan didapatkan bahwa sebagian besar dari peserta yang datang berobat ke puskesmas memiliki kebiasaan merokok. Dan sebagian besar perilaku merokok itu dilakukan oleh kepala keluarga laki-laki. Selain itu dari penuturan beberapa warga yang merupakan peserta PBI, ditemukan bahwa mereka sudah lama merokok dan mampu menghabiskan rokok sebanyak satu bungkus 9 sampai 15 batang per hari. Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan karakteristik peserta Jaminan Kesehatan Nasional JKN Penerima Bantuan Iuran PBI dengan perilaku merokok di wilayah kerja Puskesmas Belawan tahun 2015.

1.2 Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Hubungan Karakteristik Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Penerima Bantuan Iuran (PBI) Dengan Perilaku Merokok Di Wilayah Kerja Puskesmas Kotanopan Tahun 2014.

1 58 114

Determinan Pemanfaatan Puskesmas Kecamatan Pematang Sidamanik Oleh Peserta Penerima Bantuan Iuran (Pbi) Jaminan Kesehatan Nasional (Jkn) Kabupaten Simalungun Tahun 2015

1 1 19

Determinan Pemanfaatan Puskesmas Kecamatan Pematang Sidamanik Oleh Peserta Penerima Bantuan Iuran (Pbi) Jaminan Kesehatan Nasional (Jkn) Kabupaten Simalungun Tahun 2015

0 0 2

Determinan Pemanfaatan Puskesmas Kecamatan Pematang Sidamanik Oleh Peserta Penerima Bantuan Iuran (Pbi) Jaminan Kesehatan Nasional (Jkn) Kabupaten Simalungun Tahun 2015

2 3 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Kesehatan 2.1.1 Pengertian Perilaku Kesehatan - Hubungan Karakteristik Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan Tahun 2015

0 1 37

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Karakteristik Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan Tahun 2015

0 0 11

Hubungan Karakteristik Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan Tahun 2015

0 0 17

1. Nomor Responden - Hubungan Karakteristik Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Penerima Bantuan Iuran (PBI) Dengan Perilaku Merokok Di Wilayah Kerja Puskesmas Kotanopan Tahun 2014.

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku 2.1.1. Pengertian Perilaku - Hubungan Karakteristik Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Penerima Bantuan Iuran (PBI) Dengan Perilaku Merokok Di Wilayah Kerja Puskesmas Kotanopan Tahun 2014.

0 0 27

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Hubungan Karakteristik Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Penerima Bantuan Iuran (PBI) Dengan Perilaku Merokok Di Wilayah Kerja Puskesmas Kotanopan Tahun 2014.

0 0 12