SLTPSLTA merupakan pendidikan responden yang paling banyak yaitu sebanyak 49 responden 51,6. Selain itu hasil penelitian ini juga sejalan dengan
hasil penelitian Siyoto 2013 dimana mayoritas pendidikan PBI adalah berpendidikan SMPSMU.
Menurut YB Mantra yang dikutip Notoadmodjo 2003, pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup
terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan. Oleh sebab itu semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah menerima
informasi dan semakin tinggi pula tingkat pengetahuannya. Berdasarkan fakta di lapangan, peneliti mendapati bahwa mayoritas
responden memiliki pengetahuan yang baik tentang bahaya rokok. Namun hal ini sangat bertentangan dengan perilaku merokok responden yang juga tinggi.
Ketergantungan responden akan rokok tersebut merupakan jawaban mengapa banyak responden berpendidikan tinggi yang berperilaku merokok. Selain itu latar
belakang pendidikan responden yang sedang yaitu tamat SMPSMA mempunyai kecenderungan untuk mengabaikan kesehatan mereka.
5.5 Hubungan Karakteristik Pekerjaan Peserta JKN PBI dengan
Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas peserta JKN PBI di
wilayah kerja Puskesmas Belawan memiliki pekerjaan yaitu sebanyak 83 responden, dimana 64 responden 77,1 memiliki perilaku merokok dan 19
responden lainnya 22,9 tidak memiliki perilaku merokok. Analisis statistik dengan menggunakan uji Chi square tidak dapat dilakukan karena terdapat 1 sel
Universitas Sumatera Utara
25,0 yang nilai expected count kurang dari 5 sehingga menggunakan uji Exact Fisher dan diperoleh nilai p= 0,136, sehingga secara statistik dapat diartikan
bahwa tidak ada hubungan pekerjaan peserta JKN PBI dengan perilaku merokok di wilayah kerja Puskesmas Belawan tahun 2015.
Selain itu hasil analisis statistik yang dilakukan hanya terhadap jenis kelamin laki- laki, didapatkan hasil bahwa memang tidak ada hubungan antara
pekerjaan peserta JKN PBI dengan perilaku merokok di wilayah kerja Puskesmas Belawan tahun 2015. Hal ini dibuktikan dengan menggunakan uji Exact Fisher
dan diperoleh nilai p= 1,000 p 0,05. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Surjono 2013 dimana
tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel status pekerjaan dengan harga rokok yang dikonsumsi rumah tangga miskin pada tahun 2009. Ini berarti bahwa
variabel tersebut tidak akan berpengaruh terhadap mahal atau murahnya rokok yang dikonsumsi oleh rumah tangga miskin. Penelitian ini juga sejalan dengan
hasil Riskesdas tahun 2013 yang menyatakan bahwa petaninelayanburuh adalah proporsi perokok aktif setiap hari yang terbesar yaitu sebanyak 44,5.
Berdasarkan hasil wawancara dengan peserta JKN PBI, responden mengatakan bahwa mereka merokok karena ingin menambah semangat saat
bekerja dan terkadang tidak bisa bekerja kalau belum merokok terlebih dahulu. Bahkan ada responden yang mengatakan bahwa jika dia tidak merokok maka hasil
pekerjaannya akan menjadi berantakan dan tidak maksimal. Hal ini sesuai dengan Tomkins 1966 yang menyatakan bahwa alasan individu untuk memiliki perilaku
Universitas Sumatera Utara
kebiasaan merokok adalah karena ketergantungan psikologis. Secara fisik, individu merasa ketagihan untuk merokok dan ia tidak dapat menghindari atau
menolak permintaan yang berasal dari dalam dirinya internal. Ini berarti alasan mengapa responden tersebut tidak bisa bekerja tanpa rokok karena perokok yang
sudah masuk tahap kecanduan, menderita setiap kali dia tanpa rokok. Dan dia berpikir bahwa hanya rokok yang dapat mengurangi penderitaannya, dan tidak ada
yang dapat menggantikannya.
5.6 Hubungan Karakteristik Pengetahuan Peserta JKN PBI dengan