Hubungan Asupan Zat Gizi terhadap Kejadian Obesitas

4.4. Hubungan Asupan Zat Gizi terhadap Kejadian Obesitas

Untuk melihat hubungan asupan zat gizi dengan kejadian obesitas antara kelompok kasus dan kontrol dilakukan uji statistik yaitu uji chi-square dan dapat dilihat pada tabel 4.6. Tabel. 4.6 Hubungan Asupan Zat Gizi dengan Kejadian Obesitas Zat Gizi Obes Tidak Obes OR 95 CI P n n Asupan Energi total ≥ 2160,31 kkalhr 70 93,3 34 45,3 16,88 3,20-15,38 0,000 2160,31 kkalhr 5 6,7 41 54,7 Jumlah 75 100,0 75 100,0 Asupan Protein ≥ 58,55 gramhr 72 96,0 38 50,7 23,36 6,75-80,79 0,000 58,55 gram hr 3 4,0 37 49,3 Jumlah 75 100,0 75 100,0 Asupan lemak ≥ 70,75 gramhr 70 93,3 39 52,0 12,92 4,68 - 35,62 0,000 70,75 gramhr 5 6,7 36 48,0 Jumlah 75 100,0 75 100,0 Asupan karbohidrat ≥ 269,22 gramhr 75 100 37 49,3 76,00 10,03 - 575,45 0,000 269,22 gramhr 38 50,7 Jumlah 75 100 75 100,0 Asupan serat ≥ 23,85 gramhr 3 4,0 39 52,0 0,03 0,01 - 0,13 0,000 23,85 gramhr 72 96,0 36 48,0 Jumlah 75 100,0 75 100,0 Rata-rata asupan zat gizi kelompok kontrol dipakai sebagai cut off point yaitu energi sebesar 2160,31 kkalhari, protein 58,68 gramhari, lemak 70,75 gramhari, karbohidrat 269,22 gramhari, dan serat 23,85 gramhari. Universitas Sumatera Utara Hasil uji statistik pada tabel 4.9 menunjukkan bahwa pada kasus ditemukan sebanyak 70 orang 93,3 mengonsumsi energi ≥ 2160,31 kkalhari dan pada kontrol 34 orang 45,3 yang mengonsumsi energi ≥ 2160,31 kkalhari. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara asupan energi dengan kejadian obesitas p = 0,000 dan diperoleh nilai OR = 16,88 yang berarti kasus yang mengonsumsi energi ≥ 2160,31 kkalhari mempunyai resiko sebesar 16,88 kali lebih tinggi menjadi obesitas dibanding kontrol yang mengonsumsi energi 2160,31 kkalhari. Sedangkan untuk asupan protein, jumlah kasus dengan asupan protein ≥ 58,68 gramhari sebanyak 72 orang 96 dan jumlah kontrol dengan asupan protein ≥ 58,68 gramhari sebanyak 38 orang 50,7. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara asupan protein dengan kejadian obesitas p = 0,000. Secara statistik diperoleh nilai OR = 23,36 yang menunjukkan bahwa kasus yang mengonsumsi protein ≥ 58,68 gramhari mempunyai resiko sebesar 23,36 kali lebih tinggi menjadi obesitas dibanding kasus yang mengonsumsi protein 58,68 gramhari. Berdasarkan asupan lemak, jumlah kasus dengan asupan lemak ≥ 70,75 gramhari sebanyak 70 orang 93 dan jumlah kontrol dengan asupan lemak ≥ 70,75 gram hari sebanyak 39 orang 52,0. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara asupan lemak dengan kejadian obesitas p = 0,000. Secara statistik diperoleh nilai OR = 12,92 yang menunjukkan bahwa kasus yang mengonsumsi lemak ≥ 70,75 gramhari mempunyai resiko sebesar 12,92 kali lebih Universitas Sumatera Utara tinggi menjadi obesitas dibanding kasus yang mengonsumsi lemak 70,75 gramhari. Jumlah kasus dengan asupan karbohidrat ≥ 269,22 gramhari sebanyak 75 orang 100,0 dan jumlah kontrol dengan asupan karbohidrat ≥ 269,22 gram hari sebanyak 37 orang 49,3. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara asupan karbohidrat dengan kejadian obesitas p0,001. Secara statistik diperoleh nilai OR = 76,00 yang menunjukkan bahwa kasus yang mengonsumsi karbohidrat ≥ 269,22 gram hari mempunyai resiko sebesar 76,0 kali lebih tinggi menjadi obesitas dibanding kasus yang mengonsumsi karbohidrat 269,22 gram hari. Jumlah kasus yang mengonsumsi serat ≥ 23,85 gramhari hanya ada 3 orang 4,0 dan jumlah kontrol yang mengonsumsi serat ≥ 23,85 gramhari se banyak 39 orang 52,0. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,000, berarti ada hubungan yang bermakna antara asupan serat dengan kejadian obesitas. Secara statistik diperoleh nilai OR = 0,030 yang menunjukkan bahwa kasus yang mengonsumsi serat ≥ 23,85 gramhari tidak beresiko menjadi obesitas dibanding kasus yang mengonsumsi serat 23,85 gramhari.

4.5. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Obesitas