tinggi menjadi obesitas dibanding kasus yang mengonsumsi lemak 70,75 gramhari.
Jumlah kasus dengan asupan karbohidrat ≥ 269,22 gramhari sebanyak 75
orang 100,0 dan jumlah kontrol dengan asupan karbohidrat ≥ 269,22 gram hari
sebanyak 37 orang 49,3. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara asupan karbohidrat dengan kejadian obesitas p0,001. Secara
statistik diperoleh nilai OR = 76,00 yang menunjukkan bahwa kasus yang mengonsumsi karbohidrat
≥ 269,22 gram hari mempunyai resiko sebesar 76,0 kali lebih tinggi menjadi obesitas dibanding kasus yang mengonsumsi karbohidrat
269,22 gram hari. Jumlah kasus yang mengonsumsi serat
≥ 23,85 gramhari hanya ada 3 orang 4,0 dan jumlah kontrol yang mengonsumsi serat
≥ 23,85 gramhari se banyak 39 orang 52,0. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,000, berarti ada hubungan
yang bermakna antara asupan serat dengan kejadian obesitas. Secara statistik diperoleh nilai OR = 0,030 yang menunjukkan bahwa kasus yang mengonsumsi serat
≥ 23,85 gramhari tidak beresiko menjadi obesitas dibanding kasus yang mengonsumsi serat 23,85 gramhari.
4.5. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Obesitas
Bila dilihat dari aktivitas fisiknya, maka diperoleh bahwa baik kasus maupun kontrol memiliki aktivitas fisik ringan karena mereka sama-sama berada di kampus
selama 10 jam untuk mengikuti kegiatan perkuliahan, sehingga sebagian besar
Universitas Sumatera Utara
waktunya hanya digunakan untuk duduk, berdiri dan sedikit berjalan. Hubungan antara aktivitas fisik dengan obesitas dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut.
Tabel 4.7. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Obesitas
Variabel Kelompok
Independen Kasus
Kontrol OR
95 CI P
n n
Aktivitas Fisik Sedang
1 1,3
18 24,0
23,36 3,02 - 72,74
0,000 Ringan
74 98,7
57 76,0
Jumlah 75
100,0 75
100,0
Berdasarkan aktivitas fisik, terlihat bahwa hampir seluruh kasus yaitu 74 dari 75 orang 98,7 memiliki aktivitas fisik ringan, demikian juga dengan kontrol,
sebagian besar dari mereka yaitu 57 dari 75 orang 76,0 memiliki aktivitas fisik ringan. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,000, yang berarti terdapat hubungan
yang bermakna antara aktivitas fisik dengan kejadian obesitas. Diperoleh nilai OR = 23,36 yang menunjukkan bahwa kasus yang memiliki aktivitas fisik ringan
mempunyai resiko obesitas sebesar 23,36 kali lebih tinggi menjadi obesitas dibanding kasus yang memiliki aktivitas fisik sedang.
4.6. Hubungan Uang Saku dengan Kejadian Obesitas
Berdasarkan jumlah uang saku harian yang diterima oleh kasus dan kontrol, diperoleh bahwa jumlah uang saku minimal adalah Rp 15.000 dan maksimal sebesar
Rp 60.000. gambaran rata-rata uang saku harian dapat dilihat pada tabel 4.8.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.8 Rata-Rata Uang Saku pada Kasus dan Kontrol
Variabel Kasus
Kontrol t
Δ P
Means ± SD Means ± SD
Uang Saku Rphari 30533 ± 10086
24600 ± 9542 3,701
5933 0,000
Berdasarkan tabel 4.8. terlihat rata-rata uang saku harian pada kelompok kasus Rp 30.533 ± 10.086,56 lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol
Rp 24.600 ± 9.542,22. Distribusi silang antara uang saku harian dengan kejadian obesitas dapat
dilihat pada tabel 4.9.
Tabel 4.9 Hubungan antara Uang Saku dengan Kejadian Obesitas
Uang Kelompok
Saku Kasus
Kontrol OR
95 CI P
n n
Uang saku harian ● ≥ Rp 24.600
60 80,0
27 36,0
7,11 3,40 - 14,85
0,001 ● Rp 24.600
15 20,0
48 64,0
Jumlah 75
100,0 75
100,0
Jumlah kasus dengan uang saku harian ≥ Rp 24.600 sebanyak 60 orang
80,0 dan jumlah kontrol dengan uang saku harian ≥ Rp 24.600 sebanyak 27 orang
36,0. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara uang saku dengan kejadian obesitas p0,001, dan diperoleh nilai OR = 7,11 yang berarti
kasus dengan uang saku harian ≥ Rp 24.600 mempunyai resiko sebesar 7,11 kali
lebih tinggi menjadi obesitas dibanding kasus dengan uang saku harian Rp 24.600.
Universitas Sumatera Utara
4.7. Faktor Risiko yang paling Dominan terhadap Kejadian Obesitas